11
memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia
berada, dan sebagainya sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya dengan Tuhan.
34
Menurut E. P. Ginting konseling pastoral adalah psikoterapi-pastoral yang melakukan psikoterapi, yang bersifat membangun kembali.
35
Konselor harus siap untuk menolong dan menerima pribadi konseli yang datang dengan kesulitan dan
persoalan hidup mereka. Konseling pastoral merupakan media untuk memberikan bimbingan kepada orang-orang yang memiliki permasalahan dalam dirinya yang
perlu untuk diselesaikan agar tidak menjadi penghalang dalam pertumbuhan atau perkembangan kehidupan kedepan. Proses konseling pastoral dapat dijalankan
dengan tujuan agar konseli mampu bertumbuh didalam pengetahuan religius yang baik dengan Yesus sebagai teladan sehingga ada terang Kristus didalam konseli
yang telah di pulihkan. Konseling pastoral mengandalkan percakapan sebagai salah satu jalan untuk membantu konseli karena percakapan memberikan kita
waktu yang banyak untuk konselor dapat membantu konseli menyelesaikan masalahnya.
2.5 Orang Tua Dalam Peran Sebagai Konselor Dalam Keluarga
Peran orang tua sebagai konselor dalam keluarga diambil dari bagian peran orang tua sebagai pembimbing dalam keluarga sehingga orang tua bukan
hanya memberikan perlindungan, relasi yang baik, tetapi juga mampu untuk membawa anak selalu dalam kondisi mampu memutuskan yang terbaik bagi
perkembangannya. Proses konseling yang berjalan dalam keluarga bertujuan untuk membantu
setiap anggota keluarga untuk menghadapi serta memecahkan setiap persoalan psikologis masing-masing individu untuk mencapai kebahagiaan.
36
Kebahagiaan yang ingin di raih oleh setiap anggota keluarga secara psikologis terbagi atas dua.
34
Yakub B. Susabdo, Pastoral Konseling Jilid 1, Cet: 10 Malang:Gandum Mas, 2003, 4
35
E. P. Gintings, Gembala dan Konseling Pastoral, Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002, 13
36
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, Salatiga:Widya Sari Press, 2004, 9
12
Pertama, tercapainya keinginan, cita-cita dan harapan dari setiap anggota keluarga. Kedua, sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing
maupun konflik antar pribadi.
37
Di Indonesia saat ini, kemajuan di segala bidang juga mempengaruhi kehidupan setiap keluarga. Banyak tuntutan yang perlu untuk
dipenuhi agar kehidupan dalam keluarga dapat terjamin, sehingga orang tua lebih fokus kepada pemenuhan materi bagi keluarga dan membuat hubungan antar
pribadi dalam keluarga menjadi renggang.
38
Padahal orang tua tidak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga berupa materi untuk memenuhi
fungsi fasilitasi, pendidikan dan menafkahi tetapi juga dapat mengatur kebahagiaan yang ingin dicapai dengan membuat relasi dan komunikasi melalui
bimbingan antar pihak-pihak dalam keluarga.
39
Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno dalam Soewarno, menjadi konselor bukan memberikan pelajaran bagaimana yang terbaik, tetapi bersama dengan
konseli melihat persoalan yang dihadapi untuk membantu konseli menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.
40
Akibat dari kemajuan di berbagai bidang, para orang tua bukan menjadi konselor yang berjalan bersama konseli
tetapi acuh tak acuh dengan persoalan yang terjadi dalam keluarga. Keadaan orang tua yang demikian itu menyebabkan hilangnya perhatian dan kasih sayang
kepada anggota keluarga.
41
Menurut McLeod dalam Komalasari, berhubungan dengan orang lain merupakan tujuan konseling yang penting untuk membentuk
dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan memuaskan orang lain, misalnya keluarga.
42
Dalam memegang peran sebagai konselor dalam keluarga, orang tua dituntut untuk dapat membentuk relasi dan komunikasi sebagai bagian
dari cara mencapai kebahagiaan yang sama bagi setiap anggota keluarga. Dalam proses konseling dimana orang tua sebagai konselor dalam
keluarga memberikan pengaruh besar bagi perkembangan setiap anggota keluarga
37
Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 10
38
Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, 12
39
H. Sutirna, Bimbingan dan Konseling:Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal, Yogyakarta:ANDI, 2013, 23
40
Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, Yogyakarta: Kanisius, 2012, 52
41
Kristiani Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, Salatiga: Widya Sari Press, 2004, 13
42
Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, Jakarta Barat: Indeks, 2011, 18
13
karena dengan berperan sebagai konselor maka orang tua dapat menciptakan toleransi yang baik bagi setiap anggota keluarga ketika menghadapi konflik
didalam maupun di luar lingkup keluarga dan dapat meningkatkan motivasi untuk memberi semangat kepada anggota keluarga yang lain.
43
2.6 Perkembangan Remaja