21
Pengaruh teman sebaya adalah masalah yang paling ditakuti oleh setiap orang tua karena sangat mungkin bagi remaja untuk terjerumus kedalam hal-hal
yang tidak diinginkan oleh orang tua dan juga akan membawa dampak buruk bagi masyarakat sekitar apabila remaja terlibat kedalam hal-hal negatif terkait
masyarakat secara luas.
67
3.1.4 Permasalahan Remaja Dengan Kehidupan Spiritual
Permasalahan remaja dengan kehidupan spiritual adalah keraguan dan ketidakpercayaan. Pada masa remaja usia 15-18 tahun kepercayaan agamawi
mulai diragukan oleh remaja. Setiap pemikiran spiritualitas yang mereka anut sejak kecil mulai dipertanyakan kembali. Mereka mulai berpikir rasional
untuk menemukan kebenaran bahwa yang transenden memiliki wujud yang mampu untuk dibuktikan. Pemikiran ini dilandasi oleh perkembangan jaman
yang semakin besar dan pandangan dunia yang baru bahwa Iman tidak mampu untuk dibuktikan secara empiris.
68
Pemikiran seperti ini yang membuat remaja saat ini banyak yang kurang aktif dalam pelayanan gerejawi. Minimnya
pengetahuan spiritualitas remaja membuat ketakutan setiap orang tua terhadap kenakalan remaja semakin besar.
3.2 Peran Orang Tua Terhadap Permasalahan Remaja
Remaja usia 15-18 tahun telah memasuki usia remaja pertengahan yang
memungkinkan pengaruh orang tua sangat berkurang. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk terus-menerus memahami remaja dengan
permasalahan remaja yang begitu kompleks. Namun, perlu diingat bahwa orang tua tetap memiliki peran sebagai pembimbing, penasehat, pendamping, pelindung,
pemberi nafkah, dan menjadi teladan.
69
Peran-peran ini masih tetap mampu dijalankan oleh orang tua sebagai wujud dari perhatian agar remaja tidak tumbuh
dalam kondisi yang memungkinkannya terpengaruh kedalam hal-hal yang negatif. Orang tua dapat menjalankan seluruh peran ini dengan cara menjadi konselor
bagi anak karena tujuan dari konseling itu sendiri adalah menolong, menghibur
67
John W. Santrock, Adolescence Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga, 2003, 222
68
Nuhamara, PAK Remaja, 85-86
69
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga Terapi Keluarga, Salatiga: Widya Sari Press, 2004, 31
22
dan membimbing.
70
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua agar mampu menjadi konselor bagi remaja, yaitu :
a Mengambil pola asuh menerima anak. Orang tua wajib untuk
menggunakan pola asuh ini karena dengan menerima remaja bagaimanapun keadaannya kemudian memberikan perhatian yang
sewajarnya akan memberikan rasa aman dan nyaman dalam diri remaja sehingga tidak tertutup kemungkinan bagi orang tua untuk menjadi
pembimbing atau konselor bagi remaja.
71
b Menjadi pendengar yang baik. Sesuai dengan keterampilan yang dimiliki
oleh konselor maka orang tua harus mampu untuk mendengarkan setiap persoalan yang disampaikan remaja tanpa menyelanya. Dengan
mendengarkan, remaja akan merasa bahwa orang tua benar-benar ingin tahu apa yang diingini oleh remaja dan orang tua juga mampu untuk
memahami penyebab persoalan yang dialami remaja.
72
c Berkomunikasi secara positif. Remaja bukanlah orang yang menyukai
evaluasi sehingga ketika ia berada didalam sebuah masalah maka ia tidak akan pernah mau apabila ia yang dikritik. Sebaliknya, sebagai orang tua
kita harus pandai untuk mengatur cara untuk mengikuti informasi tentang masalah yang diceritakan dan mencoba untuk menyelesaikannya bersama
agar kelak jika ada masalah maka remaja tidak akan malu untuk menceritakannya kembali.
73
d Tidak perlu memberikan solusi langsung. Remaja usia 15-18 tahun adalah
tipe remaja yang senang untuk mencari tahu sehingga orang tua tidak perlu untuk memberikan jalan keluar langsung bagi remaja, tetapi orang tua
hanya perlu untuk memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi dan biarkan remaja menyelesaikannya
dengan tanggungjawab.
74
70
Andreas Soewarno, Pastoral Counseling, Yogyakarta: Kanisius, 2012, 47
71
Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja, Salatiga: FKIP UKSW, 2013, 43
72
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, Salatiga: AKPI, 2013, 127
73
Roger W. Mclntire, Teenagers and Parents, Yogyakarta: Kanisius, 2005, 24
74
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, salatiga: AKPI, 2013, 138
23
e Mengadakan doa pagi serta perenungan Firman sebagai bagian dari
rutinitas didalam keluarga. Orang tua sebagai teladan yang baik mampu untuk terus-menerus memperdalam pengenalan remaja terhadap Tuhan
sebagai pemelihara dan penciptanya melalui doa dan perenungan firman selama 5-10 menit dengan tujuan untuk membekali remaja agar tidak
meninggalkan kehidupan spiritualitasnya.
3.3 Pembahasan dan Analisis