8
otonomi dan kematangan dengan cara menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sebagai orang dewasa.
23
Menurut Hurlock dalam Ali, masa remaja atau yang dikenal dengan sebutan Adolescence sesungguhnya memiliki arti yang sangat luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik sehingga remaja tidak mempunyai tempat yang jelas.
24
Mereka tidak termasuk kedalam golongan anak-anak, tetapi belum cukup juga untuk dianggap dewasa. Remaja sendiri tidak memiliki fungsi
yang jelas tertera melainkan ada tugas-tugas yang sebaiknya dilakukan oleh remaja agar remaja mampu untuk bertumbuh atau berkembang dengan dan tidak
menyimpang. Demi memenuhi perkembangan ini maka tugas-tugas yang perlu untuk
dilakukan remaja adalah mampu menerima keadaan fisiknya, mampu memahami dan menerima peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan
anggota kelompok yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri memasuki perkawinan, dan
memahami serta mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
25
Tugas-tugas inilah yang perlu untuk dipahami dan dilakukan oleh remaja karena banyak penyimpangan yang terjadi ketika tugas-tugas ini tidak mampu untuk
dijalankan oleh remaja.
2.3 Definisi Konselor
Konselor merupakan seorang ayah yang baik, penuh perhatian serta pengertian dan siap sedia menolong dirinya, atau sebagai ibu yang ramah,
23
Kathryn Geldard dan David Geldard, KONSELING REMAJA:Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011, 5
24
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, PSIKOLOGI REMAJA:Perkembangan peserta didik, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, 9
25
Ali dan Asrori, PSIKOLOGI REMAJA:Perkembangan peserta didik, 10
9
mengundang dan memberikan ketenangan kepadanya.
26
Konselor adalah orang yang dipilih secara khusus dan telah melalui pendidikan khusus sebelum terjun
kedalam profesinya.
27
Namun, dewasa ini konselor bukan hanya orang yang telah mendapat mandat khusus tetapi juga kepada orang yang dianggap dapat
menyelesaikan keluhan atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli. Dalam hal ini konselor bisa saja bukan orang yang dilatih secara khusus untuk
menjadi konselor dan mengetahui prinsip-prinsip konseling serta teknik konseling, tetapi merupakan keluarga dari orang yang sedang bermasalah dan
dimintai pertolongan untuk membantu permasalahan tersebut. Konselor memiliki fungsi menyembuhkan, membimbing, menopang,
memperbaiki hubungan, dan merawat.
28
Fungsi menyembuhkan akan dipakai apabila konselor menemukan adanya gejala disfungsional dari diri konseli yang
memberikan perubahan terhadap sikap dan tingkah laku. Fungsi menopang akan dipakai apabila kondisi konseli tidak mampu untuk kembali kepada keadaan
semula sehingga diperlukan penopang agar konseli mampu untuk menerima kondisi atau keadaan dirinya yang saat ini. Fungsi membimbing akan dipakai
apabila konseli sedang dalam masa untuk memutuskan kehidupannya pada masa yang akan datang sehingga diperlukan bimbingan yang tepat agar konseli dapat
menentukan dengan baik dan tepat. Fungsi memperbaiki hubungan akan dipakai apabila konseli sedang mengalami konflik batin dengan orang lain sehingga
mengakibatkan permusuhan atau rusaknya hubungan baik, sehingga konselor yang menjadi penengah atau mediator perdamaian untuk membantu konseli
membangun kembali hubungan baik. Fungsi merawat akan dipakai sebagai bahan pelajaran bagi konseli untuk dipakai apabila konseli kembali mengalami kesulitan
kembali, bahkan tidak tertutup kemungkinan melalui perawatan atau pemberdayaan yang dilakukan oleh konselor, konseli akan menjadi konselor bagi
orang lain yang membutuhkan pertolongan. Walau demikian, konselor yang bertugas untuk menolong konseli tetap tidak memiliki hak penuh atas diri konseli
26
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, Jakarta:CV.Rajawali, 1985, 63
27
Andreas Soewarno, Pastoral Konseling, Yogyakarta:Kanisius, 2012, 13
28
Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani, Pengantar Konseling Pastoral, Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia, 2012, 95
10
dan memberikan kebebasan kepada konseli untuk terus mengembangkan diri kepada hal yang positif.
2.4 Konseling Pastoral