Sengketa Perbatasan Di Daerah

Permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut, tidak menjadikan otonomi daerah kehilangan pendukungnya. Hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey Indonesia LSI menunjukkan bahwa meski dianggap gagal menciptakan perubahan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, otonomi daerah masih tetap didukung oleh mayoritas masyarakat Indonesia 73, hanya 27 yang menyatakan menolak otonomi daerah. Kondisi tersebut tergambar dalam grafik dibawah ini Sumber LSI, 2008. Grafik: Menerima atau Menolak Otonomi Daerah

1. Sengketa Perbatasan Di Daerah

Otonomi daerah ternyata melahirkan sengketa perbatasan wilayah. Suatu objek sengketa yang selama ini tidak pernah terbayangkan. Otonomi daerah menjadikan batas- batas wilayah menjadi penting. Selama ini tidak begitu penting batas antar wilayah di Indonesia baik batas antar desa, antar kecamatan, antar kabupatenkota bahkan batas antar provinsi. Salah satu alasannya dikarenakan apabila terjadi sengketa batas wilayah dapat diselesaikan dengan mudah oleh kepala pemerintahan yang lebih tinggi. Selain itu, selama ini batas wilayah bukan persoalan yang terlalu penting dikarenakan daerah-daerah tidak memiliki otonomi dalam mengelola wilayahnya sendiri. Era otonomi daerah merubah semua itu. Ada beberapa alasan mengapa soal batas wilayah menjadi penting. Alasan pertama, era otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola daerahnya. Keadaan ini menguntungkan bagi daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Faktanya, memang sebagian besar wilayah Indonesia sangat potensial kekayaan alamnya. Kondisi demikian ini memunculkan ego kedaerahan sehingga batas wilayah menjadi penting agar ada kepastian “siapa memiliki batas mana.” Alasan kedua, muncul ego etnis sebagai “orang daerah.” Dalam batas-batas tertentu muncul fanatisme “label” sebagai putra daerah. Kondisi ini juga memunculkan sikap unwelcome terhadap para pendatang yang juga menjadi alasan untuk memastikan batas wilayah yang kadang-kadang atas dasar etnic-based . Walaupun mungkin pembatasan wilayah atas dasar etnic-based ini hanya minoritas saja kejadiannya, tetapi tetap harus diwaspadai sebagai isu yang sangat rawan bagi kemungkinan konflik etnis di era otonomi daerah. Alasan berikutnya mengapa batas wilayah menjadi penting karena ada kemungkinan terjadinya pemekaran wilayah. Apabila suatu desa berencana memekarkan diri menjadi suatu kecamatan, maka batas desa menjadi penting. Kecamatan terkadang harus pula dimekarkan karena kepentingan pembentukan kabupatenkota. Batas wilayah antar kecamatan menjadi penting. Ironisnya, sebagian besar wilayah di Indonesia dari desa hingga ke negara umumnya tidak memiliki administrasi perbatasan yang baik. Wajar kalau kemudian diera otonomi daerah dimana masing-masing daerah merasa “berdaulat” dan ingin “eksis,” batas- batas wilayah menjadi isu yang penting. Untuk menjadikan keadaan menjadi lebih rawan, ternyata masing-masing wilayah memiliki batas wilayah yang tidak jelas. Tengok saja sengketa batas wilayah antara kabupaten Muara Enim dengan kabupaten Ogan Ilir pada Januari 2009 di Sumsel, masing- masing ngotot dengan batas wilayah versi masing-masing. Kabupaten Ogan Ilir, misalnya, mengandalkan peta zaman penjajahan Belanda yang bertuliskan Arab tahun 1921. Sedangkan kabupaten Muara Enim mengandalkan sejarah tapal batas menggunakan cerita puyang. 3 Kedua argumentasi yang sama-sama sulit disesuaikan dengan perubahan zaman dan perubahan ketatanegaraan Indonesia. Akibat pada satu sisi batas wilayah tidak jelas dan pada sisi lain ada keinginan untuk menguasai wilayah tertentu, baik tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten maka disinilah sumber sengketa. Keadaan yang akan semakin worse apabila ternyata daerah yang diperebutkan “konon khabarnya” kaya akan sumber daya alam. Di Sumatera Selatan sengketa wilayah itu terjadi dibeberapa wilayah. Pada tahun 2007,misalnya, terjadi sengketa perbatasan antara kabupaten OKU Induk dengan kabupaten Muara Enim. Diyakini bahwa 3 Sriwijaya Post, “OI Andalkan Peta Belanda ME Ungkapkan Cerita Puyang,” Kamis, 8 Januari 2009, hal 1. Baca juga, Sumatera Ekspres, “10 Januari Cek Perbatasan,” Jum’at, 9 Januari 2009, hal 27 dan Sriwijaya Post, Warga Kayuara Masih Trauma,” Jum’at, 9 Januari 2009, hal 1 wilayah yang disengketakan itu memang mengandung sumber minyak. Bahkan sengketa batas wilayah antara kabupaten Ogan Ilir dengan kabupaten Muara Enim pada Januari 2009 juga terkait dengan kepemilikan perkebunana kelapa sawit. 4

2. Sengketa di Daerah Akibat Pemekaran Wilayah