Percepatan Laju Pembangunan Infra Struktur di Daerah Peningkatan Kesempatan SDM Potensial di Daerah

Untuk kasus Sumatera Selatan, misalnya, selama ini masyarakat di Inderalaya harus bepergian ke kota Kayu Agung berjarak sekitar .... Km ketika harus berurusan ke kantor Bupati atau dina-dinas terkait pemerintah kabupaten Ogan Komering Ilir OKI. Namun setelah dilakukan pemekaran daerah, kabupaten OKI dibagi menjadi dua dengan dibentuknya kabupaten Ogan Ilir maka faktor jarak itu teratasi. Penduduk Inderalaya tidak perlu lagi pegi ke kota Kayu Agung karena kota Inderalaya itu sendiri berubah menjadi ibukota kabupaten Ogan Ilir. Rentang pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah kabupaten menjadi lebih dekat.

c. Percepatan Laju Pembangunan Infra Struktur di Daerah

Rendahnya kualitas dan kuantitas infra struktur menjadi salah satu kendala utama dalam upaya memajukan daerah-daerah di Indonesia. Akses bagi masyarakat pedesaan untuk mencapai ibukota kecamatan dan dari ibukota kecamatan menuju ibukota kabupaten juga masih banyak menemui kendala. Ini terjadi karena tidak terdapat banyak alternatif jalan yang dapat digunakan. Selain itu jikapun ada alternatif jalan maka kualitas jalan sangat jelek. Bahkan di daerah-daerah tertentu jalan itu harus dilalui dengan menggunakan kendaraan- kendaraan dengan kemampuan four wheel drive 4-WD atau masyarakat kebanyakan sering menggunakan istilah “mobil double”. Namun dengan adanya pemekaran daerah, pembentukan kabupaten-kabupaten baru terjadi percepatan pembangunan sarana dan prasana jalan. Beberapa ruas jalan baru dibuka yang memberikan alternatif lebih bagi masyarakat untuk bepergian. Lalu lintas barang, terutama hasil-hasil pertanian menjadi lebih mudah dipasarkan. Apalagi jika kepala daerah pemekaran adalah sosok yang memiliki akses yang baik kepada pemerintah pusat atau pemerintah provinsi. Akses ini memberikan kesempatan lebih untuk mendapatkan proyek- proyek pembangunan infra struktur di daerahnya.

d. Peningkatan Kesempatan SDM Potensial di Daerah

Selama era sentralisasi sangat terasa ketergantungan daerah dengan sumber daya manusia SDM yang berpusat di Jakarta. Dalam banyak hal daerah sangat tergantung kepada arahan pemerintah pusat. Pusat kekuasaan di Jakarta sepertinya menjadi tolok ukur kualitas SDM. SDM di daerah sepertinya tidak memiliki kemandirian. Sebenarnya keadaan ini ketidak mandirian SDM daerah justru menyulitkan pemerintah pusat karena harus melayani begitu banyak daerah dengan begitu banyak persoalan yang dihadapi. Salah satu aspek positif manajemen pemerintah yang dikelola secara desentralisasi dimana lebih memberikan kesempatan kepada daerah-daerah untuk menjalankan kebijakan sendiri dan atas inisiatif sendiri pula. Memang pada tahap awal daerah-daerah kewalahan untuk memenuhi kebutuhan SDM yang berkualitas. Era otonomi daerah pula yang membuka peluang yang luas bagi SDM di daerah untuk muncul, untuk berperan serta dalam berbagai bidang. Dalam bidang politik, misalnya, kesempatan SDM terbuka luas untuk turut serta dalam perebutan jabatan kepala daerah. Di era sentarlisasi kesempatan SDM daerah untuk berpartisipasi sangatlah rendah. Bahkan di daerah-daerah tertentu kesempatan itu tertutup rapat. Pada masa itu dominasi untuk menjadi kepala daerah berada di tangan pihak militer dan penguasa birokrasi seperti BupatiGubernur yang sedang menjabat yang kebetulan pada era itu “mayoritas” kepala daerah adalah dari kalangan angkatan bersenjata. Era otonomi daerah membuka kesempatan bagi putra-putri daerah untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Suatu kesempatan yang sangat langka ketika Indonesia menerapkan sistem sentralisasi bagi daerah-daerahnya. Otonomi daerah membuat orang- orang daerah terpaksa menambah kemampuan SDM-nya, ada upaya penguatan SDM daerah dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada mereka untuk berkembang. Kondisi terbuka ini juga memaksa “orang-orang daerah” untuk menambah kualitas dirinya yang pada gilirannya menaikkan kualitas SDM daerah secara keseluruhan.

e. Pemberdayaan Masyarakat Daerah