komunikasi. Berkenaan dengan hal itu, penelitian ini akan cenderung memanfaatkan teori Podjosoedarmo.
Demikian juga pada wacana perintah yang berisi agar orang lain mengerjakan suatu tindakan tertentu itu, bentuk tuturannya juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal di samping oleh faktor internal. Oleh karena itu, dalam pembicaraan wacana perintah agar dapat diamati secara
tuntas harus menganalisis faktor-faktor nonkebahasaan eksternal seperti komponen tutur dan tindak tutur. Dengan adanya penerapan kerangka teori
sosio pragmatika ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang jenis-jenis wacana perintah dalam
tindak komunikasi.
B. Kerangka Teori
Pembicaraan tentang wacana perintah dalam bahasa Jawa berarti sebuah pembahasan yang melihat fungsi bahasa dalam tindak komunikasi
verbal. Hal itu berarti pula bahwa pembahasan ini berupa analisis wacana dan fungsi bahasanya melalui tuturan atau teks yang berdasarkan teori
sosio pragmatika. Oleh karena itu, acuan teori yang akan digunakan dalam rangka menganalisis wacana perintah itu dengan memanfaatkan tiga teori
sekaligus, yaitu : 1 teori fungsi komunikasi bahasa, 2 teori tindak tutur, dan 3 teori komponen tutur. Dengan demikian, dalam pembicaraan
masalah ini teori yang digunakan berupa paduan teori sosiolinguistik dan teori pragmatik.
Austin dan Searle telah mengklasifikasikan fungsi bahasa dalam tindak ilokusi menjadi lima macam, yaitu: 1 fungsi direktif, adalah
pemakaian bahasa dalam bentuk perintah halus, perintah langsung, memohon, menuntut, dan memberi nasehat, 2 fungsi komisif adalah
penggunaan bahasa untuk menyajikan dan menawarkan, 3 fungsi representatif adalah pemakaian bahasa untuk menyatakan kebenaran
seperti mengunkapkan pendapat, menyampaikan fakta dan sebagainya, 4 fungsi deklaratif adalah pemakaian bahasa yang di dalamnya mengandung
pernyataan baru, dan, 5 ekspresif adalah pemakaian untuk menyatakan perasaan, seperti mengkritik, memuji dan sebagainya.
Pragmatika adalah ilmu yang membicarakan pemakaian tanda, yang secara spesifik dapat diartikan bagaimana seseorang menggunakan
tanda itu diinterpretasikan Morris, 1960. Dengan demikian, pragmatika merupakan studi mengenai hubungan ujaran atau tuturan dengan
penafsiran makna yang terkandung di dalam tuturan sesuai dengan
4
fungsinya. Oleh karena itu, setiap tuturan dalam tindak komunikasi selalu mengandung tiga unsur, yaitu: 1 tindak lokusi berupa tuturan yang
dihasilkan oleh penutur, 2 tindak ilokusi berupa maksud tuturan dan, 3 tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh tuturan. Sebagai
contoh tuturan Anda merokok ?. Tindak lokusinya adalah sebuah pertanyaan; tindak ilokusinya dapat berupa permintaan, penawaran, dan
larangan, tindak perlokusinya berupa pemberian, penolakanpenerimaan, dan juga tindakan penghentian merokok. Berkaitan dengan uraian tindak
tutur, teori komponen tutur tidak dapat dilepaskan begitu saja. Komponen tutur sangat mendukung dalam penganalisisan suatu tindak tutur.
Analisis wacana perintah dalam bahasa Jawa ini menggunakan pendekatan kualitatif. Agar tujuan pembahasan ini dapat dicapai perlu
ditentukan data yang dijadikan objek penelitian, yaitu tuturan bahasa Jawa yang mengandung informasi makna berupa perintah untuk melakukan
suatu tindakan, baik lisan maupun tertulis. Data itu dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode dan teknik. Dalam tahap pengumpulan data
digunakan metode simak dengan ditunjang beberapa teknik, seperti teknik catat dan teknik simak. Dalam tahap analisis data digunakan metode agih
dan metode padan. Metode agih adalah cara menganalisis data bahasa yang pelaksanaannya dengan menggunakan unsur penentu yang berupa unsur
bahasa itu sendiri, sedangkan metode padan adalah cara menganalisis data yang pelaksanaannya dengan menggunakan unsur-unsur nonkebahasaan
Sudaryanto, 1993:31 dan 54.
C. Jenis-jenis Wacana Perintah Dalam Bahasa Jawa