Teori Perlindungan Hukum PENDAHULUAN

Selain itu terdapat beberapa tujuan pemidanaan menurut teori relatif, yaitu : a. Mencegah terjadinya kejahatan, b. Menakut-nakuti sehingga orang lain tidak melakukan kejahatan, c. Memperbaiki orang yang melakukan tindak pidana, d. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap kejahatan. Teori ini disebut juga teori tujuan karena menitikberatkan pada tujuan hukuman. Ancaman hukuman perlu supaya manusia tidak melanggar. Berdasarkan tujuan pemidanaan dari teori relatif tersebut, penjatuhan pidana rehabilitasi terhadap pengguna narkotika memiliki tujuan untuk memperbaiki orang yang telah melakukan tindak pidana. Hal ini dikarenakan para pengguna narkotika melakukan suatu tindak kejahatan merusak dirinya sendiri dengan memasukkan zat-zat adiktif yang pada akhirnya menimbulkan efek ketergantungan dan bila tidak diobati dapat membahayakan jiwa si pemakai. Sehingga berdasarkan teori relatif tersebut, penjatuhan tindakan rehabilitasi dimaksudkan agar nantinya seorang yang telah melakukan suatu tindak penyalahgunaan narkotika dapat menjadi seorang yang berguna bagi bangsa dan negara serta tidak mengulangi perbuatan yang sama untuk yang kedua kalinya.

b. Teori Perlindungan Hukum

Soetjipto Rahadjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah untuk memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanyan kepastian hukum. 7 Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undang yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Dalam konteks perlindungan terhadap 5 korban kejahatan, adanya upaya preventif maupun represif yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah : a. Upaya Preventif : Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. b. Upaya Represif : Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Pentingnya korban memperoleh pemulihan sebagai upaya menyeimbangkan kondisi korban yang mengalami gangguan, dengan tepat dikemukakan oleh Muladi saat menyatakan korban kejahatan perlu dilindungi kerena pertama, masyarakat dianggap sebagai suatu wujud sistem kepercayaan yang melembaga system of institutionalized trust. Kepercayaan ini terpadu 7 Satjipto Rahardjo, 1983, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni Bandung, hlm. 121. melalui norma-norma yang diekspresikan di dalam struktur kelembagaan, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya. Terjadinya kejahatan atas diri korban akan bermakna penghancuran sistem kepercayaan tersebut sehingga peraturan hukum pidana dan hukum lain yang menyangkut korban akan berfungsi sebagai sarana pengembalian sistem kepercayaan tersebut. Kedua, adanya argumen kontrak sosial dan solidaritas sosial terhadap kejahatan dan melarang tindakan-tindakan yang bersifat pribadi. Oleh karena itu, jika terdapat korban kejahatan, maka negara harus memerhatikan kebutuhan korban dengan cara peningkatan pelayanan maupun pengaturan hak. Ketiga, perlindungan korban yang biasanya dikaitkan dengan salah satu tujuan pemidanaan, yaitu penyelesaian konflik. Dengan penyelesaian konflik yang ditimbulkan oleh adanya tindak pidana akan memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 8 6 Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maka pengguna diatur dalam pasal 116, 121, 126, 127, 128, 134. Pecandu narkotika merupakan “Self Victimizing Victims” yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Karena pecandu narkotika menderita sindroma ketergantungan akibat penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya sendiri. Namun demikian dalam Pasal 127 UU Narkotika dalam hal penyalahguna dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika penyalahguna tersebut sepatutnya mendapatkan 8 Muladi, 1997, Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana: Sebagaimana dimuat dalam Kumpulan Karangan Hak Asasi Manusia, Politik, dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Dipenogoro, Semarang, hlm. 172. perlindungan hukum melalui rehabilitasi agar korban tersebut dapat menjadi lebih baik.

c. Double Track System