menunjukkan gangguan profil lipid peningkatan high density lipoprotein, rasio kolesterol-trigliserida serta plasma apolipoprotein-
A1.
1,18
Pada beberapa studi yang dilakukan akhir-akhir ini, tampak peningkatan kadar prolaktin serum pada penderita psoriasis
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
11-14
2.1.5 Diagnosis banding
Gambaran klasik psoriasis biasanya mudah dibedakan dengan penyakit kulit lainnya. Namun lesi yang atipikal atau bentuk lesi selain
plak yang klasik dapat menimbulkan tantangan bagi diagnosis psoriasis. Plak psoriasis yang kronis seringkali menyerupai dermatitis kronis
dengan likenifikasi pada daerah ekstremitas. Tetapi biasanya pada dermatitis kronis lesinya tidak berbatas tegas serta skuama yang terdapat
pada permukaan lesi tidak setebal pada psoriasis.
1
Pada kasus psoriasis gutata, perlu dipertimbangkan diagnosis pityriasis rosea serta sifilis sekunder. Pityriasis rosea biasanya ditandai
dengan makula eritematosa berbentuk oval dengan skuama tipis yang tersusun seperti pohon cemara pada daerah badan, lengan atas serta
tungkai atas. Sebagian besar kasus diawali dengan lesi inisial yang disebut herald patch. Pada sifilis sekunder biasanya disertai dengan
adanya keterlibatan telapak tangan dan kaki serta riwayat chancre oral atau genital yang tidak terasa nyeri.
19
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Psoriasis yang timbul pada skalp biasanya sulit dibedakan dengan dermatitis seboroik. Pasien dengan skuama keputihan yang kering serta
menebal seperti mika, walaupun terdapat pada predileksi seboroik, biasanya merupakan psoriasis skalp.
20
Psoriasis inversafleksural harus dibedakan dengan eritrasma dan infeksi jamur. Pada eritrasma, lesi berupa makula berbatas tegas
berwarna merah kecoklatan yang biasanya terdapat pada daerah aksila dan genital. Infeksi jamur oleh kandida, lesi berupa makula eritematosa
berbatas tegas dengan lesi satelit disekelilingnya. Eritroderma perlu
dibedakan dengan limfoma kutaneus sel T. Lesi pada limfoma kutaneus sel T biasanya berupa lesi diskoid eritematosa yang disertai skuama
dengan distribusi yang tidak simetris.
21
2.1.6 Pengukuran derajat keparahan psoriasis
Mengukur derajat keparahan atau perbaikan klinis pada psoriasis tampaknya merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya hal ini
menimbulkan banyak kesulitan. Diperlukan pengukuran objektif yang terpercaya, valid, dan konsisten. Untungnya lesi pada psoriasis biasanya
cukup jelas secara klinis dan oleh sebab itu relatif mudah untuk melakukan kuantifikasi tetapi sayangnya kuantifikasi sederhana pada
lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan, sebab dampak lesi psoriasis berbeda pada penderita yang
satu dengan lainnya. Konsensus oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa setiap penentuan keparahan psoriasis
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
membutuhkan perhatian khusus pada pengaruhnya terhadap kualitas hidup penderita.
22
Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan Psoriasis Area
and Severity Index PASI.
23, 24
PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan yang paling sering digunakan. Berupa suatu rumus kompleks yang
diperkenalkan pertama kali dalam studi penggunaan retinoid pada tahun 1978. PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak
pada kulit berupa eritema, indurasi dan skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 - 4 untuk setiap bagian
tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian
dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan dengan skor yang didapat dari skala 1 - 6 yang
merepresentasikan luasnya area permukaan yang terlibat pada bagian tubuh tersebut. Skor ini kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang
terdapat pada tiap area tubuh 0.1 untuk kepala dan leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk ekstremitas
bawah. Akhirnya skor dari keempat area tubuh ditambahkan sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI adalah 72
tetapi nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.
23
Berdasarkan nilai skor PASI, psoriasis dapat dibagi menjadi psoriasis ringan skor PASI 11, sedang skor PASI 12-16, dan berat
skor PASI 16.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Oleh karena kompleksitas skor PASI tersebut, maka bukan merupakan suatu hal yang mengejutkan jika skor ini jarang digunakan
pada praktek klinis. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan
pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United States Food and Drug Administration FDA menggunakan
75 perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.
22
Beberapa kesulitan dalam penggunaan skor PASI diantaranya; kesulitan dalam menentukan skor serta kurangnya korelasi dengan hasil
akhir yang dilaporkan oleh pasien sendiri. Pengukuran luas permukaan tubuh bersifat tidak konsisten diantara para peneliti, sehingga
menyebabkan variabilitas inter observer yang signifikan. Hal terpenting lainnya, skor PASI tidak secara jelas memperkirakan dampak dari
penyakit terhadap pasien. Beberapa penelitian yang menilai korelasi antara PASI dengan kualitas hidup penderita telah menunjukkan
konsistensi yang rendah.
23
Beberapa variasi dari PASI telah dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan ini serta untuk mengurangi waktu dan usaha
yang diperlukan dalam melakukan penilaian. Salah satu variasi yang menarik adalah meminta pasien melakukan PASI modifikasi terhadap
dirinya sendiri. Penilaian ini disebut Self Administered PASI SAPASI. SAPASI memiliki korelasi yang baik dengan PASI serta responsif
terhadap terapi. SAPASI khususnya memberikan manfaat pada studi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
epidemiologi berskala besar dimana penilaian oleh dokter terhadap semua pasien dianggap tidak praktis.
23,24
2.1.7 Terapi