Hubungan Kadar Nitric Oxide Serum Pasien Psoriasis Vulgaris dengan Skor Psoriasis Area and Severity Index
HUBUNGAN KADAR NITRIC OXIDE SERUM
PASIEN PSORIASIS VULGARIS DENGAN
SKOR PSORIASIS AREA AND SEVERITY INDEX
TESIS
WAHYUNI WIDIYANTI SUHOYO
NIM : 087105004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
HUBUNGAN KADAR NITRIC OXIDE SERUM
PASIEN PSORIASIS VULGARIS DENGAN
SKOR PSORIASIS AREA AND SEVERITY INDEX
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis
Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
WAHYUNI WIDIYANTI SUHOYO
NIM : 087105004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(3)
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Tesis : Hubungan Kadar Nitric Oxide Serum Pasien Psoriasis Vulgaris dengan Skor Psoriasis Area and Severity Index
Nama : dr. Wahyuni Widiyanti Suhoyo
Nomor Induk : 087105004
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. Kristo A. Nababan, SpKK) (dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))
NIP. 196302081989031004 NIP. 195012111978112001
Ketua Departemen Ketua Program Studi
(Prof.Dr.dr. Irma D.Roesyanto-Mahadi, SpKK(K)) (dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K)) NIP. 194712241976032001 NIP. 1955012111978112001
(4)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : dr. Wahyuni Widiyanti Suhoyo
NIM : 087105004
(5)
Hubungan Kadar Nitric Oxide Serum Pasien Psoriasis Vulgaris dengan Skor Psoriasis Area and Severity Index
Wahyuni Widiyanti Suhoyo
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
, Chairiyah Tanjung, Kristo A Nababan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit kronis yang sering yang diperantarai oleh mekanisme imun seluler dan ditandai oleh infiltrat sel neutrofil dan aktivasi proliferasi dari keratinosit epidermal. Umumnya dianggap bahwa ketidakseimbangan respon imun berperan terhadap patogenesis psoriasis. Salah satu mediator yang bertanggung jawab terhadap patogenesis psoriasis adalah nitric oxide (NO). Kadar NO dari lesi psoriasis diketahui meningkat, sedangkan masih sedikit penelitian yang meneliti kadar NO dari serum darah penderita psoriasis. Skor keparahan psoriasis vulgaris yang paling sering dipakai saat ini adalah Psoriasis Area and Severity Index (PASI).
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar nitric oxide serum dengan skor
Psoriasis Area and Severity Index
Metode: Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Delapan belas orang pasien psoriasis vulgaris yang datang ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik diikutsertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Derajat keparahan psoriasis vulgaris dinilai dengan skor PASI. Kadar nitric oxide serum diukur dengan menggunakan nitrate / nitrite colorimetric assay.
Hasil: Terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara kadar NO serum dengan skor PASI pasien psoriasis vulgaris (r = 0,834, p = 0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar NO serum pasien psoriasis vulgaris dengan skor PASI.
(6)
Correlation Between Serum Nitric oxide in Psoriasis Vulgaris Patients with Psoriasis Area and Severity Index Score
Wahyuni Widiyanti Suhoyo
Dermatology and Venereology Department
, Chairiyah Tanjung, Kristo A Nababan
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik Hospital, Medan-Indonesia
Abstract
Background: Psoriasis is a common chronic skin disease mediated by cellular immune mechanisms and characterized by an intense neutrophile cell infiltrate and proliferative activation of epidermal keratinocytes. It is generally assumed that unbalanced immune responses contribute to the pathogenesis. One of the mediators responsible for the pathogenesis of psoriasis is Nitric oxide (NO). NO levels from psoriasis skin lesion had been known increased but only few studies that examined NO blood serum levels from psoriasis patient. The most often used psoriasis vulgaris severity score is the Psoriasis Area and Severity Index (PASI).
Objective: To determine the association of serum level of Nitric oxide in psoriasis vulgaris with PASI score
Method: This is a cross sectional analytic design. Eighteen psoriasis vulgaris patients who came to the Dermatovenereology clinics Haji Adam Malik Hospital Medan enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Psoriasis vulgaris severity was measured using PASI score. Serum level of nitric oxide were measured with nitrate / nitrite colorimetric assay.
Result: There was a strong positive correlation between nitric oxide serum levels and PASI score in psoriasis vulgaris patients (r = 0,834, p = 0,001).
Conclusion: Our result indicated that nitric oxide serum has a significant correlation with PASI score in psoriasis vulgaris patients.
(7)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang berjudul: “Hubungan Kadar Nitric Oxide Serum Pasien Psoriasis Vulgaris dengan Skor Psoriasis Area and Severity Index” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan penelitian maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan proposal dan hasil penelitian, ada banyak pihak yang Allah SWT telah kirimkan untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan perhargaan yang setinggi – tingginya kepada:
1. Yang terhormat dr. Kristo A. Nababan,SpKK, selaku pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.
2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), selaku pembimbing kedua penulis, yang juga dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini, dan juga sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani pendidikan sehari – sehari.
3. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sebagai guru besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai anggota tim
penguji yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas
penyempurnaan tesis ini.
4. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.
5. Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu
(8)
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Yang terhormat dr. Richard Hutapea, SpKK(K), sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.
7. Yang terhormat dr. Ramona Dumasari Lubis, M.Ked(KK), SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.
8. Yang terhormat Prof. dr. Diana Nasution, SpKK(K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada saat saya diterima sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
9. Yang terhormat para Guru Besar, (Alm) Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.
10. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
11. Yang terhormat Dr Surya Dharma, MPH, selaku staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.
12. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
13. Yang tercinta Ayahanda LetKol (Purn) dr. H. Yono Suhoyo, SpKJ dan Ibunda Hj. Merdy Astuty, yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Allah SWT, yang dapat membalas segala kebaikan kalian.
14. Yang terkasih Abang dan Adik saya, terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.
15. Yang terkasih seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan dan nasehat selama masa pendidikan dan penelitian saya ini.
(9)
16. Seluruh keluarga dan kerabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
17. Teman – teman seangkatan saya, dr. Ahmad Fajar, M.Ked(KK), SpKK, dr Rini ACS, M.Ked(KK), SpKK, dr. Irina Damayanti, M.Ked(DV), SpDV, dr. Nova Z. Lubis, M.Ked(DV), SpDV dan dr. Cut P Hazlianda, M.Ked(DV), SpDV, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.
18. dr. Dina A. Dalimunthe, M.Ked(KK), SpKK, dr. Rudyn R. Panjaitan, M.Ked(KK), SpKK, dr. Margaret N.O. Sibarani, M.Ked(KK), SpKK, dr. Olivia Anggrenni, M.Ked(DV), SpDV, dr. Sufina Nasution, M.Ked(DV), SpDV, dr. Khairina N, SpKK, dr. Riana M. Sinaga, SpKK, dr. Herlin Novita Pane, M.Ked(KK), SpKK dan dr. Deryne Anggia, M.Ked(KK), SpKK, yang telah menjadi menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
19. Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini. 20. Kepada semua pasien Psoriasis Vulgaris yang telah terlibat dalam
penelitian ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya. 21. Kepada seluruh staf Laboratorium Prodia Medan, yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas, dan kemudahan kepada saya untuk melaksanakan penelitian.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Medan, September 2014 Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.4.1 Tujuan Umum ... 4
1.4.2 Tujuan Khusus ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Psoriasis ... 5
2.1.1 Epidemiologi ... 5
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis ... 6
2.1.3 Gambaran Klinis ... 7
2.1.4 Diagnosis ... 10
2.1.5 Diagnosis Banding ... 11
2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis ... 13
2.2 Nitric Oxide ... 14
2.3 Nitric Oxide dan Psoriasis ... 17
2.4 Kerangka Teori ... 20
2.5 Kerangka Konsep ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Desain Penelitian ... 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
3.2.1 Waktu Penelitian ... 22
3.2.2 Tempat Penelitian ... 22
3.3 Populasi Penelitian ... 22
3.3.1 Populasi Target ... 22
3.3.2 Populasi Terjangkau ... 23
3.3.3 Sampel Penelitian ... 23
3.4 Besar Sampel ... 23
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 24
(11)
3.7.1 Kriteria Inklusi ... 24
3.7.2 Kriteria Eksklusi ... 24
3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja ... 25
3.8.1 Alat dan Bahan ... 25
3.8.2 Cara kerja ... 26
3.9 Kerangka Operasional ... 30
3.10 Definisi Operasional ... 30
3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 33
3.12 Ethical Clearance ... 33
BAB IV Hasil PENELITIAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 34
4.2 Hubungan Kadar NO Serum dengan Skor PASI ... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 43
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Diagram kerangka teori penelitian ... 20
2.2 Diagram kerangka konsep penelitian ... 21
3.1 Diagram kerangka operasional penelitian ... 30
(13)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Karakteristik subyek penelitian ... 34 4.2 Nilai rerata kadar NO serum dan skor PASI ... 38 4.3 Hubungan antara kadar NO serum dengan skor PASI ... 38
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Halaman
Lampiran 1 Naskah penjelasan kepada pasien / orangtua / keluarga pasien ... 47
Lampiran 2 Persetujuan ikut serta dalam penelitian ... 49
Lampiran 3 Status penelitian... 50
Lampiran 4 Lembar penilaian Psoriasis Area and Severity Index... 53
Lampiran 5 Lembar persetujuan komite etik ... 55
Lampiran 6 Data penelitian ... 56
Lampiran 7 Hasil uji statistik ... 57
(15)
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA
cGMP : Cyclic Guanosine Monophosphate
CGRP : Calcitonin Gene Related Peptide
cNOS : constitutive Nitric Oxide Synthase
eNOS : endothelial Nitric Oxide Synthase
IFN : Interferon
iNOS : inducible Nitric Oxide Synthase
nNOS : neuronal Nitric Oxide Synthase
IL : Interleukin
mg/ml : Miligram / Mililiter
NO : Nitric Oxide
PASI : Psoriasis Area and Severity Index
SMF : Satuan Medis Fungsional
Th 1 : T helper 1
TNF : Tumor Necrosing Factor
UVB : Ultraviolet B
μL : Mikroliter
μmol/L : Mikromol / Liter
(16)
Hubungan Kadar Nitric Oxide Serum Pasien Psoriasis Vulgaris dengan Skor Psoriasis Area and Severity Index
Wahyuni Widiyanti Suhoyo
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
, Chairiyah Tanjung, Kristo A Nababan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit kronis yang sering yang diperantarai oleh mekanisme imun seluler dan ditandai oleh infiltrat sel neutrofil dan aktivasi proliferasi dari keratinosit epidermal. Umumnya dianggap bahwa ketidakseimbangan respon imun berperan terhadap patogenesis psoriasis. Salah satu mediator yang bertanggung jawab terhadap patogenesis psoriasis adalah nitric oxide (NO). Kadar NO dari lesi psoriasis diketahui meningkat, sedangkan masih sedikit penelitian yang meneliti kadar NO dari serum darah penderita psoriasis. Skor keparahan psoriasis vulgaris yang paling sering dipakai saat ini adalah Psoriasis Area and Severity Index (PASI).
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar nitric oxide serum dengan skor
Psoriasis Area and Severity Index
Metode: Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Delapan belas orang pasien psoriasis vulgaris yang datang ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik diikutsertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Derajat keparahan psoriasis vulgaris dinilai dengan skor PASI. Kadar nitric oxide serum diukur dengan menggunakan nitrate / nitrite colorimetric assay.
Hasil: Terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara kadar NO serum dengan skor PASI pasien psoriasis vulgaris (r = 0,834, p = 0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar NO serum pasien psoriasis vulgaris dengan skor PASI.
(17)
Correlation Between Serum Nitric oxide in Psoriasis Vulgaris Patients with Psoriasis Area and Severity Index Score
Wahyuni Widiyanti Suhoyo
Dermatology and Venereology Department
, Chairiyah Tanjung, Kristo A Nababan
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik Hospital, Medan-Indonesia
Abstract
Background: Psoriasis is a common chronic skin disease mediated by cellular immune mechanisms and characterized by an intense neutrophile cell infiltrate and proliferative activation of epidermal keratinocytes. It is generally assumed that unbalanced immune responses contribute to the pathogenesis. One of the mediators responsible for the pathogenesis of psoriasis is Nitric oxide (NO). NO levels from psoriasis skin lesion had been known increased but only few studies that examined NO blood serum levels from psoriasis patient. The most often used psoriasis vulgaris severity score is the Psoriasis Area and Severity Index (PASI).
Objective: To determine the association of serum level of Nitric oxide in psoriasis vulgaris with PASI score
Method: This is a cross sectional analytic design. Eighteen psoriasis vulgaris patients who came to the Dermatovenereology clinics Haji Adam Malik Hospital Medan enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Psoriasis vulgaris severity was measured using PASI score. Serum level of nitric oxide were measured with nitrate / nitrite colorimetric assay.
Result: There was a strong positive correlation between nitric oxide serum levels and PASI score in psoriasis vulgaris patients (r = 0,834, p = 0,001).
Conclusion: Our result indicated that nitric oxide serum has a significant correlation with PASI score in psoriasis vulgaris patients.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, yang ditandai
dengan hiperproliferasi dan diferensiasi yang tidak komplit dari keratinosit
epidermal.
Prevalensi psoriasis pada berbagai populasi bervariasi. Penelitian
epidemiologi memperkirakan prevalensi psoriasis diseluruh dunia berkisar antara
0,1% sampai 11,8%. 1,2
3,4
Rentang usia terbanyak antara 20 – 35 tahun, 70% sampai
90% pasien bermanifestasi sebelum usia 40 tahun sedangkan 10% pada masa
anak.4 Data nasional prevalensi psoriasis di Indonesia belum diketahui dengan
pasti. Insidensi Psoriasis di RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta mencapai
2,6% pada tahun 1997 - 2001.4 Indranila dkk, melaporkan di RSUP. Dr. Kariadi
Semarang terdapat 1,4% kasus psoriasis selama rentang waktu 5 tahun (2007 –
2011).5
Etiologi dan patogenesis yang pasti dari psoriasis tidak diketahui, Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasar data yang diperoleh dari
rekam medis selama periode Januari - Desember 2012, dari total 5.327 orang yang
berobat ke SMF (Satuan Medis Fungsional) Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
32 pasien (0,6%) merupakan pasien dengan diagnosis psoriasis.
2,6,7
umumnya diduga karena ketidakseimbangan respon imun.2,8 Urutan yang pasti
dari kejadian tersebut maupun mediator molekular yang menyebabkan respon
hiperproliferasi masih belum ditetapkan.2,8 Sebagai regulator yang penting dari
(19)
(NO) telah dipertimbangkan sebagai kandidat penting dalam patogenesis
psoriasis.2,7,8 NO bersifat tidak stabil dengan pemanasan, disintesis pada sel
endotel maupun neuron oleh constitutive nitric oxide synthase (cNOS), sedangkan
inducible nitric oxide synthase (iNOS) ditemukan pada leukosit, makrofag dan sel – sel mesengial. Sejumlah kecil NO yang diproduksi oleh cNOS pada endotel
berperan pada relaksasi otot polos yang berdekatan dan mencegah adhesi
trombosit dan leukosit pada endotel. Hal ini merupakan efek anti inflamasi dari
NO. Bila dihasilkan dalam jumlah besar, NO dapat merusak jaringan dan
mengganggu respon imun.
Gokhale dkk, pada penelitiannya menemukan kadar NO yang lebih tinggi
secara signifikan pada pasien dengan penyakit psoriasis yang aktif dibandingkan
pada individu normal dan berkorelasi positif secara signifikan dengan derajat
keparahan pada psoriasis tipe plak kronis. 8
7
Hasil penelitian Zalewska dkk,
menunjukkan peningkatan kadar NO dalam plasma yang signifikan dari pasien
psoriasis dengan lesi kulit aktif dan menyimpulkan bahwa produksi NO oleh
fibroblast pada daerah pinggir lesi lebih tinggi dibandingkan pada daerah lesi,
yang menandakan bahwa fibroblast pada daerah pinggir lesi sebagai sel – sel yang
terlibat secara aktif dalam perkembangan lesi psoriasis.9 Hasil penelitian Tekin
dkk, mendukung teori yang menyatakan bahwa kadar nitrit-nitrat
mengindikasikan inflamasi sistemik dan membuktikan adanya hubungan antara
NO dan aktifitas psoriasis, namun tidak ditemukan hubungan antara kadar serum
nitrit-nitrat dan derajat keparahan. Pada penelitiannya tersebut dinyatakan bahwa
meskipun banyak penelitian membuktikan peningkatan kadar NO pada sampel
(20)
pada pasien psoriasis dan hanya dua penelitian yang meneliti korelasi antara
keparahan psoriasis dan kadar NO dalam literatur.
Penilaian objektif dari keparahan penyakit dapat menolong dalam menilai
khasiat klinis dari suatu pengobatan untuk psoriasis. Salah satu alat ukur yang
paling sering digunakan adalah Psoriasis Area and Severity Index (PASI). 8
Dari berbagai penelitian yang telah disebutkan diatas bahwa salah satu
mediator yang bertanggung jawab untuk patogenesis psoriasis adalah NO.
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian mengenai kaitan antara NO dengan
psoriasis dan sebagian besar diantaranya menyatakan NO terlibat dalam
patogenesis psoriasis, hingga saat ini masih sangat sedikit dilakukan penelitian
mengenai hubungan antara kadar NO serum dengan derajat keparahan psoriasis.
Oleh karena itu peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan
kadar nitric oxide serum pasien psoriasis vulgaris dengan derajat keparahan psoriasis yang diukur berdasarkan skor PASI.
4
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana hubungan antara kadar nitric oxide serum pasien psoriasis vulgaris dan skor Psoriasis Area and Severity Index?
1.3 Hipotesis
Semakin tinggi kadar nitric oxide serum pasien psoriasis vulgaris maka semakin meningkat skor Psoriasis Area and Severity Index.
(21)
1.4Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum:
Untuk mengetahui hubungan kadar nitric oxide serum dengan skor
Psoriasis Area and Severity Index
1.4.2 Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui kadar nitric oxide serum pasien psoriasis vulgaris
2. Untuk mengetahui skor Psoriasis Area and Severity Index
pasien psoriasis vulgaris
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1Dalam bidang akademik:
Membuka wawasan mengenai etiopatogenesis psoriasis terutama
dalam hubungannya dengan kadar nitric oxide serum. 1.5.2Dalam pelayanan masyarakat:
Menjadi landasan untuk pendekatan terapi psoriasis di masa yang
akan datang.
1.5.3Dalam pengembangan penelitian:
Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori untuk penelitian –
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren,
dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai
ukuran yang ditutupi oleh skuama tebal berwarna keperakan. Melibatkan beberapa
faktor misalnya: genetik, sistem imunitas, lingkungan serta hormonal. Lesi paling
sering terdapat pada daerah kulit kepala, siku, lutut, tangan, kaki, badan dan
kuku.6,10
2.1.1 Epidemiologi
Psoriasis dapat terjadi secara universal, tetapi prevalensinya pada berbagai
populasi yang berbeda nampak bervariasi. Penelitian epidemiologi dari seluruh
dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,1% sampai 11,8%.4,11
Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis.
Prevalensi psoriasis pada populasi di Amerika Serikat dan Inggris adalah sekitar
2%.12 Faktor – faktor etnis mempengaruhi prevalensi psoriasis, dimana hal ini
jelas terlihat bila dibuat perbandingan dengan tingkat prevalensi di Amerika
Serikat.13 Prevalensi psoriasis di Afrika Barat adalah 0,7%. Di Amerika Serikat
setiap tahunnya dijumpai 150.000 dan 260.000 kasus baru per tahun. Insidensi
pada kedua jenis kelamin sama besarnya.12 Pada sebuah studi, insidensi tertinggi
ditemukan di pulau Faeroe yaitu sebesar 2.8%. Insidensi yang rendah ditemukan
(23)
dkk, melaporkan di RSUP. Dr. Kariadi Semarang terdapat 198 (0,97%) kasus
psoriasis selama rentang waktu 5 tahun (2003-2007). Sedangkan pada tahun
2007-2011 dilaporkan oleh Indranila dkk terdapat 210 kasus psoriasis (1.4%) dari
14.618 penderita di tempat yang sama dengan jenis psoriasis vulgaris yang paling
dominan.5 Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data rekam medis
selama periode Januari - Desember 2012, dari total 5.327 orang yang berobat ke
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 32 pasien (0,6%) merupakan pasien
psoriasis. Dari jumlah tersebut 20 pasien (62,5%) berjenis kelamin laki – laki dan
12 pasien (37,5%) berjenis kelamin perempuan. Sementara itu psoriasis tidak
ditemukan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika
Selatan.5,11,14
Penelitian yang dilakukan Ferrandiz dkk, di Spanyol ditemukan bahwa
prevalensi psoriasis pada kedua jenis kelamin adalah sama, diperkirakan sebesar
1,17% sampai 1,43%. Tingkat prevalensi tertinggi ditunjukkan pada subjek
dengan usia 20 sampai 50 tahun.
15
Gelfand JM dkk, pada penelitiannya
mendapatkan sejumlah 1.145.21 pasien dengan psoriasis dari total populasi
pasien, yaitu sejumlah 7.533.475 orang (1,5%). 16
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis
Etiopatogenesis psoriasis belum diketahui secara pasti, namun ada banyak
faktor yang diduga berperan dalam terjadinya psoriasis, meliputi faktor genetik,
stress, infeksi, trauma, hormon, obat – obatan, pajanan sinar ultraviolet (UV),
obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol.6,10,17 Sebelumnya psoriasis dianggap
(24)
dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun. Psoriasis
melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada sistem imun dan kulit,
termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit. Psoriasis dianggap
sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan
adanya sel T helper (Th) 1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar interferon-γ (IFN-γ), tumor necrosing factor-α (TNF-α), interleukin (IL-2) dan IL-18. Baru-baru ini jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting
dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T
CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji
antigen (sel dendritik dermal). Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22
yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi
epidermal.6
2.1.3 Gambaran Klinis
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kronik yang ditandai oleh
hiperproliferasi dan inflamasi epidermis dengan gambaran morfologi, distribusi,
serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasanya
berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal
berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi
mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area
tubuh yang luas. Lesi kulit pada psoriasis biasanya simetris dan dapat disertai
gejala subjektif seperti gatal dan rasa terbakar.
Suatu tanda yang berguna bila terdapat keraguan mengenai diagnosis
adalah dengan menggores lesi secara kuat dan mengangkat seluruh keratin yang 6
(25)
ikatannya longgar. Kemudian akan muncul suatu permukaan yang berkilat dengan
bintik – bintik darah kapiler (tanda Auspitz).18
Fenomena Koebner (juga dikenal sebagai respon isomorfik) adalah induksi traumatik pada psoriasis pada kulit yang tidak terdapat lesi, yang terjadi lebih
sering selama berkembangnya penyakit dan merupakan suatu all-or-none phenomenon (misalnya bila psoriasis terjadi pada salah satu sisi luka, maka akan terjadi pada semua sisi dari luka). Reaksi Koebner biasanya terjadi 7 sampai 14 hari setelah trauma, dan sekitar 25% pasien kemungkinan memiliki riwayat
trauma yang berhubungan dengan fenomena Koebner pada beberapa waktu dalam
hidupnya. Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis tetapi dapat menolong dalam membuat diagnosis ketika terjadi.
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe
klinis psoriasis:
6
a. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini paling sering dijumpai, mencapai 90% kasus, disebut
juga psoriasis plakat kronis. Klinis berupa plak eritematosa, berskuama
putih seperti mika, berlapis, mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi
dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Umumnya
mengenai bagian ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, skalp,
lumbosakral bagian bawah, bokong dan genital. Predileksi pada daerah
lain termasuk umbilikus dan intergluteal.
b. Psoriasis gutata
4,6,19
Psoriasis yang ditandai dengan bentuk papul berdiameter 0,5
(26)
yang khas pada anak dan dewasa muda. Lebih dari 30% pasien psoriasis
mendapat episode pertamanya sebelum usia 20 tahun. Infeksi streptokokus
pada tenggorokan dapat mengawali 1 sampai 2 minggu atau bersamaan
dengan onset berkembangnya lesi.
c. Psoriasis inversa
4,6,19
Lesi psoriasis berupa plak eritematosa, berbatas tegas dan
mengkilat yang terdapat di daerah lipatan, seperti aksila, lipatan payudara,
lipatan paha, bokong, telinga, leher dan glans penis. Skuama biasanya
sedikit atau tidak ada. Pada pasien obesitas atau diabetes dapat mengenai
lipatan sempit seperti interdigitalis dan subaurikuler, berupa lesi satelit dan
maserasi. Infeksi, friksi dan panas dapat menginduksi psoriasis tipe
ini.
d. Psoriasis eritroderma 4,6,19
Eritroderma menunjukkan bentuk generalisata dari penyakit yang
mengenai wajah, tangan, kaki, kuku, badan dan ekstremitas. Eritroderma
yang parah berbentuk skuama dan eritema difus yang biasanya disertai
demam, menggigil dan malese. Dapat muncul sebagai manifestasi awal
dari psoriasis namun biasanya terjadi pada pasien yang sebelumnya
mengalami penyakit kronis. Faktor presipitasi termasuk penggunaan
kortikosteroid sistemik, pemakaian kortikosteroid topikal yang berlebihan,
terapi topikal yang mengiritasi, komplikasi fototerapi, tekanan emosional
(27)
e. Psoriasis pustulosa
Ditandai dengan pustul putih kekuningan, terasa nyeri, dengan
dasar eritematosa. Dapat lokalisata atau generalisata. Beberapa varian
klinis psoriasis pustulosa yaitu psoriasis pustulosa generalisata (tipe Von Zumbusch), psoriasis pustulosa anulare, impetigo herpetiformis, psoriasis pustulosa palmoplantar dan akrodermatitis kontinua.4,6,19
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis. Kadangkala diperlukan pemeriksaan penunjang seperti biopsi
histopatologi dan pemeriksaan laboratorium darah, apabila riwayat penyakit dan
gambaran klinis tidak jelas.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah biopsi kulit
dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Dimana akan tampak penebalan epidermis
atau akantolisis serta elongasi rete ridges, diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum, parakeratosis. Neutrofil dan limfosit
tampak bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk
mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri
dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast. 6
Selain biopsi kulit, abnormalitas pada pemeriksaan laboratorium biasanya
tidak spesifik dan tidak dapat ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis
vulgaris yang berat, psoriasis pustulosa generalisata dan eritroderma dapat di
deteksi penurunan serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan 6
(28)
nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit. Pada
pasien psoriasis terlihat perubahan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio kolesterol – trigliserida serta plasma apolipoprotein - A1). Peningkatan marker inflamasi sistemik seperti C-reactive protein, α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada kasus-kasus yang berat. Pada pasien dengan psoriasis yang luas juga dapat ditemukan
peningkatan kadar asam urat serum.
Pada beberapa penelitian yang dilakukan akhir – akhir ini, tampak
peningkatan kadar NO serum pada pasien psoriasis vulgaris dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
6
7-9
2.1.5 Diagnosis Banding
Untuk bentuk yang spesifik diagnosis psoriasis tidak sulit, tetapi gambaran
ini dapat berubah setelah diobati. Perubahan lesi klinis maupun histopatologis ini
membuat diagnosis sulit ditegakkan, sehingga penentuan diagnostik psoriasis
sangat diperlukan.4
Psoriasis dapat didiagnosis banding dengan dermatomiositis, lupus
eritematosus, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus, eksema dan sifilis
sekunder. Distribusi psoriasis pada permukaan ekstensor, terutama pada siku dan
lutut, skalp; dermatomiositis juga berdistribusi pada daerah – daerah tersebut,
sedangkan lupus eritematosus pada umumnya kurang melibatkan permukaan
ekstensor. Pasien dengan dermatomiositis dapat menghambat suatu heliot rope sign, atrofi, poikiloderma dan perubahan lipatan kuku. Lesi yang lanjut dari lupus
(29)
eritematosus diskoid sering menunjukkan hiperkeratosis folikular (carpet tack sign).
Predileksi dermatitis seboroik pada alis mata, sudut nasolabial, telinga,
daerah sternum dan fleksura dengan skuama berminyak dan kekuningan. Pada
pengangkatan skuama pada psoriasis dijumpai tanda Auspitz sedangkan hal ini tidak terjadi pada dermatitis seboroik.
10
Lokalisasi lesi pitiriasis rosea adalah pada lengan atas, badan dan paha,
dan durasinya berminggu – minggu. Bentuk khas lesi adalah oval dan mengikuti
garis tegangan kulit. Lesi menunjukkan kerutan pada epidermis dan kolaret.
Sering dijumpai adanya herald patch. 10
Liken planus terutama mengenai permukaan fleksor pergelangan tangan
dan kaki. Sering berwarna keunguan yang nyata. Pada individu yang berkulit
gelap, lesi cenderung menjadi hiperpigmentasi yang nyata. Kuku tidak berbintik –
bintik seperti pada psoriasis, namun menonjol secara longitudinal, kasar dan
menebal. Pembentukan pterigium adalah khas pada liken planus. 10
Eksema pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Pada umumnya lesi
psoriasis cenderung berbatas yang lebih tegas, namun terkadang tidak dapat
dibedakan. Sifilis sekunder dalam bentuk papular adalah erupsi lain dari onset
yang mendadak yang terlihat pada usia dewasa muda. Akan tetapi pada sifilis,
keterlibatan telapak tangan, kaki dan wajah sering terjadi. Jika terdapat keraguan,
uji serologi sifilis harus dilakukan.
10
(30)
2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis
Metode yang sering digunakan untuk menilai derajat keparahan psoriasis
terutama psoriasis vulgaris yaitu dengan menggunakan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI). Berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali oleh Fredriksson dan Pettersson pada tahun 1978. PASI menggabungkan
elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi dan
skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 - 4
untuk setiap bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah. Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian
dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan
dengan skor yang didapat dari skala 1 - 6 yang merepresentasikan luasnya area
permukaan yang terlibat pada bagian tubuh tersebut. Skor ini kemudian dikalikan
dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh (0.1 untuk kepala dan
leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk
ekstremitas bawah). Akhirnya skor dari keempat area tubuh ditambahkan
sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI adalah 72
tetapi nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.4,20
Berdasarkan nilai skor PASI, psoriasis dapat dibagi menjadi psoriasis ringan (skor
PASI < 8), sedang (skor PASI 8-12), dan berat (skor PASI >12).
Oleh karena kompleksitas skor PASI tersebut, skor ini jarang digunakan
pada praktek klinis. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang sering
digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan pada
PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United
(31)
States Food and Drug Administration (FDA) menggunakan 75% perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.22
2.2 Nitric Oxide (NO)
NO merupakan suatu radikal bebas yang mempunyai peran fisiologi dan
patofisiologi pada hampir semua sistem organ. Selain berfungsi sebagai
messenger yang dapat berdifusi pada sistem vaskular dan neuron, NO berperan pada innate immunity dan inflamasi. Perkembangan terbaru memungkinkan pengidentifikasian jalur NO pada beberapa tipe sel yang berada pada kulit
termasuk keratinosit, melanosit, sel langerhans, fibroblast dan sel – sel endotel.23
Melanosit dan keratinosit menghasilkan NO sebagai respon terhadap sitokin –
sitokin inflamasi dan produksi NO pada keratinosit diinduksi oleh penyinaran
sinar UV.24 Penelitian yang dilakukan Deliconstantinos dkk menunjukkan bahwa
penyinaran dengan ultraviolet B (UVB) pada sel – sel endotel yang dikultur
mengakibatkan peningkatan NO dan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) yang tergantung dosis, respon yang sama juga ditimbulkan pada keratinosit yang
dikultur dengan peningkatan NO dan sitrulin yang signifikan, perubahan yang
terjadi dalam 10 menit penyinaran UV.25 NO juga meningkatkan aktifitas
tirosinase dan melanogenesis.
Bukti – bukti yang meyakinkan mengajukan bahwa sintesis NO pada sel –
sel tersebut dapat diatur oleh calcium agonists maupun berbagai stimulus inflamasi dan imun, dan dengan demikian menyebabkan patogenesis pada
beberapa penyakit kulit pada manusia. Penggambaran dari stimulus regulatori
intrinsik dan ekstrinsik dari sintesis NO mengupayakan pengetahuan substansial 24
(32)
terhadap peranan NO pada penyakit kulit inflamasi, hiperproliferasi dan autoimun
serta kanker kulit, dan mungkin akhirnya dapat menjadi dasar intervensi terapi
dimasa depan.
NO disintesis dari asam amino L - arginin oleh isoform dari enzim nitric oxide synthase (NOS) yang terdiri dari 3 isoform, yaitu; neuronal nitric oxide synthase (nNOS/ NOS-1), inducible nitric oxide synthase (iNOS/ NOS-2) dan
endothelial nitric oxide synthase (eNOS/NOS-3). 23
NOS 1 diidentifikasi pada keratinosit manusia dan murine, dan juga pada melanosit. Keratinosit juga mengekspresikan N-methyl-D-aspartate (NMDA-like) receptor yang mengaktifkan NOS 1 pada neuron, memberikan suatu mekanisme yang penting untuk mengawasi pelepasan NO dari keratinosit. Tonus otot polos
pada pembuluh darah diatur oleh suatu calcium-dependent constitutive endothelial isoform (NOS tipe 3). Isoform yang dapat diinduksi (NOS tipe 2) pertama kali diidentifikasi pada makrofag. Akan tetapi, saat ini banyak bukti mengenai
produksi NOS2 dari keratinosit. NOS2 tidak diproduksi secara terus – menerus
namun diinduksi pada banyak tipe sel oleh lipopolisakarida dan sitokin,
khususnya tumour necrosis factor α (TNFα), interferon γ (IFN γ), interleukin 1β
(IL-1β), IL-2, IL-6, IL-8, dan granulocyte macrophage colony stimulating factor
(GM-CSF). Sementara NOS1 dan NOS3 menghasilkan kadar fisiologis dari NO
sebagai messenger kimia, NOS2 menghasilkan kadar NO yang lebih tinggi ribuan kali. Kadar NO yang lebih tinggi ini bersifat sitotoksik terhadap patogen dan
mengakibatkan nekrosis sel tumor dan apoptosis. Inhibisi produksi NO
memodulasi inflamasi pada artritis adjuvant, carrageenin inflammation dan hipersensitifitas kontak.
26
(33)
Sejumlah kecil NO yang diproduksi oleh cNOS dalam endotelium
berperan dalam relaksasi otot polos dan mencegah adhesi platelet dan leukosit
pada endotelium. Hal ini merupakan efek anti inflamasi dari NO, tetapi jika
diproduksi dalam jumlah besar, NO akan merusak jaringan dan mengganggu
respon imun. Kadar NO yang tinggi ini tampak pada penyakit-penyakit
imunologis misalnya SLE atau artritis reumatoid.8 Clancy dkk, dalam tulisannya
menyebutkan bahwa NO berperan penting dalam autoimunitas dan inflamasi.27
Produksi dari NO sulit untuk diukur secara langsung karena memiliki
waktu paruh fisiologis yang sangat pendek dan diproduksi dalam jumlah yang
sangat kecil. Untuk mengatasi masalah pengukuran NO secara langsung, maka
dikembangkan tehnik analitik dengan menentukan bentuk akhir dari oksidasi NO
yang stabil yaitu NO3- (nitrat) dan NO2- (nitrit). Nitritdiukur dengan pemeriksaan
kolorimetri metode Griess. Pemeriksaan ini melibatkan konversi enzimatik dari nitrat menjadi nitrit, oleh enzim Nitrat reductase, dilanjutkan dengan penambahan reagensia Griess yang akan mengubah nitrat menjadi gabungan azo dye berwarna. Pengukuran fotometrik dari absorbances yang berkaitan dengan kromofor azo ini secara akurat menentukan konsentrasi nitrit.28 Proporsi relatif dari nitrit dan nitrat
bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan pasti. Dengan demikian indeks yang
terbaik untuk produksi NO total adalah jumlah dari nitrit dan nitrat.28 Nilai normal
nitrit serum adalah 0,06 sampai 0,6 mg/ml dan nitrat serum adalah 0,25 sampai
(34)
2.3 Nitric Oxide dan Psoriasis
Pada psoriasis ditemukan adanya ekspresi yang berlebihan dari berbagai
sitokin – sitokin proinflamasi kutaneus dan sistemik seperti interleukin (IL),
tumor necrosis factor (TNF) dan interferon (IFN). Interaksi selular yang kompleks antara keratinosit epidermal, leukosit mononuklear, neutrofil, sel – sel
dendritik dan sel T yang teraktivasi dengan faktor – faktor pertumbuhan, kemokin
dan sitokin terlibat dalam perkembangan psoriasis.17 Suatu marker inflamasi yang penting adalah NO. NO merupakan suatu mediator yang labil yang dapat dideteksi
pada kadar yang tinggi dengan adanya sitokin (IFNγ, TNFα, IL-8, IL-1 dan IL-6) ini. NO dilepaskan secara berkesinambungan pada konsentrasi rendah oleh cNOS,
sedangkan untuk konsentrasi yang tinggi oleh iNOS.8
Peningkatan sintesis NO menunjukkan adanya peranan dalam patogenesis
psoriasis. NO dapat mencetuskan proses terjadinya psoriasis, sedikitnya sebagian
melalui peningkatan pelepasan dari calcitonin gene – related peptide (CGRP) dan vasorelaksasi yang diinduksi CGRP.
8
CGRP menginduksi produksi dari
endothelial leucocyte adhesion molecule - I pada endotelium. CGRP juga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit, degranulasi sel mast, vasodilatasi dan
kemotaksis neutrofil, ini merupakan gambaran histologi psoriasis. 8,30 CGRP
dijumpai pada serabut saraf dan serabut saraf yg mengandung CGRP lebih padat
pada epidermis psoriatik. Dengan demikian patogenesis lesi plak psoriasis sangat
berkaitan dgn ekspresi berlebihan dari CGRP. Hal ini sesuai dengan hipotesis dari
Morhenn yang menyatakan kemampuan NO dalam menigkatkan pelepasan dan
(35)
Penelitian yang dilakukan Kolb – Bachofen dkk, menunjukkan
peningkatan ekspresi iNOS pada lesi plak psoriasis, dan menyimpulkan bahwa
ekspresi iNOS terlibat dalam patogenesis inflamasi kulit pada psoriasis.
Gerharz DB dkk, dalam penelitiannya mengenai peranan inducible NOS dalam inflamasi pada psoriasis membuktikan ekspresi inducible NOS pada biopsi kulit dari pasien dengan psoriasis yang tidak ditemukan dari spesimen kulit yang
normal.
7
Cals-Grierson dan Ormerod dalam tulisannya menyatakan bahwa NO
menstimulasi sel – sel epitel untuk menghasilkan dan melepaskan kemokin dan
mediator pertumbuhan lainnya seperti vascular endothelial growth factor yang berperan dalam proliferasi keratinosit dan angiogenesis. Mereka juga
menyebutkan bahwa peningkatan ekspresi NOS2 dijumpai pada berbagai kondisi
inflamasi termasuk psoriasis. 23
25
Beberapa obat antipsoriatik seperti steroid, metotreksat, siklosporin
diketahui dapat menghambat produksi NO.26
Tekin dkk, melakukan penelitian tentang kadar NO serum darah pasien
psoriasis yang diterapi dengan metotreksat dan ternyata terdapat penurunan kadar
NO serum darah setelah diterapi metotreksat. Metotreksat akan menghambat
produksi NO dengan jalan penghambatan encim cNOS ataupun iNOS.
8
Orem dkk, membuktikan dalam penelitiannya bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap kadar NO serum dari pasien psoriasis setelah diberikan
terapi topikal (cholecalciferol).
Penelitian Ormerod dkk, menunjukkan bahwa pengaplikasian suatu krim
yang melepaskan NO pada kulit normal menghasilkan peningkatan limfosit T dan 31
(36)
sel – sel endotel, dimana keduanya merupakan gambaran psoriasis. Ia juga
menunjukkan penurunan produksi NO pada plak psoriasis setelah aplikasi iNOS inhibitor – NG monomethyl L arginine (L-NMMA). Sedang penelitian Morhenn melaporkan perburukan plak setelah aplikasi donor NO yaitu nitrogliserin.
Namazi, pada penelitiannya menunjukkan bahwa statin, yang diketahui
menghambat ekspresi iNOS dan sitokin proinflamasi dapat efektif pada kondisi –
(37)
2.4 Kerangka Teori
Faktor Genetik
Psoriasis
Faktor Lingkungan:
• Hormon
• Obat – obatan
• Sinar UV
• Infeksi
• Stress
• Trauma
• Obesitas
• Merokok
• Konsumsi alkohol
Faktor Imunologi
• Peningkatan Pelepasan CGRP
• Vasorelaksasi diinduksi CGRP
Peningkatan Kadar Nitric Oxide
Sitokin inflamasi (IFNγ,
TNFα, IL-1, IL-6, IL-8)
• Hiperproliferasi keratinosit
• Degranulasi sel mast
• Vasodilatasi
• Kemotaksis neutrofil
(38)
2.5 Kerangka Konsep
Skor Psoriasis Area and Severity Index Kadar nitric oxide
serum
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik rancangan potong lintang (cross sectional).
3.2Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Juli 2014.
3.2.2 Tempat Penelitian
1. Penelitian dilakukan di Divisi Dermato Alergi – Imunologi
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam
Malik Medan.
2. Pengambilan sampel darah dilakukan di Laboratorium Klinik
Prodia Jl. Letjend. S. Parman No. 17/223 G Medan. Sampel
darah kemudian dikirim Laboratorium Klinik Prodia Pusat di
Jakarta untuk pemeriksaan kadar nitric oxide serum.
3.3Populasi Penelitian
3.3.1 Populasi Target
(40)
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien-pasien yang menderita psoriasis vulgaris yang berobat ke
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik
Medan sejak April 2014.
3.3.3 Sampel Penelitian
Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel penelitian, maka digunakan rumus sebagai
berikut:32
Kesalahan tipe I (α) = 5 %, hipotesis satu arah, maka Zα = 1,64 Kesalahan tipe II (β) = 20 %, maka Zβ = 0,842
*r = Koefisien korelasi = 0,72
* Nilai r diambil dari kepustakaan no. 28
Berdasarkan perhitungan, maka jumlah sampel minimal pasien psoriasis
vulgaris yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 11 orang. Pada
penelitian ini diikutsertakan 18 orang pasien psoriasis vulgaris.
(Zα + Zβ)
0,5 ln [(1+r)/(1-r)]
2
+ 3 Rumus: n = Jumlah sampel =
2
+ 3
Maka : n =
(1,64 + 0,842) 0,5 ln [(1+0,72)/(1-0,72)]
(41)
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling.
3.6 Identifikasi Variabel
3.6.1 Variabel bebas : kadar nitric oxide serum 3.6.2 Variabel terikat : Skor PASI
3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.7.1 Kriteria Inklusi
1. Subyek yang didiagnosis psoriasis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis sebagai psoriasis vulgaris.
2. Berusia 15 – 65 tahun
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent. 3.7.2 Kriteria Eksklusi
1. Subyek wanita hamil atau menyusui.
2. Subjek yang menggunakan obat-obatan antipsoriasis: obat topikal
(steroid topikal, kalsipotriol, tazarotene, tar) minimal 2 minggu sebelum dilakukan penelitian dan obat sistemik (metotreksat,
asitretin, siklosporin, kortikosteroid) minimal 6 minggu sebelum
dilakukan penelitian.
3. Subyek yang menderita penyakit lupus eritematosus sistemik,
(42)
3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja
3.8.1 Alat dan Bahan
a. Untuk pengambilan masing-masing sampel darah :
1) Satu pasang sarung tangan.
2) Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet).
3) Satu buah spuit disposable 3 cc.
4) Satu buah vacutainer (tabung pengumpul darah steril) 5 cc.
5) Satu buah plester luka.
b. 1 unit kit Nitrate / nitrite colorimetric assay (Chayman Chemical.
catalog no. 780001), yang terdiri dari:
1) Nitrate/nitrite assay buffer 1 vial 2) Preparat enzim nitrate reductase 2 vial 3) Preparat kofaktor nitrate reductase 2 vial 4) Standar nitrat 1 vial
5) Standar nitrit 1 vial
6) Reagen griess R1 2 vial
7) Reagen griess R2 2 vial 8) Piring sumur 96 (96 – well plate) 3 piring
9) Lembaran penutup piring 3 penutup
c. Satu unit alat centrifuge (alat pemusing untuk memisahkan serum). d. Microtube (tabung mikro) 1 ml untuk menyimpan serum.
e. Satu buah freezer yang digunakan untuk menyimpan sampel sebelum pemeriksaan kadar NO.
(43)
3.8.2 Cara Kerja
a. Pencatatan Data Dasar
1) Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Divisi Dermato
Alergi – Imunologi SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP. H. Adam Malik Medan.
2) Pencatatan data dasar meliputi identitas pasien, anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologis, pemeriksaan
penunjang yang meliputi pemeriksaan fenomena tetesan lilin
dan tanda Auspitz sesuai formulir catatan medis terlampir.
3) Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan
pembimbing di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP. H. Adam Malik Medan.
b. Pemeriksaan Derajat Keparahan Psoriasis
Pemeriksaan derajat keparahan psoriasis dengan menggunakan
skor PASI pada pasien psoriasis. Penilaian skor PASI dilakukan
oleh peneliti dibawah pengawasan pembimbing.
Cara menentukan skor PASI:
1) Pertama bagi tubuh menjadi 4 area : kepala, ekstremitas
atas (lengan), batang tubuh sampai inguinal, dan
ekstremitas bawah (kaki kearah bokong bagian atas).
2) Tentukan penilaian skor untuk eritema, ketebalan lesi, dan
skuama pada tiap area tadi. (0 = absen, 1 = ringan, 2 =
(44)
3) Jumlahkan skor eritema, ketebalan lesi, dan skuama pada
masing-masing area.
4) Tentukan persentase kulit yang terkena psoriasis pada tiap
area tadi dengan menggunakan skala 0-6 (0= 0%, 1= <10%,
2= 10 - <30%, 3= 30 - <50%, 4= 50 - < 70%, 5= 70 - <
90%, 6= 90 – 100%).
5) Kalikan skor (c) dengan (d) diatas untuk tiap area dan
kemudian hasilnya dikalikan dengan 0.1 untuk kepala, 0.2
untuk lengan, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk kaki.
6) Penjumlahan dari total skor tiap area diatas merupakan skor
PASI.
c. Pemeriksaan kadar nitric oxide serum pasien psoriasis vulgaris :
1) Pengambilan sampel darah dan pemeriksaan sampel dilakukan
oleh petugas Laboratorium Klinik Prodia.
Cara pengambilan sampel darah : petugas laboratorium
memakai sarung tangan lalu kulit di atas lokasi tusuk
dibersihkan dengan kasa kering atau bila kulit berminyak atau
berkeringat dapat dengan kapas yang dibasahi dengan alkohol
70% dan dibiarkan sampai kering. Lokasi penusukan harus
bebas dari luka dan bekas luka/sikatrik. Darah diambil dari
vena mediana cubiti pada lipat siku. Ikatan pembendungan (torniquet) dipasang pada lengan atas dan pasien diminta untuk mengepal dan membuka telapak tangan berulang kali agar vena
(45)
alkohol 70% dengan cara berputar dari dalam keluar. Spuit
disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya. Setelah itu
vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap ke atas. Darah dibiarkan mengalir ke
dalam jarum kemudian jarum diputar menghadap ke bawah.
Agar aliran darah mengalir bebas, pasien diminta untuk
membuka kepalan tangannya dan darah dihisap sebanyak 5 cc.
Torniquet dilepas, lalu jarum ditarik dengan tetap menekan lubang penusukan dengan kapas alkohol 70%. Selanjutnya
tempat bekas penusukan ditekan dengan kapas alkohol 70%
sampai darah tidak keluar lagi. Kemudian bekas tusukan
ditutup dengan plester. Sampel darah disentrifugasi
menggunakan centrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serum. Serum yang diperoleh
kemudian dimasukkan kedalam microtube 1 cc untuk penyimpanan serum. Setelah diperoleh serum, selanjutnya
diambil 80 μl dari serum tersebut untuk kemudian dilarutkan secara manual dengan ditambahkan kedalam 200 μl larutan
assay buffer. Sampel kemudian disimpan dalam freezer pada suhu -20oC sampai saat pemeriksaan nitric oxide serum dilakukan. Hindari kontaminasi dan pajanan langsung terhadap
sinar matahari. Sampel selanjutnya dikirim ke Laboratorium
(46)
2) Pengukuran kadar nitric oxideserum
Kadar nitric oxide serum diperiksa dengan menggunakan
nitrate / nitrite colorimetric assay kit (Chayman Chemical. catalog no. 780001).
Semua reagensia dan sampel serum dipersiapkan. Masukkan
200μL air atau assay buffer kedalam sumur yang kosong (jangan taruh apapun kedalamnya), kemudian tambahkan 80
μL sampel atau sampel pengenceran kedalam sumur pada tempat yang dipilih, kemudian tambahkan 10 μl campuran enzyme cofactor pada setiap sumur, kemudian tambahkan 10 μl campuran reduktase nitrat pada setiap sumur, tutup piring
dengan penutup dan inkubasi pada temperatur ruangan selama
3 jam, kemudian tambahkan 50μL reagen Griess I pada setiap
sumur, kemudian dengan cepat tambahkan 50μL reagen Griess II pada setiap sumur, kemudian campurkan dengan
menggoyang piring dengan perlahan, inkubasi selama 10 menit
pada suhu ruang, baca absorban pada 540 nm atau 550 nm
menggunakan plate reader (BIO – RAD model 680). Kadar
(47)
3.9 Kerangka Operasional
Gambar 3.1 Diagram Kerangka Operasional Penelitian
3.10 Definisi Operasional
1. Usia : Usia subjek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir,
bila lebih dari 6 bulan, usia dibulatkan keatas; bila kurang dari 6 bulan,
usia dibulatkan kebawah.
2. Hamil: Merupakan periode yang dialami seorang wanita sejak terjadinya
konsepsi menghasilkan embrio yang berkembang menjadi fetus di dalam
uterus dan diagnosis ditetapkan oleh dokter spesialis obstetri dan
ginekologi.
Penilaian skor PASI
Kriteria inklusi dan eksklusi
Pengukuran kadar nitric oxide
Hubungan? (Analisis statistik) Diagnosis psoriasis vulgaris
(48)
3. Menyusui: proses pemberian nutrisi pada
melalui pengisapan langsung dari
anamnesis.
4. Psoriasis: suatu penyakit peradangan kulit kronis, ditandai dengan
hiperproliferasi dan diferensiasi yang tidak komplit dari keratinosit
epidermal. Diagnosis klinis psoriasis : Plak eritematosa yang ditutupi
skuama tebal berwarna putih keperakan dengan predileksi pada daerah
kulit kepala, garis perbatasan kepala dan rambut, ekstremitas ekstensor,
batang tubuh dan lumbosakral disertai hasil pemeriksaan fenomena tetesan
lilin dan tanda Auspitz yang menunjukkan hasil positif.
a. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin : Dilakukan penggoresan pada lesi
dengan skuama yang utuh dengan menggunakan pinggir kaca objek
secara perlahan. Intepretasi positif apabila terjadi perubahan warna
menjadi lebih putih seperti tetesan lilin.
b. Tanda Auspitz : Dilakukan penggoresan skuama dengan menggunakan
kaca objek sampai skuama terbuang habis dan tampak bintik-bintik
perdarahan.
5. Skor Psoriasis Area and severity Index (PASI) : Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai derajat keparahan psoriasis
berdasarkan eritema, ketebalan lesi, skuama, area dan luas area tubuh yang
terlibat.
6. Nitric Oxide : Suatu radikal bebas yang bekerja sebagai molekul
messenger yang memediasi berbagai fungsi termasuk vasodilatasi, penghambatan agregasi trombosit, neurotransmisi, pembentukan memori,
(49)
aktifitas antimikrobial dan antitumoral. Kadar nitric oxide dalam serum diperiksa dengan metode kolorimetrik dan dinyatakan dalam μmol/liter. 7. Obat Topikal : Obat – obat antipsoriasis yang dioleskan pada daerah
tertentu dikulit yang hanya mempengaruhi daerah yang dioles tersebut,
seperti steroid topikal, kalsipotriol, tazarotene, tar.
8. Obat sitemik : obat – obat antipsoriasis yang diberikan secara oral yang
memberi efek sistemik, seperti steroid sistemik, metotreksat, asitretin,
siklosporin A.
9. Lupus eritematosus sistemik : Merupakan suatu penyakit autoimun
sistemik yang dapat mengenai seluruh bagian tubuh. Diagnosis ditegakkan
dengan menggunakan kriteria American College of Rheumatology yaitu
adanya ruam malar (butterfly rash), ruam diskoid, serositis, ulkus oral, artritis, fotosensitivitas, kelainan hematologi misalnya anemia hemolitik,
leukopenia, limfopenia, trombositopenia, kelainan ginjal, uji antinuclear antibody positif, gangguan imunologik berupa anti-smith, anti-ds DNA,
antiphospholipid antibody positif dan atau hasil positif palsu uji serologis sifilis. Diagnosis ditegakkan bila dijumpai 4 dari 11 kriteria ARA
menunjukkan LES positif.
10.Artritis reumatoid : Penyakit sistemik kronis terutama pada sendi, biasanya
poliartikular, yang ditandai dengan peradangan pada membran sinovial
dan struktur artikular, adanya atrofi dan penipisan tulang. Informasi
(50)
11.Diabetes melitus : Pasien yang menderita diabetes melitus. Informasi
diperoleh berdasarkan anamnesis.
12.Akne vulgaris : Suatu gangguan pada unit pilosebasea dan diagnosis
ditegakkan bila dijumpai adanya komedo, papul, pustul dan nodul pada
daerah populasi kelenjar sebasea yang paling padat yaitu pada daerah
wajah, dada bagian atas, dan punggung.
13.Asma bronkial: Suatu keadaan yang ditandai dengan serangan berulang
dispnea paroksimal, dengan mengi akibat kontraksi spasmodik bronki.
Informasi diperoleh berdasarkan anamnesis.
3.11 Pengolahan dan Analisis Data
1. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis statistik yang digunakan untuk menilai hubungan antara kadar
nitric oxide serum dengan skor PASI adalah uji korelasi Pearson.
3. Batas uji kemaknaan (p) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05.
Dikatakan bermakna jika nilai p < 0,05 dan tidak bermakna jika nilai p >
0,05. Nilai r (koefisien korelasi) 0 – 1 dibagi dalam: 0 – < 0,2 sangat lemah; 0,2 – < 0,4 lemah; 0,4 – < 0,6 sedang; 0,6 – < 0,8 kuat; 0.8 – 1
sangat kuat.33
3.12 Ethical Clearance
Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Universitas Sumatera Utara.
(51)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran kadar NO serum darah dan
penilaian skor PASI terhadap 18 orang pasien psoriasis vulgaris di SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan. Pada semua subyek
penelitian telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran kadar NO
serum dan penilaian skor PASI.
4.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan
kelompok usia dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik Keterangan n %
Jenis Kelamin Laki - laki 6 33,3
Perempuan 12 66,7
Total 18 100,0
≤ 20 tahun 2 11,1
Usia 21 – 30 tahun 3 16,7
31 – 40 tahun 5 27,8
41 – 50 tahun 3 16,7
51 – 60 tahun 2 11,1
61 – 70 tahun 3 16,7
(52)
Dari tabel diatas tampak bahwa menurut jenis kelamin, psoriasis
lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan laki – laki, dengan
perempuan sebanyak 12 kasus (66,7%) dan laki – laki sebanyak 6 kasus
(33,3%).
Psoriasis mengenai laki – laki dan perempuan secara seimbang.
Namun beberapa studi mengatakan bahwa prevalensi psoriasis sedikit
lebih tinggi pada laki – laki dibandingkan perempuan.11 Neiman dkk,
dalam tulisannya menyatakan bahwa psoriasis lebih sering terjadi pada
laki – laki, namun pada pasien – pasien muda dibawah usia 20 tahun lebih
sering terjadi pada perempuan.11 Indranila dkk, melaporkan bahwa di
RSUP. Dr. Kariadi Semarang dari total 14.618 pasien yang berkunjung
antara tahun 2007 – 2011 ditemukan bahwa psoriasis lebih banyak diderita
oleh perempuan (52,9%) dibandingkan dengan laki – laki (47,1%).5
Sinniah dkk, melaporkan prevalensi psoriasis di RS Tengku Ampuan
Rahimah, Klang, Malaysia sebesar 11,6% pada laki – laki dan 7,2% pada
perempuan dari seluruh total pasien yang berobat dari Januari 2003 sampai
Desember 2005.34 Chang dkk, melaporkan prevalensi psoriasis di Taiwan
sebesar 0,23% pada laki – laki dan 0,16% pada perempuan.35 Dogra dalam
sebuah penelitian epidemiologi melaporkan bahwa psoriasis dua kali lebih
sering dijumpai pada laki – laki dibanding perempuan.36 Fatani dkk, dalam
penelitiannya terhadap 263 orang pasien psoriasis dewasa di Arab Saudi,
mendapatkan hasil bahwa penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki
(53)
Parisi dkk, melaporkan tidak terdapat perbedaan prevalensi
psoriasis antara laki – laki dan perempuan pada penelitian yang dilakukan
pada populasi di Taiwan, Amerika Serikat dan Norwegia.38
Gelfand dkk, melaporkan bahwa tingkat stres yang lebih tinggi
pada wanita merupakan salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit ini
sehingga dapat menimbulkan gejala yang lebih berat.
16
Dari tabel diatas tampak bahwa berdasarkan kelompok usia, pasien
psoriasis kelompok usia tertinggi adalah pada kelompok usia 31 – 40
tahun yaitu 5 orang (27,8%), diikuti kelompok usia 21 – 30 tahun, 41 – 50
tahun dan 61 – 70 tahun masing – masing sebanyak 3 orang (16,7%), dan
terendah pada kelompok usia ≤ 20 tahun dan 51 – 60 tahun masing – masing sebanyak 2 orang (11,1%).
Berdasarkan dari
beberapa laporan hasil penelitian sebelumnya yang bervariasi tersebut,
disimpulkan bahwa terdapat variasi prevalensi psoriasis berdasarkan jenis
kelamin di berbagai tempat. Sampai saat ini belum ada kata sepakat
mengenai pengaruh jenis kelamin pada prevalensi psoriasis.
Psoriasis dapat terjadi pada semua tingkatan usia. Penyakit ini
pernah dilaporkan terjadi pada saat lahir serta pada orang yang berusia
lanjut.6,11 Beberapa penelitian berskala besar telah menunjukkan bahwa
usia rata – rata pasien psoriasis memiliki dua puncak yaitu berkisar 15 –
20 tahun dan umur 55 – 56 tahun.11 Berdasarkan onset kejadian psoriasis
dapat diklasifikasikan dalam dua tipe. Tipe I yang dimulai sebelum umur
40 tahun dan tipe II yang dimulai setelah 40 tahun. Tipe I berhubungan
(54)
berhubungan dengan HLA-Cw6, namun ternyata tidak semua pasien
sesuai dengan klasifikasi ini.6
Sinniah dkk, melaporkan pasien psoriasis pada penelitian di RS
Tengku Ampuan Rahimah, Klang, Malaysia terbanyak dijumpai pada
kelompok usia 40 – 60 tahun (17,2%) dan jumlah lebih sedikit pada
kelompok usia lebih dari 60 tahun (8,1%) dan kelompok usia 0 – 9 tahun
(3,5%).
34
Penelitian yang dilakukan oleh Gelfand dkk, menunjukkan
bahwa prevalensi psoriasis pada usia 10 – 29 tahun (1,37% - 1,51%) dan
secara perlahan meningkat pada pasien usia 30 – 69 tahun (1,78% -
2,25%). Psoriasis jarang terjadi pada yang berusia lebih muda dari 10
tahun dengan prevalensi 0,55%.16 Dogra dalam sebuah penelitian
epidemiologi melaporkan bahwa sebagian besar pasien psoriasis berada
pada dekade ke-3 atau ke-4 kehidupannya.36 Indranila dkk, melaporkan
bahwa di RSUP. Dr. Kariadi Semarang pasien yang berkunjung pada
tahun 2007 – 2011 ditemukan bahwa psoriasis lebih banyak dijumpai pada
kelompok usia 30 – 39 tahun (21,9%), diikuti kelompok usia 40 – 49 tahun
(20%) dan yang terendah dijumpai pada kelompok usia 0 – 9 tahun (1%)
(55)
4.2 Hubungan antara Kadar NO Serum dengan Skor PASI
Nilai rerata kadar NO serum dan nilai rerata skor PASI dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Nilai rerata kadar NO serum dan skor PASI
Variabel n Mean ± SD
Kadar NO dalam serum
Skor PASI
18
18
3,978 ± 2,0493
12,017 ± 7,7204
Berdasarkan tabel 4.2 tampak bahwa nilai rerata kadar NO serum
pada penelitian ini yaitu 3,978 ± 2,0493 (μMol/L) dan nilai rerata skor PASI yaitu 12,017 ± 7,7204.
Hubungan antara kadar NO serum pasien psoriasis vulgaris dengan
skor PASI dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Hubungan antara kadar NO serum dengan skor PASI
Variabel n r p
Kadar NO serum dengan skor PASI
18 0,834* 0,001
*koefisien korelasi Pearson
Tabel 4.3 memperlihatkan hasil analisis statistik korelasi antara
kadar NO serum pasien psoriasis vulgaris dengan skor PASI. Hasil uji
analisis korelasi Pearson menunjukkan terdapat korelasi positif yang
sangat kuat antara kadar NO serum pasien psoriasis vulgaris dengan skor
(56)
Dari hasil analisa regresi linier ini maka dapat ditentukan nilai
koefisien determinasi (r2
Secara matematis didapatkan persamaan regresi linier
y(skor PASI)= - 0,475 + 3,14 (NO). Garis regresi linier dengan diagram
scatter plot dapat dilihat pada gambar 4.1.
) sebesar 69% yang berarti 69% keragaman skor
PASI dapat dijelaskan oleh tinggi rendahnya nilai kadar NO serum. Dari
nilai koefisien korelasi r diatas dapat dianalisis lebih lanjut bagaimana hubungan ketergantungan antar variabel dengan analisis regresi linier.
Gambar 4.1 Diagram scatter plot dengan garis regresi linier
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar NO serum pasien psoriasis
vulgaris dengan skor PASI. Gokhale dkk, pada penelitiannya di India terhadap 36
(57)
signifikan pada pasien dengan penyakit psoriasis yang aktif dibandingkan pada
individu normal dan berkorelasi positif secara signifikan dengan derajat
keparahan dan lamanya penyakit dan kadar NO pada pasien psoriasis tipe plak
kronis.
Penelitian yang dilakukan Orem dkk, dari Turki membuktikan hubungan
yang bermakna antara kadar NO dengan tingkat keaktifan penyakit psoriasis. Pada
fase inaktif (rerata PASI 1,7) kadar NO serum rendah (rerata 26,02 μmol/L), sedangkan pada fase aktif (rerata PASI > 16,5) kadar NO serum meningkat
produksinya (rerata 28,13 μmol/L) dengan nilai r sebesar 0,65. 7
Mahmoud dkk, pada penelitiannya di Poliklinik Dermatovenereologi
Rumah Sakit Universitas Terusan Suez Mesir melaporkan kadar NO serum yang
lebih tinggi secara signifikan pada pasien psoriasis yang aktif (rerata ± SD: 95,96
± 12,7 μMol/L) dibandingkan dengan subjek kontrol yang sehat (rerata ± SD: 27,1 ± 6,85 μMol/L). Ia juga melaporkan bahwa secara signifikan terdapat korelasi positif antara kadar NO serum dengan tingkat keparahan psoriasis.
31
39
Sikar Akturk dkk, meneliti kadar NO dan Malondialdehyde (MDA) dalam plasma pasien psoriasis di Turki dengan subjek kontrol sehat yang terdiri dari 23
orang dengan psoriasis vulgaris dan 23 orang sebagai subjek kontrol sehat. Hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa kadar NO plasma pada pasien psoriasis secara
signifikan lebih tinggi (rerata ± SD: 135,8 ± 37,7) dibandingkan dengan kontrol
(rerata ± SD: 33,6 ± 20,3, p = 0,00) dan skor PASI tidak secara signifikan
berkorelasi dengan kadar NO plasma pada pasien psoriasis (r = - 0,26, p = 0.54).
Meki dkk, pada penelitiannya terhadap 58 pasien psoriasis dan 22 subjek
sehat sebagai kontrol di Poliklinik Dermatologi Rumah Sakit Universitas Qassim, 40
(58)
Buraydah, Arab Saudi menyatakan bahwa kadar NO serum lebih tinggi secara
signifikan pada pasien psoriasis (rerata ± SD: 132,1 ± 10,68 μMol/L) di bandingkan kontrol (rerata ± SD: 46,74 ± 3,539 μMol/L), dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kadar NO dalam serum dengan skor PASI (r = 0,51,
p < 0,001).
Beberapa obat anti psoriatis seperti steroid, metotreksat, siklosporin
danretinoid diketahui dapat menghambat produksi NO. 41
26
Dharmawan, dalam
penelitiannya terhadap 20 orang pasien psoriasis vulgaris di RS. Wahidin
Sudirohusodo Makasar membandingkan kadar NO serum sebelum dan sesudah
terapi dengan betametason dipropionat 0,1 % topikal, melaporkan adanya
hubungan yang signifikan antara kadar NO serum dengan skor PASI ( p = 0,028,
r = 0,49).42
Tekin dkk, melakukan penelitian tentang kadar NO serum darah penderita
psoriasis yang berobat di Klinik Dermatologi Rumah Sakit Universitas Gazi Turki
yang diterapi dengan metotreksat. Dari penelitian tersebut ternyata terdapat
penurunan kadar NO serum darah setelah diterapi dengan metotreksat.
Hasil dari penelitian ini dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa NO tampaknya berperan penting dalam etiopatogenesis terjadinya
psoriasis. NO sendiri merupakan regulator yang poten bagi pertumbuhan dan
diferensiasi keratinosit.
8
8
Patogenesis pasti psoriasis sendiri masih belum jelas,
tetapi dihubungkan dengan proses genetik dan faktor lingkungan, selain itu
beberapa mediator pada respon imun juga beperan. Salah satu mediator yang
diduga berperan dalam patogenesis psoriasis adalah NO.7 Pada psoriasis, berbagai
(59)
menginduksi keratinosit epidermal mengeluarkan sitokin pro-inflamasi (IFN-γ, TNF-α, IL-8, IL-1 dan IL-6). NO sendiri merupakan mediator yang bersifat labil yang dapat dideteksi dalam kadar tinggi dengan adanya sitokin-sitokin ini.8 NO
dapat pula memicu lesi psoriasis melalui perangsangan sel – sel epitel untuk
melepaskan kemokin dan mediator – mediator pertumbuhan yang berperan dalam
proliferasi keratinosit dan angiogenesis.40 Penelitian lebih jauh diperlukan untuk
mencari penyebab pasti penyakit ini dan peran dari sitokin – sitokin proinflamasi
(60)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan positif yang sangat kuat antara kadar NO serum
pasien psoriasis vulgaris dengan skor PASI (nilai koefisien korelasi
r = 0,834). Hipotesis yang menyatakan semakin tinggi kadar NO serum pasien psoriasis vulgaris maka semakin meningkat skor
Psoriasis Area and Severity Index pada penelitian ini dapat diterima. 2. Nilai koefisien determinasi pada penelitian ini adalah r2
3. Secara umum nilai rerata kadar NO serum pada penelitian ini yaitu
3,978 ± 2,0493
= 69% yang
berarti 69% keragaman skor PASI dapat dijelaskan oleh tinggi
rendahnya kadar NO serum.
4. Secara umum nilai rerata skor PASI yaitu 12,017 ± 7,7204.
5.2. Saran
1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan pengukuran kadar NO
dari lesi kulit pasien psoriasis vulgaris.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian mengenai
(61)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sirsjo A, Karlsson M, Gidlof A, Rollman O, Torma H. Increased expression of inducible nitric oxide synthase in psoriatic skin and cytokine-stimulated cultured keratinocytes. Br J Dermatol 1996;134:643-8.
2. Gerharz DB, Schnorr O, Suschek C, Beck KF, Pfeilschifter J,Ruzicka T, Bachofen VK. Arginase 1 overexpression in psoriasis limitation of inducible nitric oxide synthase activity as a molecular mechanism for keratinocyte hyperproliferation.Am J Pathol. 2003;162:203-11.
3. Vakirlis E, Kastanis A, Loannides D. Calcipotriol / betamethasone dipropionate in the treatment of psoriasis vulgaris. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2008;4(1):141-8.
4. Jacoeb TNA. Psoriasis Gambaran klinis dan penilaian keparahan. Dalam: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD, Rihatmaja R, penyunting. Metode diagnostik dan penatalaksanaan psoriasis dan dermatitis seboroik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003.h.1-13.
5. Kurniasari I, Yasmin I, Muslimin, Kabulrachman. Karakteristik Psoriasis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang. Dalam: Julianto I, Mawardi P, penyunting. Buku Kumpulan Makalah Lengkap II PIT XII PERDOSKI; 2012 Juni 21-23; Solo; 2012.h.71-3.
6. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: McGraw Hill; 2012.h.197-231.
7. Gokhale NR, Belgaumkar VA, Pandit DP, Deshpande S, Damle DK. A study of serum nitric oxide levels in psoriasis. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2005;71(3):175-8.
8. Tekin NS, Ilter N, Sancak B, Ozden MG, Gurer MA. Nitric oxide levels in patients with psoriasis treated with methotrexate. Turkey. Hindawi Publishing Corporation. Mediators of Inflammation. 2006;March;6:1-5.
9. Zalewska A, Wyczolkowska J, Narbutt J. Nitric oxide levels in plasma and fibroblast cultures of psoriasis vulgaris patients. J Dermatol Sci. 2007;(48):237-40.
10.James WD, Berger TG, Elston DM. Seborrheic dermatitis, psoriasis, recalcitrant palmoplantar eruptions, pustular dermatitis, and erythroderma. Dalam: James WD, Berger TG, Elston DM, penyunting. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology. Edisi 11. Saunders Elsevier;2011.h.188-202. 11.Neimann A, Porter S, Gelfand J. The epidemiology of psoriasis. Expert Rev
Dermatol. 2006;1(1),63-75.
12.Camisa C. The clinical variants of psoriasis. Dalam: Camisa C, penyunting. Handbook of psoriasis. Edisi 2. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2004;7-35.
13.Schon MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med. 2005;352:1899-1912. 14.Langley R, Krueger G, Griffiths C. Psoriasis: epidemiology, clinical features,
and quality of life. Ann RheumDis. 2005;64:ii18-23.
15.Ferrandiz C, Bordas X, Patos VG, Puig S, Pujol R, Smandia A. Prevalence of psoriasis in Spain (Epiderma Project: phase I). J Eur Acad Dermatol Venereol. 2001;15:20-3.
(1)
(2)
(3)
Data Penelitian
No
Inisial
Umur
Jenis
Kelamin
Nilai NO
(μΜ
ol/L)
skor PASI
1
RK
63
P
2,7
6
2
RS
23
P
5,2
14,7
3
SA
19
P
4,9
14,6
4
ES
57
P
6
13,8
5
EAN
29
P
2
4,4
6
RBP
54
P
7,1
33,3
7
MTEL
40
L
3,1
10,2
8
Y
45
P
2
6,9
9
AHH
46
L
3,8
17,8
10
AWK
24
P
2,5
3,2
11
HH
37
L
2,5
10,4
12
NA
63
P
3,5
7,8
13
R
38
P
2
4,5
14
LCS
18
P
2
2,6
15
FP
65
L
9,2
21,6
16
S
34
L
5,9
19
17
MHL
35
L
2,8
12
(4)
Lampiran 7
Hail Uji Statistik
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 6 33,3 33,3 33,3
Perempuan 12 66,7 66,7 100,0
Total 18 100,0 100,0
Kel_Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ≤ 20 tahun 2 11,1 11,1 11,1
21 - 30 tahun 3 16,7 16,7 27,8
31 - 40 tahun 5 27,8 27,8 55,6
41 -50 tahun 3 16,7 16,7 72,2
51 - 60 tahun 2 11,1 11,1 83,3
61 - 70 tahun 3 16,7 16,7 100,0
Total 18 100,0 100,0
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Nilai NO (μmol/L) 3,978 2,0493 18
skor PASI 12,017 7,7204 18
Correlations
Nilai NO (μmol/L) skor PASI
Nilai NO
(μmol/L)
Pearson Correlation 1 ,834**
Sig. (2-tailed) ,000
N 18 18
skor PASI Pearson Correlation ,834** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 18 18
(5)
Nilai NO skor PASI
N 18 18
Normal Parametersa,b Mean 3,978 12,017
Std. Deviation 2,0493 7,7204
Most Extreme Differences Absolute ,167 ,142
Positive ,166 ,142
Negative -,167 -,111
Kolmogorov-Smirnov Z ,710 ,602
Asymp. Sig. (2-tailed) ,695 ,862
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable:skor PASI
Equation Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1
dimensi on1
Linear ,695 36,431 1 16 ,000 -,475 3,140
The independent variable is Nilai NO.
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 ,834a ,695 ,676 4,3961 ,695 36,431 1 16 ,000
a. Predictors: (Constant), Nilai NO
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -,475 2,315 -,205 ,840
Nilai NO 3,140 ,520 ,834 6,036 ,000
(6)