BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, pertama kali menemukan sinar-X pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan
sinar katoda. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia
segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu
berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar-X. Baru dikemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar
Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen. Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata
dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara pemeriksaan
konvensional.
Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi bidang Radiologi berkembang begitu pesat, dengan dikembangkannya teknologi imajing yang terbukti sangat
membantu mendiagnosa berbagai macam penyakit, khususnya radiodiagnostik. Di Indonesia, pemanfaatan radiasi untuk bidang kesehatan khususnya di bidang
diagnostik, menjadi semakin luas dan penting. Berbagai jenis peralatan sinar-X diagnostik seperti pesawat sinar-X radiografi umum telah dimanfaatkan di berbagai
Rumah sakit - rumah sakit besar, Klinik dan Puskesmas. Dengan dasar ini maka perlu dilakukan program kendali mutu kontrol kualitas pesawat rontgen untuk
pemeliharaan dari mutu gambaran optimal. Tujuan dari program kendali mutu adalah untuk menjamin peralatan yang dipergunakan menghasilkan kualitas
gambar yang baik dengan dosis radiasi yang diterima pasien seminimal mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Defenisi program kendali mutu dalam radiologi diagnostik berdasarkan organisasi kesehatan dunia Wealth Health Organization, WHO adalah suatu
usaha yang tertata dengan baik oleh staf untuk memastikan gambar diagnostik yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi sehingga dapat memberikan informasi
diagnostik yang memadai secara konsiten, yang didapat dengan biaya dan paparan radiasi pasien seminimal mungkin. Pada saat pemeriksaan menggunakan
sinar-X radiografi umum dosis radiasi yang diterima pasien cukup tinggi, sehingga mempunyai potensi untuk menimbulkan efek biologi tertentu walaupun
pemanfaatan tersebut menggunakan azas justifikasi dan hubungan antara dosis radiasi dengan probabilitas resiko yang ditimbulkan pada kisaran dosis radiasi
tersebut masih sulit untuk dievaluasi. Pada kongres Internasional Radiologi di Kopenhagen tahun 1953 dibentuk The International Committe on Radiation
Protection, ICRP yang menetapkan peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan selama seseorang mengindahkan semua petunjuk
tersebut maka, tidak perlu khwatir akan bahaya sinar-X.
Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan upaya perlindungan yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang
terhadap kemungkinan munculnya akibat negatif dari sumber radiasi pengion. Efek negatif dari radiasi pengion dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh
orang yang terkena radiasi dan disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik
sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera accute effect dan efek tertunda late effect. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah
dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah pemaparan seperti, epilasi rontoknya rambut, eritema memerahnya kulit, sterilitas dan sindroma
radiasi akut. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama setelah terkena paparan radiasi, seperti katarak dan
kanker. Di Indonesia dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.11 tahun 1975 tentang keselamatan kerja terhadap radiasi dan yang dilaksanakan lebih terinci dengan
Surat Keputusan Direktur Jenderal BAPETEN No.01Ka-BAPETENV-1999 yaitu tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap radiasi. Peraturan pemerintah ini
masih berlaku berdasarkan pasal 45 UU No.10 tahun 1997 adapun isi dari
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah No.11 tahun 1975 antara lain adalah Pengertian yang digunakan dalam hal keselamatan radiasi Nilai Batas yang diizinkan, Petugas dan
Ahli Proteksi Radiasi, Kesehatan, Ketentuan Kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, pembagian daerah kerja dan pengurusan sampah-sampah
radioaktif, kecelakaan dan ketentuan pidana. Nilai Batas Dosis yang ditetapkan dalam Surat Keputusan BAPETEN No.01Ka-BAPETENV-99 adalah penerimaan
dosis yang tidak boleh dilampaui oleh seorang pekerja radiasi dan anggota masyarakat selama jangka waktu 1 satu tahun, tidak bergantung pada laju dosis,
baik dari penyinaran eksterna maupun interna. Nilai Batas Dosis bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui seseorang akan mengalami akibat merugikan yang
nyata. Meskipun demikian, setiap penyinaran yang tidak perlu harus dihindarkan dan penerimaan dosis harus diusahakan serendah-rendahnya. Menurut Keputusan
Kepala BAPETEN No.01Ka-BAPETENV-99 Nilai Batas Dosis ditetapkan sebagai berikut Nilai Batas Dosis untuk pekerja radiasi atas penyinaran seluruh
tubuh adalah 50 mSv 5000 mRem tahun atau 416,67 mRem bulan.
Uji linieritas keluaran pesawat sinar-X, mengacu pada metode pengujian di Australia Barat Radiological Council of Western Australia, Diagnostik X-Ray
Equipment Compliance Testing. Uji kesesuaian compliance testing adalah uji untuk memastikan bahwa pesawat sinar-X memenuhi persyaratan keselamatan
radiasi dan memberikan informasi diagnosis atau pelaksanaan radiologi intervensional yang tepat dan akurat. Uji kesesuaian merupakan dasar dari suatu
program jaminan mutu radiologi diagnostik yang mencakup sebagian uji program jaminan mutu, khususnya parameter yang menyangkut keselamatan radiasi. Setiap
uji kesesuaian pesawat sinar-X menggunakan peralatan yang tepat untuk setiap pemeriksaan. Peralatan itu sendiri harus memiliki program pemeliharaan dan
jaminan mutu. Prosedur pengukuran dan kondisi penyinaran harus sesuai dengan parameter uji kesesuaian. Pengukuran uji kesesuaian diharapkan memberikan
estimasi terbaik terhadap parameter uji kesesuaian. Namun setiap pengukuran pasti memiliki ketidakpastian, bergantung pada teknik pengukuran dan peralatan yang
digunakan. Oleh karena itu batas toleransi untuk parameter uji lenieritas keluaran harus dimasukkan ke dalam ketidakpastian pengukuran. Instalasi Radiologi RSUD
Langsa menggunakan pesawat Sinar-X Radiografi Umum dan belum pernah
Universitas Sumatera Utara
dilakukan penerapan uji Lenieritas Keluaran pada pesawat sinar-X radiografi umum.
1.2 Perumusan Masalah