Gambaran Radiografi Crouzon Syndrome
GAMBARAN RADIOGRAFI CROUZON SYNDROME
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
CHAIRANI
NIM : 040600146
DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Skripsi
Pembimbing, Medan, 12 Agustus 2009
Trelia Boel, dr., M.kes., Sp.RKG ………. NIP : 131 996 179
(3)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL
2009 CHAIRANI
Gambaran Radiografi Crouzon Syndrome
Vii + 20
Crouzon’s syndrome merupakan penyakit autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR 2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) kromosom 10, kepala tidak berkembang dengan sempurna. Insiden crouzon syndrome berkisar antara 1: 25000 sampai 1: 60000 kelahiran.
Secara klinis mempunyai kepala yang pendek dan lebar, atau sekitar 30% penderita crouzon’s syndrome mengalami hydrocephalus. Manifestasi penyakit ini di rongga mulut antara lain: protrusi mandibula, gigi berjejal pada maksila, maksila atresia, crossbite anterior dengan open bite posterior, lengkung rahang maksila berbentuk huruf V, cleft palate, bifid uvula, terkadang oligodontia, makrodonsia, peg-shaped, dan diastema.
Gambaran radiografi yang dilihat melalui foto panoramik atau foto lateral adalah sclerosis dan overlapping edges dengan manifestasi berupa hipoplasia maksila, maloklusi klas III dan mandibula prognasi. Khusus untuk tulang tengkorak kepala (spesifik) terlihat seperti logam tempa ”copper beating”. Perawatan yang dapat dilakukan berupa bedah dan perawatan ortodonti. Prognosis tergantung pada keparahan malformasi.
(4)
KATA PENGANTAR
Ucapan puji dan syukur sebesar-besarnya kepada Allah SWT beserta salawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SWA atas limpahan kemudahan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis tercinta, ibunda Supiah dan ayahanda M. Syarif, kakak tersayang Syafitri Erlianti, SE, abangda Syahrial, SE, Bripka. Zulkifli, SH dan adik tercinta M. Armadi, serta Dany Agusdarma Lizar, yang tiada henti-hentinya melimpahkan doa, kasih sayang, dukungan dan pengorbanan yang tulus.
Penulis juga ingin mengucapkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG selaku kepala bagian Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi USU dan juga selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
(5)
2. Rusfian, drg., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Eddy Dahar, drg., M.Kes, selaku Pembantu Dekan I yang telah memberikan bimbingan, arahan serta nasehat kepada penulis.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu.
5. Kepada semua sahabat-sahabatku yang telah meluangkan waktu, pikiran, memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis hingga selesai skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan pemikiran kepada kita semua, amin.
Medan, 10 Agustus 2009 Penulis
NIM : 040600146 CHAIRANI
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1
BAB 2 : DEFINISI, ETIOLOGI SERTA TANDA DAN GEJALA 2.1 Definisi ... 3
2.2 Etiologi ... 4
2.3 Tanda dan Gejala ... 6
BAB 3 : GEJALA KLINIS DAN GAMBARAN RADIOGRAFI CROUZON SYNDROME DI RONGGA MULUT 3.1 Gejala Klinis Crouzon Syndrome di Rongga Mulut ... 7
3.2 Gambaran Radiografi ... 11
BAB 4 : PERAWATAN DAN PROGNOSIS CROUZON SYNDROME 4.1 Perawatan Crouzon Syndrome ... 15
4.2 Prognosis ... 17
BAB 5 : K E S I M P U L AN... 18
DAFTAR PUSTAKA ... 19 LAMPIRAN
(7)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Anatomi sutura dan fontanelles yang normal pada
tengkorak kepala.11 ... 4 Gambar 2 : Gambar sebelah kiri menunjukkan sagital synostosis
(dilihat dari superior) dengan ridged, sutura sagital menyatu, dua buah temporal memanjang, pada gambar
sebelah kanan terlihat frontal dan occipital bossing.11... 5 Gambar 3. Gambaran wajah anak penderita crouzon syndrome berusia
2 tahun. Pada gambar diatas terlihat, hypertelorism dan
midfacial hipoplasia.6 ... 8 Gambar 4 Terlihat pada gambar hidung yang menonjol dan tajam
terlihat seperti paruh, dan pada mata terlihat orbital
proptosis (bola mata keluar)2 ... 8 Gambar 5 Pada gambar terlihat maksila atresia dari crouzon
syndrome. ... 9 Gambar 6 Gambar menunjukkan maksila atresia pada anak laki-laki
penderita crouzon syndrome. ... 10 Gambar 7. Pada gambar terlihat crossbite anterior dengan open bite
(8)
Gambar 8. Pada gambar diatas terlihat cleft lip dan cleft palate pada
maksila.6 ... 11 Gambara 9: Pada gambar C terlihat penyatuan sutura cranial yang
terlalu cepat dan tekanan pada permukaan dalam kalvarium akibat pertumbuhan otak. Gambar D dan E menunjukkan penutupan kranium sutural dengan tanda
yang jelas.8,9 ... 12 Gambar 10 : Gambaran radiografi tengkorak kepala lateral, gambaran ini
menunjukkan cranio-plasti (tanda panah). “copper
beating”atau logam tempa, memberikan efek pada seluruh bagian frontal ditandai dengan adanya hydrocephalus yang disebabkan oleh kraniositosis. Gambar diatas juga
menunjukkan hipoplasia maksila dan mandibula
prognasi.10 ... 13 Gambar 11. Gambaran panoramik penderita crouzon syndrome pada
anak laki-laki. 6 ... 14 Gambar 12. Gambaran radiografi panoramik penderita crouzon
syndrome pada anak perempuan.6... 14 Gambar 13. Gambar pertama merupakan gambar perempuan muda
penderita crouzon’s dan gambar kedua menunjukkan gambaran setelah hasil perawatan dari orbital
hypertelorism, mandibula menjadi mundur dan maksila maju menjadi oklusi normal serta terjadi pengurangan
(9)
Gambar 14. Gambar kiri merupakan gambar anak laki-laki berusia 2 tahun dengan Crouzon syndrome. Gambar sebelah kanan menunjukkan gambaran setelah dilakukannya operasi dahi menjadi maju dan dibutuhkan osteotomi monoblok setelah
(10)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL
2009 CHAIRANI
Gambaran Radiografi Crouzon Syndrome
Vii + 20
Crouzon’s syndrome merupakan penyakit autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR 2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) kromosom 10, kepala tidak berkembang dengan sempurna. Insiden crouzon syndrome berkisar antara 1: 25000 sampai 1: 60000 kelahiran.
Secara klinis mempunyai kepala yang pendek dan lebar, atau sekitar 30% penderita crouzon’s syndrome mengalami hydrocephalus. Manifestasi penyakit ini di rongga mulut antara lain: protrusi mandibula, gigi berjejal pada maksila, maksila atresia, crossbite anterior dengan open bite posterior, lengkung rahang maksila berbentuk huruf V, cleft palate, bifid uvula, terkadang oligodontia, makrodonsia, peg-shaped, dan diastema.
Gambaran radiografi yang dilihat melalui foto panoramik atau foto lateral adalah sclerosis dan overlapping edges dengan manifestasi berupa hipoplasia maksila, maloklusi klas III dan mandibula prognasi. Khusus untuk tulang tengkorak kepala (spesifik) terlihat seperti logam tempa ”copper beating”. Perawatan yang dapat dilakukan berupa bedah dan perawatan ortodonti. Prognosis tergantung pada keparahan malformasi.
(11)
BAB 1 PENDAHULUAN
Crouzon syndrome merupakan kelainan bawaan pada janin yang masih di dalam kandungan saat terjadinya pembentukan organ-organ. Namun, dalam kasus crouzon syndrome pembentukan organ-organ tersebut tidak berkembang dengan baik, khususnya pada kepala. Ketika lahir bentuk kepala tidak sempurna. Lebih tepatnya, tulang pada kepala sudah menutup sebelum waktunya. Seharusnya tulang pada kepala, yang disebut dengan ubun-ubun masih terbuka sampai anak usia 18-24 bulan.1
Keadaan ubun-ubun lebih cepat menutup, maka otak sulit untuk berkembang sehingga mendesak bagian lain. Bentuk kepala menjadi tidak proporsional dan membuat bentuk wajah menjadi tidak proporsional. Secara radiografi pada pasien crouzon syndrome yang dapat terlihat yaitu adalah sklerosis dan overlapping edges dengan manifestasi berupa hipoplasia maksila, maloklusi klas III dan pada permukaan dalam kranium secara radiografi tampak seperti logam tempa ”copper beating”.1,2
Perawatan crouzon syndrome yang dapat dilakukan berupa bedah dan perawatan ortodonti. Prognosis tergantung pada keparahan malformasi, dan umumnya bisa dirawat dengan bedah sehingga memungkinkan pasien untuk mendapatkan kehidupan yang normal.1,2,3,
(12)
Dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang definisi, etiologi, tanda dan gejala, gambaran klinis serta gambaran radiografi. Dalam skripsi ini juga akan dibahas tentang perawatan crouzon syndrome serta prognosanya.
(13)
BAB 2
DEFINISI, ETIOLOGI SERTA TANDA DAN GEJALA
2.1Definisi
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan dengan gejala yang bervariasi yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) pada kromosom 10. Octave Crouzon (1912) memperkenalkan sindrom herediter kraniofasial dysostosis pada ibu dan anak laki-laki. Crouzon menggambarkan tiga kelainan bentuk tulang calvaria, anomali wajah, dan exophthalmos. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan tulang calvaria yang terlalu cepat menutup dan sutura basis kranial dan juga seperti halnya orbital dan maksila secara kompleks (craniosynostosis). 1,2,3,4,5
Kranium tersusun atas beberapa tulang yang dipisahkan oleh sutura. Sutura ini membuat kranium membesar dan berkembang bersamaan dengan perkembangan otak. Jika satu atau lebih sutura menutup lebih cepat, khususnya sebelum otak berkembang secara sempurna, maka kemungkinan perkembangan otak akan menekan kranium dan dapat mengakibatkan terbukanya sutura yang lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknormalan bentuk kepala dan pada beberapa kasus dapat mempercepat perkembangan otak. 1,4
Penyatuan sutura yang terlalu cepat melibatkan sagital dan koronal sutura. Sutura lamboidal terkadang juga terlibat. Urutan dan kecepatan penyatuan sutura
(14)
terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain. Pada crouzon syndrome tidak ditemukan kelainan pada jari-jari seperti yang terdapat pada penyakit Apert’s Pfeiffer dan Saethre-Chotzen syndrome sebagai diagnosa bandingnya.1,2,4
2.2Etiologi
Crouzon syndrome disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) kromosom 10. Mutasinya gen FGFR2 memiliki efek yang berbeda pada tiap individu. Prematur synostosis pada sutura koronal, sagital dan kadang-kadang sutura lamboidal dimulai pada tahun pertama kelahiran dan berakhir pada tahun kedua atau ketiga. Urutan dan kecepatan penyatuan sutura menentukan tingkat deformitas dan kecacatan. 1,2,3
Gambar 1 : Anatomi sutura dan fontanelles yang normal pada tengkorak kepala.11
(15)
Gambar 2 : Gambar sebelah kiri menunjukkan sagital synostosis (dilihat dari superior) dengan ridged, sutura sagital menyatu, dua buah temporal memanjang, pada gambar sebelah kanan terlihat frontal dan occipital bossing.11
Pada saat sutura tertutup, pertumbuhan sutura secara tegak lurus menjadi terbatas dan tulang menjadi stuktur yang tunggal. Keseimbangan pertumbuhan terjadi pada saat mempertahankan terbukanya sutura untuk perkembangan otak. Bagaimanapun, semakin besar frekuensi sutura synostosis akan mengakibatkan penyatuan yang cepat dari sutura basis kranium, hipoplasia midfacial, orbital yang dangkal, dorsum nasal yang pendek, hipoplasia maksila, dan terkadang terjadi penyumbatan pernapasan atas.1
Jika kedua orang tua tidak menderita crouzon syndrome, kesempatan kedua anak yang lahir dengan crouzon syndrome sangat kecil. Namun, jika salah satu orang tua menderita crouzon syndrome, kemungkinan bahwa setiap kehamilan akan menghasilkan anak dengan sindrom adalah 1 dari 2 (50% risiko). Jika anak yang lain tidak menderita crouzon syndrome (tidak menunjukkan tanda-tanda crouzon
(16)
syndrome), maka anak yang nantinya lahir tidak menderita crouzon syndrome. Jika ada anggota keluarga lain memiliki crouzon syndrome, maka risiko terjadinya crouzon syndrome untuk setiap kehamilan sebesar 50%.3
2.3Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari crouzon syndrome tergantung pada bagaimana dan kapan sutura kranial menyatu dengan cepat selama perkembangan janin. Tanda dan gejala yang sering terjadi antara lain:1,2
1. Pembentukan tulang kepala yang terlalu cepat (craniosynostosis)
2. Perkembangan yang lambat dari hidung dan soket mata (midface hypoplasia) 3. Hidung berbentuk paruh
4. Mikrotia pada telinga
5. Kehilangan atau mengecilnya kanal telinga (congenital aural atresia) 6. Penyakit ini menyebabkan kehilangan pendengaran
7. Anomali pada tangan dan kaki (tetapi bukan syndactyly) 8. Acanthosis nigricans
9. Mandibula prognasi, gigi rahang atas crowded, oligodontia, cleft palate, makrodontia, maksila atrisia
(17)
BAB 3
GEJALA KLINIS DAN GAMBARAN RADIOGRAFI CROUZON SYNDROME DI RONGGA MULUT
3.1Gejala Klinis Crouzon Syndrome di Rongga Mulut
Pada pasien crouzon syndrome secara klinis mempunyai kepala yang pendek dan lebar (tengkorak kepala pendek), atau sekitar 30% penderita crouzon syndrome mengalami hydrocephalus. Hipertelorism, dan orbital proptosis dan divergent strabismus. Berdasarkan riwayat keluarga, hipertelorism dan orbital proptosis dapat dijadikan kriteria minimal untuk diagnosa penyakit crouzon syndrome.1,2,5,6,7,8,9,10
Penderita crouzon syndrome kemungkinan menjadi buta diakibatkan sutura yang terlalu cepat menutup dan peningkatan tekanan intrakranial. Hidung terlihat menonjol dan tajam terlihat seperti paruh karena maksila yang sempit dan pendek dalam arah vertikal dan anteroposterior. Tulang hidung anterior hipoplastik dan retrusi sehingga tidak mampu untuk mendukung jaringan lunak hidung. Langit-langit pada palatum tinggi, lengkung rahang sempit dan retrusi. Hal ini mengakibatkan gigi pada rahang atas berjejal atau crowded.1,2,6,8,9
Telinga pada penderita crouzon syndrome secara klinis memiliki kanal telinga sempit atau tidak ada serta terjadi deformasi pada bagian tengah telinga. Kira- kira 5% kulitnya menderita acantosis nigricans, dimana hal ini dapat diketahui setelah anak lahir. Kulit berwarna hitam tipis ada bercak dan jika diraba seperti beludru.1
(18)
Gambar 3. Gambaran wajah anak penderita crouzon syndrome berusia 2 tahun. Pada gambar diatas terlihat, hypertelorism dan midfacial hipoplasia.6
Gambar 4 Terlihat pada gambar hidung yang menonjol dan tajam terlihat seperti paruh, dan pada mata terlihat orbital proptosis (bola mata keluar)2
(19)
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2, hal ini mengakibatkan sutura kranium yang cepat menutup. Adapun manifestasi penyakit ini yang dapat ditemukan di rongga mulut antara lain :1,2,5,6
1. Protrusi mandibula
Penderita crouzon syndrome akan mengalami prognathism mandibula. Prognatishm mandibula adalah protusi rahang bawah yang melebihi jarak normal dari basis kranium.
2. Maksila atresia
Gambar 5 Pada gambar terlihat maksila atresia dari crouzon syndrome.
(20)
Gambar 6 Gambar menunjukkan maksila atresia pada anak laki-laki penderita crouzon syndrome.
3. Gigi berjejal pada maksila.
4. Crossbite anterior dengan open bite posterior
Gambar 7. Pada gambar terlihat crossbite anterior dengan open bite pada gigi posterior pada penderita crouzon syndrome 2
(21)
6. Cleft palate dan bifid uvula
Gambar 8. Pada gambar diatas terlihat cleft lip dan cleft palate pada maksila.6
7. Terkadang oligodontia, makrodonsia, peg-shaped, dan diastema.
3.2Gambaran Radiografi
Tanda awal radiografi pada pasien crouzon syndrome sutura cranial synostosis adalah sklerosis dan overlapping edges. Secara normal sutura tulang tengkorak kepala adalah radiolusen, namun pada kasus ini tidak terdeteksi yang terlihat hanya perubahan jaringan sklerotik. Penyatuan dasar kranium yang cepat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan wajah.8,9
Dalam beberapa kasus terlihat perubahan dari kranium, dimana sering terlihat adanya pertumbuhan yang normal pada penderita crouzon syndrome karena adanya peningkatan tekanan intrakranial dari perkembangan otak. Perubahan ini terlihat sebagai multiple radiolusen yang muncul akibat tekanan dari permukaan dalam
(22)
Gambara 9: Pada gambar C terlihat penyatuan sutura cranial yang terlalu cepat dan tekanan pada permukaan dalam kalvarium akibat pertumbuhan otak. Gambar D dan E menunjukkan penutupan kranium sutural dengan tanda yang jelas.8,9
Pertumbuhan yang kurang pada dasar kranium dalam arah anterior posterior mengakibatkan hipoplasia maksila, maloklusi klas III pada beberapa pasien. Hipoplasia maksila merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya orbital proptosis disebabkan karena bentuk batas dari inferior orbital dan jika maksila hipoplasti yang parah, maka maksila tidak dapat mendukung orbital secara adekuat. Secara tipikalnya pada crouzon syndrome mandibula lebih kecil dari maksila, tetapi pada crouzon syndrome dimana maksila hipoplasia terlihat mandibula prognasi.1,8,9,10,11,12
Diangnosa banding dari crouzon syndrome adalah Apert Syndrome dan Saethre-Chotzen Syndrome dimana terlihat adanya prematur craniositosis yang merupakan bagian dari sindrom genetik yang sering terjadi. Insiden crouzon syndrome berkisar antara 1:25000 sampai 1:60000 kelahiran. Penyebab lain
(23)
craniosytosis harus dibedakan dengan crouzon syndrome, termasuk sindrom-sindrom lain dari craniositosis dan koronal craniositosis sindrom. Karakteristik wajah membantu mendiagnosa crouzon syndrome.1,2,4,8,
Gambar 10 : Gambaran radiografi tengkorak kepala lateral, gambaran ini menunjukkan cranio-plasti (tanda panah). “copper beating”atau logam tempa, memberikan efek pada seluruh bagian frontal ditandai dengan adanya hydrocephalus yang disebabkan oleh kraniositosis. Gambar diatas juga menunjukkan hipoplasia maksila dan mandibula prognasi. 10
(24)
Gambar 11. Gambaran panoramik penderita crouzon syndrome pada anak laki-laki. 6
Gambar 12. Gambaran radiografi panoramik penderita crouzon syndrome pada anak perempuan.6
(25)
BAB 4
PERAWATAN DAN PROGNOSIS CROUZON SYNDROME
4.1Perawatan Crouzon Syndrome
Perawatan crouzon syndrome tergantung dari tiap individu dan usia. Untuk bayi, operasi diperlukan untuk melepas dan kembali dari tulang tengkorak kepala, sehingga dapat tumbuh lebih normal. Ortodonsi dilakukan untuk meluruskan gigi dan rahang, mengembalikan gigi ke posisi yang lebih normal, bisa dilakukan pada masa kanak-kanak, anak remaja, dewasa. Operasi yang sulit biasanya dilakukan oleh Dokter Ahli Bedah Kraniofasial.3
Perawatan pasien crouzon syndrome tahap pertama melibatkan perawatan dari craniosynostosis dengan memperbaiki sesuai kebutuhan dan kemajuan dari frontal-orbitalnya. Prosedur ini biasanya dilakukan pada usia empat sampai enam bulan dan efektif untuk meningkatkan ruang intrakranial dan orbital diperbesar. Tidak biasa dilakukan untuk ventriculo-peritoneal shunt yang biasa dilakukan pada penderita hydrocephalus yang tidak bisa diterapkan pada penderita crouzon syndrome. Terkadang pembedahan kranium diperlukan pada anak penderita crouzon syndrome untuk perbaikan kranium dan orbital.2,3,4,
Tahap berikutnya dilakukan rekonstruksi pada wajah ketika anak berumur empat sampai enam tahun. Jenis keberhasilan perawatan ini dapat dicapai dengan baik bila LeFort III dibarengi dengan perawatan osteotomi monoblok. Posisi dahi dan kening menentukan prosedur perawatan. Jika diperlukan, osteotomi monoblok di
(26)
Tahap akhir rekonstruksi adalah perawatan maloklusi gigi kelas III. LeFort I osteotomi digunakan untuk memperbaiki kelainan gigi dengan kombinasi perawatan orthodonti. Hal ini biasanya dilakukan setelah pertumbuhan wajah selesai dan dapat dikombinasikan dengan genioplasty. Prosedur tambahan seperti rhinoplasty mungkin diperlukan dalam rekontruksi wajah.11,12
Gambar 13. Gambar pertama merupakan gambar perempuan muda penderita crouzon’s dan gambar kedua menunjukkan gambaran setelah hasil perawatan dari orbital hypertelorism, mandibula menjadi mundur dan maksila maju menjadi oklusi normal serta terjadi pengurangan dagu.12
(27)
Gambar 14. Gambar kiri merupakan gambar anak laki-laki berusia 2 tahun dengan Crouzon syndrome. Gambar sebelah kanan menunjukkan gambaran setelah dilakukannya operasi dahi menjadi maju dan dibutuhkan osteotomi monoblok setelah anak berusia empat sampai enam tahun.12
4.2Prognosis
Prognosis bagi pasien crouzon syndrome adalah baik, tetapi tergantung pada keparahan malformasinya, inovasi dari bedah kraniofasial telah memungkinkan pasien penderita crouzon syndrome untuk mendapatkan kehidupan yang baik dan normal dan memiliki postur wajah yang lebih estetis lagi.2
(28)
BAB 5
K E S I M P U L AN
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan dengan gejala yang bervariasi. Kelainan yang dijumpai pada keadaan ini adalah kalvaria, anomali wajah, dan exophthalmos.
Adapun manifestasi penyakit crouzon syndrome ini yang dapat ditemukan di rongga mulut antara lain: protrusi mandibula, gigi berjejal pada maksila, maksila atresia, crossbite anterior dengan open bite posterior, lengkung rahang maksila berbentuk huruf V, cleft palate dan bifid uvula, terkadang oligodontia, makrodonsia, peg-shaped, dan diastema.
Sedangkan secara radiografi terlihat pada foto panoramik atau foto lateral pasien crouzon syndrome adalah sklerosis dan overlapping edges dengan manifestasi berupa hipoplasia maksila dan maloklusi klas III. Secara normal tulang tengkorak kepala tidak terdeteksi tetapi yang terlihat hanya sklerosis yang seharusnya pada sutura yang normal terlihat radiolusen, perubahan ini terlihat sebagai multiple radiolusen yang muncul akibat tekanan dari permukaan dalam kranium yang tampak seperti logam tempa (”copper beating”).
Perawatan crouzon syndrome yang dapat dilakukan berupa bedah dan perawatan ortodonti. Prognosis ini baik tergantung pada keparahan malformasinya, inovasi dari bedah kraniofasial telah memungkinkan pasien untuk mendapatkan kehidupan yang normal.
(29)
DAFTAR PUSTAKA
1. Chen H. Crouzon’s Syndrome. Departements of pediaxtrics, Obstetrics and Gynecology, Pathology, Director of Perinatal genetics and genetic laboratori services, Louisiana State University Medical Centre, Laboratory director, Hema-concencer Citogenetics Laboratory, Gaynesville, Florida, 2007
2. Bergstrom, Vonne L. Congenital and Acquired Deafness in Clefting and Craniofacial Syndrome. Cleft Palate Craniofacial Journal, 2007 : 15(3): 254-61. 3. Anonymous, information abaut Crouzon’s Syndrome (Craniofacial Dysostosis),
Cleft Palate Foundation, Chapel Hill, 2009
4. Arathi R, et al. Crouzon’s Syndrome : Case Report. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry, 2007 : 25(5) : 10-2.
5. Steven L. Singer, et al. Dentofacial features of a family with crouzon’s syndrome. Case reports. Australian Dental Journal, 1997 : 42(1) : 11-7.
6. Melero SJ, Leite MM, Carvalho IM. Dental Anomalies in Patients Carrying the Apert Syndrome and the Crouzon’s Syndrome. Salusvita, Bauru, 2005 : 24(2) : 183-93.
7. Lowe LH, Booth TN, Joglar JM, Rollins NK. Midface Anomalies in Children. Journal of RadioGraphics, 2000 : 24(4).
8. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology : Principles and Interpretation. 6th ed. St. Louis, Missouri : Elvesier, 2009 : 563-64.
(30)
9. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology : Principles and Interpretation. 5th ed. St. Louis, Missouri : Elvesier, 2004 : 640-41.
10.Leonard MA. A sporadic case of apparent crouzon’s syndrome with extracraniofacial manifestations. Journal of Medical Genetics, 1974 : 11 : 206-08.
11.Kabbani H, Raghuveer TS. Craniosynostosis. Journal of the American Academy of Family Physicians, 2004 : 69 : 2863-70.
(1)
BAB 4
PERAWATAN DAN PROGNOSIS CROUZON SYNDROME
4.1Perawatan Crouzon Syndrome
Perawatan crouzon syndrome tergantung dari tiap individu dan usia. Untuk bayi, operasi diperlukan untuk melepas dan kembali dari tulang tengkorak kepala, sehingga dapat tumbuh lebih normal. Ortodonsi dilakukan untuk meluruskan gigi dan rahang, mengembalikan gigi ke posisi yang lebih normal, bisa dilakukan pada masa kanak-kanak, anak remaja, dewasa. Operasi yang sulit biasanya dilakukan oleh Dokter Ahli Bedah Kraniofasial.3
Perawatan pasien crouzon syndrome tahap pertama melibatkan perawatan dari craniosynostosis dengan memperbaiki sesuai kebutuhan dan kemajuan dari frontal-orbitalnya. Prosedur ini biasanya dilakukan pada usia empat sampai enam bulan dan efektif untuk meningkatkan ruang intrakranial dan orbital diperbesar. Tidak biasa dilakukan untuk ventriculo-peritoneal shunt yang biasa dilakukan pada penderita
hydrocephalus yang tidak bisa diterapkan pada penderita crouzon syndrome.
Terkadang pembedahan kranium diperlukan pada anak penderita crouzon syndrome untuk perbaikan kranium dan orbital.2,3,4,
Tahap berikutnya dilakukan rekonstruksi pada wajah ketika anak berumur empat sampai enam tahun. Jenis keberhasilan perawatan ini dapat dicapai dengan baik bila LeFort III dibarengi dengan perawatan osteotomi monoblok. Posisi dahi dan kening menentukan prosedur perawatan. Jika diperlukan, osteotomi monoblok di midline untuk memperbaiki orbital hypertelorism.11,12
(2)
Tahap akhir rekonstruksi adalah perawatan maloklusi gigi kelas III. LeFort I osteotomi digunakan untuk memperbaiki kelainan gigi dengan kombinasi perawatan orthodonti. Hal ini biasanya dilakukan setelah pertumbuhan wajah selesai dan dapat dikombinasikan dengan genioplasty. Prosedur tambahan seperti rhinoplasty mungkin diperlukan dalam rekontruksi wajah.11,12
Gambar 13. Gambar pertama merupakan gambar perempuan muda penderita
crouzon’s dan gambar kedua menunjukkan gambaran setelah hasil
perawatan dari orbital hypertelorism, mandibula menjadi mundur dan maksila maju menjadi oklusi normal serta terjadi pengurangan dagu.12
(3)
Gambar 14. Gambar kiri merupakan gambar anak laki-laki berusia 2 tahun dengan Crouzon syndrome. Gambar sebelah kanan menunjukkan gambaran setelah dilakukannya operasi dahi menjadi maju dan dibutuhkan osteotomi monoblok setelah anak berusia empat sampai enam tahun.12
4.2Prognosis
Prognosis bagi pasien crouzon syndrome adalah baik, tetapi tergantung pada keparahan malformasinya, inovasi dari bedah kraniofasial telah memungkinkan pasien penderita crouzon syndrome untuk mendapatkan kehidupan yang baik dan normal dan memiliki postur wajah yang lebih estetis lagi.2
(4)
BAB 5
K E S I M P U L AN
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan dengan gejala
yang bervariasi. Kelainan yang dijumpai pada keadaan ini adalah kalvaria, anomali wajah, dan exophthalmos.
Adapun manifestasi penyakit crouzon syndrome ini yang dapat ditemukan di rongga mulut antara lain: protrusi mandibula, gigi berjejal pada maksila, maksila atresia, crossbite anterior dengan open bite posterior, lengkung rahang maksila berbentuk huruf V, cleft palate dan bifid uvula, terkadang oligodontia, makrodonsia,
peg-shaped, dan diastema.
Sedangkan secara radiografi terlihat pada foto panoramik atau foto lateral pasien crouzon syndrome adalah sklerosis dan overlapping edges dengan manifestasi berupa hipoplasia maksila dan maloklusi klas III. Secara normal tulang tengkorak kepala tidak terdeteksi tetapi yang terlihat hanya sklerosis yang seharusnya pada sutura yang normal terlihat radiolusen, perubahan ini terlihat sebagai multiple radiolusen yang muncul akibat tekanan dari permukaan dalam kranium yang tampak seperti logam tempa (”copper beating”).
Perawatan crouzon syndrome yang dapat dilakukan berupa bedah dan perawatan ortodonti. Prognosis ini baik tergantung pada keparahan malformasinya, inovasi dari bedah kraniofasial telah memungkinkan pasien untuk mendapatkan
(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Chen H. Crouzon’s Syndrome. Departements of pediaxtrics, Obstetrics and Gynecology, Pathology, Director of Perinatal genetics and genetic laboratori services, Louisiana State University Medical Centre, Laboratory director, Hema-concencer Citogenetics Laboratory, Gaynesville, Florida, 2007
2. Bergstrom, Vonne L. Congenital and Acquired Deafness in Clefting and
Craniofacial Syndrome. Cleft Palate Craniofacial Journal, 2007 : 15(3): 254-61.
3. Anonymous, information abaut Crouzon’s Syndrome (Craniofacial Dysostosis),
Cleft Palate Foundation, Chapel Hill, 2009
4. Arathi R, et al. Crouzon’s Syndrome : Case Report. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry, 2007 : 25(5) : 10-2.
5. Steven L. Singer, et al. Dentofacial features of a family with crouzon’s syndrome.
Case reports. Australian Dental Journal, 1997 : 42(1) : 11-7.
6. Melero SJ, Leite MM, Carvalho IM. Dental Anomalies in Patients Carrying the
Apert Syndrome and the Crouzon’s Syndrome. Salusvita, Bauru, 2005 : 24(2) :
183-93.
7. Lowe LH, Booth TN, Joglar JM, Rollins NK. Midface Anomalies in Children. Journal of RadioGraphics, 2000 : 24(4).
8. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology : Principles and Interpretation. 6th ed. St. Louis, Missouri : Elvesier, 2009 : 563-64.
(6)
9. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology : Principles and Interpretation. 5th ed. St. Louis, Missouri : Elvesier, 2004 : 640-41.
10.Leonard MA. A sporadic case of apparent crouzon’s syndrome with
extracraniofacial manifestations. Journal of Medical Genetics, 1974 : 11 :
206-08.
11.Kabbani H, Raghuveer TS. Craniosynostosis. Journal of the American Academy of Family Physicians, 2004 : 69 : 2863-70.