Tinjuan Tentang Citra 1. Definisi Tentang Citra

51 perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan.

2.4.2. Jenis-jenis Citra

Jefkins 2003 menyebutkan beberapa jenis citra image. Berikut ini lima jenis citra yang dikemukakan, yakni: a. Citra bayangan mirror image. Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi––biasanya adalah pemimpinnya––mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. b. Citra yang berlaku current image. Adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. c. Citra yang diharapkan wish image. Adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. 52 d. Citra perusahaan corporate image. Adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. e. Citra majemuk multiple image. Banyaknya jumlah pegawai individu, cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhannya.

2.4.3. Proses Pembentuk Citra

Soemirat dan Ardianto 2004 menjelaskan efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi- informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Efektivitas PR di dalam pembentukan citra nyata, cermin dan aneka ragam organisasi, erat kaitannya dengan kemampuan tingkat dasar dan lanjut pemimpin dalam menyelesaikan tugas 53 organisasinya, baik secara individual maupun tim yang dipengaruhi oleh praktek berorganisasi job design, reward system, komunikasi dan pengambilan keputusan dan manajemen waktu perubahan dalam mengelola sumberdaya materi, modal dan SDM untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif, yaitu mencakup penyampaian perintah, informasi, berita dan laporan, serta menjalin hubungan dengan orang. Hal ini tentunya erat dengan penguasaan identitas diri yang mencakup aspek fisik, personil, kultur, hubungan organisasi dengan pihak pengguna, respons dan mentalitas pengguna Hubeis, 2001. Praktisi humas senantiasa dihadapkan pada tantangan dan harus menangani berbagai macam fakta yang sebenarnya, terlepas dari apakah fakta itu hitam, putih, atau abu-abu. Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu organisasi untuk menutup-nutupi suatu fakta. Citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya. Itu berarti citra tidak seharusnya “dipoles agar lebih indah dari warna aslinya”, karena hal itu justru dapat mengacaukannya Anggoro, 2002.

BAB III OBYEK PENELITIAN

3.1 Sejarah PT Kereta Api Persero

Kehadiran Kereta Api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen Jum’at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J. Baron Sloet van den beele. Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” NV. NISM yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa tanggung 26 Km dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan kereta api antara Kemijen – Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang – Surakarta 110 Km, akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan kereta api di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalu pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 – 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan kereta api di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan kereta api di sana. Jenis jalan rel kereta api di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm di Aceh dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang di bongkar semasa pendudukan Jepang 1942 – 1943 sepanjang 473 km, sedangkan jalan rel kereta api yang dibangun semasa pendudukan Jepang , adalah 83 km antara Bayah – Cikara dan 220 km antara Muaro – Pekanbaru. Ironnisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro – Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro – Pekanbaru. Meskipun DKARI telah terbentuk, namun tidak semua perusahaan kereta api telah menyatu. Sedikitnya, ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan 1 swasta Deli Spoorweg Maatschapij di Sumatera Utara yang masih terpisah dengan DKARI. Lima tahun kemudian, berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum No.2 tanggal 6 Januari 1950, ditetapkan bahwa mulai 1 Januari 1950 DKARI dan