Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Early Postpartum di RSUP Adam Malik Medan

(1)

TINGKAT KEMANDIRIAN IBU POST SEKSIO SESAREA DALAM

MERAWAT DIRI DAN BAYINYA SELAMA

EARLY POSTPARTUM

DI

RSUP HAJI ADAM MALIK DAN DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Oleh Ester D Nababan

061101079

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sumatera Utara

Fakultas Keperawatan

Jl. Prof. Ma’as No. 3 Medan – 20155 Tlpn. (061) 8213318

Nama : Ester D Nababan

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SIDANG SKRIPSI

Nim : 061101079

Judul Penelitian : Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Early Postpartum di RSUP Adam Malik Medan.

Telah memenuhi persyaratan penulisan skripsi sesuai Pedoman Penulisan Proposal Skripsi Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2010 dan dapat melakukan ujian sidang skripsi.

Medan, 20 Juni 2010 Pembimbing Penelitian

(Ellyta Aizar, S.Kp) NIP. 19741013 200012 2 001


(3)

PRAKATA

Segala puji syukur, hormat, dan pujian penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya Selama Early Postpartum di RSUP Adam Malik Medan dan dr.Pirngadi Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2. Ibu Ellyta Aizar S.Kp selaku dosen pembimbing skripsi penelitian

penulis yang penuh kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen penasehat akademik saya. Ibu Nur Asiah , S.Kep.Ns selaku dosen penguji I dan Ibu Siti Saidah Nst, S.Kp,M.Kep,Sp.Mat selaku dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Nur Afidarti

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang memberikan ilmu yang berharga kepada penulis dan seluruh staf kepegawaian Fakultas USU yang memperlancar proses akademik dan administrasi penulis.


(4)

6. Pemimpin RSUP Adam Malik Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. 7. Teristimewa kepada keluargaku tercinta Ayahanda B.Nababan dan

Ibunda P.Silaban, Bosfer Nababan( Abang), Kriston Nababan (Adik), Reymon (Adik), Rut (Adik) dan kepada seluruh keluarga yang telah memberikan cinta, doa, bimbingan serta memotivasi penulis.

8. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2006 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini, sahabatku (Mei, Heny, Yohana, Yunita, Murni, Isabela, Desyi), teman kelompok kecilku (K’Marta, Desita, Ernita), saudaraku dalam bimbingan skripsi (Anna dan Husna) serta semua orang-orang yang kusayangi yang tak dapat kusebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa mencurahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan khusunya profesi keperawatan.

Medan, Juni 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...i

Halaman Lembar Pengesahan ... ii

Halaman Lembar Persetujuan... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... ix

Abstrak ... x

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2.Tujuan ... 4

3. Pertanyaan penelitian... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 6

1. Konsep Seksio Sesarea ... 6

1.1 Pengertian ... 6

1.2 Klasifikasi Seksio Sesarea ... 6

1.3 Indikasi Seksio Sesarea ... 7

1.4 Komplikasi Seksio Sesarea ... 9

2. Konsep nifas ... 10

2.1 Pengertian ... 10

2.2 Perawatan Nifas ... 10

2.2.1 Perawatan Ibu Nifas... 12

2.2.2 Perawatan Bayi Baru Lahir ... 19

3. Konsep Kemandirian ... 27

3.1 Pengertian ... 27

3.2 Kemandirian Ibu dalam perawatan diri dan bayinya ... 28

3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam perawatan nifas……… 31

Bab 3 Kerangka Penelitian ... 34

1.Kerangka Konseptual ... 34

2. Defenisi Operasional ... 35

Bab 4 Metodologi Penelitian ... 37

1.Desain Penelitian ... 37

2.Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38


(6)

5.Instrumen Penelitian ... 39

6.Pengumpulan Data ... 41

7.Analisa Data ... 41

Bab 5 Hasil dan Pembahasan ... 42

1. Hasil Penelitian ... 42

1.1 Data Demografi ... 42

1.2 Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya selama early postpartum ... 44

2. Pembahasan... 47

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 52

1. Kesimpulan ... 52

2. Saran ... 52

Daftar Pustaka ... 55 Lampiran-lampiran

1. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan USU 2. Lembar Surat Izin Penelitian dari RSUP Adam Malik Medan 3. Formulir Persetujuan menjadi Responden

4. Kuesioner Data Demografi

5. Kuesioner Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat diri dan Bayinya selama Early Postpartum

6. Jadwal Tentatif Penelitian 7. Anggaran Biaya Penelitian 8. Hasil Analisa Data


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Defenisi Operasional ... 35 2. Distribusi Frekwensi dan Persentase berdasarkan

data demografi responden ... 43

3. Distribusi Frekwensi dan Persentase responden dalam

Perawatan Diri dan Bayinya selama early postpartum ... 44

4. Distribusi Frekwensi dan Persentase berdasarkan tingkat kemandirian ibu dalammelakukan perawatan diri dan bayinya


(8)

DAFTAR SKEMA

Hal


(9)

DAFTAR TABEL

Hal


(10)

Judul : Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Mearawat Diri dan Bayinya selama Early Postpartum di RSUP Adam Malik Dan RS dr. Pirngadi Medan.

Medan

Nama : Ester D Nababan Fakultas : Keperawatan Nim : 061101079 Tahun : 2009/2010

Abstrak

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Masa nifas adalah masa sesudah kelahiran hasil konsepsi merupakan waktu untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil berlangsung sekitar enam minggu. Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah selesai bersalin. Periode postpartum terdiri dari periode immediate postpartum, early postpartum dan late postpartum. Selama early postpartum, ibu sudah memiliki keinginan untuk merawat dirinya dan bayinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum di RSUP Adam Malik dan dr.Pirngadi Medan dengan desain deskriptif. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal Februari- Mei 2010 dengan melibatkan 22 orang ibu post seksio sesarea yang sehat dan memiliki bayi yang sehat dengan metode pengambilan sampel totally sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner data demografi, kuesioner tingkat kemandirian ibu tentang perawatan diri dan bayi baru lahir selama early postpartum. Hasil penelitian diuji dengan menggunakan program SPSS dengan menggunakan descriptive analysis dengan hasil menunjukkan tingkat kemandirian ibu dalam perawatan diri dan bayi baru lahir selama early postpartum mayoritas dalam ketergantungan ringan sebanyak 11 orang (50%), ketergantungan sedang 7 orang (31,81%), ketergantungan berat sebanyak 4 orang (18,18%). Jadi dapat disimpulkan bahwa selama early postpartum ibu post seksio sesarea memerlukan bantuan dalam melakukan perawatan diri dan bayinya.


(11)

Judul : Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Mearawat Diri dan Bayinya selama Early Postpartum di RSUP Adam Malik Dan RS dr. Pirngadi Medan.

Medan

Nama : Ester D Nababan Fakultas : Keperawatan Nim : 061101079 Tahun : 2009/2010

Abstrak

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Masa nifas adalah masa sesudah kelahiran hasil konsepsi merupakan waktu untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil berlangsung sekitar enam minggu. Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah selesai bersalin. Periode postpartum terdiri dari periode immediate postpartum, early postpartum dan late postpartum. Selama early postpartum, ibu sudah memiliki keinginan untuk merawat dirinya dan bayinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum di RSUP Adam Malik dan dr.Pirngadi Medan dengan desain deskriptif. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal Februari- Mei 2010 dengan melibatkan 22 orang ibu post seksio sesarea yang sehat dan memiliki bayi yang sehat dengan metode pengambilan sampel totally sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner data demografi, kuesioner tingkat kemandirian ibu tentang perawatan diri dan bayi baru lahir selama early postpartum. Hasil penelitian diuji dengan menggunakan program SPSS dengan menggunakan descriptive analysis dengan hasil menunjukkan tingkat kemandirian ibu dalam perawatan diri dan bayi baru lahir selama early postpartum mayoritas dalam ketergantungan ringan sebanyak 11 orang (50%), ketergantungan sedang 7 orang (31,81%), ketergantungan berat sebanyak 4 orang (18,18%). Jadi dapat disimpulkan bahwa selama early postpartum ibu post seksio sesarea memerlukan bantuan dalam melakukan perawatan diri dan bayinya.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup di dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin, kelainan letak janin dan besar, persalinan melalui vagina dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi sehingga diperlukan satu cara alternatif lain dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut yang disebut seksio sesarea (Mochtar, 1998).

Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Cunningham, 2005). Akan tetapi, persalinan melalui seksio sesarea bukanlah alternatif yang lebih aman karena di perlukan pengawasan khusus terhadap indikasi di lakukannya seksio sesarea maupun perawatan ibu setelah tindakan seksio sesarea, karena tanpa pengawasan yang baik dan cermat akan berdampak pada kematian ibu (Tenreng, 2009).

Periode postpartum, masa nifas atau puerperium adalah masa setelah kelahiran sampai uterus dan organ-organ tubuh yang lain kembali ke keadaan seperti sebelum hamil, biasanya berlangsung sekitar 6 minggu atau 40 hari. Setelah kelahiran, ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi tubuhnya pada status tidak hamil. Secara psikologis, ibu melanjutkan pencapaian proses peran maternalnya dan kelekatan bayi (Walsh, 2007).

Perubahan fisik yang terjadi pada ibu nifas yaitu uterus mengalami involusi atau rahim kembali ke ukuran sebelum hamil, payudara pada ibu yang menyusui


(13)

mengeluarkan kolostrum, vagina kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula (Bobak, 2004).

Adaptasi psikologis, pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan. Pada hari ketiga sampai akhir minggu keempat atau kelima, ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru sedangkan mulai minggu kelima sampai keenam, sistem keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggota barunya (Rubin dalam Hamilton, 1992 ).

Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil (Hanafiah, 2004). Perawatan postpartum bersifat kritis tetapi sering diabaikan dalam komponen perawatan ibu dan bayi yang baru lahir. Lebih dari 60 % kematian ibu terjadi pada periode postpartum pada negara berkembang (Family Health International, 2009). Morbiditas dan mortalitas maternal lebih sering terjadi setelah tindakan seksio sesarea daripada setelah tindakan pervaginam. Komplikasi yang ditimbulkan pada pembedahan seksio sesarea darurat atau yang tidak direncanakan lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea yang telah direncanakan sebelumnya (Cunningham, 2005).

Lama perawatan setelah persalinan perabdominal lebih lama dibandingkan dengan dengan persalinan yang dilakukan pervaginam. Seorang ibu yang menjalani seksio sesarea lebih aman bila diperbolehkan pulang pada hari keempat


(14)

atau hari kelima postpartum dengan syarat tidak terdapat komplikasi selama masa postpartum (Novita, 2006).

Periode postpartum terdiri dari periode immediate postpartum, early postpartum dan late postpartum. Immediate postpartum yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan dua puluh empat jam pertama. Periode early postpartum mulai dari dua puluh empat jam sampai satu minggu dan periode late postpartum mulai satu minggu pertama sampai lima minggu (Saleha, 2009).

Selama early postpartum, ibu sudah memiliki keinginan untuk merawat dirinya dan bayinya. Berdasarkan teori keperawatan Self Care Deficit yang dikemukakan oleh Dorothea Orem, manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan dalam merawat dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan self care (perawatan mandiri) adalah aktivitas seseorang untuk menolong dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Teori keperawatan ini dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan nifas (Sikhan, 2009 ).

Kemandirian ibu nifas dalam merawat diri dan bayinya dipengaruhi oleh usia ibu, tipe persalinan, dukungan, pengetahuan ibu, kondisi bayi, jumlah persalinan, tingkat kelelahan kondisi fisik ibu. Tindakan seksio sesarea mempengaruhi kesehatan fisik ibu yang akan mempengaruhi kemampuan dan kemandirian ibu dalam perawatan diri (Bobak, 2004; Saleha, 2009).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, di negara berkembang sekitar 70 % ibu nifas tidak mendapatkan perawatan nifas (United States Agency International Development, 2007). Dalam upaya meningkatkan keberhasilan pelayanan


(15)

kesehatan, khususnya pada kemandirian perawatan diri ibu dan bayinya selama masa nifas sangatlah diperlukan pembentukan strategi yang lebih cepat. Ibu nifas harus diajarkan dan dimotivasi untuk melakukan perawatan postpartum pada pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin dan tempat-tempat praktek bidan dan pusat pelayanan kesehatan untuk memastikan bahwa ibu nifas memahami pentingnya layanan postpartum (United States Agency International Development, 2007).

Dari hasil survey yang dilakukan peneliti di bagian rekam medis bahwa ada 12 orang ibu di Rumah Sakit Adam Malik dan 10 orang ibu di Pirngadi melahirkan secara seksio sesarea dalam satu bulan dan di rumah sakit ini belum pernah dilakukan penelitian terkait kemandirian ibu postpartum seksio sesarea dalam perawatan diri dan bayi selama early postpartum.

Dari latar belakang masalah yang disebutkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP Adam Malik dan dr.Pirngadi Medan untuk mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum.

2. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk :

2.1 Mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat dirinya selama early postpartum.

2.2 Mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat bayinya selama early postpartum.


(16)

3. PERTANYAAN PENELITIAN

3.1 Bagaimana tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat dirinya selama early postpartum?

3.2 Bagaimana tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat bayinya selama early postpartum?

4. MANFAAT PENELITIAN 4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam praktek keperawatan khususnya keperawatan maternitas dalam memberikan asuhan perawatan ibu post seksio sesarea dan bayi selama early postpartum.

4.2 Penelitian Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data awal untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP SEKSIO SESAREA 1.1. Pengertian

Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin Caedere yang artinya memotong. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998).

Seksio sesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Defenisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus ruptura uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991).

1.2 . Klasifikasi Seksio sesarea

Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu seksio sesarea klasik atau corporal yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman, bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2008). Hampir 99 % dari seluruh kasus seksio sesarea memilih teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan.


(18)

Seksio sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada miomatousus yang besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999). Seksio sesarea vaginal yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba, 1999).

1.3. Indikasi Seksio Sesarea

Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan yaitu jalan lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat salah satu gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin (Mohctar, 1998).

Operasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea adalah persalinan berkepanjangan, malpresentasi atau malposisi, disproporsi sefalo-pelvis, distress janin, prolaps tali pusat, plasenta previa, abrupsio plasenta, penyakit pada calon ibu, bedah sesarea ulangan (Simkin dkk, 2008).


(19)

Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah, pembukaan yang tidak berkembang, bayi yang tidak turun meskipun sudah dilakukan usaha untuk mengistirahatkan rahim atau merangsang kontraksi lebih kuat; malpresentasi atau malposisi dimana letak bayi dalam rahim tidak menguntungkan untuk melahirkan lewat vagina. Contoh malpresentasi adalah posisi transversal, presentasi sungsang. Malposisi mencakup posisi oksiput posterior yang persisten atau asinklitisme; disproporsi sefalo-pelvis dimana kepala bayi terlalu besar, struktur panggul ibu terlalu kecil atau kombinasi keduanya; distress janin dimana perubahan tertentu pada kecepatan denyut jantung janin dapat menunjukkan adanya masalah pada bayi. Perubahan kecepatan jantung ini dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah teroksigenasi ke plasenta. Memantau respon kecepatan jantung janin terhadap rangsang kulit kepala atau menggunakan pemantauan kejenuhan oksigen janin dapat membantu pemberi perawatan mengetahui apakah bayi mengompensasi keadaan ini dengan baik atau mulai mengalami efek kekurangan oksigen. Jika bayi tidak mampu lagi mengompensasinya, perlu dilakukan bedah sesar; prolaps tali pusat dimana jika tali pusat turun melalui leher rahim sebelum si bayi, kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat tersebut dan secara drastis mengurangi pasokan oksigen sehingga mengharuskan dilakukannya melahirkan secara bedah sesar segera; plasenta previa dimana plasenta menutupi sebagian leher rahim. Saat leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim menyebabkan perdarahan yang tidak sakit pada calon ibu. Hal ini dapat mengurangi pasokan oksigen ke janin. Melahirkan lewat vagina yang aman tidak dimungkinkan pada plasenta previa, karena


(20)

plasenta akan keluar sebelum si bayi (Duffet, 1995; Kasdu, 2003; Simkin dkk, 2008).

Abrupsio plasenta dimana plasenta secara dini terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan vagina atau perdarahan tersembunyi dengan sakit perut yang spontan. Pemisahan ini merupakan pasokan oksigen ke janin dan bergantung pada seberapa banyak plasenta yang terlepas, perlu dilakukan bedah sesar; penyakit pada calon ibu misalnya ibu mempunyai sakit jantung atau kondisi medis lain yang serius, ibu mungkin tidak akan mampu menahan stress persalinan dan melahirkan lewat vagina. Adanya luka herpes pada atau di dekat vagina pada saat persalinan juga merupakan indikasi untuk melahirkan sesar karena bayi akan tertular infeksi jika dilahirkan melewati jalan lahir. Seorang ibu yang positif HIV akan dapat mengurangi risiko penularan virus ke bayinya jika ia menjalani melahirkan sesar yang sudah direncanakan (Duffet, 1995; Simkin dkk, 2008).

1.4. Komplikasi Seksio Sesarea

Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya (Bobak, 2004). Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003; Bobak. 2004).


(21)

Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5 0 Celcius (Heler, 1997). Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan adanya suatu komplikasi serius . Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca pembedahan seksio seksarea (Rayburn, 2001).

Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai homeostatis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni uteri (Karsono dkk, 1999). Komplikasi pada bayi dapat menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan trauma persalinan (Mochtar, 1988).

2. KONSEP NIFAS 2.1. Pengertian

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih dari enam minggu (Saleha, 2009). 2.2. Perawatan Nifas

Banyak orang beranggapan, bila seorang ibu sudah melahirkan anaknya dengan selamat, berarti semua urusan sudah selesai. Padahal, masih ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu perawatan nifas (Indah, 2009).

Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Alimul,


(22)

2004). Menurut Basford (2006) dikutip dari Dean (1986) menyatakan bahwa perawatan diri adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu untuk mencapai kesehatan, mencegah penyakit, mengevaluasi gejala dan memulihkan kesehatan.

Perawatan ibu setelah melahirkan secara sesarea merupakan kombinasi antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas (Bobak, 2004). Perawatan pasca bedah sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya komplikasi pada seksio sesarea. Perawatan pertama yang harus dilakukan setelah operasi adalah pembalutan luka dengan baik (Mochtar, 1988).

Ibu yang telah mengalami pembedahan seksio sesarea, mempunyai kebutuhan perawatan pascapartum yang sama dengan ibu yang melahirkan pervagina (Ladewig, dkk, 2005). Perawatan nifas meliputi perawatan diri ibu dan perawatan bayi baru lahir. Perawatan diri ibu nifas terdiri dari perawatan luka, nutrisi, ambulasi dini, perawatan perineum, perawatan payudara, miksi, defekasi. Perawatan bayi baru lahir meliputi memandikan bayi, perawatan tali pusar, makanan, imunisasi, mengganti popok, perawatan alat kelamin dan perawatan mata, hidung dan telinga bayi.

2.2.1 Perawatan Ibu Nifas

Perawatan diri ibu nifas terdiri dari perawatan luka, nutrisi, ambulasi dini, perawatan perineum, perawatan payudara, miksi dan defekasi.

1. Perawatan Luka Seksio Sesarea

Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dan


(23)

melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses penyembuhan luka (Hidayat, 2006).

Luka insisi diperiksa setiap hari. Karena itu bebat yang tipis tanpa plester yang berlebihan lebih menguntungkan. Biasanya, jahitan kulit dilepas pada hari keempat setelah operasi (Pritchard dkk, 1991). Pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan. Penutup luka dipertahankan selama hari pertama selama pembedahan untuk mencegah infeksi pada saat proses penyembuhan berlangsung ( Prawihardjo, 2008).

Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan ditutup dengan kain penutup luka. Pembalut luka diganti dan dibersihkan setiap hari dan luka yang mengalami komplikasi seperti hanya sebagian luka yang sembuh sedangkan sebagian mengalami infeksi dengan eksudat atau luka terbuka seluruhnya memerlukan perawatan khusus bahkan memerlukan reinsisi (Novita, 2006).

Pembersihan luka insisi dimulai mencuci tangan sampai bersih kemudian mengkaji atau mengobservasi status luka apakah luka bersih atau kotor serta sejenisnya. Kasa steril dipegang dengan pinset lalu dicelupkan ke dalam larutan savlon dan dilakukan pembersihan pada luka. H2O2 diberikan jika diperlukan atau diberi larutan Nacl 0,9% kemudian luka dibersihkan sampai bersih dan dilanjutkan dengan pengobatan luka menggunakan betadin atau sejenisnya. Setelah luka bersih, tangan dicuci kembali (Kuswari, 2009).


(24)

2. Nutrisi masa nifas

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup (Sulistyawati, 2009). Makanan yang dikonsumsi harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein, banyak cairan serta banyak buah-buahan dan sayuran karena si ibu ini mengalami hemokosentrasi (Hanafiah, 2004).

Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup, meminum sedikitnya 3 liter air setiap hari dan ibu sebaiknya minum setiap kali menyusui, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, mengkonsumsi kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya (Saifuddin, 2001).

Ibu post seksio sesarea harus menghindari makanan dan minuman yang menimbulkan gas karena gas perut kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah seksio sesarea. Jika ada gas dalam perut, ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari tempat tidur, pernapasan dalam, dan bergoyang di kursi dapat membantu mencegah dan menghilangkan gas (Simkin dkk, 2007)


(25)

3. Ambulasi Dini

Sehabis melahirkan ibu merasa lelah karena itu ibu harus istirahat dan tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli (Mochtar, 1998).

Menurut Mochtar (1998), manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah 1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini. Dengan bergerak, otot –

otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

2) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

Setelah persalinan yang normal, jika gerakan ibu tidak terhalang oleh pemasangan infus atau kateter dan tanda-tanda vitalnya juga baik, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke WC dengan dibantu satu atau dua jam setelah melahirkan secara normal. Sebelum dua jam, ibu harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya dari tepi ranjang. Pasien seksio sesarea biasanya mulai ambulasi 24-36 jam sesudah melahirkan. Jika pasien


(26)

menjalani analgesia epidural, pemulihan sensibilitas yang total harus dibuktikan dahulu sebelum ambulasi dimulai ( Farrer, 2004).

Pada hari pertama dapat dilakukan miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah ibu sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar (Mochtar, 1998). Ibu turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit dua kali (Pritchard dkk, 1991). Hari kedua ibu dapat duduk dan dianjurkan untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang diuubah menjadi setengah duduk. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 hari setelah operasi. Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu (Mochtar, 1998).

4. Defekasi

Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air besar secara spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan efek anastesi (Bobak, 2004).


(27)

Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama setelah operasi, mulai terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari ketiga. Rasa mulas akibat gas usus karena aktivitas usus yang tidak terkoordinasi dapat mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi (Pritchard dkk, 1991).

Untuk dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olahraga atau ambulasi dini. Jika pada hari ketiga ibu juga tidak buang air besar maka laksan supositoria dapat diberikan pada ibu ( Wulandari, 2009); (Hamilton, 1992).

5. Perawatan Perineum

Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptur atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Pengamatan dan perawatan khusus diperlukan untuk menjamin agar daerah tersebut sembuh dengan cepat (Farrer, 2004 ).

Perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan bayi bertujuan untuk pencegahan terjadinya infeksi, mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatkan penyembuhan.Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya bersifat universal yaitu mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan membersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau (Hamilton, 1992).

Setelah ibu mampu mandi sendiri, biasanya daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air dalam botol atau wadah lain yang disediakan secara


(28)

khusus (Farrer, 2004). Perawatan perineum dapat dilakukan dengan cara perineum dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Cairan sabun atau sejenisnya dipakai setelah buang air kecil atau buang air besar. Dibersihkan mulai dari simfisis sampai anal sehingga tidak terjadi infeksi (Wulandari, 2009).

6. Perawatan Payudara

Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk melancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa hamil. Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari (Admin, 2009).

Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara (1). Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu (2). Menggunakan BH yang menyokong payudara (3). Mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar sekitar puting susu apabila puting susu lecet dan menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet (4). Mengistirahatkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24 jam (5). Meminum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam untuk menghilangkan nyeri (6).Melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, mengurut payudara dari pangkal menuju puting atau menggunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah Z menuju puting, ASI sebagian dikeluarkan dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak, bayi


(29)

disusui setiap 2-3 jam dan apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan lalu meletakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui (Saifuddin, 2001).

7. Miksi

Berkemih hendaknya dapat dilakukan ibu nifas sendiri dengan secepatnya. Sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dengan analgesia spinal dan pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas (Kasdu, 2003).

Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin cepat melakukan mobilisasi (Prawirohardjo, 2009). Kateter pada umumnya dapat dilepas 12 jam setelah operasi atau lebih nyaman pada pagi hari setelah operasi. Kemampuan mengosongkan kandung kemih harus dipantau seperti pada kelahiran sebelum terjadi distensi yang berlebihan (Pritchard dkk, 1991).

8. Kebersihan Diri

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan kesejahteraan ibu (Hamilton, 1992). Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan payudara (Wulandari, 2009).


(30)

Pada hari ketiga setelah operasi, ibu sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka operasi (Pritchard dkk, 1991). Payudara harus diperhatikan pada saat mandi. Payudara dibasuh dengan menggunakan alat pembasuh muka yang disediakan secara khusus (Farrer, 2004).

2.2.2. Perawatan Bayi Baru Lahir

Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi psikologi mulai terjadi pada bayi baru lahir. Karena perubahan dramastis ini, bayi memerlukan pemantuan ketat untuk menentukan bagaimana ia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya di luar uterus. Bayi baru lahir juga membutuhkan perawatan yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi dengan berhasil (Ladewig, 2005).

Perawatan bayi baru lahir meliputi memandikan bayi, perawatan tali pusar, makanan, imunisasi, popok dan perawatan alat kelamin dan , mata, hidung dan telinga bayi

1. Memandikan bayi

Memandikan bayi merupakan upaya yang dilakukan untuk menjaga agar tubuh bayi bersih, terasa segar dan mencegah kemungkinan adanya infeksi. Prinsip dalam memandikan bayi yang harus diperhatikan adalah menjaga bayi jangan sampai kedinginan serta air masuk ke hidung, mulut, atau telinga bayi yang dapat mengakibatkan aspirasi (Alimul, 2009).

Sesuai dengan umur, ada cara untuk memandikan bayi. Mandi spons, apabila tali pusatnya belum lepas, bayi cukup dibersihkan dengan menggunakan


(31)

spons, tidak perlu dimandikan dalam bak mandi. Mandi dengan cara ini dilakukan sampai bayi berusia empat sampai enam minggu. Saat memandikan bayi, pilihlah posisi yang paling nyaman. Misalnya duduk sambil memangku bayi atau berdiri dan bayi diletakkan di atas meja.Selain tubuh, kaki dan tangan, kepala bayi juga dibersihkan. Seluruh tubuh bayi dengan disabuni dengan spons. Khusus untuk bagian kepala, selain menggunakan sabun khusus bayi, bisa menggunakan sampo khusus bayi. Kemudian bayi dibilas, dan dikeringkan dengan handuk lembut (Musbikin, 2006).

Jika kulit bayi tampak kering, kulit diolesi dengan baby lotion atau bahan pelembab khusus bayi lainnya. Baby oil kurang baik karena kandungan minyaknya tidak efektif diserap kulit (Musbikin, 2006).

Mandi dalam bak mandi. Apabila tali pusat bayi telah lepas, bayi bisa mulai dimandikan di dalam bak mandi. Bak mandi yang digunakan disesuaikan ukurannya dengan bayi, jangan terlalu besar dan terlalu kecil. Bak mandi diisi dengan air hangat atau suhunya 75-890 Celcius (Musbikin, 2006).

Menggosok tubuh bayi dengan waslap atau spons, tetapi hidung dan telinga dibersihkan dengan menggunakan cotton buds. Sebelum mencuci rambut bayi, terlebih dahulu membasuh muka bayi dengan air lalu mengeringkan dengan handuk. Setelah itu, rambut bayi digosok dengan sampo. Pada waktu membilas, kepala bayi diangkat hingga lebih tinggi dari bak mandi. Tubuh bayi dibersihkan dengan waslap. Rambut bayi tidak perlu dicuci setiap hari, cukup tiga kali seminggu (Musbikin, 2006).


(32)

2. Perawatan tali pusar

Perawatan tali pusar merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan merawat tali pusar pada bayi baru lahir agar tetap kering dan mencegah terjadinya infeksi (Alimul, 2009).

Tali pusar yang belum lepas perlu dibersihkan paling sedikit dua kali sehari. Perawatan dilakukan dengan cermat dan hati-hati, apalagi bagi pusar bayi masih berwarna merah. Sesudah bayi berumur kira-kira dua minggu, tali pusar yang sudah kering akan terlepas sendirinya. Bila tali pusar yang terlepas tersebut meninggalkan sedikit darah pada pusar bayi, keadaan tersebut dalam batas normal (Musbikin, 2006).

Beberapa langkah perawatan yang dapat dilakukan yaitu (1). Sesudah bayi selesai dimandikan, pusar bayi dibersihkan dengan cotton buds yang sudah dibubuhi alkohol. Caranya, mengangkat sisa tali pusar agar bagian di sekeliling tali pusar dapat dibersihkan (2). Melilitkan kasa yang dibubuhi obat khusus dan mengusahakan agar kasa menutupi seluruh sisa tali pusar (3). Setelah selesai membalut sisa tali pusar, seluruhnya ditutup dengan kasa steril kemudian plester dengan menggunakan plester yang tidak kaku dan tidak menyakitkan bila dilepas (4).Bila tali pusar sudah terlepas, bekas luka dilindungi dengan kasa pembalut yang diberi plester (Musbikin, 2006).


(33)

3. Makanan

Makanan yang lebih baik, sehat dan sempurna untuk bayi adalah ASI. ASI memiliki komposisi protein, karbohidrat, lemak, zat gula dan vitamin benar-benar proporsional untuk pertumbuhan bayi yang ideal. Di dalam ASI terdapat immunoglobulin. ASI diberikan minimal sampai anak berusia 2 tahun. Sampai usia enam bulan, bayi tidak membutuhkan makanan tambahan lain (Musbikin, 2006).

Menyusui dapat dimulai sehari setelah operasi (Pritchard, 1991). Pada saat pertama kali menuyusui bayi mungkin ibu masih berbaring dan memerlukan bantuan. Salah satu posisi yang paling nyaman untuk menyusui bayi pada hari-hari-hari awal adalah dengan berbaring miring dan bayi berbaring pada sisi tubuh ibu dengan wajah menghadap ibu. Kepala bayi dipeluk dengan lengan yang bertumpu di tempat tidur, sedangkan lengan yang lain bebas. Ibu bisa menempatkan sebuah bantal untuk menyangga pinggang serta sebuah bantal atau selimut di atas perut untuk melindungi luka insisi dari tendangan bayi (Duffet, 1995).

Posisi menyusui yang tepat untuk melindungi luka sayatan dari tekanan berat dan gerak bayi adalah posisi pegangan bola atau mengapit, berbaring menyamping atau meletakkan sebuah bantal di atas luka sayatan sebelum menaruh bayi di pangkuan untuk disusui (Simkin dkk, 2007).


(34)

4. Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit terutama polio, cacar, gondok, rubella, pertusis, difteri, tetanus, infeksi Haemophilus dan Hepatitis B dengan memberikan vaksin pada bayi (Musbikin, 2006).

Jadwal pemberian imunisasi pada bayi dimulai dari umur 0 bulan.. Imunisasi DPT dilakukan tiga kali. DPT pertama diberikan saat bayi berusia dua bulan, DPT kedua saat bayi berusia empat bulan dan DPT ketiga pada saat bayi berusia enam bulan. Imunisasi polio untuk menghindari anak dari penyakit kelumpuhan, diberikan tiga kali pada saat bayi berusia dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Imunisasi campak diberikan setelah bayi berusia sembilan bulan. Imunisasi hepatitis B diberikan dua kali pada saat bayi baru lahir dan usia satu bulan (Surya, 2004).

Imunisasi harus diberikan pada bayi yang kondisi tubuhnya sehat, tidak dibenarkan diberikan pada bayi yang sedang menderita penyakit ataupun bayi sedang menderita panas tinggi. Batas aman suhu badan anak yang akan mendapat imunisasi harus berkisar 370 Celsius (Musbikin, 2006).

5. Perawatan Mata, Hidung dan Telinga Bayi

Mata , hidung dan telinga adalah bagian tubuh bayi yang sensitif. Untuk merawat telinga, bagian luar dibasuh dengan lap atau kapas. Jangan memasukkan benda apapun ke lubang telinga, termasuk cotton buds atau jari. Bagian dalam hidung mempunyai mekanisme membersihkan sendiri. Jika ada cairan atau


(35)

kotoran keluar, hanya bagian luarnya yang dibersihkan dengan menggunakan cotton bud atau tisu yang digulung kecil. Jika menggunakan jari maka jari benar-benar bersih. Jika hidung bayi mengeluarkan banyak lendir sangat banyak karena pilek, sedotlah keluar dengan penyedot hidung atau bayi diletakkan dalam posisi tengkurap untuk mengeluarkan cairan tersebut (Danuatmaja, 2003).

Mata dibersihkan dengan menggunakan kapas yang dibasahi air hangat. Kapas yang digunakan harus lembut. Jangan memaksa mengeluarkan kotoran di mata jika sulit. Jika sudah dibersihkan, mata bayi dipastikan bersih dari sisa kapas (Danuatmaja, 2003).

6. Popok

Pada bulan pertama, ibu akan sering mengganti popok hingga terkadang satu jam sekali. Meskipun merepotkan, penggantian popok sesering mungkin berguna untuk menghindari gatal-gatal dan merah pada kulit bayi yang masih peka (Danuatmaja, 2003).

Ada dua jenis popok bayi yaitu popok kain dan popok sekali pakai atau diapers. Popok kain murah, terbuat dari bahan alami seperti katun, flannel, dapat digunakan berkali-kali. Popok sekali pakai lebih mahal daripada popok kain tetapi mudah digunakan, memiliki banyak fitur, seperti bahan penyerap super, elastis pada kaki dan pinggang dan tetap kering (Tender Baby Care, 2009). Popok bayi diganti minimal setiap kali bayi selesai buang air. Jika menggunakan popok sekali pakai atau diapers, basahnya diapers jangan digunakan sebagai ukuran (Danuatmaja, 2003).


(36)

Diapers yang bermutu biasanya memberi tanda jika tiba saat mengganti popok, misalnya perubahan warna gambar diapers. Ibu tidak perlu membangunkan bayi yang sedang tidur untuk mengganti popoknya, kecuali jika terlalu basah dan tidak nyaman bagi bayi atau jika bayi buang air besar.

Adapun cara mengganti popok bayi yaitu sebelum mengganti popok, semua alat yang dibutuhkan disiapkan dan diusahakan mudah dijangkau. Alat-alat yang dibutuhkan adalah popok bersih, gumpalan kapas dan air hangat (untuk bayi di bawah satu bulan atau bayi yang mengalami gatal-gatal dan kulit merah), handuk kecil untuk mengeringkan, baju ganti (jika popok bocor dan mengotori baju), serta salep untuk gatal jika perlu. Setelah semua alat yang dibutuhkan disiapkan, ibu mencuci tangan dan mengeringkan tangan. Saat mengganti popok, bayi diajak bercakap-cakap atau diberi mainan agar tidak rewel. Jangan menggunakan alat atau kosmetik bayi sebagai mainannya karena bayi yang agak besar dapat memasukkan benda-benda tersebut ke dalam mulutnya. Isi popok diperhatikan, apakah bayi sudah selesai buang air. Setelah beres, baru popok ditarik keluar. Kedua kaki bayi diangkat lalu kelamin dan bokongnya dibersihkan dengan seksama. Sesudah bayi bersih, lalu bayi dipakaikan popok bersih dan popok atau diapers harus berukuran tepat agar tidak bocor dan jangan terlalu ketat karena bisa membuat kulit bayi lecet. Popok kotor disimpan di tempat tertutup sampai tiiba waktu dicuci, tinja padat dibuang ke toilet dan diapers dibungkus dengan kertas bekas sebelum dibuang ke tempat sampah (Danuatmaja, 2003).


(37)

7. Perawatan Alat Kelamin Bayi

Setiap kali mengganti popok laki-laki, alat kelamin dan pantat bayi harus dibersihkan. Air seni bayi menyemprot kemana-mana, jadi perut dan tungkainya harus dibersihkan. Bila tidak dibersihkan, sisa air seni dapat menyebabkan iritasi (William, 2003)

Adapun cara membersihkan alat kelamin bayi laki-laki yaitu alat kelamin dibersihkan dengan menggunakan sabun dan air. Untuk membersihkan penis dan lipatan-lipatannya digunakan kapas basah, tidak boleh memaksa menarik kulit luar dan membersihkan bagian dalam penis atau menyemprotkan antiseptik karena sangat berbahaya, kecuali jika kulit luar sudah terpisah dari glan, sesekali ibu bisa menarik dan membersihkan bagian bawahnya. Dengan kapas baru, anus dan bagian bokong dari arah anus ke luar dibersihkan lalu dikeringkan dengan tisu lembut, jangan buru-buru memakai popok tetapi biarkan terkena udara sejenak dan lipatan kulit dan bokong diolesi krim (Danuatmaja, 2003).

Sewaktu mengganti popok bayi perempuan, pantatnya dibersihkan dengan baik. Bagian dalam alat kelaminnya tidak perlu dibersihkan karena di daerah ini tidak terdapat banyak kotoran dan jika dibuka dapat mengakibatkan terjadinya infeksi. Membersihkan selalu dari depan ke belakang sehingga tidak menyebabkan bakteri masuk dari anus ke vagina (Williams, 2003).

Adapun cara membersihkan alat kelamin bayi perempuan yaitu alat kelamin dibersihkan dengan menggunakan sabun dan air. Untuk membersihkan bagian bawah kelamin digunakan gulungan kapas dan dilakukan dari arah depan ke belakang dan tidak perlu membersihkan bagian dalam vagina. Dengan kapas baru,


(38)

anus dan bagian bokong dibersihkan dari arah anus ke luar. Lalu dikeringkan dengan tisue lembut dan tetapi dibiarkan terkena udara sejenak sebelum memakai popok dan lipatan kulit dan bokong boleh diolesi krim (Danuatmaja, 2003).

3. KONSEP KEMANDIRIAN 3.1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) , kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Menurut Rahmawati (2005) dikutip dari Lie dan Prasasti (2004) menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegitan atau tugas sehari-hari atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya.

Kemandirian mempunyai lima komponen utama yaitu (1). Bebas, artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain (2). Progresif dan ulet, artinya berusaha untuk mengejar prestasi, tekun dan terencana dalam mewujudkan harapannya (3). Inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan penuh inisiatif, terkendali dari dalam dimana individu mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya serta mampu mempengaruhi lingkungan dan atas usahanya sendiri (5). Kemantapan diri (harga diri dan percaya diri ) termasuk dalam hal ini mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya (Masrun dalam Irianti Pergola, 1997) .


(39)

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol perilakunya dan menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung jawab, percaya diri dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil ketergantungannya pada orang lain.

3.2. Kemandirian Ibu dalam Perawatan Diri dan Bayinya

Berdasarkan teori keperawatan Self Care Deficit yang dikemukakan oleh Dorothea Orem, manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan dalam merawat dirinya sendiri. Konsep Orem dibedakan menjadi 3 teori utama yaitu self care, self care deficit dan nursing system.

1. Self care

Orem memandang individu sebagai agen yang mempunyai kekuatan dan kecenderungan memenuhi kebutuhan dirinya secara mandiri. Teori self care ini didasarkan pada empat konsep yaitu self care, self care agency, self care requisites dan theraupetic self care demand. Self care menunjukkan aktivitas menyeluruh dari individu secara mandiri dalam meningkatkan dan mempertahankan kehidupan serta kesejahteraan.

Self care agency adalah kemampuan yang kompleks dari individu untuk melakukan tindakan self care atau kemampuan untuk menjumpai seseorang untuk melanjutkan keperluan perawatan sesuai proses kehidupan,mempertahankan dan meningkatkan integritas struktur dan fungsi tubuh serta perkembangan dan kesejahteraan individu.


(40)

Self care agency meliputi kemampuan seseorang untuk mengenal kebutuhannya, merencanakan sesuatu dan melakukan sendiri self carenya. Self care agency dijabarkan oleh Orem pada tiga tipe sikap yaitu fundasional (fundational), kemampuan (enabling) dan operasional (operational). Sikap fundasional termasuk kemampuan seseorang dalam memperhatikan sensasi persepsi memori dan orientasi. Sikap mampu adalah kekuatan self care agency, yaitu kemampuan self care seseorang seperti pengetahuan, keterampilan self care, menilai status kesehatan, mobilitas, motivasi, membuat keputusan, kemampuan interpersonal, ketegaran, tujuan hidup. Sikap operasional adalah kemampuan seseorang untuk mengingat orang lain dan kondisi lingkungan serta faktor-faktor penting dalam melakukan self care, pembuatan keputusan tentang apa yang dapat dan harus dilakukan serta tindakan nyata dalam penampilan self care.

Self care agency dipengaruhi oleh faktor kondisi dasar yaitu umur, jenis kelamin, tingkat perkembangan, status kesehatan, sosial kultural, system pelayanan kesehatan, sistem keluarga, pola hidup, faktor lingkungan dan ketersediaan sumber pendukung.

Self care requistes ( kebutuhan self care) adalah tindakan-tindakan yang diambil atau yang dilakukan dalam memenuhi self care. Ada tiga self care requistes yaitu universal requistes yaitu berlaku umum untuk semua orang termasuk didalamnya eliminasi, udara, air, makanan, keseimbangan kebutuhan istirahat, solitut, interaksi social, pencegahan budaya, dan meningkatkan fungsi normal tubuh manusia, development requistes adalah hasil pematangan atau dihubungkan dengan kejadian-kejadian sepanjang hidup, theraupetic self care


(41)

demamd adalah menunjukkan semua aktivitas self care atau dengan kata lain merupakan semua tindakan yang dilakukan dalam mempertahankan keadaan sehat dan sejahtera.

2. Self Care deficit

Self care deficit timbul ketika self care agency yang tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan selfcare. Keterbatasan individu dapat diakibatkan oleh sakit, kecelakaaan, ataupun efek dari tindakan pengobatan/perawatan. Perawat dapat menbantu pasien melalui metode (helping method) yaitu melakukan atau membantu langsung, membimbing, pendidikan, member dukungan dan menyediakan lingkungan yang mendukung serta meningkatkan kemampuan pasien memenuhi self carenya.

3. Nursing system

Orem melihat bahwa perawatan adalah pelayanan untuk menolong seseorang dalam memenuhi self carenya. Pada system keperawatan ini perawat menggunakan kelima cara helping metode. Setiap cara tersebut digunakan pada tiga tipe system pelayanan keperawatan yaitu

(1). Perawatan total (wholly compensatory), individu belum mampu mengontrol dan memonitor lingkungan dan informasi dalam melakukan self carenya.

(2). Perawatan sebagian (partial compensatory), individu belum mampu melakukan beberapa atau sebagian dari aktivitas self carenya.

(3).Pendidikan dan dukungan (educative ssupportif), individu hanya membutuhkan pendidikan dan dukungan lebih lanjut dalam melakukan self care (Basford, 2006).


(42)

3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam perawatan diri dan bayinya selama early postpartum

Tingkat kemandirian terbagi atas mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat, ketergantungan total. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian ibu dalam melakukan perawatan diri dan bayinya selama early postpartum yaitu

a. Faktor masa lalu ibu

Melalui pengalaman di masa lalu sesorang dapat belajar cara merawat diri. Apabila ibu sudah mengenal manfaat perawatan diri atau tehnik yang akan dilakukan, maka ibu akan lebih mudah dalam melakukan perawatan diri pascabersalin. Contohnya jika ibu mengetahui atau pernah melakukan perawatan payudara sebelumnya, maka akan mempengaruhi perilaku perawatan diri ibu pascabersalin. Ibu lebih mudah belajar atau melakukan perawatan tersebut. Dalam hal ini pengalaman memberikan pengaruh pada perilaku ibu untuk melakukan perawatan diri pascabersalin. Pengalaman ibu dimana ibu yang multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya dan dapat lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya, dukungan dimana ibu yang mendapat dukungan dapat memperkaya kemampuan menjadi orangtua dan mengasuh anak (Bobak, 2004)

b. Faktor internal ibu pascabersalin

Faktor internal adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri. Aktivitas merawat diri akan berbeda pada setiap individu. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh usia, pendidikan, karakter, keadaan kesehatan, kebudayaan. Pada


(43)

usia ibu muda perawatan pascabersalin yang dilakukan akan berbeda dengan ibu yang memiliki usia lebih dewasa dimana ibu yang berusia lebih dari 35 tahun merasa bahwa merawat bayi baru lahir melelahkan secara fisik (Bobak, 2004). Demikian juga dengan pendidikan semakin tinggi pendidikan ibu, maka kepeduliannya terhadap perawatan diri semakin baik (Bobak, 2004). Kondisi fisik ibu setelah melahirkan dimana semakin cepat kesehatan ibu pulih setelah melahirkan, semakin menyenangkan sikapnya terhadap bayi dan ibu semakin yakin akan kemampuannya untuk melaksanakan peran ibu secara memuaskan (Saleha, 2009).

c. Faktor lingkungan ibu pascabersalin

Lingkungan akan terus berubah, jika memasuki suatu fase kehidupan yang baru akan selalu terjadi penyesuaian diri dengan lingkungan. Situasi ini dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan perawatan diri pascabersalin. Keluarga berperan sebagai sistem pendukung yang kuat bagi anggota-anggotanya, khususnya dalam penanganan masalah kesehatan keluarga. Seperti halnya ibu pascabersalin, maka anggota keluarga yang lain akan berusaha untuk membantu memulihkan kondisi kesehatannya ke kondisi semula. Fungsi keluarga dalam masalah kesehatan meliputi reproduksi, upaya membesarkan anak, nutrisi, pemeliharaan kesehatan , rekreasi dan memberi dukungan dimana ibu yang mendapat dukungan dapat memperkaya kemampuan menjadi orangtua dan mengasuh anak (Bobak, 2004).


(44)

d. Petugas kesehatan

Petugas kesehatan, khususnya perawat sangat berperan penting dalam mempengaruhi perilaku perawatan diri ibu pascasalin. Perawat merupakan orang yang dalam melakukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya. Selain itu perawat juga mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan yang berorientasi pada pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok, atau keluarga. Pemberian asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan kebutuhan dasar pasien. Di rumah sakit perawat adalah orang yang paling dekat dengan pasien, oleh sebab itu perawat harus mengetahui kebutuhan pasiennya. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan misalnya mengajarkan pada ibu postpartum bagaimana cara melakukan perawatan diri. Awalnya perawat dapat membantu ibu dalam melakukan perawatan diri pascasalin, kemudian anjurkan ibu untuk mengulanginya secara rutin dengan bantuan suami atau keluarga selanjutnya ibu akan mampu melakukan perawatan diri pascasalin secara mandiri (Hidayat, 2004).


(45)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum. Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan dalam skema berikut :

Skema 1. Kerangka penelitian tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum

Keterangan :

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti 2. DEFENISI OPERASIONAL

Perawatan Diri dan Bayi Baru Lahir (BBL) selama Early Postpartum Perawatan Ibu :

1. Luka insisi post seksio sesarea 2. Nutrisi

3. Ambulasi Dini 4. Perineum 5. Payudara 6. Miksi 7. Defekasi 8. Kebersihan diri

Perawatan BBL : 1. Memandikan bayi 2. Tali Pusar

3. Makanan 4. Imunisasi

5. Mata, Hidung, Telinga 6. Popok

7. Alat Kelamin

Tingkat kemandirian: • Mandiri

•Ketergantungan ringan •Keterngantungan sedang •Ketergantungan total Faktor yang mempengaruhi : •Usia Ibu •Tipe persalinan •Dukungan •Pengetahuan Ibu •Kondisi bayi •Jumlah persalinan •Kondisi kesehatan •Tingkat Kelelahan


(46)

No . Variabel Penelitian Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala 1. Tingkat

kemandirian

Kemampuan ibu nifas post seksio sesarea dalam melakukan

perawatan diri dan perawatan pada bayinya yang meliputi :

-Perawatan ibu : Perawatan

perineum, ambulasi dini, diet, miksi, defekasi, perawatan payudara,

perawatan kebersihan diri. -Perawatan bayi :

Perawatan alat kelamin, mengganti popok, pemberian makanan, dan perawatan hidung, telinga, mata. -Kuesioner dengan 14 pernyataan dengan jawaban melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain =2 memerlukan bantuan orang lain=1 dan tidak mampu=0 -Menggunakan metode wawancara dan observasi. Nilai tertinggi 22 dan nilai terendah 0 maka Mandiri= 18-22 Ketergan tungan ringan =12-17 Ketergan tungan sedang =6-11 Ketergan tungan total =0-5 Nominal


(47)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1.DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian adalah wadah menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif karena peneliti ingin mendapatkan gambaran tentang kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum.

2. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 2.1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu nifas post seksio sesarea yang telah bersalin di Rumah Sakit Adam Malik Medan dan Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan. Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan pada tanggal 15 Desember 2009, jumlah ibu yang melahirkan secara seksio sesarea di Rumah Sakit Adam Malik Medan rata-rata 36 orang dan hasil survey tanggal 20 April 2010 jumlah ibu yang melahirkan secara seksio sesarea di Rumah Sakit dr.Pirngadi rata-rata 10 orang.


(48)

2.2. Sampel penelitian

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan tehnik Convenience sampling yaitu dengan cara mengambil responden yang ada atau tersedia yang memenuhi kriteria (Arikunto,2005).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Ibu nifas post seksio sesarea hari ke lima postpartum

b. Ibu dan bayi dalam keadaan sehat atau tanpa komplikasi c. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik

d. Bersedia menjadi responden.

3. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Adam Malik Medan dan dr.Pirngadi Medan. Lokasi ini dipilih karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan dan melayani ibu-ibu yang bersalin secara seksio sesarea sehingga dapat diperoleh gambaran tentang tingkat kemandirian ibu nifas post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari-Mei 2010.

4. PERTIMBANGAN ETIK

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan dan rekomendasi dari Rumah Sakit Adam Malik Medan dan Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan. Peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Calon responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang


(49)

dilakukan kemudian peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika calon responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak-hak subjek. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi responden, tetapi hanya membuat kode pada lembar kuesioner.

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden. Kerahasiaan catatan menengenai data responden dijaga dan data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. INSTRUMEN PENELITIAN

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan teoritis. Kuesioner penelitian terdiri dari 2 bagian yaitu yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum.

5.1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi meliputi usia, agama, suku, pekerjaan, pendidikan, alasan seksio sesarea, jumlah persalinan. Data demografi ini berguna untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang berpengaruh dalam penelitian ini.


(50)

5.2. Kuesioner tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya Kuesioner aktivitas perawatan diri dan bayi terdiri dari perawatan diri ibu meliputi perawatan perineum, perawatan payudara, nutrisi, ambulasi dini, miksi, defekasi. Perawatan bayi meliputi mengganti popok, perawatan alat kelamin, makanan, perawatan mata, hidung, telinga. Kuesioner tingkat kemandirian terdiri dari dari 11 butir pernyataan dimana 7 pernyataan untuk perawatan diri ibu dan 4 pernyataan untuk perawatan bayi selama early postpartum dengan ketentuan untuk jawaban melakukan sendiri tanpa dibantu orang lain diberi skor 2, memerlukan bantuan orang lain diberi skor 1 dan tidak mampu diberi skor 0. Berdasarkan rumusan statistik Hidayat (2007),

p =rentang/banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan dan r merupakan rentang kelas (selisih nilai tertinggi dan terendah) sebesar 22 dan 4 kategori kelas sebesar maka didapatkan panjang kelas sebesar 5. Menggunakan p= 5 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama dan nilai tertinggi 22 maka tingkat kemandirian dikategorikan dengan kelas interval sebagai berikut, mandiri bila skor 18-22, ketergantungan ringan bila skor 12-17, ketergantungan sedang bila skor 6-11 dan ketergantungan total skor 0-5

5.3. Uji validitas dan Reliabilitas

Uji validitas instrumen bertujuan untuk menegtahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang diukur (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji validitas dilakukan dengan metode validitas isi yaitu instrumen dibuat mengacu pada isi dengan


(51)

memberikan konsep yang digunakan dan instrumen yang telah disusun oleh ahli dalam bidangnya. Ahli yang diminta untuk melakukan uji validitas adalah satu orang dosen keperawatan maternitas yaitu Ibu Nur Afidarti dan satu dokter obstetri dan ginekologi yaitu Bapak Dr. Syamsul Arifin SpOG.

Proses validasi diberikan dengan memberikan keterangan mengenai tujuan penelitian, selanjutnya Ibu Nur Afidarti dan Bapak Syamsul Arifin SpOG menelaah lebih lanjut isi proposal untuk proses validasi. Kemudian instrumen dikatakan valid oleh Ibu Nur Afidarti dan Bapak Syamsul Arifin, SpOG.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama (Notoatmodjo, 2005). Uji dilakukan sebelum mengumpulkan data kepada 10 orang responden. Uji tes ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputerisasi dengan analisis Cronbach Alpha. Untuk istrumen yang baru akan reliabel jika memiliki reliabilitas (r) lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995).

6. PENGUMPULAN DATA

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan kemudian peneliti mengajukan permohonan izin pada Rumah Sakit Adam Malik Medan. Setelah mendapat persetujuan dari pihak rumah sakit, maka peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

Setelah dua bulan melakukan penelitian di RSUP Adam Malik Medan, peneliti hanya mendapatkan 10 orang sampel. Kemudian peneliti mengajukan


(52)

permohonan izin pelaksanaan pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan kemudian peneliti mengajukan permohonan izin pada Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan. Setelah mendapat persetujuan dari pihak rumah sakit maka peneliti melaksanakan pengumpulan data.

Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data pada calon responden. Pasien yang sesuai kriteria dan bersedia menjadi responden diberikan informed consent. Setelah mendapat persetujuan dari responden pengumpulan data dimulai. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung kepada responden. Kemudian lembar kuesioner diisi oleh peneliti sendiri yang terdiri dari sebanyak 11 pernyataan.

Untuk item perawatan luka yang dinilai adalah kemampuan ibu mengganti balutan, menilai ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan membersihkan luka. Adanya prosedur tetap di Rumah Sakit Adam Malik dan Rumah Sakit dr. Pirngadi tentang perawatan luka post seksio sesarea bahwa penggantian balutan dilakukan pada hari kelima atau menjelang pulang ke rumah oleh dokter maka kemandirian ibu untuk perawatan luka tidak dilakukan peneliti karena perawatan luka semua ibu hari kelima post seksio sesarea dilakukan oleh dokter bedahnya.

Untuk item kemandirian ibu memandikan dan merawat tali pusar bayi juga tidak dinilai peneliti dalam penelitian ini karena adanya prosedur di Rumah Sakit Adam Malik dan Rumah Sakit dr. Pirngadi bahwa memandikan dan merawat tali pusar dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Setelah tiga bulan melakukan penelitian di Rumah Sakit Adam Malik Medan dan satu bulan di Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan, peneliti mengumpulkan


(53)

responden sebanyak 16 orang dari Rumah Sakit Adam Malik dan 6 orang dari Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan. Setelah kuesioner terkumpul secara lengkap, peneliti kemudian menganalisa data.

7. ANALISA DATA

Setelah semua data terkumpul maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap yaitu editing, mengecek nama dan kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, dilanjutkan dengan koding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk memudahkan dalam melakukan tabulasi dan analisa data.

Analisa yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dengan menentukan persentasi jawaban dari setiap responden. Analisa data dilakukan dengan menggunakan tehnik komputerisasi. Hasil analisa data baik data demografi dan kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya dalam bentuk statistik deskriptif yang terdiri dari tabel distribusi frekwensi dan persentase.


(54)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum di RSUP Adam Malik Medan dan Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari sampai dengan Mei 2010 di RSUP Adam Malik Medan Ruang Rindu B1 dan RS dr. Pirngadi Medan dengan jumlah responden sebanyak 16 orang dari RSUP Adam Malik dan 6 orang dari RS Pirngadi. Penelitian dilakukan di RS Pirngadi karena kurangnya sampel yang ada di Adam Malik. Responden dalam penelitian ini adalah ibu post seksio sesarea early postpartum (hari kelima) di RSUP Adam Malik Medan dan RS dr. Pirngadi Medan.

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini mencakup karakteristik demografi responden dan tingkat kemandirian responden dalam melakukan perawatan diri dan bayinya selama early postpartum.

1.1 Data Demografi

Data demografi responden dapat dilihat pada tabel.1 yang meliputi usia, agama, suku, pekerjaan, pendidikan, jumlah persalinan dan alasan seksio sesarea. Dari 22 orang responden diperoleh bahwa rentang usia responden dimulai dari 23 tahun sampai 40 tahun , 77,3% responden beragama Islam, 45,5% dari responden bersuku Batak, 90,9% responden ibu rumah tangga, 63,6 % tingkat pendidikan


(55)

SMA, 63,6% dengan riwayat persalinan multipara dan 36,4% responden melahirkan secara seksio sesarea karena panggul sempit.

Tabel.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Data Demografi Responden di RSUP Adam Malik Medan dan Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan (n = 22 orang)

Data Demografi Responden Frekuensi Persentase (%)

Usia 23 1 4,5

24 1 4,5

25 4 18,2

26 2 9,1

28 3 13,6

29 1 4,5

31 3 13,6

32 1 4,5

34 2 9,1

36 1 4,5

37 1 4,5

38 1 4,5

40 1 4,5

Agama Islam 17 77,3

Kristen 5 22,7

Budha 0 0

Hindu 0 0

Suku Jawa 9 40,9

Batak 10 45,5

Melayu 3 13,6

Minang 0 0

Aceh 0 0

Pekerjaan PNS 0 0

Petani 1 4,5

Pedagang 1 4,5

IRT 20 90,9

Pendidikan SD 2 9,1

SLTP 5 22,7

SMA 14 63,6

Perguruan Tinggi 1 4,5

Persalinan Primipara 8 36,4

Multipara 14 63,6

Alasan Operasi Ketuban Pecah Dini 3 13,6

His Lemah 2 9,1

Placenta Previa Totalis 4 18,2

Letak Sungsang 3 13,6

Bayi besar 2 9,1


(56)

2.1 Tingkat Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya selama early postpartum

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP Adam Malik Medan dan RS dr. Pirngadi tentang tingkat kemandirian ibu dalam perawatan diri dan bayinya selama early postpartum (perawatan luka insisi, perawatan perineum, perawatan payudara, ambulasi dini, eliminasi feses, eliminasi urine, kebutuhan nutrisi, kebutuhan kebersihan diri, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan mata, telinga, hidung bayi, perawatan kelamin bayi, mengganti popok bayi, memberi ASI pada bayi ), didapat gambaran tingkat kemandirian ibu dalam perawatan diri dan bayinya selama early postpartum seperti yang dapat dilihat dalam tabel 2 berikut:

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kemandirian Responden dalam perawatan diri dan bayinya selama early postpartum post seksio sesarea

Pernyataan Frekuensi Persentasi (%)

Kemandirian ibu dalam melakukan perawatan perineum

a. Mandiri 5 22,7

b. Dibantu orang lain 10 45,5

c. Tidak mampu 7 31,8

Kemandirian ibu dalam melakukan Perawatan payudara

a. Mandiri 11 50,0

b. Dibantu orang lain 9 40,9

c. Tidak mampu 2 9,1

Kemandirian ibu dalam melakukan ambulasi dini

a. Mandiri 14 63,6

b. Dibantu orang lain 8 36,4


(57)

Kemandirian ibu dalam eliminasi feses

a. Mandiri 15 68,2

b Dibantu orang lain.

c Tidak mampu 7 31,8

Kemandirian ibu dalam eliminasi urine

a. Mandiri 19 86,4

b. Dibantu orang lain 3 13,6

c. Tidak mampu 0 0

Kemandirian ibu dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri

a. Mandiri 8 36,4

b. Dibantu orang lain 10 45,5

c. Tidak mampu 4 18,2

Kemandirian ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi

a. Mandiri 17 77,3

b. Dibantu orang lain 5 27,3

c. Tidak mampu 0 0

Kemandirian ibu dalam melakukan perawatan mata, telinga, hidung bayi

a. Mandiri 8 36,4

b. Dibantu orang lain 2 9,1

c. Tidak mampu 12 54,5

Kemandirian ibu dalam melakukan perawatan kelamin bayi

a. Mandiri 5 22,7

b. Dibantu orang lain 11 50,0

c. Tidak mampu 6 27,3

Kemandirian ibu dalam mengganti popok bayi

a. Mandiri 5 22,7

b. Dibantu orang lain 11 50,0

c. Tidak mampu 6 27,3

Kemandirian ibu dalam menyusui bayi

a. Mandiri 17 77,3

b. Dibantu orang lain 3 13,6

c. Tidak mampu 2 9,1

Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa 45,5% dibantu orang lain dalam melakukan perawatan perineum, 50% ibu mandiri dalam melakukan perawatan


(58)

feses secara mandiri, 86,4% dapat melakukan eliminasi urine secara mandiri, 45,5% ibu dibantu dalam memenuhi kebutuhan kebersihan dirinya, 77,3% ibu dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara mandiri. Terkait dengan perawatan bayi baru lahir dimana tindakan menyusui bayi 77,3% ibu mampu melakukannya secara mandiri, 54,5% tidak mampu dalam melakukan perawatan mata, telinga, hidung bayi, 50,0% ibu tidak mampu dalam melakukan perawatan kelamin bayi, 50% ibu mandiri dalam mengganti popok bayi.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kemandirian Ibu dalam Melakukan Perawatan Diri dan Bayinya selama Early Postpartum

Karakteristik Skor Frekuensi Persentase (%) Mandiri 18-22 0 0

Ketergantungan Ringan 12-17 18 81,81 Ketergantungan Sedang 6-11 4 18,18 Ketergantungan Total 0-5 0 0

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama early postpartum dalam kategori mandiri sebanyak 0 orang (0%), ketergantungan ringan sebanyak 18 orang (81,81%), ketergantungan sedang sebanyak 4 orang (18,18%) dan ketergantungan total sebanyak 0 orang (0 %).


(59)

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik Demografi Responden

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 4 orang (18,2 %) responden berusia 35-40 tahun. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan fisik dan mental seseorang dalam menghadapi masalah. Pada usia ibu muda perawatan pascabersalin yang dilakukan akan berbeda dengan ibu yang memiliki usia lebih dewasa dimana ibu yang berusia lebih dari 35 tahun merasa bahwa merawat bayi baru lahir melelahkan secara fisik (Bobak, 2004). Hal ini sesuai dengan yang peneliti dapatkan dalam penelitian ini yaitu hampir semua responden (3 orang) yang memiliki tingkat ketergantungan yang lebih tinggi berada pada usia 35-40 tahun.

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar dari responden berpendidikan SMA yaitu 14 orang (63,6%) . Hal ini sudah sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi yang menyebutkan bahwa faktor-faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu diantaranya adalah tingkat pendidikan dan pekerjaan, dimana tingkat pendidikan yang lebih baik dapat mendorong seseorang untuk mendapatkan atau bersedia untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan yang diharapkan. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap peran serta dalam perkembangan kesehatan ( Handayani, 2009). Semakin tinggi pendidikan ibu, maka kepeduliannya terhadap perawatan diri dan bayinya semakin baik (Wildani, 2009). Oleh karena itu, ada kemungkinan sebagian responden berada pada tingkat ketergantungan ringan adalah karena


(60)

besarnya motivasi yang ada mereka, dimana motivasi tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang sudah memadai dan berada pada usia dewasa muda.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa responden sebanyak 14 orang (63,6%) adalah multipara. Paritas seorang ibu akan sangat berpengaruh pada kesehatan dan pengalaman ibu dalam perawatan pascabersalin (Juliani, 2009). Multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya dan dapat lebih mudah beradaptasi terhadap perannya Primipara mungkin memerlukan dukungan yang lebih besar dan tindak lanjut yang mencakup rujukan ke badan bantuan dalam masyarakat (Bobak, 2004)

2.2 Kemandirian Ibu Post Seksio Sesarea dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Early Postpartum

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui tidak ada ibu post seksio sesarea hari kelima postpartum yang mampu mandiri penuh dalam melakukan semua perawatan diri dan bayinya dan ada sebanyak 4 orang (18,18%) ibu post seksio sesarea berada pada ketergantungan sedang dalam melakukan perawatan diri dan bayinya selama early postpartum. Peneliti mendapatkan data tambahan saat penelitian yang menunjukkan sebab ketergantungan sedang pada sebagian responden adalah karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman ibu dalam perawatan diri dan bayi, ketakutan ibu karena adanya luka insisi serta karena faktor lingkungan ibu dimana keluarga yang melakukan perawatan ibu dan bayi tanpa melibatkan ibu dan ibu memiliki pembantu di rumah untuk melakukan


(61)

aktivitas sehari-hari. Jadi peneliti berasumsi ada kemungkinan ibu berada pada kategori ketergantungan sedang bukan karena ibu tidak mampu (faktor fisik) tetapi karena faktor psikologisnya. Menjadi orangtua merupakan satu proses yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen bersifat keterampilan kognitif dan motorik dan komponen bersifat emosional atau psikologis (Steele dalam Bobak, 1968).

Menurut teori Orem ketergantungan berat seorang pasien disebabkan karena kurangnya kekuatan self care agency yaitu kurangnya kemampuan self care seperti pengetahuan, keterampilan, motivasi yang dipengaruhi faktor usia ibu, sistem keluarga dan lingkungan. Selama early postpartum ibu post seksio sesarea mengalami self care deficit karena keterbatasan yang diakibatkan oleh luka insisi. Seorang perawat profesional bertanggung jawab dalam membantu klien dan keluarga untuk mencapai kemandiriannya. Kemandirian ibu nifas bisa tercapai bila kegiatan asuhan keperawatan didasari adanya kerjasama yang baik antara perawat dalam memberikan pengetahuan dan motivasi kepada ibu nifas dalam memenuhi kebutuhan klien ibu nifas. Kemandirian pada ibu nifas sangat penting karena setelah pulang, ibu harus mampu merawat diri dan bayinya untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat bahwa tidak ada ibu yang mandiri melakukan perawatan diri dan bayinya dan terdapat 18 orang (81,81%) ketergantungan ringan dalam melakukan perawatan diri dan bayinya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Arianto (2009) bahwaselama satu sampai dua minggu pertama, ibu akan memerlukan seseorang untuk membantu ibu dalam melakukan


(62)

perannya. Johnson (2004) juga berpendapat bahwa kemandirian ibu untuk mengatasi perannya yang baru tergantung pada kesehatan fisiknya. Dimana setelah melahirkan secara seksio sesarea ibu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan organ-organ tubuh kembali seperti sebelum hamil dan perawatan yang lebih lama dibandingkan dengan persalinan yang dilakukan secara alami (Kasdu, 2003).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 14 orang (63,6%) ibu mandiri dalam melakukan ambulasi dini. Setelah dua belas jam operasi, ibu sudah mampu menggerakkan kaki dan tungkai bawah (Kasdu, 2003) dan selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga dan kelima post operasi (Mochtar, 1998).

Kemandirian ibu dalam melakukan eliminasi uirine dinilai dengan cara apakah ibu sudah dapat melakukannya sendiri atau masih menggunakan bantuan kateter. Dari hasil penelitian tentang kemandirian ibu dalam melakukan eliminasi urine didapat bahwa sebanyak 19 orang (86,4 %) sudah mandiri. Menurut Kasdu (2003) bahwa pada hari kedua setelah operasi, dokter akan memperbolehkan ibu buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter. Tetapi jika ada perlukaan pada kandung kemih, kateter bisa dipasang sampai tujuh hari setelah operasi.

Kemandirian ibu dalam melakukan BAB dinilai dengan cara apakah ibu sudah dapat melakukannya sendiri atau harus menggunakan laksan supositoria. Hasil penelitian sebanyak 15 orang ( 68,2 %), ibu sudah dapat buang air besar. Menurut Kasdu (2003) bahwa pada umumnya ibu akan buang air besar pada hari


(1)

Hidayat, A.A. (2007). Penghantar Konsep Keperawatan, Edisi 2, Jakarta: Salemba Medika.

Hanafiah. T.M. (2004). Perawatan Masa Nifas. Diambil tanggal 7 September

2009 dari

Indah. (2009). Perawatan tubuh usai melahirkan. Diambil tanggal 13 Oktober 2009 dari http://www.tabloid-nakita.com/

Irianti, Pergola. (1997). Profesi Pustakawan dan Kemandirian. Diambil tanggal 24 September 2009 dari http://lib.ugm.ac.id/.

Johnson, Rut. (2004). Buku Ajar Praktik Kebidanan, Jakarta: EGC

Karsono, B, dkk. (1990). Kedacilin Dosis Tunggal sebagai Antibiotik Profilaksis pada Seksio Sesarea, Jakarta: POGI

Kasdu, Dini. (2003). Operasi Sesar: Masalah dan Solusinya, Jakarta: Puspa Swara

Kuswari, Septiana. (2009). Perawatan Luka Post Seksio Sesarea. Diambil tangga l

7 Januari 2010 dar

Ladewig, Patricia, dkk. (2005). Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir, EGC: Jakarta

Lestari, Nila. (2005). Efektivitas Kompres Hangat terhadap Terjadinya Flatus pada Ibu Post Seksio Sesarea. Diambil tanggal 10 Juni 2010 dari

Manuaba, Ida Bagus Gede. (1999). Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta: ECG.

Martius, Gerhard. (1997). Bedah Kebidanan Martius, Jakarta: ECG Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Murkoff, Heidi. (2007). Mengatasi Trauma Pascapersalinan, Klaten: Image Press.


(2)

Musbikin, Imam. (2006). Persiapan Menghadapi Persalinan Dari Perencanaan Kehamilan Sampai Mendidik Anak, Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Novita, Liza. (2007). Tinjauan Lama Perawatan Pasca Seksio Sesarea di

Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari -31 Desember 2006. Diambil tanggal 12 Desember 2009 dari http://www.scribd.com.

Prawirohardjo, S. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Pritchard & Gant, Macdonal. (1991). Obstetri Williams, Surabaya: Airlangga University Press.

Polit & Hungler. (2002). Nursing Research: Principles and Methods, Edisi 7, Philadelphia: Lippincott

Rahmawati, Hindun Sri. (2005). Perbedaan Kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu pada siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun 2004/2005. Diambil tanggal 23 September 2009 dari

Rayburn, William F. (2001). Obstetri dan Ginekologi, Jakarta: Widya Madika. Saifuddin, Abdul Bari. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saleha, Siti. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Jakarta: Salemba Medika.

Sikhan. (2009). Standar Asuhan Keperawatan Nifas. Diambil tanggal 24 September 2009 dari http://id.shvoong.com.

Simkin, Penny, dkk. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan dan Bayi, Jakarta: ARCAN

Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, Yogyakarta: Andi


(3)

Tenreng. (2008). Asuhan Keperawatan Post SC. Diambil tanggal 10 Januari 2010

dar

Tender Baby Care. (2009). Child care is very important part in family lifestyles.

Diambil tanggal 13 September 2009 dari

United States Agency International Development. (2007). Family Planning for Women During the Postpartum Period: A community Approach.America: Diambil tanggal 24 September 2009 darihttp://www.esdproj.org/

Williams, DR.Frances. Baby Care : Pedoman Merawat Bayi, Jakarta: Penerbit Erlangga


(4)

Lampiran 3 KUESIONER TINGKAT KEMANDIRIAN IBU POST SEKSIO SESARIA DALAM MELAKUKAN PERAWATAN DIRI DAN BAYINYA

SELAMA EARLY POSTPARTUM (HARI KE-5)

Sejauhmana tingkat kemandirian ibu dalam melakukan perawatan diri dan bayinya selama early postpartum di RSUP Adam Malik Medan. Berilah tanda checklist ( ) pada salah satu kolom untuk setiap jawaban yang paling sesuai.

No Pernyataan Tingkat Kemandirian Melakukan sendiri tanpa dibantu orang lain Dibantu orang lain Tidak mampu 1. Kemandirian ibu dalam

melakukan perawatan luka insisi

2 Kemandirian ibu dalam melakukan perawatan perineum

3 Kemandirian ibu dalam

melakukan perawatan payudara

4. Kemandirian ibu dalam melakukan ambulasi dini 5 Kemandirian ibu dalam

eliminasi feses

6 Kemandirian ibu dalam eliminasi urine

7 Kemandirian ibu dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri


(5)

a. Mandi b. Berpakaian

8 Kemandirian ibu dalam memenuhi nutrisi

9 Kemandirian ibu dalam memandikan bayi

10. Kemandirian ibu dalam merawat tali pusar bayi

11. Kemandirian ibu dalam melakukan perawatan mata, telinga, hidung bayi

12 Kemandirian ibu dalam melakukan perawatan kelamin bayi

13 Kemandirian ibu dalam mengganti popok bayi

14. Kemandirian ibu dalam menyusui bayi


(6)

Lampiran 9

CURRICULUM VITAE

Nama : Ester D Nababan

Nim : 061101079

Agama : Kristen

Alamat : Jln. Jamin Ginting, Gg. Sedar No. 3C, Padang Bulan Medan

Tempat/Tanggal Lahir : Nagasaribu/27 Februari 1988 Riwayat Pendidikan :

1. 1994 – 2000 : SD N 173545 NAGASARIBU 2. 2000 – 2003 : SLTP N 3 NAGASARIBU

3. 2003 – 2006 : SMA N 1 SIBORONG-BORONG 4. 2006 – : FAKULTAS KEPERAWATAN USU