Uraian Umum Kondisi Bendung Sunggam Lama

22

BAB II Kondisi Eksisting Bendung Sunggam

II.1 Uraian Umum

Bendung adalah bangunan yang dapat menampung air yang dapat dipergunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya: sumber air irigasi, pembangkit tenaga listrik, pembudidayaan ikan, dan pariwisata I mada kamiana, 2011. Tubuh bendungan utama, bendungan pengelak, terowongan pengelak, dan spillway adalah merupakan komponen-komponen bangunan yang biasanya terdapat dalam suatu bendungan. Bendungan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: bendungan beton dan bendungan urugan. Bendungan beton adalah bendungan yang bahan konstruksi tubuh bendungan utamanya adalah beton. Sedangkan bendungan urugan adalah bendungan yang bahan konstruksinya adalah timbunan batu dan batu. Dalam pembangunannya, karena kondisi alam memungkinkan atau mengharuskan, maka dapat saja dalam suatu bangunan bendungan terdapat beberapa jenis bendungan. Contoh jenis bendungan melengkung dapat menggabungkan kekuatan gaya berat dan busur dalam menjaga kestabilan. Bendungan yang panjang dapat dibuat dari beton pada bagian sungainya, termasuk spillway dan pintu air pembuangnya, sedangkan sisa panjangnya merupakan sayap bendungan yang terdiri dari urugan batu dan tanah. Universitas Sumatera Utara 23 Untuk menunjang proses perencanaan bendung maka berbagai teori dan rumus- rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama ketika pengolahan data, desain rencana dan rehabilitasi bangunan air yang mengacu kepada kriteria perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum terutama pada Kriteria Perencanaan 02 dan Kriteria Perencanaan 06.

II.2 Kondisi Bendung Sunggam Lama

Secara geografis letak bendung sunggam ′ 16. U dan ′ 32. T dengan elevasi 121 m. Sungai yang mengaliri bendung sunggam adalah sungai Panantanan, yang merupakan sumber air yang dapat mengaliri tiga desa yaitu : siunggam jae, siunggam tonga, siunggam julu berada dalam satu kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara. Gambar 2.1 lokasi penelitian Sumber : PU Paluta Universitas Sumatera Utara 24 Oleh karena jebolnya bendung lama dimana material berupa pasangan batu kali maka pembangunan bendung baru dengan material beton cor akan dikerjakan., instrumen bendung sudah mulai aus dan banyaknya ditemukan sedimen berupa material pada bendung seperti terlihat pada gambar berikut: : Gambar 2.2 Foto badan bendung mercun bendung yang rusak Universitas Sumatera Utara 25 Gambar 2.3 Pintu air yang sudah rusak Universitas Sumatera Utara 26

II.2.2 Kondisi Hidraulik dan Morfologi Sungai Panantanan

 Pola kecepatan aliran pada waktu debit banjir yang dapat dilihat dengan mata telanjang adalah sedang,  Tinggi muka air normal adalah + 1,5 m.  Potensi dan Distribusi angkutan sedimen yang terjadi pada Sungai Panantanan adalah berupa tanah longsoran yang terdapat pada tebing-tebing sungai.  Palung sungai relatif berbelok-belok, tetapi arah aliran bendung tegak lurus terhadap sumbu bendung  Lebar sungai 13 m  Luas Daerah Aliran Sungai DAS 52,384 Km 2

II.2.3 Gambar Bendung Sunggam Lama

Bendung Sungai Panantanan mempunyai data sebagai berikut sumber : PU.Paluta gambar dilampirkan. Gambar 2.4 Dimensi Bendung Lama Universitas Sumatera Utara 27 1. Panjang Badan Bendung = 15,6 m, 2. Ketinggian bendung dari dasar sungai adalah = 2.2 m, lebar atas mercu = 0.80 m 3. Dalam pondasi badan bendung = 1,20 m, lebar pondasi dalam = 1.80 m Gambar 2.5 Sketsa bendunng Sumber : PU Paluta Universitas Sumatera Utara 28

BAB III STUDY LITERATUR DAN METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Kerangka Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisa hidrologi,analisa hidrolis yang disesuaikan dengan Kriteria Perencanaan 02 dan 06. Adapun data-data yang mendukung terhadap metode ini diambil dari data-data primer dan sekunder yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Bagan alir tahapan kegiatan penelitian secara skematis disajikan berikut ini: Universitas Sumatera Utara 29 Gambar 3.1 Kerangka Penelitian JUDUL TUGAS AKHIR ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN DAN REHABILITASI BENDUNG SUNGGAM DI KABUPATEN PADANG LAWAS – SURVEI LAPANGAN Pengambilan Foto bendung yang rusak PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER  Buku dan Jurnal  Internet  Peneliti Terdahulu DATA SEKUNDER  Data Curah Hujan Harian Maksimum  Gambar Bendung Lama  Data Tanah ANALISA DATA Analisa Hidrologi dan Menentukan Metode yang Dipakai KESIMPULAN DAN SARAN SELESAI MULAI Analisis Kerusakan Bendung Lama dan Analisis Rehabilitasi Universitas Sumatera Utara 30 Dalam rangka mencapai tujuan dalam penelitian sangatlah diperlukan terlebih dahulu metodologi penelitian dengan membuat diagram alir flow chart. Maksud dari pengerjaan metodologi ini adalah: a. Untuk merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya, dengan tujuan untuk mengefisienkan waktu dan sumber daya. b. Menentukan metoda yang akan dipergunakan dalam mengolah dan menganalisis data serta membahas model yang sudah di tetapkan, hal ini sangat penting dan mempengaruhi kebutuhan data, waktu dalam analisis dan kualitas hasil penelitian. III.2 Tahapan Penelitian Adapun tahapan penelitian pada studi ini meliputi pengumpulan data yang terdiri dari studi literatur dan studi lapangan data pengamatan sendiri dan data laporan, pengolahan data lokasi penelitian, data curah hujan dan data literatur penyajian data hasil analisis data dan pembahasan dan kesimpulan. III.2.1 Pengumpulan Data a. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyelesaian laporan. Selain itu studi literatur dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapatmenjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang mempunyai relevan dalam pembahasan tugas akhir ini. Serta masukan dari dosen pembimbing. Universitas Sumatera Utara 31 b.Studi lapangan  Data pengamatan sendiri Data pengamatan sendiri adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran oleh penulis di lokasi penelitian guna mengetahui lokasi penelitian. Pertama peneliti melakukan pengambilan gambar langsung ke lapangan dengan memakai kamera hp. Sebagaimana foto-foto nya di gambar 2.3 dan gambar 2.4 dan selanjutnya peneliti meminta data bendung lama berupa gambar pada Dinas Pekerjaan Umum, Padang Lawas Utara.  Data laporan Data laporan adalah data yang mendukung dan memberikan gambaran umum dan hala-hal yang mencakup penelitian yang melaporkan oleh pihak lain. Pengumpulan data laporan didapat dari instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan seperti Kantor Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas Utara dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG.  Data bendung lama Data bendung lama dan bendung berupa gambar autocad yang telah digambar oleh Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Padang Lawas Utara. Untuk gambar dari bendung lama digambar ulang.  Data curah hujan Data yang digunakan adalah data curah hujan 10 tahun terakhir mulai tahun 2005 s.d 2014 pada Kecamatan Padang Bolak Julu, Padang Lawas Utara pada stasiun Universitas Sumatera Utara 32 Aek Godang. Pengumpulan data diperoleh pada instansi terkait melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG, Kabupaten Padang Lawas Utara. III.4 Analisa Hidrologi III.4.1 Analisa hidrologi yang dilakukan, meliputi :  Menghitung luas daerah aliran sungai DAS untuk mengetahui luasan daerah dan panjang sungai yang akan di bahas.sesuai dengan buku kamiana,2010. • Menentukan metode yang akan dipakai dalam menghitung debit banjir melalui uji sebaran dengan persyaratan yang telah ditentukan dalam buku Kamiana, 2010 dan setelah itu di uji lagi dengan chi-kuadrat. • Perhitungan debit banjir rencana. • Perhitungan debit banjir rencana pada periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 30 tahun, 50 tahun dan 100 tahun. Inventarisasi Data Stasiun Curah Hujan a. Stasiun Gunung tua adalah stasiun yang mencatat curah hujan harian yang terjadi di tempat penelitian. luas DAS yang digunakan diperoleh dari data sekunder oleh pihak Pekerjaan Umum Padang Lawas Utara. b. Umur pencatat curah hujan minimum 10 tahun dengan catatan bahwa data yang hilang tidak tercatat selama jangka waktu pengamatan tidak terlalu banyak. Mengadakan pengamatan langsung di lapangan tentang keadaan bendung dengan kondisi yang ada. Universitas Sumatera Utara 33 III.4.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulangreturn periode analisa frekuensi maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik. Dengan mengurutkan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Parameter statistik dengan sebaran normal sebagai berikut : Tabel 3.1 : Analisis Statistik Data Curah Hujan Stasiun NO � � � - X̅ � - X̅ � - X̅ � - X̅ 1 � 2 � 3 � N ∑ = X̅ maka diperoleh parameter sebagai berikut :  Curah hujan rata-rata : X̅ = ∑ x i= i= ....................... 4-1  Standar deviasi Sd = √∑ x−x̅̅̅ n �= − ................... 4-2 Untuk memperkirakan besar curah hujan dengan berbagai periode ulang maka dilakukan analisa frekuensi terhadap data curah hujan. Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam mengestimasi besar curah hujan untuk berbagai periode ulang yaitu : Metode Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, Log-Person Type III. Universitas Sumatera Utara 34 Distribusi Normal Distribusi ini mempunyai ‘probability density function’ sebagai berikut: X T = X̅ + K T S Dengan : X T = hujan rencana dengan periode ulang T X̅ = nilai rata-rata dari data hujan K T = faktor frekuensi S = standar devisiasi X̅ = ∑ x � �= � S = √ ∑ ��−X̅ �− Sumber : kamiana,2010  Distribusi Log-Normal ‘Probability density function’ distribusi ini adalah: Log X T =log X̅ + K T x S log X Log X T = nilai log hujan rencana log X̅ = nilai rata-rata dari log X K T = stadart devisiasi S log X = faktor frekuensi  Distribusi Log Person III Simpangan baku S = √ ∑ ��− � � �= �− � = � ∑ �− � �− �− Universitas Sumatera Utara 35 Log X T = nilai log hujan rencana log X̅ = nilai rata-rata dari log X  Distribusi Gumbel S = √ ∑ ��−� �− = 9,058 � = � ∑ �− � �− �− = 0,556 � = � ∑ − ̅̅̅̅̅ �− �− �− � � Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut : Tabel 3.2. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran No Jenis sebaran Syarat Hasil Perhitungan Ket 1 Normal Cs = 0 Ck = 3 2 Log Normal Cs ln X = 0 Ck ln X = 3 3 Log Person - Type III Cs ln X 0 Ck ln X =1,54CslnX2 +3 4 Gumbel Cs = 1,14 Ck = 5,4 Universitas Sumatera Utara 36 III.4.3. Uji Kesesuaian Data Curah Hujan Setelah kita tetapkan jenis sebaran yang akan digunakan maka terlebih dahulu diuji dengan metoda kwadrat terkecil dan uji Smirnov-Kolmogorav. Jika sesuai, maka jenis sebaran yang dipilih tersebut dapat digunakan. Uji Chi – Square Uji Chi – Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaanShahin, 1976: 186 : x = ∑ − = ................................................4-3 dimana : k = 1 + 3,22 Log n OF = nilai yang diamati EF = nilai yang diharapkan Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan α. Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut : DK = JK - P + 1 ................................................... 4-4 dimana :DK = derajat kebebasan JK = jumlah kelas P = faktor keterikatan untuk pengujian Chi Square mempunyai keterikatan 2 Universitas Sumatera Utara 37 III.5. Analisa Debit Banjir Perhitungan debit banjir dengan menggunakan : a. Metode empiris b. Statistik atau probabilitas Debit banjir yang dianalisa untuk periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 30 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun. A. Metode Empiris Dalam metode empiris dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum, dilakukan dengan langkah-langkah : a. Stasiun curah hujan dipilih yang berada pada DAS Sungai Panantanan. b. Dari data curah hujan harian maksimum pencatat dipilih data terbesar. dengan kejadian yang sama, akan memberikan peluang terjadinya banjir. c. Curah hujan wilayah harian maksimum dicari dari stasiun, dengan terlebih dahulu menghitung koefisien pengaruh masing-masing stasiun terhadap DAS Sungai Panantanan diperoleh dari data. Dengan demikian maka diperoleh n data curah hujan wilayah selama n tahun pengamatan. Debit banjir rencana menggunakan metoda empiris antara lain: a. Metode Weduwen b. Metode Melchior c. Metode Haspers Universitas Sumatera Utara 38 Dari keempat metode diatas yang sahih digunakan untuk berbagai ragam luasan daerah aliran sungai DAS hanyalah metode Haspers, sedangkan untuk metode Woduwen hanya sahih digunakan untuk luasan DAS kurang dari 100 Km2. serta metode Melchior sahih untuk luas DAS lebih besar dari 100 Km2. Karena itu, dalam suatu analisis harus senantiasa dilakukan dengan 2 dua metode dimana metode Haspers senantiasa bisa dijadikan sebagai pembanding. Sungai Panantanan memiliki luas DAS sebesar 98,764 km2, sehingga metode yang dapat digunakan yaitu metode weduwen. A. Metode Der Weduwen Metode der weduwen adalah salah satu metode umum yang digunakan untuk menghitung debit maksimum dengan luas daerah hujan yang lebih kecil dari 100 Km 2 . der weduwen menurunkan rumus – rumus untuk hitung atau memperkirakan debit puncak untuk curah hujan maksimum Rn dengan periode ulang rencana dengan memperhitungkan lamanya hujan t, pengurangan luas tangkapan hujan didaerah aliran sungai. Dalam penggunaanwen metode weduwen, perlu dicatat bahwa waktu t adlah merupakan waktu hujan kritis yang mengacu kepada terjadinya waktu puncak. Rumus der weduwen dalam menghitung debit puncak dibuat untuk curah hujan sehari sebesar 240 mm yakni sebagai berikut : Qn = . .qn.A = 1 – 4,1 . Qn + 7 = 120 + t + 1 At +9120+A qn = Rn240 x 67,65t + 1,45 t = 0,25 L.Q -0,125 .i -0,25 Universitas Sumatera Utara 39 Dimana : Qn = Debit banjir dengan periode ulang n tahun, m 3 detik Rn = Curah hujan maksimum harian dengan periode ulang n tahun, mm = Koefisian limpasan hujan . = Koefisien pengurangan luas untuk curah hujan di daerah aliran sungai qn = Luasan curah hujan m 3 det.Km 2 dengan periode n tahun A = Luas daerah aliran Km 2 t = Lamanya hujan, jam L = Panjang jalan air, Km i = Kemiringan jalan air rata-rata L = Panjang sungai dari ujung hulu sampai titik pengamatan km V = 72 ∆ , .............................................................................4 -12. III.6. Analisa Stabilitas Perencanaan teknis bendung dilakukan untuk menentukan kekuatan dari tubuh bendung untuk mampu menahan gaya yang bekerja pada tubuh bendung tersebut. Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti penting dalam perencanaan adalah: a tekanan air, dalam dan luar b tekanan lumpur sediment pressure c gaya gempa d berat bangunan III.6.1 Gaya-Gaya yang Bekerja III.6.1.1 Gaya Berat Universitas Sumatera Utara 40 Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang ditinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah yang terlemah. Gambar 3.2 Potongan terlemah bendung Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang garis kerjanya melewati titik berat konstruksi. Gambar 3.3 Gaya berat tubuh bendung Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk segitiga segitiga, segi enpat atau trapesium. Karena peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang di perhitungkan adalah luas bidang kali berat jenis kontruksi untuk pasangan batu kali biasanya di ambil 1,80 . Universitas Sumatera Utara 41 III.6.1.2 Gaya Gempa Untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia, maka gaya gempa harus di perhitungkan terhadap kontruksi. Gaya gempa sebesar, K = f . G Dimana : f = koefisien gempa. G = berat kontruksi. Gaya gempa ini berarah horizontal, kearah yang berbahaya yang merugikan, dengan garis kerja yang melewati titik berat kontruksi. Sudah tentu juga ada komponen vertikal,tetapi ini relatift tidak berbahaya di bandingkan dengan komponen yang horizontal. Harga f tergantung dari lokasi tempat kontruksi sesuai dengan peta zone gempa. III.6.1.3 Tekanan Lumpur Apabila bendung sudah ber-exploitasi, maka akan tertimbun endapan di depan bendung. Endapan ini diperhitungkan sebagian tinggi mercu. Universitas Sumatera Utara 42 Gambar 3.3 Tekanan lumpur P = × �� × × −� � ∅ +���∅ Dimana : = b.d lumpur biasanya diambil 1,6 ∅ = sudut geser dalam dari silt repose angle III.6.1.4 Gaya Hidrostatis Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus ditinjau pada waktu air banjir dan waktu air normal air di muka setinggi mercu dan di belakang kosong. Di samping itu ditinjau pula terdapat pengaliran dimana mercu tenggelam dan mercu tidak tenggelam. 1 Mercu tidak tenggelam W = × × a × h W = × × a × h² W = × × a × 2h1 – h W = × × h × 2h1 – h W = × × b × h2 W = × × h2² Universitas Sumatera Utara 43 Gambar 3.4 Gaya hidrostatis kondisi air normal dan banjir Untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya ada lapisan air yang mengalir di atas mercu.Tetapi karena lapisan ini biasanya tidak tebal, dan disamping itu kecepatannya besar, maka untuk keamanan lapisan ini tidak diperhitungkan. Lain halnya dengan mercu tenggelam, yang lapisannya lebih tebal. 2 Mercu Tenggelam. Pada saat air normal adalah sama dengan peristiwa mercu tidak tenggelam. Pada saat air banjir keadaannya sebagai berikut : Gambar 3.5 Gaya hidrostatis kondisi air banjir Universitas Sumatera Utara 44 W = × × a × 2h1 – h W = × × h × 2h1 – h W = × × c × h1 – h + d W = × × a × h2 + d W = × × h2² III.6.1.5 Uplift-pressure Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang. Gambar 3.6 Tekanan pada tiap titik sudut Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah : Ux = Δ − x Σ Δ +ℎ2−Δ +ℎ�− x Σ Δ Ux = Hx − x Σ Δ Universitas Sumatera Utara 45 Dimana : Ux = uplift-pressure titik X Hx = ingginya titik X terhadap air di muka X = panjang creep line sampai ketitik X ABCX L = jumlah panjang creep line ABCXDE H = beda tekanan Dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui. Dilihat dari rumus di atas maka teoritis uplift-pressure kemungkinan dapat bernilai positif maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya tidak akan terjadi oleh karena adanya liang-liang renik di antara butir-butir tanah, sehingga akan berhubungan dengan atmosphere. Jadi untuk tekanan negative ini besarnya dianggap nol. Gambar 3.7 Uplift-pressure Gaya uplift di bidang XD adalah : UXD = 12.b Ux + Ud dan bekerja pada titik berat trapesium. Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula maka uplift dapat dianggap bekerja 67 nya. Jadi bekerja uplift-pressure antara 67sampai 100. Universitas Sumatera Utara 46 III.6.1.6 Anggapan-Anggapan Stabilitas Gambar 3.8 Potongan yang paling lemah Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat perhitungan itu sendiri, maka diadakan anggapan-anggapan sebagai berikut : a. Peninjauan potongan vertical adalah pada potongan-potongan yang paling lemah dalam hal ini potongan 1-1 dan 2-2. b. Lapisan puddle tetap berfungsi. c. Titik guling pada peninjau vertical di atas adalah titik A. d. Konstruksi di bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu bendung. e. Harus dipehitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air, yaitu muka air banjir dan muka air normal. f. Ditinaju pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan : -tempat yang Universitas Sumatera Utara 47 dianggap terlemah. III.7 Syarat-Syarat Stabilitas a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan harus masuk kern. Gambar 3.9 Daerah kern b. Momen tahanan Mt harus lebih besar dari momen guling Mg. Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2,0. fk ≥ Σ Σ ; fk = factor keamanan c. Konstruksi tidak boleh bergeser Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,2 dan 2,00. fk = ΣV Σ . fk = faktor keamanan. f = koefisien gesekan antara konstruksi dan dasarnya. d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang Universitas Sumatera Utara 48 diijinkan. �� ≤ ͞�g e. Setiap titik pada seluruh konstruksi tidak boleh terangkat oleh gaya keatas balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah. Gambar 3.10 Balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah III.8 Pemeriksaan Terhadap Daya Dukung Tanah Daya dukung tanah sangat penting dalam kestabilan bangunan untuk menahan gaya-gaya yang bekerja di atasnya, tanah harus mampu memikul beban di atasnya tanpa mengalami kegagalan geser ataupun disertai dengan penurunan yang dapat ditolerir. Ada banyak metode untuk menghitung daya dukung tanah, diantaranya adalah metode persamaan daya dukung tanah Terzaghi, Mayerhofr, Hansen, Vesic dan lain- lainnya. Namum metode-metode tersebut tidak dapat mendapat daya dukung puncak suatu pondasi, melainkan suatu pendekatan. 1. Persamaan daya dukung tanah menurut Terzaghi Universitas Sumatera Utara 49 Menurut Terzaghi, suatau pondasi dapat didefinisikan suatu sebagai pondasi dangkal apabila kedalaman Df, adalah kurang atau sama dengan lebar pondasi. Beat tanah sebelah kiri dan kanan pondasi sama denagan kedalaman pondasi, diganti dengan beban terbagi rata q dengan persamaan q = .Df q = 2b x 1 + w = 2Pp + 2C sin ∅ diaman b = B2 w = berat massa tanah yang bekerja = b 2 tan ∅ C = gaya kohesi yang bekerja = c bcos ∅ qu = beban persatuan luas sehingga persamaan dapat ditulis sebagai berikut : qu = 2Pp + 2 bc tan ∅ - b 2 tan ∅ Tekanan pasif dalam persamaan merupakan kontrubusi dari berat tanah , kohesi c, beban luar surcharge berat tanah di kanan dan kiri pondasi dari muka tanah sampai dasar pondasinya diberi simbol q, maka untuk selanjutnya dapat dituliskan menjadi : Pp = ½ b tan ∅ 2.K + c b tan∅. Kc + q b tan∅.Kq Universitas Sumatera Utara 50 Tabel 3.3. faktor gesek berdasarkan material di bawah pondasi TIPE PONDASI KAPASITAS DAYA DUKUNG TANAH Menerus qult = c Nc + q Nq + 0,5 B N Empat persegi panjang qult =1,3 c Nc + q Nq + 0,4 B N Lingkaran qult = 1,3Nc + q Nq + 0,3 B N Sedangkan faktor daya dukung tanah menurut Terzaghi ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.4. faktor daya dukung tanah menurut Terzaghi ∅, deg Nc Nq N Np 5.7+ 1 10.8 5 7.3 1.6 0.5 12.2 10 9.6 2.7 1.2 14.7 15 12.9 4.4 2.5 18.6 20 17.7 7.4 5.0 25 25 25.1 12.7 9.7 35 30 37.2 22.5 19.7 52 34 52.6 36.5 35 35 57.8 41.4 42.4 82 40 95.7 81.3 100.4 141 45 172.3 173.3 297.5 298 48 258.3 287.9 780.1 Universitas Sumatera Utara 51 Tabel 3.5. faktor keamaan daya dukung tanah Jenis kegagalan Jenis pondasi SF Geser Pekerjaan tanah, bendungan, urugan dll 1,2-1,6 Geser Konstruksi penahan dinding 1,5,2 Geser Galian yang dipotong sementara 1,2-1,5 Geser Pondasi telapak, pondasi setempat 1,-2-1,5 Rembesan Tarikan keatas, naiknya dasr galian erosi ke bawah 1,5-2,5 3,5 Universitas Sumatera Utara 52

BAB IV ANALISIS KERUSAKAN PADA BENDUNG SUNGGAM LAMA DAN

REHABILITASI BENDUNG BARU

IV.1. Menghitung luas Daerah Aliran Sungai DAS Panantanan