Analisis Penyebab Kerusakan dan Rehabilitasi Bendung Sunggam di Kabupaten Padang Lawas Utara-Sumatera Utara
ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN DAN REHABILITASI
BENDUNG SUNGGAM DI KABUPATEN PADANG LAWAS
UTARA-SUMATERA UTARA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas
–
tugas dan memnuhi syarat untuk
menempuh colloqium doctum / ujian sarjana teknik sipil
OLEH:
SADDAM HUSEIN HRP
09 0404 176
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(2)
ABSTRAK
ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN DAN REHABILITASI SUNGGAM KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA-SUMATERA UTARA BENDUNG
Bendung Sunggam merupakan salah satu bendung dengan pasangan batu kali yang artinya bendungan ini dibangun dengan bahan konstruksi tubuh bendungan utamanya adalah batu kali. Fungsi bendung ini adalah untuk mengaliri daerah pertanian disekitarnya seluas ± 150 Ha.
Bendung sunggam berada di Kabupaten Padang Lawas Utara. Bendung ini dialiri sungai Panantanan yang panjangnya ± 15 km. Kondisi sekitar sungai Panantanan hutan yang mengikuti alur dari sungai.
Metode yang digunakan dalam menentukan debit banjir periode ulang 100 tahun adalah metode kombinasi Der Weduwen-Haspers 136,947 m3/detik dan kombinasi Der Weduwen-log person III 137,872 m3/detik.
Berdasarkan analisa gaya dan hasil perhitungan gaya untuk peninjauan gaya guling dan geser pada bendung lama, Faktor keamanan untuk guling pada saat banjir adalah 0,48 (tanpa gempa), 0,51 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 1,1. Faktor keamanan untuk guling pada saat normal adalah 1,5 (tanpa gempa), 1,65 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 2,0. Dan perhitungan gaya yang bekerja pada bendung yang direncanakan, Faktor keamanan untuk guling pada saat normal adalah 1,6 (tanpa gempa), 1,8 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 2,10. Faktor keamanan untuk guling pada saat banjir adalah 1,7 (tanpa gempa), 1,6 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 2,12. Sedangkan nilai dukung tanah izin yang diperoleh dengan metode Terzaghi adalah qa = 1,33 kg/cm 2.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat ditarik kesimpulan penyebab kerusakan pada bendung Sunggam lama tidak amannya terhadap geser, guling pada saat banjir. Pada perencanaan bendung baru sudah aman terhadap geser dan guling, dan bisa jadi acuan untuk pembangunan bendung baru.
(3)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir
dengan judul “ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN DAN REHABILITASI
BENDUNG SUNGGAM KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA-SUMATERA UTARA.”. Laporan Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:
1. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam mengarahkan, membimbing, dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda H.Usman Hrp dan Ibunda Hj. Tiamas Siregar tercinta yang telah memberikan do’a, motivasi, semangat, dan nasehat kepada saya. Kakak Dermawati Hrp, Dermawan Hrp, Efridayanti Hrp dan abang-abang saya Hedi Syaputra Hrp, Anwar Sahala Hrp, Musonnip Hrp dan adik saya Makmur Efendi Hrp, terima kasih atas dukungan dan do,a yang diberikan kepada saya.
3. Saya ucapkan khusus banyak terima kasih pada teman saya AGUS BUDIMAN
SIKUMBANG S.T yang sangat banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Terima kasih saudara ku semoga cita-cita kita semua tercapai, Amin.
(4)
4. Teman–teman seperjuangan Dewi Tambunan, Ali Idris, Sandi Prawira Sinaga, Bambang Kennedy, Mahasiswa/i Program Studi Teknik Sipil angkatan 2009 serta para sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Teruna Jaya, Msc selaku ketua Jurusan Teknik Sumber Daya Air. 6. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada pihak – pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya. Kak Lince dan bang Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dikemudian hari. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, April 2015
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR NOTASI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Rumusan Masalah ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 4
1.7 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN KONDISI BENDUNG SUNGGAM LAMA ... 7
2.1 Tinjauan Umum ... 7
2.2 Kondisi Bendung Sunggam Lama ... 8
2.2.1. Keadaan Topografi ... 9
2.2.2. Gambar Bendung Sunggam Lama ... 10
BAB III STUDI LITERATUR DAN METODOLOGI PENELITIAN 12 3.1 Kerangka Penelitian ... 12
3.2 Tahapan Penelitian ... 14
3.2.1 Pengumpulan Data ... 14
(6)
3.4 Analisa Hidrologi ... 18
3.4.1 Analisa Hidrologi Yang Dilakukan ... 18
3.4.2 Perhitungan Curah Hujan Rencana ... 19
3.4.3 Uji Kesesuaian Data Curah Hujan ... 22
3.5 Analisa Debit Banjir... 23
3.6 Analisa Stabilitas ... 26
3.6.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja ... 26
3.6.1.1 Gaya Berat ... 26
3.6.1.2 Gaya Gempa ... 27
3.6.1.3 Tekanan Lumpur... 28
3.6.1.4 Gaya Hidrostatis ... 28
3.6.1.5 Up-Lift Pressure ... 30
3.6.1.6 Anggapan-Anggapan Stabilitas ... 32
3.7 Syarat-Syarat Stabilitas ... 33
3.8 Pemeriksaan Terhadap Daya Dukung Tanah ... 35
BAB IV ANALISIS KERUSAKAN PADA BENDUNG SUNGGAM LAMA... 38
4.1. Menghitung Luas DAS Sunjgai Panantanan ... 38
4.2. Analisa Hidrologi ... 39
4.2.1 Pengolahan Data Curah Hujan ... 39
4.2.2 Distribusi Probabilitas Curah Hujan Maksimum Harian ... 40
4.2.3 Penentuan Pola Distribusi Hujan ... 41
4.2.4 Perhitungan Curah Hujan Rencana Dengan Metode Log-Person III ... 48
4.2.5 Perhitungan Uji Kesesuaian Distribusi Log-Person III ... 49
4.2.6 Menentukan Nilai Chikuadrat ... 50
(7)
4.2.8 Perhitungan Curah Hujan Rencana Dengan Metode
Haspers ... 54
` 4.3 Perhitungan Debit Banjir ... 58
4.3.1 Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Der Weduwen 58 4.3.2 Kombinasi Metode Weduwen Haspers ... 60
4.3.3 Kombinasi Metode Der Weduwen- Log Person III ... 61
4.4 Analisis Stabilitas Bendung Lama ... 63
4.4.1 Pada Kondisi Air Banjir ... 64
4.4.2 Kondisi Daya Dukung Pondasi ... 75
4.4.3 Pada Kondisi Air Normal ... 78
4.4.4 Kondisi Daya Dukung Pondasi ... 87
4.5 Analisis Stabilitas Bendung Baru ... 89
4.5.1 Pada Kondisi Air Normal ... 90
4.5.2 Pada Kondisi Air Banjir ... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 114
5.1. Kesimpulan ... 111
5.2. Saran... 112
DAFTAR PUSTAKA ... xii
(8)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian
Gambar 2.2 Foto Badan Bendung Yang Rusak Gambar 2.3 Foto Pintu Air Yang Rusak
Gambar 2.4 Dimensi Bendung Lama
Gambar 2.5 Sketsa Bendung
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
Gambar 3.2 Potongan Terlemah Bendung
Gambar 3.3 Gaya Berat Tubuh Bendung
Gambar 3.4 Tekanan Lumpur
Gambar 3.5 Gaya Hidrostatis Kondisi Air Normal Dan Banjir Gambar 3.6 Tekanan Pada Tiap Titik Sudut
Gambar 3.7 Up-Lift Pressur
Gambar 3.8 Potongan Yang Paling Lemah Gambar 3.9 Daerah Keern
Gambar 3.10 Balance Antara Tekanan Keatas Dan Tekanan Ke Bawah
Gambar 4.1 Peta Luas DAS
Gambar 4.2 Kondisi Air Banjir Pada Bendung Lama Gambar 4.3 Sketsa Perhitungan Berat Bendung Lama
Gambar 4.4 Aliran Rembesan
Gambar 4.5 Sketsa Gaya Up-Lift
(9)
Gambar 4.7 Sketsa Kondisi Air Normal Pada Bendung Lama
Gambar 4.8 Sketsa Perhitungan Berat Bendung Lama
Gambar 4.9 Aliran Rembesan
Gambar 4.10 Sketsa Gaya Up-Lift
Gambar 4.11 Gaya Hidrostatis
Gambar 4.12 Sketsa Kondisi Air Normal Pada Bendung Baru
Gambar 4.13 Sketsa Perhitungan Berat Bendung Baru Gambar 4.14 Aliran Rembesan
Gambar 4.15 Sketsa Gaya Up-Lift
Gambar 4.16 Gaya Hidrostatis
Gambar 4.17 Sketsa Kondisi Air Banjir Pada Bendung Baru
Gambar 4.18 Aliran Rembesan
Gambar 4.19 Sketsa Gaya Up-Lift
(10)
DAFTAR NOTASI
A Luas daerah pada polygon n (k� )
Be Lebar Efektif Bendung
C Koefisien Kemencengan
C Koefisien Kurtosis
CV Koefisien Variasi
Cd Koefisien Debit (Cd = C . C . C ) g Percepatan gravitasi (m/dtk )
H Kedalaman air dari dasar saluran (m)
H Tinggi Energi (m)
hf Kehilangan energi karena gesekan dasar saluran KT factor Frekuensi
L panjang alur sungai (km)
Log XT nilai logaritmatis hujan rencana dengan periode ulang T tahun n jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan
Q debit puncak banjir (� /detik)
Qa limpasan sebelum mencapai debit puncak (� /detik)
Q limpasan sesudah mencapai debit puncak (� /detik) R̅ curah hujan daerah (mm)
R Curah hujan pada stasiun n (mm)
R hujan satuan (mm)
S Standar Deviasi
(11)
t durasi curah hujan (menit)
T tenggang waktu (time log) dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam). T , waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30% dari debit puncak (jam) tg waktu konsentrasi (jam)
V Kecepatan rata – rata (m/dtk) X data hujan atau debit ke-i X̅ nilai rata-rata dari X
XT Hujan rencana dengan periode ulang T tahun
X tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana (mm)
Y Nilai Reduced Variete
Y Nilai Reduced Mean
Z Ketinggian dasar saluran dari garis referensi (m)
α konstanta
χ Metode Uji Chi-Kuadrat χ parameter Chi-Kuadrat Kritis
W Besar gaya hidrostatis (kg)
Berat jenis air (kg/m3)
h kedalam air (m)
Ps Tekanan horizontal (kg/m)
Na koefisien tekanan lateral
Ni berat bahan deposit yang terbenam (ton/m3)
d Kedalaman lumpur (m)
(12)
n Tinggi ambang ujung
V Kecepatan
Z faktor yang tergantung kepada letak geografis
koefisien gempa
G berat bendung (kg/m)
(13)
DAFAR TABEL
Tabel 3.1 Analisis Statistik Data Curah Hujan Stasiun
Tabel 3.2 Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran
Tabel 3.3 Faktor Gesek Berdasarkan Material Dibawah Pondasi
Tabel 3.4 Faktor Daya Dukung Tanah Menurut Terzaghi
Tabel 3.5 Faktor Keamanan Daya Dukung Tanah
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Maksimum Harian padang lawas utara tahun 2005-2014
Tabel 4.2 Urutan Peringkat Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata Dengan Metode Rata-Rata Aljabar
Tabel 4.3 Parameter Statistik Sebaran Normal Tabel 4.4 Parameter Statistk Sebaran Logaritma
Tabel 4.5 Parameter Statistk Sebaran Log-Person Type III Tabel 4.6 Parameter Statistk Sebaran Gumbel
Tabel 4.7 Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran
Tabel 4.8 Nilai K Untuk Harga Cs=1,459
Tabel 4.9 Perhitungan Nilai Chikuadrat
Tabel 4.10 Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5,10,25,30,50,100 Tahun Metode Log-Person III
Tabel 4.11 Standard Variable
Tabel 4.12 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Haspers
Tabel 4.13 Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5,10,25,30,50,100 Tahun Metode Haspers
(14)
Tabel 4.14 Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5,10,25,30,50,100 Tahun Metode Log-Person III dan Metode Haspers
Tabel 4.15 Ringkasan Debit Banjir Metode Der Weduwen-Haspers
Tabel 4.16 Ringkasan Debit Banjir Metode Der Weduwen-Log Person III Tabel 4.17 Ringkasan Debit Banjir Rencana Beberapa Metode
Tabel 4.18 Ringkasan Perhitungan
Tabel 4.19. Rekapitulasi Gaya Akibat Berat Bendung Lama Tabel 4.20. Rembesan Dan Tekanan Air (Lane)
Tabel 4.21. Perhitungan Gaya Horizontal Dan Vertikal Untuk Up-Lift Pada Kondisi Banjir
Tabel 4.22 Perhitungan Gaya Hidrostatis Pada Kondisi Banjir Tabel 4.23 Kontrol Stabilitas Bendung Lama Pada Saat Banjir Tabel 4.24 Rekapitulasi Kondisi Tanah Bendung Sunggam Tabel 4.25 Rekapitulasi Gaya Akibat Berat Bendung Lama Tabel 4.26 Rembesan Dan Tekanan Air (Lane)
Tabel 4.27 Perhitungan Gaya Horizontal Dan Vertikal Untuk Up-Lift Pada Kondisi Normal
Tabel 4.28 Kontrol Stabilitas Bendung Lama Pada Saat Normal Tabel 4.29 Rekapitulasi Gaya Akibat Berat Bendung Baru Tabel 4.30 Rembesan Dan Tekanan Air (Lane)
Tabel 4.31 Perhitungan Gaya Horizontal Dan Vertikal Untuk Up-Lift Pada Kondisi Normal
Tabel 4.32 Kontrol Stabilitas Bendung Lama Pada Saat Normal Tabel 4.33 Rekapitulasi Gaya Akibat Berat Bendung Baru Tabel 4.34 Rembesan Dan Tekanan Air (Lane)
(15)
Tabel 4.35 Perhitungan Gaya Horizontal Dan Vertikal Untuk Up-Lift Pada Kondisi Banjir
Tabel 4.36 Gaya Hidristatis
(16)
ABSTRAK
ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN DAN REHABILITASI SUNGGAM KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA-SUMATERA UTARA BENDUNG
Bendung Sunggam merupakan salah satu bendung dengan pasangan batu kali yang artinya bendungan ini dibangun dengan bahan konstruksi tubuh bendungan utamanya adalah batu kali. Fungsi bendung ini adalah untuk mengaliri daerah pertanian disekitarnya seluas ± 150 Ha.
Bendung sunggam berada di Kabupaten Padang Lawas Utara. Bendung ini dialiri sungai Panantanan yang panjangnya ± 15 km. Kondisi sekitar sungai Panantanan hutan yang mengikuti alur dari sungai.
Metode yang digunakan dalam menentukan debit banjir periode ulang 100 tahun adalah metode kombinasi Der Weduwen-Haspers 136,947 m3/detik dan kombinasi Der Weduwen-log person III 137,872 m3/detik.
Berdasarkan analisa gaya dan hasil perhitungan gaya untuk peninjauan gaya guling dan geser pada bendung lama, Faktor keamanan untuk guling pada saat banjir adalah 0,48 (tanpa gempa), 0,51 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 1,1. Faktor keamanan untuk guling pada saat normal adalah 1,5 (tanpa gempa), 1,65 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 2,0. Dan perhitungan gaya yang bekerja pada bendung yang direncanakan, Faktor keamanan untuk guling pada saat normal adalah 1,6 (tanpa gempa), 1,8 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 2,10. Faktor keamanan untuk guling pada saat banjir adalah 1,7 (tanpa gempa), 1,6 (saat gempa), sedangkan tinjauan gaya geser sebesar 2,12. Sedangkan nilai dukung tanah izin yang diperoleh dengan metode Terzaghi adalah qa = 1,33 kg/cm 2.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat ditarik kesimpulan penyebab kerusakan pada bendung Sunggam lama tidak amannya terhadap geser, guling pada saat banjir. Pada perencanaan bendung baru sudah aman terhadap geser dan guling, dan bisa jadi acuan untuk pembangunan bendung baru.
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bendung merupakan bangunan air, dimana perencanaan dan pelaksanaannya berbagai disiplin ilmu yang mendukung, seperti ilmu hidrologi, hidrolika, irigasi, teknik sungai, pondasi, dan ilmu lingkungan untuk menganalisis dampak lingkungan dalam pembangunan bendung tersebut.
Bendungan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: bendungan beton dan bendungan urugan. Bendungan beton adalah bendungan yang bahan konstruksi tubuh bendungan utamanya adalah beton. Bendungan urugan adalah bendungan yang bahan konstruksi tubuh bendungan utamanya adalah timbunan batu dan tanah. Dalam pembangunannya, karena kondisi alam memungkinkan atau mengharuskan,maka dapat saja dalam satu bendungan terdapat lebih dari 1 jenis bendungan. Contoh jenis bendungan melengkung dapat menggabungkan kekuatan gaya berat dan busur dalam menjaga kestabilan (kamiana, 2010).
Fungsi bendungan ada beberapa macam seperti: sebagai pembangkit listrik, menstabilkan aliran air/irigasi, mencegah banjir dan untuk bangunan pengalih. Biasanya di negara kita bendungan dibangun untuk mengaliri daerah pertanian. Kerusakan pada bagian bendung biasanya disebabkan kelebihan debit air yang direncanakan, erosi dan faktor alam lainnya.
Badan bendungan adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan struktur lain
(18)
yang spesifik, Kekuatan air memberikan listrik yang disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan untuk menyediakan listrik bagi jutaan konsumen. Bagian utama terdiri dari beberapa komponen yaitu : Pondasi adalah bagian dari bendungan yang berfungsi untuk menjaga kokohnya bendungan. Dan bagian ini perlu perhitungan konstruksi yang teliti untuk menentukan ukuran (dimensi) bendung agar mampu menahan muatan-muatan yang bekerja padanya dalam keadaan apapun (Soedibyo, 2003).
Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab kerusakan bendung sunggam dan rekomendasi upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan, ataupun gambaran perencanaan apabila mengalami kerusakan pada yang akan datang. Maka dalam hal ini peneliti melakukan tahap – tahapan yang tertera pada bab berikutnya.
I.2 Identifikasi masalah
Seiring dengan majunya teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan ditambah pembangunan dan pertumbuhan penduduk saat ini, kita selalu mengahadapi berbagai masalah yang harus menuntut kita untuk bisa mencari solusi dari masalah-masalah tersebut.
Pada awalnya Daerah Irigasi Sungai Panantanan terdiri dari beberapa free intake yang dapat mengairi areal sawah seluas 150 ha. Namun semua free intake yang ada saat ini sudah tidak berfungsi lagi secara optimal sehingga areal sawah tidak dapat diairi sama sekali. Dalam merencanakan pemilihan lokasi bendung, dan perencanaan dimensi bendung diperlukan perencanaan yang cukup matang dalam jumlah data serta juga informasi yang komplit dan menyeluruh.
(19)
Permasalahan yang ditemui adalah stabilitas tubuh bendung terganggu atau rusak dan bendung tidak berfungsi.
Dengan penyebab kerusakan tubuh bendung dan tidak berfungsinya bendung sebagaimana mestinya, yang akan diperbaiki dan selanjutnya dapat dilakukan pemeliharaan bendung yang baru dan lebih aman.
I.3 Perumusan masalah
Berdasarkan penjelasan tentang kondisi bendung sunggam yang diuraikan diatas, maka permasalahan utama adalah sebagai berikut :
1. Bendung lama yang rusak sehingga daerah irigasi tidak dapat dialiri secara baik. 2. Umur bendung sudah tua sehingga daya tahan tubuh bendung terhadap tekanan air
jadi lemah.
3. Debit banjir lewat spillway cukup besar sehingga tubuh bendung mendapat benturan oleh hanyutan benda lain di sungai.
4. Menganalisis penyebab kerusakan bendung yang lama dan membuat perencanaan bendung baru dengan acuan debit rencana hasil pengolahan data curah hujan tempat penelitian.
I.4 Pembatasan Masalah
Dalam penyempurnaan penelitian ini diperlukan pembahasan yang lebih spesifik atau pengembangan yang dilakukan peneleliti-peneliti lain. Dan untuk itu adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah meliputi :
1. Survei dan pengumpulan data teknis bendung Sunggam lama dan perencanaan bendung baru.
2. Studi literatur mengenai standar perencanaan bendung.
(20)
bendung yang baru.
4. Hanya melakukan peninjauan kerusakan pada mercu bendung lama dengan acuan debit banjir yang dianalisis dan untuk perencanaan mercu bendung baru.
5. Tidak merencanakan bangunan bendung pelengkap lainnya.
6. Data hidrologi hanya dari data curah hujan pada Stasiun BMKG tempat penelitian. 7. Analisis curah hujan hanya 10 tahun terakhir adalah tahun 2005 s.d 2014
pada Stasiun BMKG Gunung Tua, Padang Lawas Utara. Data ini menghitung curah hujan maksimum pada periode ulang Tertentu guna mengetahui debit banjir maksimum pada lokasi studi.
8. Analisis stabilitas bendung untuk menghitung keamanan struktur/bangunan bendung.
I.5 Tujuan dan Mamfaat Penelitian.
I.5.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis kerusakan bendung lama dan merencanakan mercu bendung baru pada Bendung Sunggam disesuaikan dengan Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan Irigasi 02).
I.5.2 Mamfaat
Dengan penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat meninjau kembali perencanaan bendung sehingga dapat memberikan masukan guna kemaksimalkan fungsi dan keamanan bendung.
(21)
I.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup atau batasan pembahasan, metodologi penulisan serta sistematika penulisan tugas akhir ini.
Bab II: Kondisi Eksisting Bendung Sunggam
Pada bab ini akan diuraikan mengenai keadaan topografi bendung Sunggam, kondisi hidrolik dan morfologi sungai Panantanan dan gambar bendung Sunggam Lama.
Bab III: Study Literatur dan Metodologi Penelitian
Bab ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan penulis yang akan menampilkan bagaimana kerangka pemikiran dari keseluruhan penelitian ini dengan membahas semua tahapan secara umum mulai dari survei lapangan, identifikasi masalah maka dari itu diperoleh masalah yang akan dibahas. Study literatur berupa rumus – rumus yang digunakan meliputi tentang cara perhitungan yang digunakan dalam menghitung debit banjir dengan analisa hidrologi, menganalisis hidrolisnya dan analisa stabilitas untuk keamanan bendung serta member gambaran lokasi penelitian.
(22)
Bab IV: Pengolahan Data Hasil Penelitian
Berisikan pembahasan mengenai data-data hasil survei mencakup kondisi bendung serta hasil perhitungan dari debit banjir dengan meninjau hidrolis dan analisa stabilitas bendung.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Selain itu juga akan diberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya atau untuk pengembangan lokasi penelitian di masa mendatang.
(23)
BAB II
Kondisi Eksisting Bendung Sunggam
II.1 Uraian Umum
Bendung adalah bangunan yang dapat menampung air yang dapat
dipergunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya: sumber air irigasi, pembangkit tenaga listrik, pembudidayaan ikan, dan pariwisata (I mada kamiana, 2011).
Tubuh bendungan utama, bendungan pengelak, terowongan pengelak, dan spillway adalah merupakan komponen-komponen bangunan yang biasanya terdapat dalam suatu bendungan.
Bendungan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: bendungan beton dan bendungan urugan. Bendungan beton adalah bendungan yang bahan konstruksi tubuh bendungan utamanya adalah beton. Sedangkan bendungan urugan adalah bendungan yang bahan konstruksinya adalah timbunan batu dan batu.
Dalam pembangunannya, karena kondisi alam memungkinkan atau mengharuskan, maka dapat saja dalam suatu bangunan bendungan terdapat beberapa jenis bendungan. Contoh jenis bendungan melengkung dapat menggabungkan kekuatan gaya berat dan busur dalam menjaga kestabilan. Bendungan yang panjang dapat dibuat dari beton pada bagian sungainya, termasuk spillway dan pintu air pembuangnya, sedangkan sisa panjangnya merupakan sayap bendungan yang terdiri dari urugan batu dan tanah.
(24)
Untuk menunjang proses perencanaan bendung maka berbagai teori dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama ketika pengolahan data, desain rencana dan rehabilitasi bangunan air yang mengacu kepada kriteria perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum terutama pada Kriteria Perencanaan 02 dan Kriteria Perencanaan 06.
II.2 Kondisi Bendung Sunggam Lama
Secara geografis letak bendung sunggam ′ 16. " U dan ′ 32. " T dengan elevasi 121 m. Sungai yang mengaliri bendung sunggam adalah sungai Panantanan, yang merupakan sumber air yang dapat mengaliri tiga desa yaitu : siunggam jae, siunggam tonga, siunggam julu berada dalam satu kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara.
(25)
Oleh karena jebolnya bendung lama dimana material berupa pasangan batu kali maka pembangunan bendung baru dengan material beton cor akan dikerjakan., instrumen bendung sudah mulai aus dan banyaknya ditemukan sedimen berupa material pada bendung seperti terlihat pada gambar berikut:
:
(26)
(27)
II.2.2 Kondisi Hidraulik dan Morfologi Sungai Panantanan
Pola kecepatan aliran pada waktu debit banjir yang dapat dilihat dengan mata telanjang adalah sedang,
Tinggi muka air normal adalah + 1,5 m.
Potensi dan Distribusi angkutan sedimen yang terjadi pada Sungai Panantanan adalah berupa tanah longsoran yang terdapat pada tebing-tebing sungai.
Palung sungai relatif berbelok-belok, tetapi arah aliran bendung tegak lurus terhadap sumbu bendung
Lebar sungai 13 m
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 52,384 Km2
II.2.3 Gambar Bendung Sunggam Lama
Bendung Sungai Panantanan mempunyai data sebagai berikut (sumber : PU.Paluta) gambar dilampirkan.
(28)
1. Panjang Badan Bendung = 15,6 m,
2. Ketinggian bendung dari dasar sungai adalah = 2.2 m, lebar atas mercu = 0.80 m
3. Dalam pondasi badan bendung = 1,20 m, lebar pondasi dalam = 1.80 m
(29)
BAB III
STUDY LITERATUR DAN METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Kerangka Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisa
hidrologi,analisa hidrolis yang disesuaikan dengan Kriteria Perencanaan 02 dan 06. Adapun data-data yang mendukung terhadap metode ini diambil dari data-data primer dan sekunder yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara.
(30)
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
JUDUL TUGAS AKHIR
ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN DAN REHABILITASI BENDUNG SUNGGAM DI KABUPATEN PADANG LAWAS
–
SURVEI LAPANGAN
Pengambilan Foto bendung yang rusak
PENGUMPULAN DATA
DATA PRIMER
Buku dan Jurnal
Internet
Peneliti Terdahulu DATA SEKUNDER
Data Curah Hujan Harian Maksimum
Gambar Bendung Lama
Data Tanah
ANALISA DATA
Analisa Hidrologi dan Menentukan Metode yang Dipakai
KESIMPULAN DAN SARAN
SELESAI
MULAI
Analisis Kerusakan Bendung Lama dan Analisis Rehabilitasi
(31)
Dalam rangka mencapai tujuan dalam penelitian sangatlah diperlukan terlebih dahulu metodologi penelitian dengan membuat diagram alir (flow chart). Maksud dari pengerjaan metodologi ini adalah:
a. Untuk merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya, dengan tujuan untuk mengefisienkan waktu dan sumber daya.
b. Menentukan metoda yang akan dipergunakan dalam mengolah dan menganalisis data serta membahas model yang sudah di tetapkan, hal ini sangat penting dan mempengaruhi kebutuhan data, waktu dalam analisis dan kualitas hasil penelitian.
III.2 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian pada studi ini meliputi pengumpulan data yang terdiri dari studi literatur dan studi lapangan (data pengamatan sendiri dan data laporan), pengolahan data (lokasi penelitian, data curah hujan dan data literatur) penyajian data ( hasil analisis data dan pembahasan ) dan kesimpulan.
III.2.1 Pengumpulan Data
a. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyelesaian laporan. Selain itu studi literatur dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapatmenjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang mempunyai relevan dalam pembahasan tugas akhir ini. Serta masukan dari dosen pembimbing.
(32)
b.Studi lapangan
Data pengamatan sendiri
Data pengamatan sendiri adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran oleh penulis di lokasi penelitian guna mengetahui lokasi penelitian. Pertama peneliti melakukan pengambilan gambar langsung ke lapangan dengan memakai kamera hp. Sebagaimana foto-foto nya di gambar 2.3 dan gambar 2.4 dan selanjutnya peneliti meminta data bendung lama berupa gambar pada Dinas Pekerjaan Umum, Padang Lawas Utara.
Data laporan
Data laporan adalah data yang mendukung dan memberikan gambaran umum dan hala-hal yang mencakup penelitian yang melaporkan oleh pihak lain. Pengumpulan data laporan didapat dari instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan seperti Kantor Pekerjaan Umum Kabupaten Padang Lawas Utara dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Data bendung lama
Data bendung lama dan bendung berupa gambar autocad yang telah digambar oleh Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Padang Lawas Utara. Untuk gambar dari bendung lama digambar ulang.
Data curah hujan
Data yang digunakan adalah data curah hujan 10 tahun terakhir mulai tahun 2005 s.d 2014 pada Kecamatan Padang Bolak Julu, Padang Lawas Utara pada stasiun
(33)
Aek Godang. Pengumpulan data diperoleh pada instansi terkait melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kabupaten Padang Lawas Utara.
III.4 Analisa Hidrologi
III.4.1 Analisa hidrologi yang dilakukan, meliputi :
Menghitung luas daerah aliran sungai (DAS) untuk mengetahui luasan daerah dan panjang sungai yang akan di bahas.sesuai dengan buku (kamiana,2010).
• Menentukan metode yang akan dipakai dalam menghitung debit banjir melalui uji sebaran dengan persyaratan yang telah ditentukan dalam buku (Kamiana, 2010) dan setelah itu di uji lagi dengan chi-kuadrat.
• Perhitungan debit banjir rencana.
• Perhitungan debit banjir rencana pada periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 30 tahun, 50 tahun dan 100 tahun.
Inventarisasi Data Stasiun Curah Hujan
a. Stasiun Gunung tua adalah stasiun yang mencatat curah hujan harian yang terjadi di tempat penelitian. luas DAS yang digunakan diperoleh dari data sekunder oleh pihak Pekerjaan Umum Padang Lawas Utara.
b. Umur pencatat curah hujan minimum 10 tahun dengan catatan bahwa data yang hilang (tidak tercatat) selama jangka waktu pengamatan tidak terlalu banyak. Mengadakan pengamatan langsung di lapangan tentang keadaan bendung dengan kondisi yang ada.
(34)
III.4.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana
Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/return periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik. Dengan mengurutkan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Parameter statistik dengan sebaran normal sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Analisis Statistik Data Curah Hujan Stasiun
NO �� � - X̅ � - X̅ � - X̅ � - X̅
1 �
2 �
3 �
N ∑ =
X̅
maka diperoleh parameter sebagai berikut :
Curah hujan rata-rata : X̅ = ∑ x
i=
i=
...(
4-1)
Standar deviasi Sd =√∑n�= x−x̅̅̅
−
...(
4-2)Untuk memperkirakan besar curah hujan dengan berbagai periode ulang maka dilakukan analisa frekuensi terhadap data curah hujan. Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam mengestimasi besar curah hujan untuk berbagai periode ulang yaitu : Metode Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, Log-Person Type III.
(35)
Distribusi Normal
Distribusi ini mempunyai ‘probability density function’ sebagai berikut: XT = X̅ + KT S
Dengan :
XT = hujan rencana dengan periode ulang T
X̅ = nilai rata-rata dari data hujan KT = faktor frekuensi
S = standar devisiasi
X̅ = ∑ x
� �=
� S =
√
∑ ��−X̅�−
(
Sumber : kamiana,2010) Distribusi Log-Normal
‘Probability density function’ distribusi ini adalah: Log XT =log X̅ + KT x S log X
Log XT = nilai log hujan rencana log X̅ = nilai rata-rata dari log X KT = stadart devisiasi
S log X = faktor frekuensi
Distribusi Log Person III
Simpangan baku S =
√
∑ ��− �� �=
�−
� = � ∑ �− �
(36)
Log XT = nilai log hujan rencana log X̅ = nilai rata-rata dari log X
Distribusi Gumbel
S =
√
∑ ��−��− = 9,058
� =
� ∑�− �−�− � = 0,556�
=
� ∑ − ̅̅̅̅̅�− �− �− � �
Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut :
Tabel 3.2. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran
No Jenis sebaran Syarat Hasil
Perhitungan Ket
1 Normal Cs = 0
Ck = 3
2 Log Normal Cs (ln X) = 0
Ck (ln X) = 3
3 Log Person -
Type III
Cs (ln X) > 0 Ck (ln X) =1,54(Cs(lnX)2 +3
4 Gumbel Cs = 1,14
(37)
III.4.3. Uji Kesesuaian Data Curah Hujan
Setelah kita tetapkan jenis sebaran yang akan digunakan maka terlebih dahulu diuji dengan metoda kwadrat terkecil dan uji Smirnov-Kolmogorav. Jika sesuai, maka jenis sebaran yang dipilih tersebut dapat digunakan.
Uji Chi – Square
Uji Chi – Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan(Shahin, 1976: 186) :
x
=
∑
= −...(4-3) dimana : k = 1 + 3,22 Log n
OF = nilai yang diamati EF = nilai yang diharapkan
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan α. Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut :
DK = JK - ( P + 1) ... (4-4) dimana :DK = derajat kebebasan
JK = jumlah kelas
(38)
III.5. Analisa Debit Banjir
Perhitungan debit banjir dengan menggunakan :
a. Metode empiris
b. Statistik atau probabilitas
Debit banjir yang dianalisa untuk periode ulang 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 30 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun.
A. Metode Empiris
Dalam metode empiris dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum, dilakukan dengan langkah-langkah :
a. Stasiun curah hujan dipilih yang berada pada DAS Sungai Panantanan.
b. Dari data curah hujan harian maksimum pencatat dipilih data terbesar. dengan kejadian yang sama, akan memberikan peluang terjadinya banjir.
c. Curah hujan wilayah harian maksimum dicari dari stasiun, dengan terlebih dahulu menghitung koefisien pengaruh masing-masing stasiun terhadap DAS Sungai Panantanan diperoleh dari data.
Dengan demikian maka diperoleh n data curah hujan wilayah selama n tahun pengamatan. Debit banjir rencana menggunakan metoda empiris antara lain:
a. Metode Weduwen
b. Metode Melchior
(39)
Dari keempat metode diatas yang sahih digunakan untuk berbagai ragam luasan daerah aliran sungai (DAS) hanyalah metode Haspers, sedangkan untuk metode Woduwen hanya sahih digunakan untuk luasan DAS kurang dari 100 Km2. serta metode Melchior sahih untuk luas DAS lebih besar dari 100 Km2. Karena itu, dalam suatu analisis harus senantiasa dilakukan dengan 2 (dua) metode dimana metode Haspers senantiasa bisa dijadikan sebagai pembanding. Sungai Panantanan memiliki luas DAS sebesar 98,764 km2, sehingga metode yang dapat digunakan yaitu metode weduwen.
A. Metode Der Weduwen
Metode der weduwen adalah salah satu metode umum yang digunakan
untuk menghitung debit maksimum dengan luas daerah hujan yang lebih kecil dari 100 Km2 . der weduwen menurunkan rumus – rumus untuk hitung atau memperkirakan debit puncak untuk curah hujan maksimum (Rn) dengan periode ulang rencana dengan memperhitungkan lamanya hujan (t), pengurangan luas tangkapan hujan ( ) didaerah aliran sungai.
Dalam penggunaanwen metode weduwen, perlu dicatat bahwa waktu t adlah merupakan waktu hujan kritis yang mengacu kepada terjadinya waktu puncak. Rumus der weduwen dalam menghitung debit puncak dibuat untuk curah hujan sehari sebesar 240 mm yakni sebagai berikut :
Qn = . .qn.A
= (1 – 4,1/( . Qn + 7))
= (120 + (t + 1) A/(t +9))/(120+A) qn = Rn/240 x 67,65/(t + 1,45)
(40)
Dimana :
Qn = Debit banjir dengan periode ulang n tahun, m3/detik
Rn = Curah hujan maksimum harian dengan periode ulang n tahun, mm = Koefisian limpasan hujan
. = Koefisien pengurangan luas untuk curah hujan di daerah aliran sungai qn = Luasan curah hujan (m3/det.Km2 dengan periode n tahun
A = Luas daerah aliran Km2 t = Lamanya hujan, jam L = Panjang jalan air, Km
i = Kemiringan jalan air rata-rata
L = Panjang sungai dari ujung hulu sampai titik pengamatan (km)
V = 72 ∆ , ...(4 -12).
III.6. Analisa Stabilitas
Perencanaan teknis bendung dilakukan untuk menentukan kekuatan dari tubuh bendung untuk mampu menahan gaya yang bekerja pada tubuh bendung tersebut. Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti
penting dalam perencanaan adalah: (a) tekanan air, dalam dan luar
(b) tekanan lumpur (sediment pressure) (c) gaya gempa
(d) berat bangunan
III.6.1 Gaya-Gaya yang Bekerja III.6.1.1 Gaya Berat
(41)
Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang ditinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah yang terlemah.
Gambar 3.2 Potongan terlemah bendung
Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang garis kerjanya melewati titik berat konstruksi.
Gambar 3.3 Gaya berat tubuh bendung
Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk segitiga segitiga, segi enpat atau trapesium. Karena peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang di perhitungkan adalah luas bidang kali berat jenis kontruksi ( untuk pasangan batu kali biasanya di ambil 1,80 ).
(42)
III.6.1.2 Gaya Gempa
Untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia, maka gaya gempa harus di perhitungkan terhadap kontruksi.
Gaya gempa sebesar, K = f . G
Dimana :
f = koefisien gempa.
G = berat kontruksi.
Gaya gempa ini berarah horizontal, kearah yang berbahaya (yang merugikan), dengan garis kerja yang melewati titik berat kontruksi. Sudah tentu juga ada komponen vertikal,tetapi ini relatift tidak berbahaya di bandingkan dengan komponen yang horizontal. Harga f tergantung dari lokasi tempat kontruksi sesuai dengan peta zone gempa.
III.6.1.3 Tekanan Lumpur
Apabila bendung sudah ber-exploitasi, maka akan tertimbun endapan di depan bendung. Endapan ini diperhitungkan sebagian tinggi mercu.
(43)
Gambar 3.3 Tekanan lumpur
P = × �� × × −� �∅
+���∅
Dimana : = b.d lumpur (biasanya diambil 1,6) ∅ = sudut geser dalam dari silt (repose angle)
III.6.1.4 Gaya Hidrostatis
Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus ditinjau pada waktu air banjir dan waktu air normal (air di muka setinggi mercu dan di belakang kosong). Di samping itu ditinjau pula terdapat pengaliran dimana mercu tenggelam dan mercu tidak tenggelam.
1) Mercu tidak tenggelam
W = × × a × h
W = × × a × h²
W = × × a × (2h1
–
h)
W = × × h × (2h1
–
h)
W = × × b × h2
(44)
Gambar 3.4 Gaya hidrostatis kondisi air normal dan banjir
Untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya ada lapisan air yang mengalir di atas mercu.Tetapi karena lapisan ini biasanya tidak tebal, dan disamping itu kecepatannya besar, maka untuk keamanan lapisan ini tidak diperhitungkan. Lain halnya dengan mercu tenggelam, yang lapisannya lebih tebal.
2) Mercu Tenggelam.
Pada saat air normal adalah sama dengan peristiwa mercu tidak tenggelam. Pada saat air banjir keadaannya sebagai berikut :
(45)
W = × × a × (2h1
–
h)
W = × × h × (2h1
–
h)
W = × × c × (h1
–
h + d)
W = × × a × (h2 + d)
W = × × h2²
III.6.1.5 Uplift-pressure
Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang.
Gambar 3.6 Tekanan pada tiap titik sudut
Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah :
Ux = Δ −
ΣxΔ
+
ℎ
2−Δ
+
ℎ�
−
xΣ
Δ
(46)
Dimana : Ux = uplift-pressure titik X
Hx = ingginya titik X terhadap air di muka
X = panjang creep line sampai ketitik X (ABCX)
L = jumlah panjang creep line (ABCXDE)
H = beda tekanan
Dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui. Dilihat dari rumus di atas maka teoritis uplift-pressure kemungkinan dapat bernilai positif maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya tidak akan terjadi oleh karena adanya liang-liang renik di antara butir-butir tanah, sehingga akan berhubungan dengan atmosphere. Jadi untuk tekanan negative ini besarnya dianggap nol.
Gambar 3.7 Uplift-pressure
Gaya uplift di bidang XD adalah : UXD = 1/2.b ( Ux + Ud ) dan bekerja pada titik berat trapesium. Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula maka uplift dapat dianggap bekerja 67% nya. Jadi bekerja uplift-pressure antara 67%sampai 100%.
(47)
III.6.1.6 Anggapan-Anggapan Stabilitas
Gambar 3.8 Potongan yang paling lemah
Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat perhitungan itu sendiri, maka diadakan anggapan-anggapan sebagai berikut :
a. Peninjauan potongan vertical adalah pada potongan-potongan yang paling lemah (dalam hal ini potongan 1-1 dan 2-2).
b. Lapisan puddle tetap berfungsi.
c. Titik guling pada peninjau vertical di atas adalah titik A.
d. Konstruksi di bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu bendung.
e. Harus dipehitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air, yaitu
muka air banjir dan muka air normal.
f. Ditinaju pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan :
(48)
dianggap terlemah.
III.7 Syarat-Syarat Stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan harus masuk kern.
Gambar 3.9 Daerah kern
b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari momen guling (Mg). Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2,0.
fk ≥
ΣΣ ; fk = factor keamanan c. Konstruksi tidak boleh bergeserFaktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,2 dan 2,00.
fk =
ΣVΣ
.
fk = faktor keamanan.
f = koefisien gesekan antara konstruksi dan dasarnya.
(49)
diijinkan.
�� ≤ ͞�g
e. Setiap titik pada seluruh konstruksi tidak boleh terangkat oleh gaya keatas (balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).
Gambar 3.10 Balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah
III.8 Pemeriksaan Terhadap Daya Dukung Tanah
Daya dukung tanah sangat penting dalam kestabilan bangunan untuk menahan gaya-gaya yang bekerja di atasnya, tanah harus mampu memikul beban di atasnya tanpa mengalami kegagalan geser ataupun disertai dengan penurunan yang dapat ditolerir.
Ada banyak metode untuk menghitung daya dukung tanah, diantaranya adalah metode persamaan daya dukung tanah Terzaghi, Mayerhofr, Hansen, Vesic dan lain-lainnya. Namum metode-metode tersebut tidak dapat mendapat daya dukung puncak suatu pondasi, melainkan suatu pendekatan.
(50)
Menurut Terzaghi, suatau pondasi dapat didefinisikan suatu sebagai pondasi dangkal apabila kedalaman (Df), adalah kurang atau sama dengan lebar pondasi.
Beat tanah sebelah kiri dan kanan pondasi sama denagan kedalaman pondasi, diganti dengan beban terbagi rata (q) dengan persamaan
q = .Df
q = 2b x 1 + w = 2Pp + 2C sin∅
diaman b = B/2
w = berat massa tanah yang bekerja = b2 tan∅
C = gaya kohesi yang bekerja = c (b/cos∅)
qu = beban persatuan luas
sehingga persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
qu = 2Pp + 2 bc tan∅ - b2 tan∅
Tekanan pasif dalam persamaan merupakan kontrubusi dari berat tanah ( ), kohesi (c), beban luar surcharge (berat tanah di kanan dan kiri pondasi dari muka tanah sampai dasar pondasinya) diberi simbol q, maka untuk selanjutnya dapat dituliskan menjadi :
(51)
Tabel 3.3. faktor gesek berdasarkan material di bawah pondasi
TIPE PONDASI KAPASITAS DAYA DUKUNG TANAH
Menerus qult = c Nc + q Nq + 0,5 B N
Empat persegi panjang qult =1,3 c Nc + q Nq + 0,4 B N
Lingkaran qult = 1,3Nc + q Nq + 0,3 B N
Sedangkan faktor daya dukung tanah menurut Terzaghi ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 3.4. faktor daya dukung tanah menurut Terzaghi
∅, deg Nc Nq N Np
0 5.7+ 1 10.8
5 7.3 1.6 0.5 12.2
10 9.6 2.7 1.2 14.7
15 12.9 4.4 2.5 18.6
20 17.7 7.4 5.0 25
25 25.1 12.7 9.7 35
30 37.2 22.5 19.7 52
34 52.6 36.5 35
35 57.8 41.4 42.4 82
40 95.7 81.3 100.4 141
45 172.3 173.3 297.5 298
(52)
Tabel 3.5. faktor keamaan daya dukung tanah
Jenis kegagalan Jenis pondasi SF
Geser Pekerjaan tanah, bendungan, urugan dll 1,2-1,6
Geser Konstruksi penahan dinding 1,5,2
Geser Galian yang dipotong sementara 1,2-1,5
Geser Pondasi telapak, pondasi setempat 1,-2-1,5
Rembesan Tarikan keatas, naiknya dasr galian erosi
ke bawah
1,5-2,5 3,5
(53)
BAB IV
ANALISIS KERUSAKAN PADA BENDUNG SUNGGAM LAMA DAN REHABILITASI BENDUNG BARU
IV.1. Menghitung luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Panantanan
Data yang diperoleh dari P.U Padang Lawas Utara luas DAS beserta panjang sungai Panantanan seperti dibawah ini. Data dilampirkan.
Gambar 4.1 Peta luas DAS
(54)
IV.2. Analisa Hidrologi
IV.2.1. Pengolahan Data Curah Hujan
Dalam analisa hidrologi ini data pengaliran sungai sangat diperlukan, akan tetapi karena data tidak mencukupi maka digunakan data curah hujan harian maksimum per tahun dari stasiun penakar hujan daerah aliran sungai Panantanan dengan periode pengamatan 10 tahun. Stasiun tersebut adalah, stasiun pengamat Gunung Tua.
Data curah hujan bulanan maksimum selama 10 tahun terakhir (2005-2014) dapat dilihat pada tabel 4.1. Data pengamatan curah hujan dapat dilihat pada lampiran
Tabel 4.1. Data Curah Hujan maksimum harian Padang Lawas Utara tahun 2005 -
2014
Tahun
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
2005 75 32 45 65 102 10 31 47 30 30 52 54
2006 31 34 50 25 19 20 35 28 50 95 88 90
2007 68 31 25 47 37 58 41 29 21 78 45 56
2008 84 66 107 71 127 80 21 53 49 57 37 47
2009 122 48 44 96 7 40 8 56 64 43 55 91
2010 107 45 78 45 27 29 62 25 45 10 80 39
2011 40 49 45 45 20 5 6 7 105 102 31 25
2012 15 52 75 25 11 25 15 34 48 57 51 25
(55)
2014 55 13 85 27 25 11 28 20 14 25 46 24 Sumber : Stasiun Klimatologi kelas 1 Sampali
Keterangan :
Satuan curah hujan= millimeter (mm) - = tidak ada data
IV.2.2 Distribusi Probabilitas Curah Hujan maksimum harian
Curah hujan wilayah maksimum stasiun tersebut dihitung dengan menggunakan metode rata-rata aljabar.
Tabel 4.2. Urutan Peringkat Curah Hujan Bulanan Maksimum Rata-Rata dengan Metode Rata-rata Aljabar
No.Urut Tahun Max
1 2008 127
2 2009 122
3 2010 107
4 2011 105
5 2005 102
6 2006 95
7 2014 85
8 2007 78
9 2012 75
(56)
Berdasarkan tabel 4.2, didapat curah hujan harian maksium tertinggi adalah 127 mm (2008) dan curah hujan harian maksimum terendah adalah 55 mm (2013).
IV.2.3 Penentuan Pola Distribusi Hujan
Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/return periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik.
Langkah yang ditempuh adalah dengan mengurutkan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut :
1. Parameter statistik sebaran normal
Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dapat dilihat pada tabel 4.3
No X� X� - X̅ ( X�- X̅ ( X�- X̅ ( X�- X̅
1
127 31,9 1017,61 32461,759 1035530,112
2
122 26,9 723,61 19465,109 523611,4321
3
107 11,9 141,61 1685,159 20053,3921
4
105 8,9 98,01 970,299 9605,9601
5
102 5,9 47,61 328,509 2266,7121
6
95 -1,1 0,01 -0,001 1E-04
7
(57)
8
78 -18,1 292,41 -5000,211 85503,6081
9
75 -21,1 404,01 -8120,601 163224,0801
10
55 -41,1 1608,01 -64481,201 2585696,16
N
10 10 10 10 10
∑ = 951 0 4434,9 -23721,48 4435897,497
X̅ 95,1 0 443,49 -2372,148 443589,7497
Dari tabel 4.3. didapat data nilai parameter statistik data curah hujan wilayah dengan sebaran normal sehingga dapat ditentukan nilai simpangan baku, koefisien varians, koefisien skewnes dan koefisien kurtosis.
Rata – rata X̅
X̅ = + + + + + + + + +
= 95,1mm
Simpang baku � = √
− ∑ X̅ − X̅
= √
− ,
= 69,84
Kofisien Variansi
Cv =
� X̅=
,
, = 0,73
Kofisien Skewness � = � ∑ −X̅
�− �− �
= − ,
(58)
Kofisien kurtosis � = � ∑ −X̅�− �− �
=
,�− (�− �− ) , = 0,00369
Selain parameter statistik data curah hujan wilayah dengan sebaran normal, pola ditribusi hujan juga harus diuji dalam parameter statistik dengan sebaran logaritmatik.
2. Parameter statistik sebaran normal
Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dengan sebaran logaritma dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 parameter statistik dengan sebaran logaritmatik
No Log �� (Log ��– Log
�̅)
(Log ��- Log �̅
(Log ��- Log �̅
(Log ��- Log �̅
1
2,10380372 0,13740393 0,01887984 0,00259416 0,00035645
2
2,08635983 0,11996004 0,01439041 0,00172627 0,00020708
3
2,02938378 0,06298399 0,00396698 0,00024986 1,5737E-05
4
2,0211893 0,05478951 0,00300189 0,00016447 9,0113E-06
5
2,00860017 0,04220038 0,00178087 7,5153E-05 3,1715E-06
6
1,97772361 0,01132382 0,00012823 1,452E-06 1,6443E-08
7
1,92941893 -0,03698086 0,00136758 -5,057E-05 1,8703E-06
8
1,8920946 -0,07430519 0,00552126 -0,0004103 3,0484E-05
9
1,87506126 -0,09133853 0,00834273 -0,000762 6,9601E-05
10
1,74036269 -0,2260371 0,05109277 -0,0115489 0,00261047
(59)
∑ = 19,6639979 0 0,10847257 0,013603 0,0033039
X̅ 1,96639979 0 0,01084726 0,013603 0,00033039
Dari tabel 4.4. didapat data nilai parameter statistik data curah hujan wilayah dengan sebaran logaritmatik sehingga dapat ditentukan nilai simpangan baku logaritmatik, koefisien varians, koefisien skewnes dan koefisien kurtosis.
Rata-rata
Log X̅ = , + , + , + , + , + , + , + , + , + ,
= 1,966 mm
Simpangan baku �log � = √
− ∑ �og �̅ − �og �̅
=
√− ,
= 0,345
Kofisien variansi �� = � � X̅
=
,
,
=
0,221 Kofisien skewness � = � ∑ − ̅̅̅̅̅
�− �− � �
= -0,0000453
Kofisien kurtosis � = � ∑ − ̅̅̅̅̅(60)
=
,, = 0,00000928
3. Sebaran log pearson type III
Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dengan sebaran log pearson type III dapat dilihat pada tabel 4.5
No Log �� (Log ��– Log �̅) (Log ��- Log �̅ (Log ��- Log �̅ 1
2,10380372 0,13740393 0,01887984 0,00259416
2
2,08635983 0,11996004 0,01439041 0,00172627
3
2,02938378 0,06298399 0,00396698 0,00024986
4
2,0211893 0,05478951 0,00300189 0,00016447
5
2,00860017 0,04220038 0,00178087 7,5153E-05
6
1,97772361 0,01132382 0,00012823 1,452E-06
7
1,92941893 -0,03698086 0,00136758 -5,057E-05
8
1,8920946 -0,07430519 0,00552126 -0,0004103
9
1,87506126 -0,09133853 0,00834273 -0,000762
10
1,74036269 -0,2260371 0,05109277 -0,0115489
N 10 10 10 10
∑ = 19,6639979 0 0,10847257 0,013603
X̅ 1,96639979 0 0,01084726 0,013603
Simpangan baku S =
√
∑ ��− �� �=
(61)
=
√
,− = 0,109
� = � ∑ �− ��− �−
=
,
, = 1,459
4. Sebaran gumbel Tabel 4.6
No X� X� - X̅ ( X�- X̅ ( X�- X̅ ( X�- X̅
1
127 31,9 1017,61 32461,759 1035530,112
2
122 26,9 723,61 19465,109 523611,4321
3
107 11,9 141,61 1685,159 20053,3921
4
105 8,9 98,01 970,299 9605,9601
5
102 5,9 47,61 328,509 2266,7121
6
95 -1,1 0,01 -0,001 0
7
85 -11,1 102,01 -1030,301 10406,0401
8
78 -18,1 292,41 -5000,211 85503,6081
9
75 -21,1 404,01 -8120,601 163224,0801
10
55 -41,1 1608,01 -64481,201 2585696,16
N
10 10 10 10 10
∑ = 951 0 4434,9 -23721,48 4435897,497
X̅ 95,1 0 443,49 -2372,148 443589,7497
S =
√
∑ ��−�(62)
� =
� ∑ �− ��− �− = 0,027
� = � ∑ −
̅̅̅̅̅
�− �− �− � � = 0,149
Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut :
Tabel 4.7. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran
No Jenis Sebaran Syarat Hasil perhitungan Ket.
1 Normal � ≈ 0
� ≈ 3
0,000967 0,00369
Tidak sesuai
2 Log normal � ≈ 0
� ≈ 3
0,0000453 0,00000928
Tidak sesuai
3 Log person type
III
� ≠ 0
� = 1,54 (� + 3
1,459 Sesuai
Sesuai
4 Gumbel � ≈1,14
� ≈5,4
0,027 0,149
Tidak sesuai
Berdasarkan tabel 4.7, maka distribusi Log Normal (Cs 3Cv, Cs(LnX) 0, Ck(LnX) 3) dan Gumbel (Cs > 1,14 dan Ck < 5,4) tidak dapat digunakan sebagai metode perhitungan curah hujan rancangan. Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi
(63)
yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah aliran sungai Panantanan adalah distribusi Log Pearson type III.
IV.2.4 Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Pearson Type III.
Pada metode Log Pearson Type III ini, maka data curah hujan harian maksimum yang diperoleh diubah dalam bentuk logaritmik sehingga parameter statistik yang digunakan adalah parameter statistik sebaran logaritmatik.
Berdasarkan tabel ditribusi Log Pearson Tipe III untuk koefisien kemencengan Cs pada lampiran untuk nilai Cs = 1,459 diperoleh harga K untuk periode ulang T tahun dengan cara interpolasi antara lain sebagai berikut :
Tabel 4.8. Nilai K Untuk Harga Cs = 1,459
T Cs K
5 1,459 0,705
10 1,459 1,337
25 1,459 2,128
30 1,459 2,244
50 1,459 2,706
100 1,459 3,271
Nilai K yang didapat seperti tertera pada tabel 4.8 akan digunakan dalam perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearon Type III.
(64)
IV.2.5 Perhitungan Uji Kesesuaian Distribusi Log Pearson Type III
Data curah hujan maksimum yang telah didistribusikan dengan metode Log Pearson Type III tersebut, kemudian akan diuji secara statistik dengan metode Chi-kuadrat agar dapat diketahui apakah jenis distribusi Log Pearson Type III telah sesuai dengan rangkaian data curah hujan yang tersedia. Adapun langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
1. Jumlah kelas interval (k)
k = 1+3,3 log n
n = Jumlah tahun pengamatan k = 1+3,3 (10) =4,3≈ 5 kelas
2. menghitung derajat kebebasan parameter (p) = 2
derajat kebebasan(DK) = K – (P+1) = 5 – (2+1) = 2
Chi kuadrat kritis (X2 cr) dengan jumlah data n = 10, = 5 %, DK = 2, adalah = 5,9910 (tabel parameter chi kuadrat kritis), sumber Soewarno, 1995.
3. Menghitung kelas disrtibusi Kelas distribusi = 1/ K 100% =1/5 x 100% = 20% P(x) = 20% diperoleh 1/P(x) = 5 tahun P(x) = 40% diperoleh 1/P(x) = 2.5 tahun P(x) = 60% diperoleh 1/P(x) = 1.67 tahun P(x) = 80% diperoleh 1/P(x) = 1.25 tahun
(65)
Distirbusi log person type III
Nilai KT berdasarkan nilai Cs = 0,5 dan nilai T untuk berbagai periode ulang T = 5, maka KT = 0,705
T = 2.5 maka KT = -0,07 T = 1.67 maka KT = -1,075 T = 1.25 maka KT = -2,155
Nilai log Xr = 1,96 Sd = 0,109
Interval kelas : log XT = log Xr + KT x Sd
Sehingga :
Log X 5 = log Xr + K5 x Sd
= 1,96+ 0,705 x 0,109 = log (2,03) = 107,151 Log X 2,5 = log Xr + K2,5 x Sd
= 1,96+ (-0,07) x 0,109 = log (1,95) = 89,125 Log X 1,67 = log Xr + K1,67 x Sd
= 1,96+ (-1,075) x 0,109 = log (1,84) = 69,183 Log X 1,25 = log Xr + K1,25 x Sd
= 1,96+ (-2,155) x 0,109 = log (1,72) = 52,480 IV.2.6 Menentukan Nilai Chi-Kuadrat
1. Jumlah frekuensi yang diamati (Oi) p (parameter) = 2
3. Jumlah frekuensi yang diharapkan (Ei) Ei = n/G
n = jumlah data G = jumlah kelas
(66)
Ei = 10/5 = 2
4. Selisih antara frekuensi yang diamati terhadap frekuensi yang diharapkan Oi – Ei = 2 – 2 = 0
5. Selisih kuadrat antara frekuensi yang diamati terhadap frekuensi yang diharapkan (Oi – Ei)2 = (0)2 = 0
6. Nilai Chi Kuadrat (X2)
(X2) =
[
�− ��
]
=
= 0Tabel 4.9. Perhitungan Nilai Chi Kuadrat
Kelas Kelas interval Oi Ei (Oi-Ei) (Oi-Ei Oi − �i
�
1 < 52,480 0 2 -2 4 2
2 52,480 – 69,183 1 2 -1 1 0,5
3 69,183 – 89,125 3 2 1 1 0,5
4 89,125 – 107,151 4 2 2 4 2
5 > 107,151 2 2 0 0 0
Jumlah 10 10 0 10 5
Berdasarkan tabel 4.9. diperoleh X2 = 5, dengan ketentuan X2 < Xcr2
Dimana telah diketahui nilai Xcr2 = 5,991, sehingga diperoleh :
X2 = 5 < Xcr2 = 5,991. (Ok). Sehingga distribusi log person type III bisa digunakan.
IV.2.7 Perhitungan Logaritma Hujan Rencana
Perhitungan hujan rencana berdasarkan distribusi probabilitas log person type III, jika data yang diperlukan berupa sampel, dilakukan dengan rumus – rumus berikut.
Log � = Log � + K.Sd
(67)
Log � = Log � + K.Sd
= 1,96 + 0,705 . 0,109
= 2,03
� = 107,151 mm
2. T = 10 tahun
Log � = Log � + K.Sd
= 1,96 + 1,337 . 0,109
= 2,10
� = 125,892 mm
T = 25 tahun
Log � = Log � + K.Sd
= 1,96 + 2,128 . 0,109
= 2,19
� = 154,881 mm
T = 30 tahun
Log � = Log � + K.Sd
= 1,96 + 2,244 . 0,109
(68)
� = 158,489 mm
T = 50 tahun
Log � = Log � + K.Sd
= 1,96 + 2,706 . 0,109
= 2,25
� = 177,827 mm
T = 100 tahun
Log � = Log � + K.Sd
= 1,96 + 3,271 . 0,109
= 2,30
� = 199,526 mm
Tabel 4.10. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5, 10, 25, 30, 50, 100 Tahun Metode Log Pearson III.
T Log � K SD Log Xt Xt
5 1,96 0,705 0,109 2,03 107,151
10 1,96 1,337 0,109 2,10 125,892
25 1,96 2,128 0,109 2,19 154,881
30 1,96 2,244 0,109 2,20 158,489
50 1,96 2,706 0,109 2,25 177,827
(69)
IV.2.8 Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Haspers
Berdasarkan banyaknya tahun pengamatan, N = 10 tahun dan data curah hujan maksimum pertama dan kedua beserta masing-masing standard variabelnya(dan ), maka dapat diperoleh standar deviasi (Sd) sebagai berikut:
Tabel 4.11. Standar Variabel (μ)
X max No.urut
(M)
Periode ulang T (N)/M Standar variabel (μ)
127 1 11 1,35
122 2 5,5 0,73
T = 10+1/1 = 11
μ = T 11 = 1,35
μ = T 5,5 = 0,73 (dari tabel)
T Μ
2,0 -0,22
5,0 0,64
5,5 0,73
10,0 1,26
11,0 1,35
25,0 2,10
(70)
Tabel 4.12. Tabel Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Haspers
Tahun Curah hujan max (mm) Rank (M) Periode Ulang
T=(n+1)/M
2006 127 1 11
2010 122 2 5,5
2013 107 3 3,667
2008 105 4 2,75
2009 102 5 2,20
2007 95 6 1,83
2011 85 7 1,57
2014 78 8 1,37
2005 75 9 1,22
2012 55 10 1,1
Total 951 10
Xrata-rata = 95,1
Xmax = 127
Xmin = 122
Sd =0,5
[
X ax −X�
+
X ax −X
�
]
=0,5
[
− ,,
+
− ,
,
]
(71)
= 30,23 mm
1. T = 5 tahun
� = � + �.Sd
= 95,1 + 0,64 . 30,23
= 114,44 mm
2. T = 10 tahun
� = � + �.Sd
= 95,1 + 1,26 . 30,23
= 133,189 mm
3. T = 25 tahun
� = � + �.Sd
= 95,1 + 2,10 . 30,23
= 158,583 mm
4. T = 30 tahun
� = � + �.Sd
= 95,1 + 2,23 . 30,23
= 162,512 mm
(72)
� = � + �.Sd
= 95,1 + 2,75 . 30,23
= 178,232 mm
6. T = 100 tahun
� = � + �.Sd
= 95,1 + 3,43 . 30,23
= 198,188 mm
Tabel 4.13. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5, 10, 25, 30, 50, 100 Tahun Metode Haspers
T SD t / � Xr Xn
5 30,23 0,64 95,1 114,44
10 30,23 1,26 95,1 133,189
25 30,23 2,10 95,1 158,583
30 30,23 2,23 95,1 162,512
50 30,23 2,75 95,1 178,232
100 30,23 3,43 95,1 198,188
Dari tabel 4.11. dan tabel 4.14. maka didapat besar hujan rancangan berbagai periode dengan metode Log Pearson III dan metode Haspers. Ringkasan hujan rancangan dapat dilihat pada tabel 4.14.
(73)
Tabel 4.14. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 5, 10, 25, 30, 50, 100 Tahun Metode Log Pearson III dan Metode Haspers
T. ulang Metode haspers Metode log pearson III
5 114,44 107,151
10 133,189 125,892
25 158,583 154,881
30 162,512 158,489
50 178,232 177,827
100 198,188 199,526
IV.3. Perhitungan Debit Banjir
Perhitungan debit banjir pada sungai Panantanan diperlukan untuk mengetahui besarnya debit perkiraan untuk berbagai kala ulang yang nantinya berguna untuk perencanaan tanggul banjir di sungai Panantanan. Perhitungan debit banjir ini akan dilakukan dengan metode Der Weduwen karena luas daerah aliran sungai Panantanan lebih kecil dari 100 km2 yaitu 52,384 km2. Kemudian dikombinasikan dengan Weduwen - Log person III dan Weduwen – Hasper dimana metode Hasper dijadikan sebagai pembanding luas DAS yang akan direncanakan air ke bendung.
IV.3.1. Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Der Weduwen
Data-data:
Luas daerah aliran sungai Panantanan (A) = 52,384 km2
(74)
Kemiringan dasar sungai rata-rata (i) = 0,002
Qn = . .I.A
=
−
,+ = +
+
+ �
+�
=
,+ ,
=
, � // /
(Sumber :, I Made Kamiana, 2010)
Asumsi nilai waktu awal sebesar (t) =11 jam.
= + ,, = ,
=
++
+ ,
+ ,
= 0,87
=
−
,, +
= 0,670
= , � , � ,, � , / ,/ /
t = 10,99 jam sesuai dengan asumsi awal yaitu sebesar 11 jam 10,990 jam ≈ jam (Ok)
Sehingga diperoleh nilai : = , ; I = 5,434 ; = , Qm = . .I.A
Qm = (0,670x0,87x5,434) (52,384) = 165,925 m3/detik.
(75)
Qn = (165,925) x �
Qn = (165,925) x �
Qn = 0,691 Rn
IV.3.2 Kombinasi Metode Weduwen - Haspers
Untuk n = 5 tahun ; Rn= 114,44 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (114,44)
Qn = 79,078 m3/detik
Untuk n = 10 tahun ; Rn= 133,189 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (133,189)
Qn = 92,033 m3/detik
Untuk n = 25 tahun ; Rn= 158,583 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (158,583)
Qn = 109,530 m3/detik
Untuk n = 30 tahun ; Rn= 162,512 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (162,512)
Qn = 112,295 m3/detik
Untuk n = 50 tahun ; Rn= 178,232 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (178,232)
Qn = 123,158 m3/detik
(76)
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (198,188)
Qn = 136,947 m3/detik
Tabel 4.15. Ringkasan debit banjir metode Der Weduwen – Hasper
Kata ulang Rn Qn
5 114,44 79,078 m3/detik
10 133,189 92,033 m3/detik
25 158,583 109,530 m3/detik
30 162,512 112,295 m3/detik
50 178,232 123,158 m3/detik
100 198,188 136,947 m3/detik
IV.3.3 Kombinasi Metode Der Weduwen - Log Pearson III
Untuk n = 5 tahun ; Rn= 107,151 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (107,151)
Qn = 74,041 m3/detik
Untuk n = 10 tahun ; Rn= 125,892 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (125,892)
Qn = 86,991 m3/detik
Untuk n = 25 tahun ; Rn= 154,881 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (154,881)
(77)
Untuk n = 30 tahun ; Rn= 158,489 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (158,489)
Qn = 109,515 m3/detik
Untuk n = 50 tahun ; Rn= 177,827 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (177,827)
Qn = 122,878 m3/detik
Untuk n = 100 tahun ; Rn= 199,526 mm
Qn = 0,691 Rn = 0,691 (199,526)
Qn = 137,872 m3/detik
Tabel 4.16. Ringkasan debit banjir metode weduwen - Log Pearson III
Kata ulang Rn Qn
5 107,151 74,041 m3/detik
10 125,892 86,991 m3/detik
25 154,881 107,022 m3/detik
30 158,489 109,515 nm3/detik
50 177,827 122,878 m3/detik
100 199,526 137,872 m3/detik
Sebagai perbandingan debit banjir rencana berbagai kala ulang dapat dilihat pada tabel 5.20.
(78)
Tabel 4.17. Ringkasan Debit Banjir Rencana Beberapa Metode Kala
ulang
Kombinasi Der Weduwen
Haspers Log,pearson III
5 79,078 m3/detik 74,041 m3/detik
10 92,033 m3/detik 86,991 m3/detik
25 109,530 m3/detik 107,022 m3/detik
30 112,295 m3/detik 109,515 nm3/detik
50 123,158 m3/detik 122,878 m3/detik
100 136,947 m3/detik 137,872 m3/detik
Debit banjir perkiraan dengan metode kombinasi Der Weduwen- Log,pearson III sebesar 137,872 m3/detik layak untuk digunakan sebagai debit banjir rencana pada Daerah Irigasi Bendung sungai Panantanan.
IV.4 Analisis Stabilitas Bendung Lama
Secara keseluruhan bendung sunggam mengalami kerusakan pada mercu bendung, sebagaimana kita dapat melihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4. maka disini peneliti mulai menganalisis penyebab kerusakan pada bendung lama dan melanjutkan rehabilitasi membuat bendung baru dengan acuan KP-02. Dengan itu peneliti mulai membahas bendung lama dengan meneliti struktur mercu yang dapat dilihat dibawah ini:
(79)
Gambar 4.1 Struktur bendung lama
Data yang telah diketahui berdasarkan gambar 2.2 kondisi eksisting bendung sebagai berikut :
Elevasi dasar sungai = ± 121,00 m
Tinggi air pada saat normal = 1,5 m
Lebar sungai rata-rata = 13 m
Lebar total bendung (B’) = 15,6 m
Be = 15,6 – 2(1.0,02+0,2)H1 IV.4.1 Air Maksimum (Debit Banjir)
Untuk mengetahui tinggi air saat banjir pada bendung lama dapat dicari dari data diatas, dapat dilihat pada perhitungan di bawah ini :
Q = 137,872 m3/detik Be = 15,6 m
(80)
q = 137,872 / 15,6 = 8,84 m3/detik/m
Q = 2/3(Cd)√ / � Be x H13/2
137,872 = 2/3(1,36)√ / , ((15,6-2(1x0,02+0,2)H1) x H13/2 H1 = 2,565 m
V = q/(P + Hd) = 8,84/(2,2+Hd)
V = 8,84/(2,2 + (2,565 – Ha)) Ha = v2/2.g
Perhitungan nilai Ha selanjutnya dengan cara coba-coba, dan ringkasan perhitungan dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 4.18. Ringkasan perhitungan
No Ha V Ha’
1 0,178 1,867 0,179 Tidak sesuai
2 0,189 1,902 0,190 Tidak sesuai
3 0,191 1,933 0,191 Sesuai
Tinggi air sebenarnya (Hd) H1 = Hd + Ha
2,565 = Hd + 0,191 Hd = 2,565 – 0,191 = 2,374 m
Elevasi muka air banjir di atas mercu = ± 123,2 + 2,374 = ± 125,574 m
(81)
Tinggi air di hilir bendung
V1 = √ g H + z = √ , , + , = 9,64 m/detik
q = Q/B eff = 137,872 /15,6 = 8,84 q=y1 v1
8,83= y1 x 7,47maka y1 = 8,84/9,64= 0,92
Fr = �
√� . = ,
√ , ,
= 3,2
= 0,5 (√ + - 1 x 0,91 = 0,5 (√ + , - 1 )x 0,91 = 3,89 m
H2 = y2 + v1/2.g
= 3,89 + 9,64/2x9,81 = 4,3 m
(82)
Bentuk gaya yang bekerja pada bendung dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 4.3 arah gaya yang terjadi
IV.4.1.1 Komponen Gaya Vertikal Berat Bendung
Untuk menentukan gaya akibat sendiri pada bendung dapat dilakukan dengan membagi bentuk bendung menjadi bagian – bagian bidang datar seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini. Dengan asumsi yang dilakukan penulis adanya garis potong pada bendung, karena itu bagian terlemah bendung maka telah dianggap cukup mewakili gaya pada bendung.
(83)
Gambar 4.4 sketsa perhitungan berat bendung
Analisah gaya berat berdasrkan gambar 4.3 dapat ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4.19 Rekapitulasi gaya akibat berat bendung
Luas Tekanan Berat (KN) Lengan Momen
G1 0,73 2,14 0,5 22 24,2 4,21 101,882
G2 1,8 1,2 1 22 47,52 3,89 184,8528
G3 0,56 2,14 0,5 22 25,2 3,54 89,208
G4 3,17 1,74 1 22 121,3476 2,11 256,043436
G5 3,17 0,37 1 22 26,2 2,11 55,282
G6 2,67 0,76 1 22 44,6424 1,78 79,463472
(84)
Gaya Uplift Pressure
Gaya angakat pada pondasi dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flownet). Atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk angka rembesan (weighted creep theory).
Gambar 4.5 aliran rembesan
Tabel 4.20. Rembesan dan Tekanan Air (Lane)
Titik Garis Panjang rembesan Tekanan air
Vertikal (m)
Horizontal
(m) 1/3 Hor (m) Lw (m)
∆H = Lw/Cw (KN/m2)
H P =H- ∆H
(KN/m2) (KN/M)2
A 0 0 60 60
AB 0,5 - -
B 0,5 0,057603687 65 64,94239631
BC - 0,5 0,16666667 0
C 0 0,66 0,076036866 65 64,92396313
CD -0,5 - 0
D 0 1,16 0,133640553 60 59,86635945
DE - 2 0,66666667 0
E 0 1,82 0,209677419 60 59,79032258
EF 1 - 0
F 0 2,82 0,324884793 61 60,67511521
FG - 1,8 0,6 0
(85)
GH -0,5 - 0
H 0 3,92 0,451612903 56 55,5483871
HI - 4,4 1,46666667 0
I 0 5,38 0,619815668 56 55,38018433
IJ 0,3 - 0
J 0 5,68 0,65437788 59 58,34562212
JK - 0,6 0,2 0
K 5,88 0,677419355 59 58,32258065
KL -1 - - 0
L 6,88 0,792626728 58 57,20737327
JUMLAH 3,8 9,3 3,08
- Kondisi air banjir
(muka air hulu setinggi mercu dan muka air hilir kondisi kering)
V1 = √ g H + z = √ , , + , = 9,64 m/detik
q = Q/B eff = 137,872 /15,6 = 8,84 q=y1 v1
8,83= y1 x 7,47maka y1 = 8,84/9,64= 0,92
Fr = �
√� . = ,
√ , ,
= 3,2
= 0,5 (√ + - 1 x 1,4 = 0,5 (√ + , - 1 )x 0,91 = 3,89 m Teori Lane: Cw = (Lv + Σ 1/3 Hv) / Hw
Elevasi mercu = +126,181
Elevasi ambang hilir = +125,656
Hw = 0,792
Cw = ( 3,8 + 3,08 ) / 0,792 = 8,68
Jenis tanah bendung untuk angka rembesan lane (CL) : kerikil halus = 4,00 Nilai rembesan CL < Cw = 4,00 < 8,68 ...OK.
(1)
Keamanan terhadap gelincir :
dengan koefisien gesekan kerikil (f) = 0,50 (sumber KP 02), faktor keamanan (S) = 2,0 (sumber : KP-02) S’ = f x �/( ℎ+ )
= 0.50 x (276)/ (181,52-114,52) = 2,12
S’> S = 2,12 > 2,0 ...OK Keamanan terhadap guling :
Safeti faktor (sf) =( momen tahan / momen guling) > 1,5
,
, = 1,51 > 1,5 ...OK (tanpa gempa)
,
,
= 1,54 > 1,5 ...OK (saat gempa)
Kesimpulan : Saat kondisi banjir aman terhadap gelincir dan terhadap guling. Dengan perhitungan stabilitas hidrolis diatas, maka dengan perencanaan
bendung baru dapat di bangun di tempat dan kondisi yang sama dengan bendung lama.
IV.7 Rangkuman Hasil Pemeriksaan
Dari pemaparan sub bab diatas yang dilakukan terkait analisis penyebab kerusankan dan rehbilitasi bendung sunggam Padang Lawas Utara, maka penulis melakukan rangkuman hasil perhitungan sebagai berikut :
1. Stabilitas Bendung Lama
Pada tabel 4.38 dan tabel 4.39 berikut akan dipaparkan rangkuman pengecekan stablitas pada bendung.
(2)
Tabel 4.38 Pengecekan Stabilitas Kondisi Banjir
Jenis Perhitungan Hasil Syarat Keterangan
Sf untuk Geser 1,4 2,0 Tidak
Sf untuk Guling (tanpa gempa) 0,48 1,5 Tidak Sf untuk Guling(saat gempa) 0,51 1,5 Tidak Daya Dukung Tanah (Terzaghi) 0,3 (qa terjadi) 2,2 (qa ijin) Aman
Tabel 4.39 Pengecekan Stabilitas Kondisi Normal
Jenis Perhitungan Hasil Syarat Keterangan
Sf untuk Geser 2,0 2,0 Aman
Sf untuk Guling (tanpa gempa) 1,5 1,5 Aman Sf untuk Guling(saat gempa) 1,65 1,5 Aman Daya Dukung Tanah (Terzaghi) 0,78 (qa terjadi) 2,2 (qa ijin) Aman
2. Stabilitas Bendung Baru
Pada tabel 4.40 dan tabel 4.41 berikut akan dipaparkan rangkuman pengecekan stablitas pada bendung.
Tabel 4.40 Pengecekan Stabilitas Kondisi Normal
Jenis Perhitungan Hasil Syarat Keterangan
Sf untuk Geser 2,10 2,0 Aman
Sf untuk Guling (tanpa gempa) 1,51 1,5 Aman Sf untuk Guling(saat gempa) 1,58 1,5 Aman
(3)
Tabel 4.41 Pengecekan Stabilitas Kondisi Banjir
Jenis Perhitungan Hasil Syarat Keterangan
Sf untuk Geser 2,12 2,0 Aman
Sf untuk Guling (tanpa gempa) 1,51 1,5 Aman Sf untuk Guling(saat gempa) 1,54 1,5 Aman
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Kesimpulan
1. Dari hasil analisa perhitungan debit banjir rancangan dengan menggunakan metode kombinasi Weduwen - Haspers didapat Q 100 = 136,947 m 3 /detik, kombinasi Weduwen - Log Pearson III didapat Q 100 = 137,872 m 3 /detik. 2. Pada bendung lama (saat banjir) momen guling > momen tahan = 1671,245
KNM > 854,2125 KNM. artinya pada kondisi ini bendung mengalami geser dan guling. Sedangkan kondisi (air normal) momen tahan > momen guling = 654,9489 KNM > 420,04 KNM. artinya kondisi ini bendung aman terhadap geser dan guling.
3. Dan pada bendung baru kondisi (normal) momen tahan > momen guling = 968,359 KNM > 612,395 KNM. artinya kondisi ini bendung aman terhadap geser dan guling. Pada kondisi (banjir) momen tahan > momen guling = 1064,954 KNM > 687,71 KNM artinya kondisi ini bendung aman terhadap geser dan guling.
4. Dengan hasil perhitungan debit banjir Q 100 = 137,872 m 3 /detik bendung lama (pasangan batu kali) masih tidak aman terhadap bahaya banjir sehingga mengakibatkan bendung rubuh dan untuk perencanaan pada bendung baru bahan untuk pasangan pada mercu harus diganti (beton cor) dan aman terhadap banjir. Selain itu pada ukuran pondasi pada bendung baru di lebarkan untuk keaman gaya angkat bendung.
(5)
VI.2. Saran
1. Untuk mendapatkan besarnya debit banjir rancangan sungai Panantanan yang lebih akurat perlu dilakukan dengan menambahkan data curah hujan harian maksimum di beberapa stasiun curah hujan yang mewakili dan dengan menambah beberapa metode perhitungan debit banjir lainnya sehingga perhitungan dapat diperbandingkan dengan baik dan maksimal.
2. Data tanah sebaiknya lebih lengkap sehingga tidak menimbulkan nilai penafsiran dalam melakukan perhitungan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Triatmodjo, Bambang.1993, Hidraulika I, Beta Offset. Yogyakarta Kodoatie, Robert J. 2002, Banjir, Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Soedibyo. 2003, Teknik Bendungan, PT Pradnya Paramita. Jakarta. Soemarto, C.D. 1993, Hidrologi Teknik, Erlangga. Jakarta.
Kamiana, I Made, 2011, Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air, Graha Ilmu.
Yogyakarta
Sudinda, Teddy W. 2006, Penanggulangan Banjir Akibat Limpasan, Jurnal no 1 volume
11.
Waskito, Tri Nugroho, Evaluasi Pengendalian Banjir Sungai Cibeet Kabupaten Bekasi,
Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, Institut Teknologi Bandung.
Andri. 2014, Perhitungan Stabilitas Bendung Pada Proyek PLTM Aek Sibundong Kecamatan Sijamapolang, Universitas Sumatera Utara.