Terapi Farmakologi : Protokol Pasien Gagal Ginjal Kronik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.3.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi 1. Terapi non farmakologi : Diet rendah protein 0,6 sampai 0,7 gkghari dapat menunda progresi dari GGKpada pasien dengan atau tanpa diabetes, walaupun efeknya relati kecil. DiPiro, 7th ed

2. Terapi Farmakologi :

Hiperglikemia : a. Terapi intensif pada pasien tipe 1 dan 2 diabetes mengurangi komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropaty. Dapat berupa insulin oral dan tes gula darah setidaknya 3 kali sehari b. Insulin Inten Novita, 2015 1. Farmakologi Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat, dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin peptida pada sel β. 2. Karakteristik Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi. Sediaan insulin biasanya U- 100 dan U-500, 100 unitmL dan 500 unitmL. 3. Farmakokinetik Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset, puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan suspense protamin aspart atau kelebihan seng maka dapat menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin. Waktu paruh injeksi insulin reguler IV yaitu 9 menit. Sehingga wkatu efektif untuk injeksi insulin IV lebih pendek. Insulin IV lebih murah daripada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta insulin lainnya. Insulin terdegradasi di hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20 - 50, sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25 - 20. Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir. 4. Komplikasi mikrovaskular Insulin telah terbukti sebagai agen oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan mikrovaskular. 5. Komplikasi makrovaskular Hubungan antara masalah tingginya kadar insulin hiperinsulinemia, resistensi insulin, dan kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin. 6. Efek samping Secara umum efek samping insulin yaitu hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi, dan lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2. Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan terjadi takikardia dan berkeringat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7. Dosis dan cara pemberian Pada pasien DM tipe 1, dosis seharinya 0,5-0,6 unitkg. Selama penyakit akut atau ketosis resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi. Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien. c. Progresi GGK dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia dan hipertensi. Hipertensi : a. Kontrol tekanan dara secara adekuat dapat mengurangi laju penurunan GFR dan albuminuria dengan pasien atau tanpa diabetes b. Obat antihipertensi harus dimulai pada pasien diateik ataupun nondiabetik dengan ACEI atau angiotensin II. Nondyhydropyridine dan CCB untuk pilihan kedua c. Klirens ACEI direduksi pada pasien GGK d. GFR yang biasanya menurun 25 sampai 30 pada 3 sampai 7 hari setelah ACEI karena tipe ini e. Pilihan Utama Obat Antihipertensi pada Pasien GGK : Intan Mustika, 2009 1. ACE Inhibitor ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium. Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal kronik. 2. Angiotensin Reseptor Blocker Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa - senyawa ini merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor angiotensin II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACE inhibitor. f. Pilihan Kedua Obat Antihipertensi pada Pasien GGK : 1. CCB Calcium Channel Blocker Calcium Channel Blocker bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. Calcium Channel Blocker mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Penelitian NORDIL menemukan diltiazem ekuivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian kardiovaskular. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.4 Strategi pengobatan untuk mencegah progresi gagal ginjal kronik pada pasien diabetes Terapi Penunjang : a. Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen anemia dapat memperlambat laju progresi GKK. b. Tujuan utama dari pengobatan megnurangi lemak pada GGK untuk mengurangi resiko untuk arteosklrosis c. Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungasi ginjal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.5 Strategi pengobatan untuk mencegah progresi gagal ginjal kronik pada pasien non diabetes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.6 Algoritma manajemen Hipertensi untuk pasien GGK. Penyesuaian dosis haru dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan. Dosis salah satu obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan. ACEI, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; BP, blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine clearance; Scr, serum creatinine. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.4 Terapi Pengganti Ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 mlmenit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. Suwitra, 2006.

2.3.4.1 Hemodialisis

Dokumen yang terkait

Sindrom Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis

0 40 9

Sindrom Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis

2 45 9

Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 1998-2002

0 22 97

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 100 81

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) PADA PASIEN ASMA RAWAT INAP KATEGORI DOSIS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) PADA PASIEN ASMA RAWAT INAP KATEGORI DOSIS DAN OBAT SALAH RSUD PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2007.

0 0 15

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH DAN DOSIS KURANG PADA PASIEN INFEKSI EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH DAN DOSIS KURANG PADA PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR.SOERADJI TIRTONEGORO

0 1 16

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH

1 17 74

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) KATEGORI OBAT SALAH, DOSIS RENDAH, DOSIS TINGGI DAN Evaluasi Drug Related Problems (DRPS) Kategori Obat Salah, Dosis Rendah, Dosis Tinggi Dan Interaksi Obat Pada Pasien Kanker Payudara Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr

1 3 17