Sejarah Surat Al-Maidah dan Asbabun Nuzul Ayat.
                                                                                dalam  bidang  pertukangan  mengambil  sebatang  kayu  untuk  menutup lubang  yang  ada  dipintunya,  maka  lelaki  itu  disebut
“najir”  bukan “najjartukang kayu.” Karena pertukangan bukanlah keahliannya.
10
Allah  SWT.  Telah  menundukkan  segala  sesuatu  dan  memberikan penyokong kehidupan kepada kita. Dia menjelaskan: “Wahai hamba-Ku,
jadikanlah setiap pebuatanmu  karena-Ku. Janganlah kamu  hanya menjadi qaim  akan  tetapi
jadilah  “qawwam.”  Artinya  selama  kamu  memiliki kemampuan  untuk  berbuat,  maka  berbuatlah.  Janganlah  kamu  berbuat
hanya  sekedar  untuk  kebutuhanmu  saja,  akan  tetapi  berbuatlah  sedaya mampumu. Apabila kamu berbuat sekedar untuk memenuhi kebutuhanmu,
maka  orang  yang  tidak  mampu  bekerja  tidak  akan  mendapatkan  sesuatu yang dapat menyambung kehidupan mereka.
11
Pada  ayat  ini,  Allah  berfirman  : ط ق   ءا ش  artinya,  syahida  bil
„adlipara  saksi  yang  adil.  Para  pendengar  Alquran  diharapkan  mampu mencermati  kelenturan  bahasa  hingga  dapat  membedakan  antara  dua  hal
seolah sama tapi beda. Jadi di sana ada “qisth” dan “Aqsath.”Qisth berarti
berlaku  adil  dan  aqsath  artinya  mendirikan  keadilan  dengan menghilangkan kezaliman. Sedangkan qusuth artinya adalah kezaliman.
12
Menurut  M.Quraish  Shihab,  dalam  Surah  an-Nisa  4  :  135 memiliki redaksi  yang serupa dengan surah Al-maidah ayat  5:  8, dalam
surat  an-Nisa  ayat  135  dinyatakan هءا ش  ط ق
ا ق  ا ك,  sedangkan dalam  surah  al-maidah  ayat  8  berbunyi
ش  ه ا ق  ا ك
ط ق   ءا .  Ayat
surah  an- Nisa’  di  atas  di  kemukakan  dalam  konteks  ketetapan  hukum
dalam pengadilan yang disusul dengan pembicaraan tentang kasus seorang Muslim  yang  menuduh  seorang  yahudi  secara  tidak  sah,  selanjutnya
dikemukakan  uraian  tentang  hubungan  pria  dan  wanita,  sehingga  yang ingin  digarisbawahi  oleh  ayat  itu  adalah  pentingnya  keadilan,  kemudian
10
Muhammad  Mutawalli  Sya’rawi,  Tafsir  Sya’rawi  Jilid  3,  Jakarta:  PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006, Cet. I, h. 557
11
Ibid, h. 559
12
Ibid, h. 560
disusul  dengan  kesaksian.  Karena  itu  redaksinya  mendahulukan  al-Qisth adil, baru kata syuhada saksi-saksi. Adapun pada ayat surat al-maidah
ini,  maka  ia  dikemukakan  setelah  mengingatkan  perjanjian-perjanjian dengan  Allah  dan  Rasul-Nya,  sehingga  yang  ingin  digarisbawahi  adalah
pentingnya  melaksanakan  secara  sempurna  seluruh  perjanjian  itu,  dan itulah yang dikandung oleh kata qawwamin lillah.
13
Dalam  ayat  ini  juga  Allah  memerintahkan  kepada  orang-orang yang  mukmin  agar  dapat  melaksanakan  amal  dan  pekerjaan  mereka
dengan  cermat  dan  jujur  dan  ikhlas  karena  Allah,  karena  hanya  dengan demikianlah mereka bisa sukses dan memperoleh hasil atau balasan  yang
mereka  inginkan  dan  harapkan.  Dalam  penyaksian,  mereka  harus  adil tanpa  memandang  siapa  orangnya,  sekalipun  akan  menguntungkan  lawan
dan merugikan sahabat dan kerabat.
14
Menurut Abu Ja’far, maksud ayat di atas adalah, “ Wahai orang- orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, hendaklah
kalian  menjadikan  di  antara  akhlak  dan  sifat  kalian  adalah  menegakkan kebenaran  karena  Allah  dan  hendaklah  menjadi  saksi  yang  adil  terhadap
musuh-musuh  dan  sahabat-sahabat  kalian.  Serta  janganlah  kalian  berlaku jahat  dalam  memutus  perkara  dan  berbuat,  sehingga  kalian  melewati  apa
yang dibatasi untuk kalian berkaitan dengan musuh-musuh kalian lantaran permusuhan  mereka  terhadap  kalian.  Selain  itu,  janganlah  kalian
sembarangan  terhadap  apa  yang  dibatasi  untuk  kalian  berupa  hukum- hukum-Ku  dan  batas-batas-Ku  terhadap  sahabat-sahabat  kalian  karena
persahabatan  mereka,  akan  tetapi  berhentilah  dalam  semua  masalah kepada batas-Ku dan kerjakanlah perintah-
Ku.”
15
13
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : pesan, kesan dan keserasian Al- Qur’an  Vol. 3,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 39
14
Zaini Dahlan dkk., Al- Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1991, h. 401
15
Abu  Ja’far  Muhammad  bin  Jarir  Ath-Thabari,  Tafsir  Ath-Thabari  Jilid  8,  Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 549
Menurut  Hamka  dalam  tafsir  Al-Azhar  menjelaskan  penafsiran ayat  diatas  adalah  kalau  seorang  mukmin  diminta  kesaksiannya  dalam
suatu  hal  atau  perkara,  hendaklah  dia  memberikan  kesaksian  yang sebenarnya saja, yakni yang adil. Tidak membelok-belok karena pengaruh
sayang  atau  benci,  karena  lawan  atau  kawan,  karena  yang  dihadapi  akan diberikan  kesaksian  tentangnya  kaya,  lalu  segan  karena  kayanya.  Atau
miskin lalu kasihan karena kemiskinannya. Katakan apa yang engkau tahu dalam  hal  itu,  katakan  yang  sebenarnya,  walaupun  kesaksian  itu  akan
menguntungkan  orang  yang  tidak  engkau  senangi,  atau  merugikan  orang yang engkau senangi.
16
 
 
 
Dan  janganlah  sekali-kali  kebencianmu  terhadap  sesuatu  kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Syekh  Muhammad  Mutawalli  Sya’rawi  dalam  tafsir  sya’rawi, menjelaskan,  keadilan  yang  ingin  kamu  tegakkan  jangan  sampai
terpengaruh  oleh  hawa  nafsu.  Andaikan  yang  akan  dipersaksikan  itu adalah musuhmu, ketika itu kamu mesti lebih hati-hati dalam menegakkan
keadilan, karena sering terjadi kebencian terhadap seseorang menyebabkan dia  tidak  berlaku  adil.  Sebagaimana  firmanNya:
“dan  janganlah kebencianmu  terhadap  seseorang  menyebabkan  kamu  tidak  berlaku
adil.”
17
Menurut  Abu  Ja’far,  maksud  ayat  ini  adalah,  “Allah  berfirman ح ا   janganlah  sekali-kali  kebencianmu  kepada  suatu  kaum
membawamu  berbuat  tidak  adil  dalam  hukum  kalian  kepada  mereka  dan
16
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982, h. 156
17
Muhammad  Mutawalli  Sya’rawi,  Tafsir  Sya’rawi  Jilid  3,  Jakarta:  PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006, Cet. I, h. 562
                                            
                