Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8

perlakuan kalian terhadap mereka, kemudian kalian berbuat jahat karena permusuhan antara kalian dengan mereka. 18 Menurut Hamka dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan, misalnya orang yang akan engkau berikan kesaksianmu atasnya itu, dahulu pernah berbuat suatu penghalangan yang menyakitkan hatimu, maka janganlah kebencianmu itu menyebabkan kamu memberikan kesaksian dusta untuk melepaskan sakit hatimu kepadanya sehingga kamu tidak berlaku adil. Kebenaran yang ada di pihak dia, jangan dikhianati karena rasa bencimu. Karena kebenaran akan kekal dan rasa benci adalah perasaan bukan asli dalam jiwa, itu adalah hawa nafsu yang satu waktu akan mereda. 19     Berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dalam ayat ini, keadilan dinyatakan “lebih dekat قا kepada takwa”. Bahkan قا bisa berarti lebih dan bisa juga paling dekat. Karena itulah usaha mencapai kedudukan takwa itu diperintahkan, dalam kalimat berikutnya: “Dan bertakwalah kepada Allah.” 20 Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi dalam tafsir sya’rawi, menjelaskan, keadilan apabila diberlakukan terhadap musuh akan dapat mengetuk pintu hatinya. Dia akan berkata dalam hati: “keadilan muslim tidak pandang bulu dan memilih-milih. Kalau demikian pastilah akidahnya kuat dan agama yang dianutnya pasti agama yang sangat baik.” Akan tetapi, apabila musuhmu melihat kamu telah menzaliminya dan tidak menunjukkan yang hak, maka itu sama artinya kamu mendorongnya untuk tetap kafir, karena dia akan mengetahui bahwa kamu mengikuti hawa 18 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari 8, Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, Cet. ke-1, h. 549 19 Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982, h. 156 20 Syu’bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-ayat Sosial-Politik, Jakarta: PT SUN, 2000, h. 363 nafsu. Hal ini menjelaskan kepada kita arti dari lebih dekat kepada takwa yaitu orang kafir yang menjadi lebih dekat untuk bertakwa. 21 Menurut Quriash Shihab, dalam surat al-maidah ayat 8 dinyatakan bahwa adil lebih dekat kepada takwa. Jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan tertinggi, Islam tidak demikian. Ini karena kasih dalam kehidupan pribadi apalagi masyarakat, dapat berdampak buruk. Sedangkan adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Jika seseorang memerlukan kasih, maka dengan berlaku adil kita dapat mencurahkan kasih kepadanya. 22 Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, supaya berlaku adil, karena keadilan dibutuhkan dalam segala hal, untuk mencapai dan memperoleh ketenteraman, kemakmuran dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu berlaku adil adalah jalan yang terdekat untuk mencapai tujuan bertakwa kepada Allah. 23 Menurut Abu Ja’far, maksud firman-Nya, ا عا berlaku adillah, adalah, “wahai orang-orang beriman, bawalah siapapun, baik teman maupun musuh, kepada hukum-hukum-Ku, dan janganlah berbuat jahat kepada salah seorang dari mereka.” Firamn-Nya, قّ قا karena adil itu lebih dekat kepada takwa , maksudnya adalah, “wahai orang-orang beriman, berbuat adil kepada mereka lebih dekat bagi kalian kepada takwa, yakni berada di sisi Allah dengan berlaku sebagai orang bertakwa”. 24 Barangsiapa berbuat jahat berarti telah bermaksiat kepada Allah, dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah berarti telah jauh dari 21 Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006, Cet. I, h. 562 22 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : pesan, kesan dan keserasian Al- Qur’an Vol. 3, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 42 23 Zaini Dahlan dkk., Al- Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991, h. 401 24 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 8, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 551 takwa.kinayah firman-Nya, قا “karena adil itu lebih dekat”, dari fi’il, karena orang Arab meng-kinayah-kan fi’il jika menggunakan atau ك sebagaimana firman-Nya, خ ف“itu lebih baik bagimu.” QS. Al Baqarah [2]: 271 juga ك ا ا “itu lebih baik bagimu”.QS. Al Baqarah [2]: 232 25 Menurut Hamka dalam tafsir Al Azhar menjelaskan, keadilan adalah pintu yang terdekat kepada takwa, sedang rasa benci adalah membawa jauh dari Tuhan. Apabila kamu telah dapat menegakkan keadilan, jiwamu sendiri akan merasai kemenangan yang tiada taranya, dan akan membawa martabatmu naik di sisi manusia dan di sisi Allah. Lawan adil adalah zalim; dan zalim adalah salah satu dari puncak maksiat kepada Allah. Maksiat akan menyebabkan jiwa sendiri merumuk dan merana. 26         Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dalam ayat di atas disebutkan bahwa “ Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Maha tahu adalah terjemahan dari خ. Ini berbeda dari sekedar tahu : ع, meskipun ع juga bisa berarti tahu dalam makna intelektual. Dengan kata lain, Allah sangat tahu gerak hatimu ketika menjatuhkan putusan : apakah kebencian, atau yang sebaliknya, menutupi hatimu. 27 Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi dalam tafsir sya’rawi, menjelaskan, Allah SWT Maha Mengetahui apa yang kita kerjakan. Ayat ini mengingatkan kita untuk mengikhlaskan niat dalam berbuat adil, bukan 25 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 8, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 551 26 Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982, h. 156 27 Syu’bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-ayat Sosial-Politik, Jakarta: PT SUN, 2000, h. 364 untuk mencari nama, agar dipuji sebagai orang yang tegas dan bijaksana, karena Allah mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh hamba-Nya. 28 Pada ayat ini Allah menyatakan janji-Nya bahwa kepada orang- orang yang beriman yang banyak beramal shaleh akan diberikan ampunan dan pahala yang besar. Dan janji Allah pasti ditepati Nya sebagaimana tersebut dalam firman Nya:       “Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji”. Ali Imran: 9 29 Menurut Abu Ja’far, maksud ayat di atas adalah, “Waspadalah wahai orang-orang yang beriman, untuk berbuat jahat dalam beribadah kepada-Nya, sehingga kalian melanggar hukum dan keputusan-Nya yang ada di antara kalian, kemudian kalian mendapat siksa-Nya yang pedih. Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah memiliki pengalaman dan pengetahuan atas perbuatan kalian, terhadap hal-hal yang diperintahkan dan dilarang untuk kalian. Semuanya dihitung sampai Dia membalas orang yang berbuat baik dengan pahala-Nya, dan orang yang berbuat buruk dengan keburukan-Nya, oleh karena itu, takutlah untuk berbuat buruk.” 30 Menurut Hamka dalam tafsir Al-Azhar, maksud ayat di atas adalah peliharalah hubungan baik dengan Tuhan, supaya diri lebih dekat kepada Tuhan. Jiwa manusia di bawah pengawasan Tuhan, adakah dia setia memegang keadilan atau tidak. Jika masyarakat Islam telah diberi Allah karunia kekuasaan, mengatur pemerintahan, adakah dia adil atau tidak. Apabila yang berkuasa tidak adil, maka yang dikuasai akan menderita dan 28 Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006, Cet. I, h. 562 29 Zaini Dahlan dkk., Al- Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991, h. 401 30 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 8, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 552 patah hati, masa bodoh. Akhirnya hilanglah wibawa dan kemegahan ummat itu, dan mudahlah masuk kekuatan musuh ke dalamnya, dan mudahlah dirampas kemerdekaannya. Itulah ancaman azab siksaan dunia, dan akan datang lagi di akhirat. 31

B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang Terdapat dalam Surat Al-Maidah

Ayat 8 1. Nilai Kejujuran Dalam istilah keagamaan, jujur dianggap identik dengan kata al- shidqu, yang makna aslinya, “benar”. Berkata atau berbuat benar berarti pula berkata atau berbuat jujur. 32 Pada kejujuran terdapat kelezatan rohani yang tidak akan dirasakan seorang pendusta. Sementara dusta-lawan dari jujur-sangat tercela, baik besar maupun kecil. 33 Bahaya orang yang tidak jujur dusta : 34 a. Orang yang tidak jujur dusta dapat membahayakan dirinya sendiri sehingga ia menjadi terhina b. Tidak percaya orang lain c. Di akhirat, pendusta disiksa oleh Allah SWT. d. Membahayakan orang lain, karena tidak jujur dusta itu menjanjikan kebaikan kepada orang lain, lalu ia ingkari, maka hati orang yang dibohongi menjadi resah gelisah, karena harapannya tidak tercapai. e. Menumbuhkan budi pekerti yang tercela, seperti ghibah menggunjing, dan namimah mengadu domba, karena itu dusta seringkali menimbulkan pertengkaran dan permusuhan. Allah SWT. mencela pendusta dalam firman-Nya: 31 Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ VI, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982, h. 157 32 Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, Ciputat: WNI Press, 2009, h. 80 33 Khalil Al-Musawi, Bagaimana membangun Kepribadian Anda, Jakarta: PT Lentera Basritama, 1998, Cet. I, h. 28 34 Hafizh H asan Al Mas’udi, Sopan Santun Islam : terjemah taisirul kholaq, Surabaya: CV. Amin,, h. 54           “Yang berbuat dusta itu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat- ayat Allah...”QS. An Nahl : 105 Dalil-dalil tentang keutamaan jujur : Allah SWT. Memuji dan memuliakan orang yang jujur dalam firmanNya:          “Hai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah dan hendaklah engkau bersama orang- orang yang benar”.QS. At Taubat:119 35                          “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” QS. Al-Ahzaab 33: 70- 71 36 Dalam beberapa hadits, Rasulullah memberikan penjelasan tentang kejujuran. 35 Hafizh Hasan Al Mas’udi, Sopan Santun Islam : terjemah taisirul kholaq, Surabaya: CV. Amin,,h.56 36 Ibid. Rasulullah saw. Bersabda: “Tinggalkanlah keraguan kepada sesuatu yang tidak meragukan, sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan”. HR. Tirmidzi 37 ا ع ا ع - ع ها ض ط ع ع ها ص ا ا ق ّ ا ا ع ا ّ ا ج ّ ا : ق ّ ا Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a dari Nabi saw., beliau bersabda: “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan hidup kelak dihari akhir bersama-sama para nabi, orang-orang yang dapat dipercaya dan para syuhada”.HR. Tirmidzi 38 Dari dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa keutamaan jujur adalah sebagai berikut: a. Di muliakan Alllah b. Di ampuni dosa-dosa oleh Allah c. Mendapat ketenangan d. Terhindar dari bencana e. Bersama para nabi dan para syuhada dihari akhir. Jujur adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan sifat jujur mereka akan dipercaya untuk memimpin hal-hal yang dianggap penting, sehingga apa yang mereka kerjakan akan cepat meraih kesuksesan dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Bila sifat jujur sudah melekat pada setiap masyarakat. Maka, kehidupan di masyarakat pun akan menjadi damai, tentram, dan saling peduli serta saling mempercayai antara satu anggota masyarakat dengan masyarakat lainnya dan tidak menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : 37 Muhammad bin ‘Isa Abu ‘Isa At-Turmudzi As-Sulamy, Al-Jami’ Ash-Shahih Sunan At-Turmudzi Juz 5, Beirut: Darul Ihya’ At-Turastul ‘Araby, t.t., h. 668 38 Ibid, h. 515 “Wajib kepadamu berlaku benar jujur, karena sesungguhnya kebenaran jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang tiada henti-hentinya berkata dan berlaku benar jujur dan mengusahakan sungguh-sungguh akan kebenaran kejujuran, sehingga di catat ia di sisi Allah sebagai seorang sidiq orang yang selalu benarjujur”. HR. Muslim 39

2. Nilai Keikhlasan

Ikhlas artinya bersih atau murni, tidak tercampur oleh sesuatu apapun. Setiap amal kebaikan sangat diperlukan keikhlasan. Artinya amal perbuatan itu dikerjakan hanya semata-mata karena Allah, bukan karena yang lain-Nya. Allah berfirman:                   “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus”. QS. Al Bayyinah : 5 40 Ketika ketetapan syariah menyatakan bahwa Allah SWT tidak menerima amal kecuali yang ikhlas dan ditujukan mengharap ridha- Nya, maka Nabi saw segera mengingatkan besarnya kandungan niat 39 Abu Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy An-Naisabury, Shahih Muslim Juz 8, Beirut : Darul Afaqul Jadidah, t.t., h. 29 40 Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam Materi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995, h. 112 dan kewajiban mensucikannya dari kotoran yang merusak tujuan dan menghapus pahala amal. Hal tersebut telah disinggung dalam hadits shahih, dari Al-Qamah bin Waqqash Al-Laitsi yang memberitahukan: “saya mendengar Umar bin Khathab berkata di atas mimbar: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung niat, dan sesungguhnya bagi seseorang adalah apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang hendak dicapai atau wanita yang hendak dinikahi, maka hijrahnya itu kepada apa yang ia niatkan.” HR. Al-Bukhari 41 Diantara keutamaan ikhlas juga disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim : Pada salah satu riwayat Muslim dikatakan bahwa Allah berfirman : “Apabila seseorang hamba-Ku berniat untuk melakukan kebaikan,maka Aku akan tuliskan kebaikan itu untuknya, walaupun dia belum melaksanakan satu kebaikan dan apabila dia melaksanakannya, 41 Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah Al-Bukahri Al-Ju’fy, Al-Jami’ Ash-Shahih Al- Mukhtashar Juz 6, Beirut: Daru Ibnu Katsir, 1987, h. 2.461