Studi Tentang Pengaruh Variasi Temperatur Dan Putaran Ekstruder Berkapasitas Maksimum 900 Kg/Jam Pada Proses Pembuatan Pipa Air Dengan Komposisi Beberapa Jenis Thermoplastik.

(1)

STUDI TENTANG

PENGARUH VARIASI

TEMPERATUR DAN PUTARAN EXTRUDER

BERKAPASITAS MAKSIMUM 900 KG/JAM PADA PROSES

PEMBUATAN PIPA AIR DENGAN KOMPOSISI

BEBERAPA JENIS THERMOPLASTIK

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

HENDRA PRAWIRA GINTING NIM. 080421008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2 0 11


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN

TUGAS SARJANA

STUDI TENTANG PENGARUH VARIASI

TEMPRATUR DAN PUTARAN EXTRUDER

BERKAPASITAS MAKSIMUM 900 KG/JAM PADA

PROSES PEMBUATAN PIPA AIR DENGAN

KOMPOSISI BEBERAPA JENIS THERMOPLASTIK

OLEH :

HENDRA PRAWIRA GINTING NIM : 080421008

DISETUJUI OLEH :

DOSEN PEMBIMBING

Ir.Alfian Hamsi,M.Sc.

NIP. 19560910198701001


(3)

TUGAS SARJANA

STUDI TENTANG PENGARUH VARIASI

TEMPERATUR DAN PUTARAN EXTRUDER

BERKAPASITAS MAKSIMUM 900 KG/JAM PADA

PROSES PEMBUATAN PIPA AIR DENGAN

KOMPOSISI BEBERAPA JENIS THERMOPLASTIK

OLEH :

HENDRA PRAWIRA GINTING NIM : 080421008

TELAH DISETUJUI DARI HASIL SIDANG SARJANA

PERIODE 158, TANGGAL 24 SEPTEMBER 2011

DOSEN

PEMBANDING

I

DOSEN

PEMBANDING

II

Ir.

Mulfi

Hazwi,

M.Sc.

Ir.M.Syahril

Gultom,MT.

NIP. 19491012 198103 1 002

NIP. 195512101987101001


(4)

STUDI TENTANG PRNGARUH

VARIASI TEMPRATUR DAN PUTARAN

EXTRUDER BERKAPASITAS MAKSIMUM 900 KG/JAM

PADA PEROSES PEMBUATAN PIPA AIR

DENGAN KOMPOSISI BAHAN THERMOPLASTIK

HENDRA PRAWIRA GINTING NIM : 080421008

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke 158 ,pada Tanggal 17 September 2011

Pembanding I, Pembanding II,

Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc. Ir.M.Syahril Gultom, MT.


(5)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 248 / TS / 2011

FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA TGL. : 12 / 09 / 2011

MEDAN PARAF :

TUGAS SARJANA

N A M A : HENDRA PRAWIRA GINTING

N I M : 080421008

MATA PELAJARAN : METALURGI SERBUK

SPESIFIKASI : STUDI TENTANG PENGARUH VARIASI

TEMPERATUR DAN PUTARAN EKSTRUDER BERKAPASITAS MAKSIMUM 900 KG/JAM PADA PROSES PEMBUATAN PIPA AIR DENGAN

KOMPOSISI BEBERAPA JENIS THERMOPLASTIK

DIBERIKAN TANGGAL : 15 MEI 2011

SELESAI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011

MEDAN, SEPTEMBER 2011

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir. Alfian Hamsi, M.Sc.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala karunia dan anugerah-Nya yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Metalurgi Serbuk, yaitu “Studi Tentang Pengaruh Variasi Temperatur Dan Putaran Ekstruder Berkapasitas Maksimum 900 Kg/Jam Pada Proses Pembuatan Pipa Air Dengan Komposisi Beberapa Jenis Thermoplastik

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing saya hingga tugas ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT, selaku

Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Pimpinan PT. Sinar Utama Nusantara Jl. Batang Kuis Km. 3,8 Pasar V Desa

Telaga Sari, Tanjung Morawa yang telah banyak membantu dalam hal survey studi dan pengetahuan tentang pembuatan pipa PVC.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik

USU.

5. Teristimewa buat kedua Orangtua tercinta, atas doa dan dukungan mereka yang

selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan pembuatan tugas skripsi ini.

6. Terimakasih kepada Adik ku,atas doa & support nya selama penulis menyelesaikan


(7)

7. Terimakasih kepada Tunangan ku tercinta Debora Margareth Silitonga, atas doa ,dukungan & perhatian nya,selama penulis menyelesaikan pendidikan dan pembuatan skripsi ini

8. Terimakasih kepada om Benhur Silitonga S.Th,SE,MM, atas bantuan,saran dan

bimbingannya,selama penulis dalam pembuatan tugas skripsi ini.

9. Kepada teman-teman mahasiswa Extensi teknik mesin USU khususnya stambuk

2008 yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini

10. Kepada teman-teman satu team skripsi ku ( 3Idiot; Fajar Hidayat,Chairun Nawawi

),yang selalu saling berkerjasama,& saling mendukung dalam pembuatan sekripsi ini. Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2011

Penulis,

HENDRA PRAWIRA GINTING


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2

1.2.1 Tujuan Penelitian ... 2

1.2.2 Manfaat Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Bahan Polimer ... 5

2.1.1 Definisi Bahan Polimer ... 5

2.1.2 Jenis-jenis Bahan Polimer ... 8

2.2 Sifat-sifat Mekanik Bahan Polimer ... 9

2.2.1 Sifat Lenturan ... 9

2.2.2 Teori Uji Tekan Statik ... 12

2.2.3 Respon Material Akibat Beban Tekan Statik ... 13

2.2.4 Perpatahan (Fracture) ... 16

2.2.4.1 Dasar-dasar Perpatahan ... 16

2.3 Pemanfaatan Polimer ... 16

2.4 Bahan Baku ... 18

2.5 Bahan Tambahan ... 23

2.5.1 Bahan Penyetabil ... 23

2.5.2 Bahan Pengisi ... 23

2.5.3 Lain-lain... 24

2.6 Proses Esktrusi ... 24

2.6.1 Mesin Ekstruder ... 27

2.7 Proses Pembuatan Pipa PVC ... 37

BAB III METODOLOGI 3.1 Tahapan Penelitian ... 46

3.2 Peralatan ... 47

3.2.1 Mesin Mixer ... 47

3.2.2 Mesin Ekstruder ... 47

3.2.3 Neraca Analitik ... 48

3.2.4 Cetakan Spesimen ... 48

3.2.5 Mesin Uji Tekan dan Kelenturan ... 49

3.2.6 Hydrolic Hot Press ... 50

3.3 Bahan Baku ... 51

3.4 Proses Pembuatan Spesimen ASTM D 695 dan D 790 ... 51

3.4.1 Penimbangan Komposisi Formula ... 51 i


(9)

3.4.2 Pembuatan Spesimen ... 53

3.4.3 Cara Pengambilan Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 57

4.1.1 Kondisi Spesimen Setelah Pengujian ... 57

4.2 Hasil Uji Mekanik Spesimen ... 63

4.2.1 Perhitungan Uji Lentur... 65

4.2.1 Perhitungan Uji Tekan ... 68

4.3 Diskusi ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN A (Data dan Grafik Spesimen Uji Lentur dan Uji Tarik) ... 77


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Polimer ... 8

Gambar 2.2 Spesimen Uji Lentur (ASTM D790 – 02) ... 10

Gambar 2.3 Penampang Uji Bending (standart ASTM D 790-02) ... 10

Gambar 2.4 Perubahan benda yang disebabkan oleh tegangan tekan Aksial ... 12

Gambar 2.5 Pengujian beban tekan pada batang spesimen (a) ... sebelum uji tekan (b) setelah uji tekan ... 14

Gambar 2.6 (a) Pipa PVC (b) Kabel Optik ... 17

Gambar 2.7 Diagram alir dari proses pembuatan resin PVC Secara keseluruhan ... 22

Gambar 2.8 Bagian – bagian proses pengolahan pada ekstruder Secara umum ... 28

Gambar 2.9 Pada ekstruder ulir tunggal ... 29

Gambar 2.10 Contoh kerapatan Ulir Intermeshing, Counter Rotating ... 32

Gambar 2.11 Tipe-tipe Ulir ... 32

Gambar 2.12 Dua Ulir Paralel Pada Ekstruder Ulir Ganda ... 33

Gambar 2.13 Bagan Alir Proses Pembuatan Pipa PVC ... 38

Gambar 2.14 Cetakan Mesin Ekstrusi Untuk Pipa ... 38

Gambar 2.15 (a) Tangki Air (b), (c) dan (d) Keadaan didalam Tangki Air ... 39

Gambar 2.16 Penarik Pipa (Puller) ... 40

Gambar 2.17 (a) Proses Pemotongan Secara Manual (b) Mesin Potong ... 40

Gambar 2.18 Proses Finishing (a) Proses Pemotnogan (b) Proses Pembersihan ... 41

Gambar 3.1 Diagram alir proses ... 46

Gambar 3.2 Mesin Mixer ... 47

Gambar 3.3 Mesin Ekstruder ... 48

Gambar 3.4 Neraca Analitik ... 48

Gambar 3.5 Spesimen uji tekan (ASTM D 695 – 02a) ... 49

Gmabar 3.6 Spesimen Uji Lentur (ASTM D790 -02 ) ... 49

Gambar 3.7 Mesin Uji tekan dan uji kelenturan ... 50

Gambar 3.8 Hydraulic Hot Press ... 50

Gambar 3.9 Pencampuran Bahan dengan pewarna titanium Dioksid ... 52

Gambar 3.10 Pencampuran Bahan dengan pewarna Carbon Black ... 52

Gambar 3.11 Spesimen Uji Tekan ASTM D-695 ... 53

Gambar 3.12 Spesimen Uji Lentur ASTM D-790 ... 53

Gambar 3.13 Diagram pohon sampel hasil variasi temperatur dengan variasi Putaran ... 54

Gambar 3.14 Spesimen Uji Lentur ASTM D-790 berada di mesin Pengujian ... 55

Gambar 3.15 Kondisi Spesimen Uji Lentur ASTM D-790 saat Pengujian ... 56


(11)

Gambar 3.16 Spesimen Uji Tekan ASTM D-695 berada di mesin

Pengujian ... 56

Gambar 3.17 Kondisi Spesimen Uji Tekan ASTM D-695 saat pengujian ... 56

Gambar 4.1 Kondisi spesimen sebelum dilakukan pengujian ... 57

Gambar 4.2 Kondisi spesimen pada suhu 170oC ... 58

Gambar 4.3 Kondisi spesimen pada suhu 175oC ... 58

Gambar 4.4 Kondisi spesimen pada suhu 180oC ... 58

Gambar 4.5 Kondisi spesimen pada suhu 170oC ... 59

Gambar 4.6 Kondisi spesimen pada suhu 175oC ... 59

Gambar 4.7 Kondisi spesimen pada suhu 180oC ... 59

Gambar 4.8 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 170oC ... 60

Gambar 4.9 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 175oC ... 60

Gambar 4.10 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 180oC ... 60

Gambar 4.11 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 170oC ... 61

Gambar 4.12 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 175oC ... 61


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Suhu Operasi Termoplastik ... 26

Tabel 2.2 Perbedaan Utama Antara Ekstruder Ulir Tunggal dan Ulir Ganda ... 31

Tabel 4.1 Data hasil uji Lentur ASTM D 790 dengan n = 25 rpm ... 63

Tabel 4.2 Data hasil uji Lentur ASTM D 790 dengan n =30 rpm ... 63

Tabel 4.3 Data hasil uji Tekan ASTM D 695-02a dengan n = 25 rpm ... 64

Tabel 4.4 Data hasil uji Tekan ASTM D 695-02a dengan n =30 rpm ... 64

Tabel 4.5 Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji lentur n=25 rpm ... 66

Tabel 4.6 Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji lentur n=30 rpm ... 66

Tabel 4.7 Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji tekan n=25 rpm ... 69

Tabel 4.8 Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji tekan n=30 rpm ... 69


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini pemakaian pipa air yang terbuat dari bahan Polivinil Klorida (PVC) semakin meningkat.Hal ini dikarenakan PVC mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai di perhitungkan masyarakat.Keunggulan pipa PVC pada umumnya adalah mudah menginstalasi nya,tahan korosi di banding pipa besi.Dengan tambahan berbagai bahan anti tekanan dan stabilizer, PVC menjadi bahan yang populer sebaga bingkai jendela dan pintu.

Dalam masa era globalisasi, persaingan dalam industri semakin ketat. Persaingan ini menyangkut perkembangan bidang teknologi, dimana dengan adanya perkembangan teknologi dapat menekan biaya produksi suatu produk. Selain perkembangan teknologi, biaya produksi dipengaruhi oleh bahan baku yang dipakai, penggunaan listrik, sumber daya manusia dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk yang efisien dan dapat bersaing perlu pertimbangan dalam pembuatan produk tersebut, mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengerjaan, sampai produk yang dihasilkan.

Teknik Ekstruksi harus dapat memenuhi permintaan terhadap peroduk pipa berkualitas tinggi,namun tetap ekonomis dari segi harga.Mesin ekstruder,pada pembuatan pipa,harus dapat memenuhi permintaan pasar akan pipa PVC berkualitas tinggi.Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil produksi yang berkualitas tersebut yaitu temperatur pemanasan dan putaran ekstruder dalam proses bahan baku PVC.Untuk meminimalisir angka produk yang cacat inilah yang mendasari penulis melakukan penelitian pengaruh variasi temperatur dan putaran pada proses ekstrusi untuk pembuatan pipa dengan bahan baku Polivinil klorida yang biasa disingkat dengan PVC, dikaitkan dengan produk akhir yang dihasilkan.


(14)

1.2Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1 Mengidentifikasi pengaruh temperatur pemanasan dan putaran bahan baku PVC

pada proses ekstrusi terhadap produk akhir sehingga bisa mengetahui cacat produk hasil pengujian dengan perbandingan berbagai sample produk yang dihasilkan.

2 Mengidentifikasi temperatur dan putaran yang optimal terhadap bahan baku PVC

pada proses ekstrusi.

3 Menganalisa hasil pengujian sifat mekanis kekuatan tekan dan kelenturan dari

perbandingan berbagai sampel produk.

1.2.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1 Dihasilkan suatu produk dari hasil proses Ekstrusi dengan variasi temperatur dan

putaran pemanasan dengan bentuk mold yang sederhana yaitu berupa spesimen uji tekan dan lentur (skala kecil) dan bisa untuk bidang industri PVC (skala besar).

2 Sumbangan bagi kalangan industri, sehingga mampu memproduksi PVC dengan

produk yang berkualitas dan bermutu.

3 Sumbangan bagi kalangan akademis dalam bidang manufaktur tentang proses

pembuatan berbagai produk dari PVC dan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi di lapangan.


(15)

1.3Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih mengena dan tidak terjebak dalam pembahasan yang tidak perlu, maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun batasan masalah tersebut dititikberatkan pada pembahasan yang terkait dengan permasalahan ini yaitu :

1. Bahan yang di uji adalah Resin PVC , Calcium carbonate (CaCO3), Stabilizer,

Calcium Stearate, Titanium Dioksid (Pigment Warna)

2. Temperatur yang digunakan dalam pengujian ini yaitu : 170°C, 175°C, 180°C.

Sedangkan putaran yang digunakan dalam pengujian ini yaitu :25 rpm dan 30 rpm.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dasar Bahan Polimer 2.1.1 Definisi Bahan Polimer

Polimer adalah salah satu bahan rekayasa bukan logam (non-metallic material) yang penting. Saat ini bahan polimer telah banyak digunakan sebagai bahan substitusi untuk logam terutama karena sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi dan kimia, dan murah, khususnya untuk aplikasi-aplikasi pada temperature rendah. Hal lain yang banyak menjadi pertimbangan adalah daya hantar listrik dan panas yang rendah, kemampuan untuk meredam kebisingan, warna dan tingkat transparansi yang bervariasi, kesesuaian desain dan manufaktur.

Istilah polimer digunakan untuk menggambarkan bentuk molekul raksasa atau rantai yang sangat panjang yang terdiri atas unit-unit terkecil yang berulangulang atau mer atau meros sebagai blok-blok penyusunnya. Molekul-molekul (tunggal) penyusun polimer dikenal dengan istilah monomer.

Istilah plastik, yang sering digunakan oleh masyarakat awam untuk menyebut sebagian besar bahan polimer, mulai digunakan pada tahun 1909. Istilah tersebut berasal dari kata Plastikos yang berarti mudah dibentuk dan dicetak. Teknologi modern plastik baru dimulai tahun 1920-an, yaitu dengan mulai digunakannya polimer yang berasal dari produk derivatif minyak bumi

Plastik, serat, film, dan sebagainya yang biasa dipergunakan dalan kehidupan sehari-hari mempunyai berat molekul di atas 10.000. Bahan dengan berat molekul yang besar itu disebut polimer, mempunyai struktur dan sifat-sifat yang rumit disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa yang berat atomnya rendah. Umumnya suatu polimer dibangun oleh satuan struktur tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang kuat yang disebut ikatan kovalen, dimana


(17)

setiap atom dari pasangan terikat menyumbangkan satu elektron untuk membentuk sepasang elektron. Gaya tarik-menarik diantara atom-atom di dalam benda-benda digolongkan : (1) ikatan kovalen, (2) ikatan ion, (3) ikatan logam, (4) ikatan koordinat, (5) ikatan hidrogen, (6) gaya Van der Waals, (7) ikatan hidro-fobik. Di antaranya (1), (5) dan (6) biasa digunakan pada bahan polimer, sedangkan (2), (4) dan 7 ditemukan kadang-kadang. Gaya antar molekul yang terutama berkerja pada bahan polimer seperti (5) dan (6), juga lebih lemah dari pada ikatan kovalen.

Bahan polimer yang mempunyai berat molekul besar dan ikatan kovalen, samasekali menunjukkan sifat-sifat yang berbeda dari bahan organik yang mempunyai berat molekul rendah. Bahan yang mempunyai berat molekul rendah berubah menjadi cair dengan visikositas rendah atau menguap kalau dipanaskan, sedangkan bahan polimer mencair dengan sangat kental dan tidak menguap. Bahan yang tidak bisa berfungsi itu terurai karna panas menjadi karbon, pada tahap akhir tanpa penguapan.

Molekul polimer disusun dalam satu struktur rantai seperti polietilen dan polipropilen, dalam struktur tiga dimensi denga ikatan kovalen seperti phenol dan resin epoksi, dan dalam hal struktur hubungan silang seperti karet dimana sebagian molekul rantai terikat satu sama lain. Sifat-sifat termik dan mekanik dari polimer sangat berbeda tergantung pada keadaan. Dimana distribusi berat molekul mempunyai hubungan erat dengan sifat-sifat bahan polimer.

Sebagai contoh, kebanyakan molekul rantai memberikan sifat termoplastik dengan menaikkan temperatur, dapat mencair dan mengalir. Bahan tersebut dinamakan polimer termoplastik. Di lain pihak polimer yang struktur tiga dimensinya terkeraskan karna pemanasan, tidak bersifat dapat mengalir lagi karna pemanasan. Bahan tersebut dinamakan resin termoset. Sedangkan polimer yang dihubung-silangkan secara tepat dengan S atau lainnya, seperti halnya karet, menunjukkan sifat elastomer, dapat berdeformasi karena direngangkan dan kembali ke asal apabila dilepas. Beberapa diantara polimer rantai mempunyai molekul-molekul yang tersusun secara teratur membentuk kristal. Bahan tersebut dinamakan polimer Kristal walaupun tidak seluruhnya mengkristal, temperatur dimana kristal dalam polimer itu mencair dinamakan titik cair polimer.


(18)

1) Mampu cetak yang baik. Pada temperatur relatif rendah bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan, ekstrusi dan seterusnya akibatnya biaya pembuatan relatif lebih rendah dibanding pada logam atau keramik.

2) Produk yang kuat dan ringan dapat dibuat. Berat jenis polimer adalah rendah

dianding logam dan keramik, yaitu 1,0 – 1,7 yang memungkinkan dapat diproduksi barang yang kuat dan ringan.

3) Banyak diantara polimer bersifat isolator yang baik. Polimer mungkin saja dibuat

konduktor dengan jalan mencampurnya dengan serbuk logam, butiran karbon, serbuk alam dan lain-lain.

4) Baik sekali dalam ketahanan air dan ketahanan zat kimia. Pemilihan bahan yang

baik akan menghasilkan produk yang mempunyai sifat-sifat baik sekali.

5) Produk-produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara

pembuatannya. Dengan mencampur zat plastis, pengisi dan sebagainya. Sifat-sifat dapat berubah dalam daerah yang luas.

6) Kekerasan permukaan sangat kurang. Bahan polimer yang keras ada tetapi masih

jauh dibawah kekerasan logam dan keramik.

7) Kurang tahan terhadap pelarut. Umumnya larut dalam zat pelarut tertentu kecuali

pada bahan tertentu seperti politetrafluoretilen. Kalau tidak larut, mudah retak karena kontak terus-menerus dengan zat pelarut dan disertai adanya tegangan. Oleh karena itu perlu perhatian khusus.

8) Beberapa bahan tahan abrasi atau mempunyai koefisien gesek yang kecil (Surdya,

T dan Saito, S, 1986)

2.1.2 Jenis-jenis Bahan Polimer

Menurut id.wikipedia.org/plastik (2011) Plastik adalah bahan sintetis yang dapat diubah bentuk dan dapat mempertahankan perubahan bentuk serta dikeraskan tergantung pada strukturnya.


(19)

Pada dasarnya plastik secara umum digolongkan ke dalam 3 (tiga) macam dilihat dari temperaturnya (Ilham, 2007), yakni :

1) Bahan Thermoplastik (Thermoplastic) yaitu akan melunak bila dipanaskan dan

setelah didinginkan akan dapat mengeras. Contoh bahan thermoplastik adalah : Polistiren, Polietilen, Polipropilen, Nilon, Plastik fleksiglass dan Teflon.

2) Bahan Thermoseting (Thermosetting) yaitu plastik dalam bentuk cair dan dapat

dicetak sesuai yang diinginkan serta akan mengeras jika dipanaskan dan tetap tidak dapat dibuat menjadi plastik lagi. Contoh bahan thermosetting adalah : Bakelit, Silikon dan Epoksi.

3) Bahan Elastis (Elastomer) yaitu bahan yang sangat elastis. Contoh bahan elastis

adalah : karet sintetis.

Berikut pembagian polimer secara umum :

Gambar 2.1 Klasifikasi Polimer

( sumber : Pengetahuan Dasar Plastik, penerbit : PT. Tri Polyta Indonesia, tbk )

2.2 Sifat-sifat Mekanik Bahan Polimer

Menurut Rahmat (2007) Kekuatan merupakan salah satu sifat mekanik dari polimer. Ada beberapa macam kekuatan dalam polimer, diantaranya yaitu:


(20)

Kekuatan tarik adalah tegangan yang dibutuhkan untuk mematahkan suatu sampel. Kekuatan tarik penting untuk polymer yang akan ditarik, contohnya fiber, harus mempunyai kekuatan tarik yang baik.

2) Compressive strength (Rahmat, 2007)

Adalah ketahanan terhadap tekanan. Beton merupakan contoh material yang memiliki kekuatan tekan yang bagus. Segala sesuatu yang harus menahan berat dari bawah harus mempunyai kekuatan tekan yang bagus.

3) Flexural strength (Rahmat, 2007)

Adalah ketahanan pada bending (flexing). Polimer mempunyai flexural strength jika dia kuat saat dibengkokkan.

4) Impact strength (Rahmat, 2007)

Adalah ketahanan terhadap tegangan yang datang secara tiba-tiba. Polimer mempunyai kekuatan impak jika dia kuat saat dipukul dengan keras secara tiba-tiba seperti dengan palu.

2.2.1 Sifat Lenturan

Material komposit mempunyai sifat tekan lebih baik dibanding tarik, pada perlakuan uji bending spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan bagian bawah terjadi proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji bending yaitu mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar 2.2. berikut ini : (Standart ASTM D 790-02).


(21)

Gambar 2.3. Penampang Uji bending (Standart ASTM D 790-02)

Perlu mengetahui sifat tekukan bahan. Seperti ditunjukkan pada gambar 2.3, kalau

batang uji di tumpu pada R1 dan R2 dan beban tekuk (P) diberikan ditengah, tegangan tekuk

maksimum pada titik nol ditengah adalah :

Di mana :

σ = kekuatan bending (MPa)

P = beban yang diberikan(N)

L = jarak antara titik tumpuan (mm) B = lebar spesimen (mm)

D = tebal spesimen (mm) = defleksi (mm)

Kekuatan lentur berubah menurut ukuran batang uji L/ oleh karna itu, umumnya

ditentukan pada . Modulus Young pada lenturan Ef merupakan konstanta dari

perbandingan lurus antara tegangan dan regangan. Besarnya modulus ini sama dengan angka kemiringan dari kurva tegangan – regangan yang berupa garis lurus pada bagian yang dekat ke titik 0. Modulus elastisitas (E) didapat dari persamaan :

Dimana :

= defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)


(22)

P = beban yang diberikan (N)

= m (gradien garis lurus pada kurva beban vs defleksi)

Umumnya pada bahan polimer modulus elastik untuk tekan berbeda dengan untuk tarik, tegangan tekan yang besar terjadi pada bagian yang mengalami tegangan tekan ( gambar 2.3 ). Selanjutnya kekuatan tekan pada bahan polimer jauh lebih besar daripada kekuatan tarik, hal inilah yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami teganga tarik. kekuatan tekuk lebih besar daripada kekuatan tarik tetapi lebih kecil daripada kekuatan tekan, atau berada diantaranya.

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan (Lukkassen, D, Meidel, A, 2003) dengan mencari momen inersia terlebih dahulu :

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut :

Dimana :

D = kekakuan (N.mm2)

E = modulus elastisitas (N/mm2)

I = momen inersia (mm4)

b = lebar (mm)

d = tinggi (mm)

2.2.2 Teori Uji Tekan Statik

Tegangan tekan berlawanan dengan tegangan tarik. Jika pada tegangan tarik, arah kedua gaya menjahui ujung benda (kedua gaya saling berjauhan), maka pada tegangan tekan, arah kedua gaya saling mendekati. Dengan kata lain benda tidak ditarik tetapi ditekan (gaya-gaya bekerja di dalam benda). Kekuatan tekan material adalah nilai tegangan tekan uniaksial yang mempunyai modus kegagalan ketika saat pengujian. Perubahan bentuk


(23)

tiang-tiang yang menopang beban, seperti tiang-tiang bangunan mengalami tegangan tekan. Kekuatan tekan biasanya diperoleh dari percobaan dengan alat pengujian tekan. Ketika dalam pengujian nantinya, spesimen (biasanya silinder) akan menjadi lebih mengecil seperti menyebar lateral. (Ismoyo,1999). Perubahan benda yang disebabkan tegangan tekan dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Perubahan benda yang disebabkan oleh tegangan tekan aksial Keterangan :

A = Luas Penampang

F = Gaya yang bekerja sebagai penekanan L0 = Panjang Awal

ΔL = Perubahan panjang, dimana : ΔL = L0 – L1

Dalam perancangan teknik yang sebenarnya sebagian besar kita bertumpu pada tegangan teknik. Pada kenyataannya, tegangan sebenarnya berbeda dengan tegangan teknik. Oleh sebab itu, material akibat beban tekan dapat dihitung dari penjelasan persamaan yang diberikan. Hal ini tentu saja karena perubahan luas penampang (A0) dan

fungsi dari luas penampang A = φ (F). (Callister:2003)

1. Perbedaan nilai deviasi tegangan dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pada kompresi spesimen akan mengecil atau memendek. Material akan cenderung menyebar kearah lateral dan meningkatnya luas penampang


(24)

2. Pada uji tekan, spesimen dijepit pada ujung – ujungnya. Untuk alasan ini, timbul gaya gesekan yang akan menentang penyebaran lateral ini. Berarti yang harus dilakukan untuk menghindari gaya gesekan ini harus dengan meningkatnya energi selama proses penekanan. (Ismoyo,1999).

2.2.3 Respon Material Akibat Beban Tekan Statik

Mekanisme deformasi polymericfoam akibat beban tekan statik ditunjukkan oleh

kurva tegangan-regangan. Pada uji tekan statik diperoleh tiga tingkatan respon yaitu: elastisitas linier (bending), plateau (buckling elastis), dan densification. Elastisitas linier

ditandai oleh bending terhadap dinding rongga dan kemiringan (tegangan-regangan)

awal atau modulus elastisitas diperoleh dari tingkatan ini. Plateau merupakan

karakteristik respon yang terjadi setelah polymericfoam mengalami elastisitas linier

ditandai dengan berlipatnya rongga-rongga polymericfoam. Pada saat rongga-rongga

hampir terlipat seluruhnya dan dinding-dinding rongga menyatu mengakibatkan rongga-rongga menjadi lebih padat, tegangan normal tekan statik akan meningkat.

Untuk mengoptimalkan produk tersebut perlu diketahui karakteristik material penyusunnya akibat beban tekan statik. Karakteristik suatu spesimen harus terukur, untuk itu perlu suatu pengujian tekan statik agar karakteristik dapat diketahui. Karakteristik dapat diketahui dari respon yang dialami oleh material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan (disturbance) yang diberikan terhadap sebuah

sistem, seperti: F (gaya), T (temperatur), dan lain-lain. Di dalam uji tekan statik, gaya

yang diberikan ditunjukkan pada Gambar. 2.5

Gambar. 2.5. Pengujian beban tekan pada batang spesimen (a).Sebelum Uji Tekan,(b).Setelah Uji Tekan.


(25)

Berdasarkan respon yang ditunjukkan pada Gambar.2.5 dapat ditentukan respon mekanik berupa tegangan normal dan regangan akibat beban tekan statik.

Pertimbangan yang paling penting dalam upaya untuk mencegah terjadinya kegagalan desain suatu struktur adalah tegangan yang terjadi tidak melebihi dari kekuatan material. Akan tetapi, ada banyak pertimbangan lain harus diperhatikan, misalnya: tegangan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (fatik), tegangan yang terjadi secara tiba-tiba (impak), dan lain sebagainya. Penyelidikan respon meliputi beberapa aspek, antara lain: respon material dan struktur terhadap pembebanan tertentu, mekanisme perubahan bentuk yang terjadi pada saat terjadinya beban maksimum, dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini terdapat bahan yang mengalami deformasi plastis jika terus diberikan tegangan dan bahan ini tidak akan berubah kebentuk semula. Biasanya material teknik terjadi pada daerah elastis yang hampir berimpitan dengan batas proposionalistik.

Perubahan panjang ini disebut sebagai regangan teknik yang didefinisikan sebagai

perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (ΔL) terhadap panjang batang

mula-mula (L0).Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan

teknik (σeng), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada

suatu luas penampang awal (A0). Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.1)

Dimana :

σ = Tegangan normal akibat beban tekan statik (N/m2)

F = Beban tekan (N)

A = Luas penampang spesimen (m2).


(26)

Dimana : ΔL = L-L0

Keterangan :

= Regangan akibat beban tekan statik

L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan. (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban tekan yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada spesimen akan menjadi

besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis. =ΔL

2.2.4 Perpatahan (Fracture)

2.2.4.1 Dasar-dasar Perpatahan

Kegagalan dari bahan teknik hampir selalu tidak diinginkan terjadi karena beberapa alasan seperti membahayakan hidup manusia, kerugian dibidang ekonomi dan gangguan terhadap ketersediaan produk dan jasa. Meskipun penyebab kegagalan dan sifat bahan mungkin diketahui, pencegahan terhadap kegagalan sulit untuk dijamin. Kasus yang sering terjadi adalah pemilihan bahan dan proses yang tidak tepat dan perancangan komponen kurang baik serta penggunaan yang salah. Menjadi tanggung jawab para insinyur untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan dan mencari penyebab pada kegagalan untuk mencegah terjadinya kegagalan lagi(Calliester, 2007).


(27)

Patah sederhana didefinisikan sebagai pemisahan sebuah bahan menjadi dua atau lebih potongan sebagai respon dari tegangan static yang bekerja dan pada temperatur yang relative rendah terhadap temperatur cairnya. Dua model patah yang mungkin terjadi pada bahan teknik adalah patah liat (ductile fracture) dan patah getas (brittle fracture). Klasifikasi ini didasarkan pada kemampuan bahan mengalami deformasi plastik. Bahan liat (ductile) memperlihatkan deformasi plastic dengan menyerap energi yang besar sebelum patah. Sebaliknya, patah getas hanya memeperlihatkan deformasi plastik yang kecil atau bahkan tidak ada. Setiap proses perpatahan meliputi dua tahap yaitu pembentukan dan perambatan sebagai respon terhadap tegangan yang diterapkan. Jenis perpatahan sangat tergantung pada mekanisme perambatan retak (Callister, 2007).

2.3 Pemanfaatan Polimer

Banyak polimer yang telah dikenal dan secara umum digunakan dalam kehidupan

sehari-hari (id.wikipedia.org/polimer, 2011) yaitu :

1) Polyethylene (PE)

Biasanya digunakan untuk pembungkus makanan, kantung plastik, ember dan sebagainya.

2) Polypropylene (PP)

Biasanya digunakan untuk membuat karung, tali, botol dan sebagainya.

3) Teflon

Teflon atau politetrafluoroetilena memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia dan panas, sehingga seringkali digunakan untuk pelapis tangki atau panci anti lengket

4) PVC

PVC (polivinilklorida) biasanya digunakan untuk membuat pipa, selang, kabel optik dan sebagainya


(28)

(a) (b) Gambar 2.6 (a) Pipa PVC (b) Kabel Optik

5) Akrilat (flexiglass)

Beberapa polimer dibuat dari asam akrilat sebagai monomernya.

Polimetilmetakrilat atau flexiglass merupakan plastik bening, keras tetapi ringan.

Polimer jenis ini banyak digunakan untuk kaca jendela pesawat terbang dan mobil.

6) Bakelit

Bakelit banyak digunakan untuk alat-alat listrik. 7) Polyester

Poliester dibentuk dari monomer-monomer ester. Salah satu contoh polimer ini adalah dakron. Dakron digunakan sebagai serat tekstil. Selain dakron dikenal pula Mylar, yang digunakan sebagai pita perekam magnetik

8) Polyurethanes

Polyurethanes banyak digunakan untuk produk-produk yang terbuat dari foam,

serat, dan yang digunakan untuk elastomer dan pelapis (coating). Aplikasinya

dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk pembuatan wadah dari foam, untuk industri garmen, untuk aplikasi bahan bangunan dan sebagainya.

9) Karet alam dan karet sintetis

Karet diperoleh dari getah pohon karet (lateks). Karet alam merupakan polimer isoprena. Karet sintetis terdiri dari beberapa macam, misalnya polibutadiena, polikloroprena dan polistirena. Karet sintetis yang telah banyak dikenal yaitu SBR. SBR terdiri dari monomer stirena dan 1,3-butadiena, banyak digunakan untuk pembuatan ban mobil.

2.4 Bahan Baku

Polyvinil Chlorida (PVC)

PVC ditemukan secara tidak sengaja oleh Henri Victor Regnault pada tahun 1835

dan Eugen Baumann di tahun 1872. Di awal abad ke 20, ahli kimia Rusia, Ivan Ostromislensky dan Fritz Klatte dari perusahaan kimia Jerman Griesheim-Elektron mencoba menetapkan penggunaan PVC sebagai produk komersial. Tetapi, kesulitan


(29)

perusahaan B. F. Goodrich mengembangkan metode menjadikan PVC 'benar-benar plastik' dengan menambahkan berbagai bahan tambahan. Hasilnya, PVC menjadi lebih fleksibel dan lebih mudah diproses yang lalu mencapai penggunaan secara luas.

Polivinil klorida (IUPAC: Poli(kloroetanadiol)), biasa disingkat PVC, adalah polimer termoplastik urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaian di dunia, setelah polietilena dan polipropilena. Di seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam konstruksi. Sebagai bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai. PVC bisa dibuat lebih elastis dan fleksibel dengan menambahkan plasticizer, umumnya ftalat. PVC yang fleksibel umumnya dipakai sebagai bahan pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi kabel listrik.

Tepung putih dengan masa jenis 1,4 ini, baik dalam ketahanan air, ketahanan asam dan ketahanan alkali, tidak bersifat racun dan tidak menyala, isolasi listriknya baik dan

tahan terhadap banyak larutan. Melunak pada suhu 65-68oC dan plastis pada suhu

120-150oC. Mencair pada atau diatas suhu 170oC dan terurai memberikan asam klorida pada

atau di atas suhu 190oC. Temperatur yang cocok untuk pengolahan adalah 150-180oC,

perlu diperhatikan (Surdia, Tata 2005). Akan tetapi sifat-sifat tersebut dapat berubah tergantung pada sistem produksi yang menyangkut keteraturan stereo pada polimer dan derajat polimerisasinya, oleh karena itu perlu dipilih bahan yang cocok untuk memenuhi keperluan. Derajat polimerisasi yang tinggi dari bahan memberikan sifat mekanik yang baik, tetapi temperatur proses tinggi dan sempit daerahnya. Kalau derajat polimerisasi rendah, maka sebaliknya sifat-sifat mekaniknya menjadi buruk, tetapi pemrosesanya mudah dan bersifat lebih rekat.

Proses produksi yang dipakai pada umumnya adalah polimerisasi suspensi. Pada proses ini, monomer vinil klorida dan air diintroduksi ke reaktor polimerisasi dan inisiator polimerisasi, bersama bahan kimia tambahan untuk menginisiasi reaksi. Kandungan pada wadah reaksi terus-menerus dicampur untuk mempertahankan suspensi dan memastikan keseragaman ukuran partikel resin PVC. Reaksinya adalah eksotermik, dan membutuhkan mekanisme pendinginan untuk mempertahankan reaktor pada temperatur yang dibutuhkan. Karena volume berkontraksi selama reaksi (PVC lebih padat dari pada monomer vinil klorida), air secara kontinu ditambah ke campuran untuk mempertahankan suspensi.


(30)

Ketika reaksi sudah selesai, hasilnya, cairan PVC, harus dipisahkan dari kelebihan monomer vinil klorida yang akan dipakai lagi untuk reaksi berikutnya. Lalu cairan PVC yang sudah jadi akan disentrifugasi untuk memisahkan kelebihan air. Cairan lalu dikeringkan dengan udara panas dan dihasilkan butiran PVC. Pada operasi normal, kelebihan monomer vinil klorida pada PVC hanya sebesar kurang dari 1 PPM.

Proses produksi lainnya, seperti suspensi mikro dan polimerisasi emulsi, menghasilkan PVC dengan butiran yang berukuran lebih kecil, dengan sedikit perbedaan sifat dan juga perbedaan aplikasinya. Produk proses polimerisasi adalah PVC murni. Sebelum PVC menjadi produk akhir, biasanya membutuhkan konversi dengan

menambahkan heat stabilizer, UV stabilizer, pelumas, plasticizer, bahan penolong

proses, pengatur termal, pengisi, bahan penahan api, biosida, bahan pengembang, dan pigmen pilihan.

Karena bahan ini mempunyai kekuatan impak yang tidak begitu tinggi, maka bahan polimer lain seperti resin ABS, karet nitril, polietilen diklorkan, dsb ditambahkan 6-10 bagian, diaduk dan dikopolimerisasi agar sifatnya menjadi lebih baik . Karen bahan ini sangat buruk dalam kestabilanya terhadap panas dan cahaya UV, maka dipakai bahan penyetabil tertentu, yaitu campuran dari timbal anorganik, sabun logam dan seyawa tanah organik. Poengaruh bahan penyetabil sangat tergantug pada bahan pemelastik yang dipakai.

Cara pembuatan yang utama adalah pengkalenderan dan ekstrusi. Kedua bahan yang kaku dan lunak dapat dipergunakan. Pada pengekstrusian, bahan dipanaskan dalam

3-4 tahap dimulai dari 120-140oC sampai 140-160oC, 160-190oC dan ditahan pada

temperatur tertinggi tepat pada waktu mencapai cetakan.

PVC mempunyai isolasi listrik yang baik dan daya rekat yang baik denga logam-logam, cocok dipakai sebagai isolasi untuk kabel listrik setelah dicampur dengan alkifenol. Bahan ini memiliki sifat baik dalam tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia dan abrasi, dan sukar terdegradasi denga meningkatnya temperatur.

Satu tahap penting lagi sebelum resin PVC bisa ditransformasikan menjadi berbagai produk akhir adalah pembuatan compound/adonan (compounding). Compound adalah resin PVC yang telah dicampur dengan berbagai aditif yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, sehingga siap untuk diproses menjadi produk jadi dengan sifat-sifat yang diinginkan. Sifat-sifat-sifat yang dituju meliputi warna, kefleksibelan bahan,


(31)

ketahanan terhadap sinar ultra violet (bahan polimer/plastik cenderung rusak jika terpapar oleh sinar ultra violet yang terdapat pada cahaya matahari), kekuatan mekanik transparansi, dan lain-lain. PVC dapat direkayasa hingga bersifat keras untuk aplikasi-aplikasi seperti pipa dan botol plastik, lentur dan tahan gesek seperti pada produk sol sepatu, hingga bersifat fleksibel/lentur dan relatif tipis seperti aplikasi untuk wall paper dan kulit imitasi. PVC dapat juga direkayasa sehingga tahan panas dan tahan cuaca untuk penggunaan di alam terbuka. Dengan segala keluwesannya, PVC cocok untuk jenis produk yang nyaris tak terbatas dan setiap compound PVC dibuat untuk memenuhi kriteria suatu produk akhir tertentu.

Compound PVC kemudian dapat diproses dengan berbagai cara untuk memenuhi ratusan jenis penggunaan yang berbeda, misalnya:

1) PVC dapat diekstrusi, artinya dipanaskan dan dialirkan melalui suatu cetakan

berbagai bentuk, sehingga dihasilkan produk memanjang yang profilnya mengikuti bentuk cerakan tersebut, misalnya produk pipa, kabel dan lain-lain.

2) PVC juga dapat di lelehkan dan disuntikkan (cetak-injeksi) ke dalam suatu ruang

cetakan tiga dimensi untuk menghasilkan produk seperti botol, dash board, housing bagi produk-produk elektronik seperti TV, computer, monitor dll.

3) Proses kalendering menghasilkan produk berupa film dan lembaran dengan

berbagai tingkat ketebalan, biasanya dipakai untuk produk alas lantai, wall paper , dll.

4) Dalam teknik cetak-tiup (blow molding), lelehan PVC ditiup di dalam suatu

cetakan sehingga membentuk produk botol, misalnya.

5) Resin PVC yang terdispersi dalam larutan juga dapat digunakan sebagai bahan

pelapis/coating, misalnya untuk lapisan bawah karpet dll.

Secara umum proses pembuatan PVC mulai dari bahan baku, pembentukan monomer, proses polimerisasi, PVC compounding hingga menjadi sebuah produk akhir dapat dilihar pada Gambar 2.7 sebagai berikut :


(32)

Gambar 2.7 Diagram Alir Dari Proses Pembuatan Resin PVC Secara Keseluruhan (sumber : Life Cycle Assesment PVC, European Commission 2004)

2.5 Bahan Tambahan

Bahan tambahan digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemrosesan atau untuk mengubah kualitas dan sifat produk dengan menambahkan bahan tersebut kepada bahan pokok yaitu polimer. Dalam melakukan pekerjaan ini perlu berhati-hati, selain meperhatikan perforanya juga perlu memperhatikan segi keselamatan.

2.5.1 Bahan Penyetabil

Ethylene Chlorine

Ethylene Dichlorine (EDC)

Vinyl Chloride (VCM)

Polyvinyl

Chloride (PVC) Additives

PVC Compound

PVC Product Thermal

D iti

Polymerisation

Thermal

Processing (e.g Extrusion,


(33)

Polivinil klorida di dehidroklorinasi menjadi struktur polien dan kehilangan warna

bila dipanaskan sampai 150oC atau di atasnya atau kalau disinari UV. Untuk

menghindari kehilangan warna perlu di tambahkan bahan penyetabil. Mekanisme bahan penyetabil itu adalah sebagai berikut :

1) Sebagai titik pemula dehidroklorinasi mengurangi keaktifan klor yang kurang

stabil dengan cara koordinasi dan reaksi.

2) Menetralkan asam klorida yang dihasilkan oleh dihidroklorinasi dan

menghilangkan warna.

3) Mengurangi peroksida.

2.5.2 Pengisi (Filler)

Pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada bahan polimer untuk meningkatkan sifat-sifatnya dan kemampuan pemrosesan atau untuk mengurangi ongkos. Berikut beberapa kegunaan dari bahan pengisi :

1) Penguat : sebagai penguat : karet dan karbon hitam maupun serat gelas dan

berbagai polimer termal dsb.

2) Perbaikan dari temperatur deformasi termal.

3) Meperbaiki sifat isolasi listrik dan ketahanan permeabilitas gas

4) Perbaikan sifat pencetakan dan pelekatan.

5) Pengurangan harga produksi.

2.5.3 Lain-lain

1. Pewarna : merupakan zat yang digunakan untuk mewarnai polimer. Di samping

mewarnai zat tersebut dapat memberikan sifat ketahanan cahaya karena melindungi, memantulkan dan menyerap cahaya.

2. Zat antistatic : bahan polimer mempunyai sifat isolasi listrik yang unggul jadi

pembentukan listrik static dengan tegangan listrik tinggi mudah terjadi oleh gesekan. Akibatnya debu dapat melekat, meberikan kejutan atau dapat menyebabkan nyala tergantung dari keadaan, zat antistatic dipakai untuk mencegah hal tersebut.


(34)

2.6 Ekstrusi

Teknologi ekstrusi merupakan teknologi yang cukup tua. Pada tahun 1797 di Inggris, Joseph Bramah menciptakan mesin untuk membuat pipa tanpa sambungan yang diperkirakan sebagai mesin ekstrusi pertama. Tidak lama kemudian produk-produk lain seperti sabun, macaroni, dan bahan-bahan bangunan diproses menggunakan mesin yang sama. Pada mesin ini untuk menggiling dan mencampur bahan digunakan piston yang dioperasikan oleh tangan. Karena keterbatasan proses yang dilakukan ekstruder terdahulu maka ekstruder yang menggunakan ulir (screw) diciptakan untuk kebutuhan industri kabel. Konsep awal yang diketahui mengenai ekstruder ulir tunggal ditemukan di tahun 1873 pada suatu gambar rancangan milik Phoenix Gummiwerke A.G. Sementara ekstruder ulir ganda yang pertama dikembangkan pada tahun 1869 oleh Follows dan Bates di Inggris untuk keperluan industri sosis. Sejak saat itu penggunaan ekstruder bagi pengolahan semakin meningkat (Janssen, 1978).

Ekstrusi mungkin terus-menerus (secara teoritis menghasilkan bahan tanpa batas panjang) atau semi-kontinu (menghasilkan banyak buah). Proses ekstrusi dapat dilakukan dengan bahan panas atau dingin. Umumnya bahan diekstrusi meliputi logam , polimer , keramik , beton dan bahan makanan.

Untuk memperoleh benda cetak dengan kualitas hasil yang optimal, perlu mengatur beberapa parameter yang mempengaruhi jalannya proses produksi tersebut. Parameter- parameter suatu proses tentu saja ada yang berperan sedikit dan adapula yang mempunyai peran yang signifikan dalam mempengaruhi hasil produksi yang diinginkan. Biasanya orang perlu melakukan beberapa kali percobaan hingga ditemukan parameter-parameter apa saja yang cukup berpengaruh terhadap produk akhir.

Adapun parameter-parameter yang berpengaruh terhadap proses produksi plastik melalui metode ini adalah:

1) Temperatur leleh

Adalah batas temperatur dimana bahan plastik mulai meleleh kalau diberikan enegi panas.


(35)

Yaitu kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle. Untuk mesin-mesin ekstrusi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesin-mesin ekstrusi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini.

Pada thermo plastik adalah proses pada material sampai mencapai meleleh akibat panas dari luar / panas gesekan dan yang kemudian dialirkan ke die oleh screw yang kemudian dibuat produk sesuai bentuk yang diinginkan. Proses ekstrusi adalah proses kontinue yang menghasilkan beberapa produk seperti, Film plastik, tali rafia, pipa, peletan, lembaran plastik, fiber, filamen, selubung kabel dan beberapa produk dapat juga dibentuk. Pada prinsipnya semua thermoplastik dapat diekstrusi, tetapi disini berlaku thermoplastik yang mempunyai viskositas tinggi. Tabel 2.1 menunjukkan bahan termoplastik yang dapat di ekstrusi dan bentuk-bentuk yang biasa di ekstrusi :

Tabel 2.1 Suhu Operasi Termoplastik

Bahan Temperatur

pengerjaan (oC)

Contoh Pengerjaan

CA 160-200 Profil, lembaran, pipa

PS 170-210 Lembaran busa

SB 170-220 Lembaran, profil

ABS 170-220 Pipa, lembaran, profil

LDPE 130-200 Pipa, lembaran, bungkus kawat

HDPE 140-220 Pipa, lembaran, bungkus kawat,

pipa pengikat

PP 180-260 Pipa, lembaran, pipa pengikat


(36)

PVC-lunak 150-190 Selang, profil, bungkus kabel, dan karet

PMMA 160-190 Lembaran,profil, pipa

PC 300-340 Lembaran, profil

PA 260-300 Selang, bungkus kabel, pipa

POM 170-200 Pipa, profil

(sumber : Indrawibawa, Nyoman. 2009. Pengetahuan Bahan Plastik. Bandung : Polman) Suatu proses yang dikenal dengan nama pelapisan ekstrusi digunakan secara meluas untuk melapisi kertas, kain, dan lembaran logam. Bahan thermoplastik diekstrusi melalui cetakan yang pipih (lihat gambar di bawah ini) pada lembaran kertas/kain atau logam yang bergerak dibawahnya, lapisan yang diekstrusi yang masih lunak, melekat pada lapisan bawahnya kemudian ditekan oleh rol karet pada rol logam.

Sisi lapisan dipotong sebelum digulung. Meskipun setiap bahan thermoplastik dapat diekstrusi untuk pelapis, bahan yang paling banyak digunakan adalah vinil, polietilen, dan polipropilen. Proses lapis ekstrusi lainnya yang penting juga adalah penyalutan isolasi pada kawat dan kabel.

2.6.1 Mesin Ekstruder

Ekstruder memiliki banyak jenis ukuran, bentuk dan metode pengoperasian. Ada ekstruder yang dioperasikan secara hidraulik dimana pada ekstruder ini piston berperan untuk mendorong adonan melalui lubang pencetak (die) yang terletak pada ujung ekstruder. Terdapat pula ekstruder tipe roda, dimana bahan didorong keluar atas hasil kerja dua roda yang saling berputar. Kemudian yang telah banyak dikenal saat ini ialah ekstruder tipe ulir (screw) dimana putaran ulir akan memompa bahan keluar melalui die. Ekstruder digunakan pada pengolahan bahan makanan karena ekstruder mampu menghasilkan energi mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan.

Ekstruder mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah lubang dengan bentuk tertentu. Ekstruder mampu melakukan proses pencampuran dengan baik yang bertujuan agar bahan homogen dan terdispersi dengan baik (Frame, 1994).


(37)

Ekstruder yang biasanya tersedia di pasaran adalah dari jenis ekstruderulir tunggal

(single screw extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder/TSE) yang

dapat digunakan secara luas pada produksi bahan-bahan makanan komersial. Model twin screw extruder (TSE) lebih sering dipilih oleh perusahaan-perusahaan pengolah makanan. Model ini merupakan pilihan yangtepat untuk melakukan diversifikasi jenis-jenis makanan, dikarenakan kemampuannya yang baik dalam mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif pada adonan di dalam selubung mesin ekstruder (barrel) (Baianu, 1992).

Ekstruder tipe ulir biasanya dikelompokkan berdasarkan seberapa banyak energi mekanis yang dapat dihasilkan. Sebagai contoh, ekstruder dengan energy mekanis yang rendah dirancang untuk mencegah proses pemasakan pada adonan bahan. Ekstruder tipe ini biasanya digunakan pada pembuatan pretzel, pasta dan beberapa jenis makanan ringan dan sereal. Ekstruder dengan energi mekanis tinggir dirancang untuk memberikan energi yang besar agar dapat diubah menjadi panas untuk mematangkan adonan bahan dan biasa digunakan dalam produksi makanan hewan, makanan ringan dengan bentuk mengembang dan sereal (Frame, 1994).

Dalam hal mekanisme penggerakkan bahan dalam ekstruder, terdapat perbedaan yang nyata antara ekstruder ulir tunggal dan ganda. Pada ekstruder ulir tunggal daya untuk menggerakkan bahan berasal dari pengaruh dua gesekan, yang pertama adalah gesekan yang diperoleh dari ulir dan bahan sedangkan yang kedua adalah gesekan antara dinding barrel ekstruder dan bahan. Ekstruder ulir tunggal membutuhkan dinding barrel ekstruder untuk menghasilkan kemampuan menggerakkan yang baik, maka dari itulah dinding selubung ekstruder pada ekstruder ulir tunggal memainkan peran penting dalam menentukan rancangan ekstruder (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982). SSE memiliki ulir yang berputar di dalam sebuah barrel. Jika bahan yang diolah menempel pada ulir dan tergelincir dari permukaan barrel, maka tidak akan ada produk yang dihasilkan dari ekstruder karena bahan ikut berputar bersama ulir tanpa terdorong ke depan. Untuk menghasilkan output produksi yang maksimal maka bahan harus dapat bergerak dengan bebas pada permukaan ulir dan menempel sebanyak mungkin pada dinding.


(38)

Gambar 2.8 Bagian-bagian Proses Pengolahan pada Ekstruder Secara Umum (Sumber : Schlosburg, 2005)

Pada umumnya zona operasi pada SSE (tergantung spesifikasi mesin) terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

1) Solid transport zone yang terletak di bawah hopper/feeder. Pada zona ini bahan digerakkan dalam bentuk bubuk atau granula. Berhubung output produk yang dihasilkan harus sama dengan input bahan yang dimasukkan maka perencanaan yang buruk pada zona ini akan membatasi output yang dihasilkan.

2) Melting zone. Pada zona ini bahan padat akan dipanaskan

3) Pump zone. Pada bagian pertama zona ini, tinggi saluran berkurang disebabkan oleh peningkatan diameter dari ulir. Pada zona ini bahan mengalami tekanan untuk mengurangi jumlah ruang-ruang kosong pada bahan. Pada bagian kedua zona ini

yang disebut juga sebagai metering zone, bahan digerakkan dan dihomogenisasi

lebih lanjut. Pada beberapa ekstruder peningkatan tekanan terjadi di zona ini.

Pada Pump zone dimana saluran ulir dipenuhi oleh adonan bahan terdapattiga jenis aliran yang dapat dibedakan :

1) Drag flow disebabkan oleh pengaruh bersinggungannya bahan dengan barrel dan permukaan ulir.


(39)

2) Pressure flow yang disebabkan oleh tekanan yang meningkat pada ujung ekstruder (die). Arah dari aliran ini berlawanan dengan arah drag flow.

3) Leakage flow. Aliran melalui celah antara barrel dan gerigi ulir. (Janssen, 1978

Gambar 2.9 Pada Ekstruder Ulir Tunggal

(Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982)

SSE mengandalkan pada drag flow untuk menggerakkan bahan dalam barrel dan

menghasilkan tekanan pada die. Agar bahan terdorong maju maka bahan tidak boleh ikut berputar dengan ulir. Sama saja seperti cara kerja sebuah sekrup dan mur, agar sekrup bergerak maju maka mur harus dalam keadaan diam bukannya ikut bergerak dengan sekrup (Levine dan Miller dalam Heldman dan Lund, 2007).

Hingga saat ini ekstruder ulir tunggal masih digunakan secara luas pada banyak jenis produksi pangan dan pakan. Alasan kenapa hingga sekarang orangorang masih menggunakan ekstruder ulir tunggal ialah karena pada kala itu alat ini merupakan satu-satunya alternatif untuk menggantikan metode pengolahan konvensional. Secara keseluruhan memang proses ekstruder tipe ini jauh lebih unggul dibanding metode pengolahan konvensional tetapi sekarang TSE yang jauh lebih maju dari segi teknologi mampu menawarkan banyak keuntungan bagi para pengolah. Bersamaan dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang menyadari keuntungan-keuntungan yang ditawarkan maka mereka akan lebih cenderung untuk menggunakan TSE (Clextral, 2007).

Pada ekstruder ulir ganda, dua ulir yang paralel ditempatkan dalam barrel berbentuk angka 8. Jarak ulir yang diatur dengan rapat akan mengakibatkan bahan bergerak di antara ulir dan barrel dalam sebuah ruang yang berbentuk C. Tujuannya ialah untuk mengatasi keterbatasan pada hasil kerja SSE seperti tergelincirnya bahan dari dinding barrel. Sebagai hasilnya bahan akan terhindar dari aliran balik (negarif) ke arah


(40)

Pada ekstruder tipe ini gesekan pada dinding barrel tidak terlalu penting untuk diperhatikan walaupun sebenarnya hal ini tergantung dari proses pengolahan apa yang dilakukan. Tetapi bentuk geometris ulir sangatlah penting untuk diperhatikan karena bentuk ulir ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada ruang ekstruder yang akan menyebabkan aliran bahan dari satu ruang ke ruang yang lain baik ke arah negatif maupun positif (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982).

Tabel 2.2 Perbedaan Utama Antara Ekstruder Ulir Tunggal dan Ulir Ganda

Perbedaan Ekstruder Ulir

Tunggal

Ekstruder Ulir Ganda

Mekanisme Penggerak Bahan

Friksi antara logam dan adonan

Penggerak bahan kea rah positif

Penyedia Energi Utama Panas gerak ulir Panas yang

dipindahkan pada barrel

Kapasitas Tergantung pada

kandungan air, lemak dan tekanan

Tidak tergantung apapun

Perkiraan Energi yang Digunakan per Kg Produk

900 – 1500 kJ/kg 400 – 600 kJ/kg

Distribusi Panas Perbedaan

temperaturnya besar

Perbedaan

temperaturnya kecil

Biaya Keseluruhan rendah tinggi

(Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982)

Secara umum, ulir pada ekstruder ulir ganda dapat dibagi menjadi dua kategori

utama yaitu ulir intermeshing dan intermeshing. Pada ulir ekstruder tipe

non-intermeshing, jarak antara poros ulir setidaknya sama dengan diameter luar ulir. Sedangkan pada ulir tipe intermeshing, jarak antar poros ulir lebih kecil daripada diameter luar ulir, atau permukaan ulir dimungkinkan dalam keadaan saling bersentuhan. Pada ulir tipe ini


(41)

bahan yang tergelincir dari dinding barrel menjadi tidak mungkin karena ulir intermeshing yang satu akan mencegah bahan pada ulir lain untuk berputar dengan bebas (Linko, et. al. dalam Jowitt, 1982).

Selain dua kategori utama tersebut, terdapat juga beberapa jenis konfigurasi ulir pada ekstruder ulir ganda berdasarkan arah putarannya Yang pertama ialah intermeshing/non-intermeshing counter rotating, dimana pada tipe ini arah putaran ulir

saling berlawanan. Kedua ialah tipe intermeshing/ nonintermeshing co-rotating, dimana

arah putaran ulir sama. Selain itu ada juga konfigurasi ulir self wiping dimana bentuk kedua ulirnya berbeda dengan ulir tipe intermeshing. Semua perbedaan jenis ulir dan arah putarannya tersebut akan menghasilkan karakteristik aliran, mekanisme gerak bahan dan pencampuran dengan pengaruh yang berbeda-beda pada bahan karena tipe-tipe ulir tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Gambar 2.10 Contoh Kerapatan Ulir Intermeshing, Counter Rotating (Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982)


(42)

(a) counter rotating, intermeshing (b) co-rotating, intermeshing

(c )counter rotating, non-intermeshing (d) co-rotating, non-intermeshing (Sumber : Janssen, 1978)

Gambar 2.12 Dua Ulir Paralel Pada Ekstruder Ulir Ganda (Sumber : van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982)

Ekstruder ulir ganda memiliki kapasitas yang lebih besar dalam menghasilkan produk walaupun ekstruder ulir ganda biasanya beroperasi dengan kecepatan putaran yang rendah (20 – 60 rpm) daripada ekstruder ulir tunggal (100 – 400 rpm). Hal ini menunjukkan sangat efektifnya ekstruder ulir ganda dalam menggerakkan bahan (van Zuilichem, et. al. dalam Jowitt 1982)

Ekstruder ulir ganda dikembangkan untuk mengatasi beberapa keterbatasan kemampuan kerja dari ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder). Bila dibandingkan dengan ekstruder ulir tunggal, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan penggunaan ekstruder ulir ganda, diantaranya ialah :

1) Aliran produk dari awal hingga akhir dapat dikendalikan atau diawasi dengan lebih

baik. Pada ekstruder ulir ganda, hasil kerja dua ulir menggerakkan produk melalui barrel ekstruder. Pada ekstruder ulir tunggal produk bergerak sebagai akibat dari gesekan antara ulir dan dinding barrel.

2) Ekstruder ulir tunggal sering mengalami selip (slippage) dan tersumbat (surging).

Slippage terjadi ketika tekanan tinggi di dalam barrel menyebabkan produk menjadi tergelincir antara ulir dan dinding barrel. Hal ini akan menyebabkan tahap

pemasakan dan pengolahan yang dijalani produk tidak sempurna. Surging terjadi


(43)

ujung ekstruder (die). Bila proses produksi terus berjalan maka tekanan akan meningkat dan akhirnya produk pecah tidak beraturan ketika melalui die. Hal ini akan mengakibatkan produk yang masih belum matang dan bentuk yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan.

3) Semua faktor yang berpengaruh pada pengolahan dengan proses ekstrusi dapat

diatur lebih baik dengan menggunakan ekstruder ulir ganda. Semua parameter pengolahan seperti suhu, tekanan, kecepatan ulir, kandungan air dan kecepatan aliran bahan dapat diubah dengan leluasa. Hal ini akan memberikan pengendalian yang maksimal pada proses ekstrusi. Pada ekstruder ulir tunggal faktor-faktor pengolahan seperti di atas dapat disesuaikan juga, tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah.

4) Proses pencampuran pada TSE menyebabkan tahap pencampuran bahan yang lebih

baik dibandingkan dengan proses pencampuran yang dihasilkan oleh ekstruder ulir tunggal. Di samping itu, TSE mampu melakukan tahaptahap pencampuran yang lebih beragam sebagai hasil kerja dari komponen-komponen seperti cakram pencampur yang rumit bentuknya, ulir-ulir dengan arah putaran yang dapat diatur, kepadatan gerigi, daya giling dan jarak antar ulir yang dapat diatur. Kesemuanya itu akan menghasilkan proses pencampuran bahan yang dilaksanakan dengan sangat baik. TSE dapat mengolah partikel dengan beragam ukuran dan dalam waktu yang sama menjamin tahap pencampuran bahan dan keseluruhan pengolahan berjalan dengan baik.

5) Bagian dalam TSE dapat dibersihkan secara otomatis (pada ulir tipe self whiping),

karena dua ulir yang terdapat dalam barrel TSE dapat saling membersihkan. Hal ini disebabkan karena putaran yang dihasilkan salah satu ulir dapat membersihkan ulir yang lain dari sisa-sisa bahan. Ekstruder dengan ulir tunggal tidak memiliki kemampuan ini dan sangat rentan terhadap “titik mati” yang sukar dibersihkan. Pada titik ini produk sisa yang tidak terbawa aliran bahan akan melekat pada ulir.

Produk sisa ini akan terbakar lalu lepas dan menyumbat die, hal ini akan

mengakibatkan barrel menjadi rusak.

6) TSE memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstruder ulir

tunggal. Sebagian besar produk olahan bahan makanan yang dapat dihasilkan oleh ekstruder ulir tunggal dapat pula dihasilkan oleh TSE, tetapi tidak sebaliknya. TSE


(44)

dapat mengolah produk pada kelembaban yang lebih tinggi, mengolah bahan kering pada berbagai macam ukuran partikel. Sementara pada ekstruder ulir tunggal agar pengolahan berjalan optimal maka bahan-bahan yang dibutuhkan harus memiliki ukuran partikel yang seragam. TSE juga dapat mengolah bahanbahan dengan kandungan lemak dan gula yang lebih tinggi dari bahanbahan yang dapat diolah dengan menggunakan ekstruder ulir tunggal.

7) Tahap scale-up dengan TSE dapat lebih diprediksi. Proses peralihan dari

pengembangan laboratorium ke produksi secara menyeluruh merupakan masalah utama dari ekstruder ulit tunggal. Sementara pada TSE bukan merupakan masalah selama data yang diperoleh itu benar dan terus direkam selama riset dan pengembangan produk baru. TSE memberikan pengendalian yang sangat akurat atas parameter produksi, yang mana hal ini sangat penting dalam tahap scale-up.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan ekstruder ulir ganda/Twin Screw Extruder (TSE) bila dibandingkan dengan metode pengolahan konvensional diantaranya ialah:

1) TSE mampu menghasilkan produk baru. Hanya dengan menggunakan satu

ekstruder saja kita dapat menghasilkan produk dengan pilihan bentuk dan jenis yang beragam. Metode konvensional membatasi kita pada hanya satu proses pengolahan saja karena memang alat yang digunakan kemampuannya memang

terbatas. Sebagai contoh mixer hanya dapat digunakan untuk mencampur bahan

saja tidak bisa digunakan untuk tahap pengolahan yang lain seperti memasak adonan dan mencetak. Ekstruder memberikan kita fleksibilitas yang luar biasa dalam mengolah bahan dan kontrol proses pengolahan yang belum tentu tersedia dalam metode konvensional.

2) TSE berperan sebagai suatu sistem pengolahan yang lengkap, oleh karena itu

menghasilkan produktivitas yang tinggi. Bahan-bahan dicampur, dimasak, dibentuk dan diadoni dalam satu proses yang berkesinambungan. Beberapa ekstruder yang telah tersedia saat ini sudah bisa menghasilkan lebih dari 16 ton produk jadi per jamnya.

3) TSE menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Kemampuan kerja ekstruder


(45)

yang dialami bahan dan perubahan-perubahan yang dikehendaki pada produk dapat dilakukan dengan mudah selama proses pemasakan berlangsung. Hal ini memberikan kontrol yang penuh terhadap proses pemasakan dan pengolahan produk. Di samping itu metode pemasakan HTST dalam TSE mampu menghasilkan produk yang berkualitas. Temperatur tinggi yang digunakan akan membunuh mikroorganisme berbahaya, di saat yang bersamaan dapat meminimalisasi hilangnya zat gizi dan flavor pada makanan yang sedang diolah.

4) Ekstruder membutuhkan biaya yang rendah bila dibandingkan dengan biaya yang

dikeluarkan untuk peralatan memasak konvensional. Harga beli satu TSE akan lebih rendah daripada kita membeli peralatan memasak tradisional seperti mixer, oven, pengering dan aksesoris pelengkap lainnya untuk meghasilkan produk yang sama. Selain itu, TSE efektif dalam biaya pengoperasian karena mampu melaksanakan fungsi-fungsi pengolahan seperti pencampuran, pengadonan, pemasakan dan pencetakan dalam satu proses pengolahan saja.

5) TSE sangat serbaguna, dapat menghasilkan produk makanan dengan pilihan jenis

dan bentuk yang beragam. Dapat dilakukan dengan cara melakukan penganekaragaman bahan-bahan dan modifikasi kondisi pengolahan.

6) TSE sangat efisien pada penggunaan energi. Pada beberapa proses, TSE dapat

mengurangi kebutuhan energi yang digunakan untuk pengolahan. Dengan TSE produk dapat dimasak lebih cepat dan efisien. Hal ini disebabkan oleh proses pengaturan temperatur dan kelembaban yang dilakukan secara tepat dan juga membutuhkan waktu reaksi yang lebih singkat (Clextral, 2007).

Untuk melakukan proses pemasakan produk makanan, ekstruder ulir ganda (Twin Screw Ekstruder) merupakan alat pengolahan yang semakin umum digunakan di industri pengolahan pangan. Alat ini merupakan suatu reactor biologis yang berkecepatan tinggi dengan melakukan serangkaian proses pemanasan, pendinginan, pengadonan, pencampuran, penguapan, pemotongan dan penurunan suhu menggunakan udara (aerating). Ekstruder jenis ini sekarang semakin banyak digunakan karena mudah sekali bagi kita untuk mengatur serangkaian parameter-parameter tahap pengolahan ekstrusi (Schlosburg, 2005).


(46)

Pipa PVC dibuat dari polyvinyl chloride yang pada umumnya digunakan sebagai saluran air dalam suatu proyek perumahan atau gedung atau jalan dsb. Pipa PVC ini sifatnya keras, ringan, dan kuat. Karena penginstalannya mudah, maka sangatlah ideal jika digunakan untuk saluran dibawah sink dapur, kamar mandi, instalasi listrik dsb. Bahkan penggunaan pipa PVC ini dapat bekerja lebih baik daripada menggunakan pipa besi yang perlu disolder, juga tahan terhadap hampir semua alkalin atau zat beracun serta mudah dipasang.

Berikut ini beberapa keuntungan dari penggunaan pipa PVC :

1. Penginstalannya mudah.

2. Tahan terhadap bahan kimia

3. Sangat kuat

4. Memiliki daya tahan korosi.

5. Daya konduksi panas yang rendah

6. Biaya instalasinya rendah

7. Hampir bebas pemeliharaan (virtually free maintenance).

Pembuatan PVC memerlukan sangat sedikit energi. Studi menunjukkan bahwa energi yang digunakan untuk memproduksi PVC jauh lebih kecil dibanding energi yang digunakan untuk memproduksi bahan-bahan jenis lain. Pembuatan PVC hanya memerlukan 40% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi besi baja dan hanya 13% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi aluminium. PVC juga menggunakan paling sedikit komponen minyak bumi dibanding bahan plastik yang lain.


(47)

Gambar 2.13 Bagan Alir Proses Pembuatan Pipa PVC

Pertama Thermoplastik baik berupa tepung dilelehkan pada Ekstruder, kemudian diinjeksikan melalui cetakan (Die),

Gambar2.14 Cetakan Mesin Ekstrusi Untuk Pipa

setelah keluar dari cetakan yang sesuai dengan profil yang diinginkan dinasukkan ke dalam tangki air (Cooling) untuk didinginkan.


(48)

(b) (c)

(d)

Gambar 2.15 (a) Cooling (b), (c) dan(d) Keadaan didalam Cooling

Lubang pada gambar (a) adalah pintu masuk pipa yang masih lunak ke dalam cooling.Pada sekitar lubang ada selang berwarna orange,berfungsi sebagai selang vacuum,agar pipa yang masih lunak,dapat masuk dengan mudah ke dalam cooling

Setelah dingin dimasukkan ke ban penarik (Puller).


(49)

kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diminta pada alat potong.

(a)

(b)

Gambar 2.17 (a) Proses Pemotongan Secara Manual (b) Mesin Potong

Setelah dilakukan pemotongan maka pipa – pipa masuk ke tahap finishing dimana pipa disamakan ukuran kemudian dibersihkan.


(50)

(b)

Gambar 2.18 Proses Finishing


(51)

Data Hasil Pengujian Neraca Analitik

Persiapan bahan baku : Resin PVC, kalsium karbonat, Stabilizer, Kalsuim Sterate,

Pewarna, Titanium Dioksid.

Selesai Mulai

Mixer Ekstrusi 1700C,1750C dan 1800C

Hydraulic Hot Press 1700C,1750C dan 1800C

Analisa Data

Kesimpulan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Secara sistematik diagram alir penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram alir proses

Spesimen Uji Tekan

(ASTM D 695 – 02a)

Spesimen Uji Lentur

(ASTM D 790)


(52)

3.2 Peralatan

3.2.1 Mesin Mixer

Alat ini berfungsi untuk mencampur bahan sebelum diproses selanjutnya ke mesin ekstruder. Adapun Spesifikasi Mesin mixer yang digunakan yaitu:

 Putaran : 3000 – 4000 rpm

 Kapasitas : 5 - 8 Kg

 Buatan : Taiwan

 Pabrikan : Chyau Long Machinery CO,LTD

Gambar 3.2 Mesin Mixer 3.2.2 Mesin Ekstruder

Alat ini dilengkapi dengan screw dengan kecepatan maksimum 36 rpm dan

memiliki temperature proses hingga 400 OC. Adapun Spesifikasi Mesin Ekstruder :

 Merek : HMG / REFEC Twin Screw Extruders

 Model : REX 110/27

 Daya : 90 Kw

 Kapasitas : 800 – 900 Kg/Jam


(53)

Gambar 3.3 Mesin Ekstruder 3.2.3 Neraca Analitik

Alat ini berfungsi sebagai timbangan dimana bahan – bahan diukur beratnya sebelum dimasukkan dan dicampurkan di mixer.

Gambar 3.4 Neraca Analitik 3.2.4 Cetakan Spesimen

Untuk pengambilan data sifat mekanik dalam pengujian tekan, ukuran spesimen dibuat sesuai standard ASTM D 695 – 02a (Standard Test Method for Compressive Properties of Rigid Cellular Plastics and ISO844 - Rigid Cellular Plastics - Determination of Compression Properties), dengan dimensi dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut ini.

Gambar 3.5 Spesimen uji tekan (ASTM D 695 – 02a)

Untuk pengambilan data sifat mekanik dalam pengujian kelenturan, ukuran spesimen dibuat sesuai standard ASTM D 790 (Standard Test Method for Bending


(54)

Properties of Rigid Cellular Plastics), dengan dimensi dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut ini.

Gmabar 3.6 Spesimen Uji Lentur (ASTM D790 -02 ) 3.2.5 Mesin Uji Tekan dan Uji Kelenturan

Merupakan alat yang digunakan untuk menghitung sifat mekanik spesimen. Sifat mekanik yang dapat dilakukan oleh mesin ini adalah : kekuatan tarik (tensile strength), Kekuatan Tekan (compressive strength), Kekuatan Bending (flexural strength). Alat ini digunakan penulis di Laboratorium Kimia Dasar MIPA USU.

Gambar 3.7 Mesin Uji tekan dan uji kelenturan

Menggunakan piston yang digerakkan oleh pompa hidraulik. Memiliki skala 100 kgf, 200 kgf, 400 kgf, 1000 kgf dan 2000 kgf. Grafik pengujian yang dilakukan dicetak di kertas grafik. Alat ini diperoleh penulis di Laboratorium Penelitian MIPA USU. Alat ini diperoleh penulis di Laboratorium Penelitian MIPA USU.

Spesifikasi Mesin Uji Tarik Torsee Type SC-2DE :

 Gaya Maksimum : 2000 kg.f

 Stroke : 250 mm


(55)

3.2.6 Hydraulic Hot Press

Alat ini digunakan untuk mencetak spesimen. Penekanannya menggunakan dongkrak hidrolik dan panas yang dihasilkan berasal dari listrik. Suhu untuk mencetak

spesimen ini adalah 160 – 200 oC.

Gambar 3.8 Hydraulic Hot Press 3.3 Bahan Baku

Adapun bahan baku yang digunakan untuk pembuatan pipa PVC yakni:

1. Resin PVC SIP 65

2. Calcium carbonate bervariasi

3. Stabilizer

4. Calcium stearate


(56)

3.4 Proses Pembuatan Spesimen ASTM D 695 dan D 790 3.4.1 Penimbangan Komposisi Formula

Sebelum menuju kearah pembuatan spesimen, bahan baku ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan komposisi yang diinginkan. Dalam hal ini, penulis ingin menggunakan 100 gram polimer, yaitu campuran PVC dan bahan yang lain. Alat yang digunakan adalah neraca analitik. Alat ini diperoleh penulis di Laboratorium Kimia Dasar MIPA USU.

Komposisi formula tersebut adalah :

a.) PVC per 100 gr :

 Resin PVC : 92.5 %

 Calcium carbonate bervariasi : 2.5 % (standard)

 Stabilizer : 2.5 %

 Calcium stearate : 1 %

 Pigment warna : 1.5 %

b.) Melting Point :

 Resin PVC : 160-1800C

 Calcium carbonate (CaCO3) : 8250C (suhu proses 160 – 1900C)

 Stabilizer : 2500C (suhu proses 160 – 1900C)

 Calcium Stearate : 1550C

 Titanium Dioksid : 1600C

Bahan-bahan yang mencair dalam proses pembuatan pipa pvc:

 Resin PVC

 Calsium Sterate

 Pigment warna

Bahan-bahan yang tidak mencair dalam proses pembuatan pipa PVC :

 Kalsium karbonat


(57)

Gambar 3.9 Pencampuran Bahan dengan pewarna titanium Dioksid


(58)

3.4.2 Pembuatan Spesimen

Setelah mengalami pencampuran di dalam internal mixer, campuran polimer tersebut akan dibuat spesimen yaitu dengan memasukkannya ke dalam cetakan sesuai ketentuan untuk uji karakteristiknya yaitu standard ASTM D 695 dan D 790 dan ditekan dengan

menggunakan hydraulic hot press. Lamanya penekanan dengan hydraulic hot press yaitu

30 menit. Berikut ini adalah gambar spesimen uji tekan ASTM D-695 dan gambar spesimen uji lentur ASTM D-790

  Gambar 3.11 Spesimen Uji Tekan ASTM D-695

Gambar 3.12 Spesimen Uji Lentur ASTM D-790

Untuk variasi putaran dan temperatur tersebut dicetak 3 buah spesimen uji ttekan Dalam bentuk diagram pohon sampel hasil bahan dengan variasi temperatur dan putaran dapat kita lihat pada gambar 3.13 :


(59)

Gambar 3.13 Skema sampel variasi temperatur dengan variasi putaran Suhu Ekstruder 170°C Putaran yang dipakai Putaran yang dipakai Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Suhu Ekstruder 175°C Putaran yang dipakai Putaran yang dipakai Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Suhu Ekstruder 180°C Putaran yang dipakai Putaran yang dipakai Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3


(60)

Dari gambar 3.13 diketahui bahwa terdapat tiga variasi temperatur dan dua variasi putaran screw ekstruder dimana setiap kombinasi dicetak tiga spesimen, sehingga diperoleh 18 buah spesimen yang kemudian akan diuji tekan dan 18 buah spesimen yang akan diuji kelenturan.

3.4.3 Cara Pengambilan Data

Cara pengambilan data pada penelitian ini yaitu dengan melakukan pengujian terlebih dahulu. Spesimen uji lentur dan uji tekan diuji pada mesin uji yang terhubung dengan komputer dan dicetak melalui kertas grafik sehingga setelah pengujian selesai dilakukan, data hasil pengujian akan didapatkan melalui kertas grafik Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis bahan. Deformasi bahan disebabkan oleh adanya beban lentur dan tekan adalah dasar dari pengujian dan studi mengenai kekuatan, hal ini disebabkan beberapa alasan :

1. Mudah dilakukan

2. Menghasilkan tegangan yang seragam pada penampang

3. Kebanyakan bahan mempunyai kelemahan untuk menerima beban tegangan tekan

dan lentur yang seragam pada penampang. Maka dalam pengujian bahan industri, kekuatan adalah paling sering ditentukan.


(61)

Gambar 3.15 Kondisi Spesimen Uji Lentur ASTM D-790 saat pengujian

Gambar 3.16 Spesimen Uji Tekan ASTM D-695 berada di mesin pengujian


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Spesimen yang dihasilkan dari hydraulic hot press berbentuk pelat tipis dengan ketebalan masing – masing 3 mm dan 5 mm dibentuk sesuai dengan ASTM D 695-02a dan ASTM D 790. Tampilan spesimen dengan variasi temperatur dan putaran dapat dilihat pada lampiran A.

Masing – masing komposisi film spesimen dapat dibedakan warnanya yang berarti walaupun waktu yang diberikan pada saat pencetakan berbeda. Selanjutnya spesimen ini dilakukan uji mekanik yaitu Uji lentur dan uji tekan. Dari pengujian lentur dan tekan ini nantinya akan diketahui berapa kekuatan lentur, kekakuan, kekuatan tekan dan modulus elastisitas (E) spesimen.

Pada sub-bab ini hasil akan dibagi menjadi dua yaitu gambar dari kondisi specimen yang telah diuji dan hasil dari pengujian serta perhitungannya.

4.1.1 kondisi spesimen setelah pengujian

Berikut ini merupakan gambar dari specimen sebelum dilakukan pengujian lentur.

Gambar 4.1 Kondisi spesimen sebelum dilakukan pengujian


(63)

dengan variasi putaran 25 rpm dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.2 Kondisi spesimen pada suhu 170oC

Gambar 4.3 Kondisi spesimen pada suhu 175oC

Gambar 4.4 Kondisi spesimen pada suhu 180oC


(64)

rpm gambar dibawah ini.

Gambar 4.5 Kondisi spesimen pada suhu 170oC

Gambar 4.6 Kondisi spesimen pada suhu 175oC

Gambar 4.7 Kondisi spesimen pada suhu 180oC

Dari gambar 4.2 sampai dengan gambar 4.7 dapat diamati bahwa setiap specimen

untuk temperatur 170oC 175oC dan 180oC setelah diuji lentur mengalami patah di tengah


(65)

perbedaan antara putaran 25 rpm dengan 30 rpm. Dari 18 sampel memiliki bentuk patahan yang hampir sama.

Berikut ini merupakan gambar dari kondisi specimen uji tekan dengan putaran 25

rpm pada temperatur 170oC, 175oC dan 180oC.

Gambar 4.8 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 170oC

Gambar 4.9 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 175oC


(66)

Berikut ini merupakan spesimen yang telah diuji tekan dengan variasi putaran 30 rpm gambar dibawah ini.

Gambar 4.11 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 170oC

Gambar 4.12 Kondisi spesimen uji tekan pada suhu 175oC


(67)

Dari gambar 4.8 sampai dengan gambar 4.13 dapat diamati bahwa setiap specimen untuk

temperatur 170oC 175oC dan 180oC setelah diuji tekan mengalami patah di tengah

specimen uji. Patahan yang terjadi pada masing – masing putaran tidak terlihat jelas perbedaan antara putaran 25 rpm dengan 30 rpm. Dari 18 sampel memiliki bentuk patahan yang hampir sama.


(68)

4.2 Hasil Uji Mekanik Spesimen 

Terdapat 18 spesimen yang telah diuji kekuatan tekan dan 18 spesimen yang diuji  kekuatan lenturnya yang terdiri dari variasi temperatur dan putaran yakni pada putaran  25 rpm dan 30 rpm dengan suhu 1700C ,1750C dan 1800C. Data lengkap hasil Uji lentur  dan uji tekan spesimen dapat dilihatkan pada tabel 4.1 – 4.4 berikut ini. 

 

Tabel 4.1  Data hasil uji Lentur ASTM D 790 dengan n = 25 rpm  Temperatur

(oC)

No Sampel Tebal (d) (mm) Lebar (b) (mm) Load (kg.f) Stroke (mm) 170

N1 4.95 10.05 10.9 42.06

N2 4.95 10.10 9.6 41.92

N3 5.00 10.05 11.3 45.76

175

N1 4.95 10.05 13.4 68.72

N2 5.00 10.00 14.5 60.91

N3 5.05 10.05 12.2 65.41

180

N1 5.05 10.05 15.5 90.92

N2 4.95 10.10 14.7 92.31

N3 5.05 10.05 15.9 91.05

Tabel 4.2  Data hasil uji Lentur ASTM D 790 dengan n =30 rpm  Temperatur

(oC)

No Sampel Tebal (d) (mm) Lebar (b) (mm) Load (kg.f) Stroke (mm) 170

N1 5.00 10.05 8.1 40.08

N2 5.05 10.00 9.9 37.97

N3 5.05 10.05 7.5 38.78

175

N1 4.95 10.05 10.4 62.07

N2 5.00 10.05 11.1 58.91

N3 4.95 10.05 9.7 60.58

180

N1 5.00 10.00 13.9 89.01

N2 5.05 10.05 12.7 85.59


(69)

Tabel 4.3 Data hasil uji Tekan ASTM D 695-02a dengan n = 25 rpm Temperatur

(oC)

No sampel Tinggi (t) (mm) Lebar (l) (mm) Panjang (p) (mm) Load (kg.f) Stroke (mm) 170

N1 78.05 3.10 12.00 36.1 7.82

N2 78.00 3.05 12.00 35.7 8.31

N3 78.05 3.10 12.05 38.8 9.41

175

N1 78.00 3.05 12.05 70.3 10.36

N2 78.05 3.10 12.00 75.1 11.73

N3 78.10 3.10 12.05 72.8 12.45

180

N1 78.10 3.05 12.10 113.7 13.80

N2 78.05 3.05 12.10 120.8 12.71

N3 78.10 3.10 12.05 109.4 14.05

Tabel 4.4 Data hasil uji Tekan ASTM D 695‐02a dengan n =30 rpm 

Temperatur (oC)

No Sampel Tinggi (t) (mm) Lebar () (mm) Panjang (p) (mm) Load (kg.f) Stroke (mm) 170

N1 78.00 3.05 12.05 34.8 8.33

N2 78.05 3.10 12.00 35.7 7.43

N3 78.10 3.10 12.05 33.2 2.58

175

N1 78.10 3.10 12.10 70.4 9.73

N2 78.05 3.10 12.10 68.9 7.86

N3 78.10 3.05 12.05 65.5 8.45

180

N1 78.00 3.10 12.00 112.8 12.78

N2 78.05 3.05 12.00 98.7 11.81


(70)

4.2.1 Perhitungan uji lentur

Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 maka kekuatan lentur, modulus elastisitas dan kekakuan dari spesimen dapat dicari berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

1 kg.f = 9,807 N

L = jarak antara titik tumpuan (mm)

= 100 mm

= 0.1 m

Kekuatan lentur pada spesimen dengan temperature 1700C - N1 adalah :

Diketahui : Dimensi Spesimen : d (tebal) = 4.95 mm = 0.00495 m

b (lebar) = 10.05 mm = 0.01005 m

P = 10.9 kg.f = 106.8963 N 

= 42.06 mm = 0.04206 m

Modulus elastisitas (E) merupakan konstanta dari perbandingan lurus antara tegangan dan regangan. Besarnya modulus ini sama dengan angka kemiringan dari kurva tegangan – regangan yang berupa garis lurus pada bagian yang dekat ke titik 0. Modulus elastisitas (E)

pada spesimen temperature 1700C - N1 adalah :

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan (Lukkassen, D, Meidel, A,2003)

dengan mencari momen inersia terlebih dahulu :  

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut :

Adapun hasilnya perhitungan uji lentur untuk putaran 25 rpm dan 30 rpm dengan


(1)

Tabel. Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji lentur n=30 rpm  Temperatur

(oC)

No sampel Kekuatan Lentur (MPa) Modulus Elastisitas (MPa) Kekakuan (N.m2)

170

N1 47.4249 394.4186 0.0412907 N2 57.10575 496.3599 0.05327084 N3 43.0467 366.3443 0.03951376 175

N1 62.12756 337.0126 0.03423312 N2 64.98967 367.7342 0.03849718 N3 57.9459 322.0601 0.03271428 180

N1 81.79038 306.2966 0.0319059 N2 72.89241 281.0714 0.03031626 N3 79.4367 291.8428 0.03040029


(2)

b) Temperatur 1750C 


(3)

Berikut ini adalah hasil perhitungan rata‐rata pada spesimen uji tekan :  Tabel. Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji tekan n = 25 rpm 

Temperatur (oC)

No sampel Beban Maksimum P (N) Kekuatan Tekan σ (MPa) 170

N1 354.0327 9.517008 N2 350.1099 9.565844 N3 380.5116 10.18636 175

N1 689.4321 18.75878 N2 736.5057 19.79854 N3 713.9496 19.11256 180

N1 1115.056 30.21422 N2 1184.686 32.10095 N3 1072.886 28.72134


(4)

b) Temperatur 1750C 


(5)

Tabel. Hasil perhitungan sifat mekanik dari specimen uji tekan n = 30 rpm  Temperatur

(oC)

No sampel Beban Maksimum P (N) Kekuatan Tekan σ (MPa) 170

N1 341.2836 9.285997 N2 350.1099 9.411556 N3 325.5924 8.716167 175

N1 690.4128 18.4061 N2 675.7023 18.01392 N3 642.3585 17.47795 180

N1 1106.23 29.73735 N2 967.9509 26.44675 N3 983.6421 26.33227


(6)

b) Temperatur 1750C