Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam

(1)

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak

Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM

Dengan Proses Pengecoran Logam

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ARIMAN SITOMPUL

NIM. 080421021

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

MEDAN

TUGAS SARJANA

PENGECORAN LOGAM

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak

Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM

Dengan Proses Pengecoran Logam

OLEH :

ARIMAN SITOMPUL

NIM. 080421021

Diketahuui /Disyahkan

Departemen Teknik Mesin Disetujui oleh Fakultas Teknik USU Dosen Pembimbing Ketua

DR.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri Ir. Raskita S. Meliala


(3)

SKRIPSI

PENGECORAN LOGAM

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak

Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM

Dengan Proses Pengecoran Logam

OLEH :

ARIMAN SITOMPUL

NIM. 080421021

Telah diperiksa dan diperbaiki dalam seminar sarjana

Periode ke-145 tanggal 04 September 2010

Disetujui oleh Disetujui oleh Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Ir. Alfian Hamsi, MSc. Ir. Isril Amir

NIP : 195609101987011001 NIP : 194510271974121001

Diketahuui oleh Departemen Teknik Mein

Ketua

DR.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP : 196412241992111001


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

Adapun judul dari tugas sarjana ini adalah Perancangan dan Pembuatan Batang

Torak Untuk Truck Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 rpm Dengan Proses Pengecoran Logam.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis telah berupadengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literature serta bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, yang telah mendoakan saya sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas sarjana ini..

2. Ibu Ir. Raskita S. Meliala sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dan meluangkan waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bpk Dr. Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus ST, MT sebagai ketua dan sekretaris Departemen Teknik mesin serta seluruh staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera utara. 4. Kepada teman-teman ku Eko Bambang, Ade Putra, Rizki Akbar , Kurniawan,

M.sadjali dan seluruh rekan-rekan stambuk 08 ekstensi yang tak mungkin tersebutkan satu persatu terima-kasih atas bantuannya semoga kita tetap mempertahankan hubungan kita yang terbentuk dalam satu ikatan PERSAHABATAN.


(5)

Penulis sudah berusaha memberikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesilapan yang terdapat pada Skripsi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna untuk kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, Oktober 2010 Penulis,

. ARIMAN SITOMPUL NIM : 08042021


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………... i

KATA PENGANTAR ………... iv

DAFTAR ISI ………... iii

DAFTAR SIMBOL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR TABEL………... viii

BAB -I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ……….……… 1

1.2.Maksud dan Tujuan ………. 1

1.3.Batasan Masalah……... ……….. 2

1.4.Metode Penulisan………... 2

1.5.Sistematika Penulisan ……… 3

BAB -II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Jenis-Jenis Batang Torak .….……… 4

2.2.Bahan Pengecoran.….……… 6

2.2.1.Baja Cor…………..……….. 6

2.3.Sifat-Sifat Logam Cair…… ………... 6

2.3.1.Perbedaan Antara Logam Cair Dan Air…...………. 6

2.3.2.Kekentalan Logam Cair ………... 7

2.3.3.Aliran Logam Cair...………...……….. 7

2.4.Pembekuan Logam ……….... 8

2.4.1.Pembekuan Coran……….……...……….. 8

2.4.2.Diagram Keseimbangan Karbida Besi……… 9

2.5.Pola ………... 11

2.5.1 Gambar Untuk Pengecoran….……….……...……….. 11

2.5.1.1.Menetapkan Kup, Drag dan Permukaan Pisah.……… 11

2.5.1.2.Penentuan Penambah Penyusutan……… 12

2.5.1.3.Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin...……… 12

2.5.1.4.Inti dan Telapak inti………..……… 14

2.5.2 Macam-Macam Pola.…….….………….….……...……….. 15

2.5.3 Bahan –Bahan Untuk Pola ….……….……...……….. 17


(7)

2.5.4.1 Perhatian Pada Pembuatan Pola..…….……...……….. 18

2.5.4.1 Mesin Pembuat Pol…………....…….……...……….. 18

2.6. Rencana Pengecoran...………..…….……...……….. 18

2.6.1.Istilah-Istilah Dan Fungsi Dari Sistem Saluran.……… 18

2.6.2.Bentuk Dan Bagian –Bagian Sistem Saluran……… 19

2.6.3.Sistem Saluran Untuk Coran Baja…………...……… 22

2.6.4.Penambah………….………..……… 23

2.6.4.1.Istilah-Istilah Dari Penambah Dan Fungsinya...…… 23

2.6.4.2.Penambah Untuk Coran Baja ……… 23

2.7. Pasir Cetak…………...………..…….……...……….. 24

2.7.1.Syarat-Syarat Pasir Cetak………...……… 24

2.7.2.Macam-Macam Pasir Cetak………...……… 25

2.7.3.Susunan Pasir Cetak…………..…………...……… 26

2.7.4.Mempersiapkan Pasir Cetak..……… 26

2.8. Pembuatan Cetakan……….……...………. 27

2.8.1.Pembuatan Cetakan Dengan Tangan…..……...……… 27

2.8.2.Pembuatan Cetakan Secara Mekanik……… 28

2.8.3.Pembuatan Cetakan Dengan Mesin Guncang Desak……… 28

2.8.4.Lapisan Cetakan…………....……… 28

2.9.Peleburan Dan Penuangan Baja Cor……….... 28

2.9.1.Peleburan Baja Cor……….……...……….. 28

2.9.2.Penuangan Baja Cor……….……… 29

2.10.Pengujian Dan Pengecoran……….... 31

2.4.1.Pengukuran Temperatur……….……….. 31

2.4.2.Pengujian Terak……… 31

BAB III PERENCANAAN BATANG TORAK 3.1.Pendahuluan……… .….……… 33

3.2.Pemilihan Bahan Batang Torak.….……… 33

3.3.Perencanaan Dimensi Batang Torak ....….……… 33

3.4.Pemeriksaan Kekuatan Batang Torak….……… 39

3.4.1.Pemeriksaan Kekuataadap Tegangan Bengkok .….………… 40

3.4.2. Pemeriksaan Kekuataadap Tegangan Tarik …...……… 42


(8)

BAB IV PERENCANAAN CETAKAN BATANG TORAK

4.1. Pembuatan Pola………..……….……...……….. 45

4.1.1.Bahan Pola………..…..……...……… 45

4.1.2.Jenis Pola……….……… 45

4.1.3.Penentuan Penambahan Penyusutan…………...……… 45

4.1.4.Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin……….……… 46

4.1.5.Ukuran Pola………..………...……… 46

4.2. Sistem Saluran..………..……….……...……….. 47

4.2.1.Saluran Turun………..…..……...……… 47

4.2.2.Cawan Tuang..……….……… 48

4.2.3.Pengalir……….…………...……… 49

4.2.4.Saluran Masuk……….……… 50

4.2.5.Penambah………..………...……… 50

4.3.Pembuatan Inti……… ...……… 52

4.4.Pembuatan Cetakan Pasir……...….……… 53

4.5.Peleburan Logam ………...….……… 54

4.6.Penuangan Logam Cair………..….……… 55

4.6.1.Waktu Tuang……….……… 56

4.7.Penyelesaian Akhir Cetakan,……….….……… 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan…..……… .….……… 58

5.2.Saran.………..….……… 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

σ

b Tegangan tarik bahan Kg/mm²

Sf Faktor keamanan -

τ

gi Tegangan geser izin Kg/mm²

τ

Tegangan geser Kg/mm²

dp Diameter Poros mm

Kt Faktor koreksi untuk tumbukan -

Cb Faktor koreksi beban lentur -

Mp Momen puntir Kg/mm

D Diameter pola mm

P Panajng Pola mm

R Radius Pola mm

Ast Luas saluran turun mm²

Asm Luas saluran masuk mm²

Ap Luas penampang pengalir mm²

A Ukuran pengalir mm

Abt Luas penampang batang torak mm²

Dp Diameter penambah mm

dsm Diameter saluran masuk mm

H Tinggi mm

L Panjang langkah torak mm

T Momen Kg/mm

g Percepatan gravitasi m/s²

c Kecepatan torak m/s²

P Tekanan Kg/cm²

VL Volume langkah torak cm³

Z Jumlah silinder

-W Berat / Beban kg

R Jari-Jari mm

N Daya PS


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Batang torak bentuk normal.………..….………. 5

Gambar 2.2. Batang gapu dan bilah dalam mesin jenis V.………..….………... 5

Gambar 2.3. Batang engkol artikulasi dari jenis mesin jenis V.………..….……… 5

Gambar 2.4. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana .………..….……… 8

Gambar 2.5. Diagram keseimbangan karbida besi .………..….……….. 9

Gambar 2.6. Daerah delta pada diagram karbida besi .………..….………. 10

Gambar 2.7. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran besi cor .………..………….. 13

Gambar 2.8. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja cor.………..………….. 13

Gambar 2.9. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran paduan bukan besi.………... 14

Gambar 2.10. Bentuk-bentuk Inti dan telapak inti.………..….……… 15

Gambar 2.11. Macam-macam Pola pejal.………..….……….. 16

Gambar 2.12. Pola pelat pasangan.………..….……… 16

Gambar 2.13. Pola pelat kup dan drag.………..….……….. 17

Gambar 2.14. Istilah-istilah sistem saluran.………..….………... 18

Gambar 2.15. Ukuran cawan tuang.………..….………... 19

Gambar 2.16. Ukuran pengalir.………..….……….. 20

Gambar 2.17. Perpanjangan pengalir.………..….……… 21

Gambar 2.18. Sistem saluran masuk.………..….………. 21

Gambar 2.19. Contoh penambah samping, contoh penambah atas.………..………….. 22

Gambar 2.20. Hubunan tebal coran dan jarak pengisian.………..….……….. 23

Gambar 2.21. Kurva pellini .………..….………. 24

Gambar 2.25. Proses pembuatan cetakan dengan tangan .………..….……… 27

Gambar 2.26. Tanur listrik heroult.………..….………... 29

Gambar 2.27. Ladel jenis penyumbat.………..….………... 29

Gambar 2.28. Grafik hubungan antara temperatur penuangan.………..….……… 30

Gambar 3.1. Penampang batang torak.………..….……….. 40

Gambar 3.4. Posisi baut.………..….……… 44

Gambar 4.1. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja.………..….……… 45

Gambar 4.4. Saluran turun.………..….……… 48

Gambar 4.5. Ukuran cawan tuang.………..….……… 48

Gambar 4.6. Penampang pengalir.………..….……… 49

Gambar 4.7. Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP) .…….. 51


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tambahan penyusutan yang disarankan .………..….……… 12

Tabel 2.1 Temperatur tuang beberapa logam .………..….……… 25

Tabel 2.1 Tambahan penyusutan yang disarankan .………..….……… 45

Tabel 2.1 Ukuran dari saluran turun.………..….………... 47


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengecoran merupakan proses tertua yang dikenal manusia dalam pembuatan benda logam, bahkan telah ditemukan benda cor yang diduga berasal dari tahun 2.000 S.M (Sebelum Masehi)

Proses pengecoran ini adalah proses yang fleksibel dan berkemampuan tinggi sehingga merupakan proses dasar yang penting dalam pengembangan industri logam dan mesin Indonesia yang mulai digalakkan memasuki pelita IV dan seterusnya.

Penelitian dibidang pengecoran menghasilkan teknik pengecoran baru atau adaptasi teknik pengecoran yang telah ada , sehingga industri pengecoran masih mampu bertahan . Laju industri yang meningkat, permintaan pasar akan material yang sesuai dengan kebutuhan serta sifat mekanis yang lebih baik menyebabkan pengecoran sangat dibutuhkan dalam dunia industry.

Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses pengecoran dan pencetakan . Pada proses pengecoran tidak digunakan tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan sedangkan pada proses pencetakan, logam cair ditekan agar mengisi rongga cetakan, sebab pengisian dan pencetakan itu berbeda. Pada proses pencetakan cetakan umumnya dibuat dari logam sedangkan proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun adakalanya digunakan plester, lempung, keramik, atau bahan tahan api lainnya.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari perancangan ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pokok bahasan mengenai teknik pengecoran logam dalam hal ini mengenai pembuatan batang torak dengan daya 100 PS dan putaran maksimum 3500 RPM dengan proses pengecoran logam menggunakan cetakan pasir.

Secara Umum Tujuan dari perancangan ini adalah :

1. Agar mahasiswa dapat merancang cetakan, mulai dari pemilihan jenis cetakan, pemilihan bahan baku, merancang dimensi pola, merancang sistem saluran dan penambah untuk pengecoran batang torak agar diperoleh hasil yang baik.


(13)

Secara Khusus tujuan dari perancangan ini adalah :

1. Bahwa pengembangan industri yang menghasilkan mesin dan peralatan untuk kebutuhan industri terus dikembangkan dan diarkanahkan secara bertahap supaya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri akan mesin dan peralatan industry.

2. Supaya industri dalam bidang pengecoran logam khususnya pengecoran yang menggunakan cetakan pasir yang ada sekarang ini dapat terus ditingkatkan kualitasnya.

3. Supaya ketergantungan Indonesia akan spare part mesin khususnya batang torak yang didatangkan dari luar negeri dapat dikurangi, sehingga dengan sendirinya dapat mendukung perkembangan industri sebagai penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan.

1.3. Batasan Masalah

Melihat kompleksitas masalah yang dihadapi dalam perancangan pembuatan batang torak ini maka perlu dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut

1. Pemilihan bahan yang sesuai

2. Perancangan dimensi coran dan pola 3. Pembuatan pola

4. Perencanaan sistem saluran, peleburan serata penuangan

1.4. Metode Penulisan

Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Survey lapangan

Disini dilalkukan peninjauan pada industri pengecoran logam untuk memperoleh data yang berhubungan dengan proses pengecoran logam dalam hal ini yang di survey adalah PT. Baja Pertiwi Industri

2. Studi Literatur dan Internet

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan serta data dari internet yang berhubungan dengan hal yang dibahas.

3. Diskusi


(14)

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan

Bab II : Tinjauan pustaka, berisikan mengenai teori-teori yang mendasari perancangan pengecoran logam.

Bab III : Perancangan torak berisikan penentuan material batang torak dan perhitungan dimensi batang torak.

Bab IV : Perancangan cetakan, berisikan perancangan cetakan mulai dari pembuatan pola cetakan hingga penyelesaian akhir.

Bab V : Kesimpulan dan saran, berisikan secara garis besar hasil perancangan dan pembuatan serta saran.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam, bahan baku dicairkan dengan cara memanaskannya hingga mencapai titik lebur, kemudian cairan logam ini dituang kedalam rongga cetakan yang telah disediakan sebelumnya. Logam cair dibekukan dengan cara membiarkannya dalam rongga cetakan selama beberapa saat. Setelah logam cair membeku seluruhnya maka cetakan dapat dibongkar.

Batang torak adalah salah satu komponen mesin pembakaran dalam yang dapat dibuat dengan proses pengecoran logam dengan cetakan logam dan cetakan pasir. Mesin pembakaran dalam pada umumnya dikenal dengan nama motor bakar. Proses pembakaran berlansung didalam motor itu sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Salah satu mesin pembakaran dalam adalah motor bakar torak.

Motor bakar torak mempergunakan beberapa silinder yang didalamnya terdapat torak yang bergerak translasi(bolak-balik). Torak yang bergerak translasi didalam silinder tersebut dihubungkan dengan pena engkol yang berputar pada bantalannya dengan perantaraan batang penggerak atau batang torak (Conecting rod). Campuran bahan bakar dan udara di bakar dalam ruang bakar yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala torak dan kepala silinder. Gas pembakaran yang dihasilkan proses tersebut mampu menggerakkan torak yang selanjutnya memutar poros engkol. Gerak translasi torak menyebabkan gerak rotasi poros engkol dan sebaliknya gerak rotasi poros engkol menimbulkan gerak translasi pada torak.

2.1. Jenis-J enis Batang Torak

Batang torak pada umumnya terdiri atas : 1. Bentuk Normal

Batang torak bentuk normal digunakan dengan hanya satu silinder kesebuah pena engkol. Bentuk batang torak ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


(16)

Gambar 2.1. Batang torak bentuk normal

2. Batang garpu dan bilah dalam mesin jenis V

Batang torak jenis ini ujung besar dari satu batang mempunyai bentuk normal sedangkan batang dari torak dalam bagian yang berlawanan diperlebar dan di belah menjadi bentuk garpu yang mengangkangi dengan batang yang pertama.

Gambar 2.2. Batang garpu dan bilah dalam mesin jenis V

3. Batang engkol artikulasi dari mesin jenis V

Batang torak jenis ini memiliki satu batang yaitu batang induk yang serupa dengan batang torak konvensional tetapi mempunyai perpanjangan tangakai keluar dengan sebuah mata untuk tempat dipaangkannya batang untuk torak dalam bagian yang berlawana. Batang yang kedua ini disebut batang artikulasi atau batang penghubung.


(17)

Gambar 2.3 Batang engkol artikulasi dari mesin jenis V

Dari ketiga jenis batang torak diatas yang akan direncanakan adalah jenis normal. Jenis ini umum digunakan pada kendaraan yang menggunakan mesin jenis standart.

2.2. Bahan Pengecoran 2.2.1. Baja Cor

Baja cor digolongkan dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi karbon yang kemudian digolongkan menjadi tiga macam yaitu

1.Baja karbon rendah (C< 0.2%) 2.Baja karbon menegah (0,2 – 0,5% C) 3.Baja karbon tinggi (0,5 – 2%C)

Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi dan harga bentur serta sifat mampu las yang baik. Titik cair baja cor sekitar 1500°C, mampu cornya lebih buruk dibandingkan dengan besi cor akan tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya relatif murah.

Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambah unsure-unsur paduan seperti : mangan, krom, molybdenum, atau nikel. Unsur paduan ini dibutuhkan untuk memberikan sifat-sifat yang khusus pada baja tersebut seperti sifat tahan aus, tahan asam dan tahan korosi.


(18)

2.3. Sifat-sifat logam cair

2.3.1. Perbedaan antara logam cair dan air

Logam cair adalah cairan logam yang seperti air. Perbedaan antara logam cair dengan air adalah :

1. Berat jenis logam cair lebih besar dari pada air (Air = 1,0; Besi cor = 6,8-7,0;Besi cor = 7,8; paduan almunium = 2,2-2,3;paduan timah = 6,6-6,8 dalam Kg/dm.

2. Kecairan logam sanat tergantung pada temperatur (Air cair pada 100°C, sedangkan logam pada temperatur yang sangat tinggi.

3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah sedangkan logam cair tidak .

2.3.2 Kekentalan logam cair

Aliran logam cair sangat penting tergantung pada kekentalan logam cair dan kekasaran permukaan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur, makin tinggi temperatur makin rendah kekentalannya demikian juga bila temperatur turun maka kekentalan akan meningkat. Kekentalan yang makin tinggi menyebabkan cairan logam sukar mengalir dan bahkan kehilangan mampu alir, serta kekentalan tergantung pada jenis logam.

2.3.3 Aliran logam cair

Bila suatu cairan didalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang didinding bejanana tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang adalah h, maka kecepatan aliran yang keluar adalah

gh C

V = 2

Diamana : C = koefisien kecepatan aliran g = percepatan gravitasi

Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan logam dengan dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang menurut persamaan berikut:

gh C


(19)

Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu aliran yang tegak lurus dengan sumbu pipa dengan kecepatan v, laju aliran Q, dan berat jenis γ maka gaya tumbuk yang terjadi adalah :

g v Q Fp

. .

γ

=

Gambar 2.4. kecepatan aliran yang keluar dari bejana

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

2.4. Pembentukan Logam 2.4.1. Pembekuan Coran

Pembekuan logam coran pada rongga cetakan dimulai dari bagian cairan logam yang bersentuhan langsung dengan dinding cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diserap oleh cetakan sehingga bagian yang bersentuhan dengan cetakan menjadi dingin hingga titik beku dimana pada saat ini inti kristal mulai terbentuk. Coran bagian dalam dingin lebih lambat disbanding bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari asal mengarah kebagian dalam.

Pada coran yang mempunyai inti, panas dari coran akan diserap oleh inti sehinggga menyebabkan pembekuan terjadi lebih cepat pada dinding inti disbanding ditengah coran. Cepat lambatnya pembekuan pada kulit inti tergantung pada ukuran inti

Coran tidak hanya terdiri dari logam murni, tetai coran dapat berupa paduan antara dua logam atau lebih. Diargram pendinginan logam paduan ini menunjukkan ketergantungan perubahan fase terhadap perubahan temperature dan komposisi(perbandingan antara mikrostruktur penyusun). Diagram ini disebut diagram keseimbangan. Paduan antara 2 unsur disebut dengan paduan biner, paduan antara tiga unsure disebut paduan ternier.


(20)

Besi cor atau baja cor merupakan paduan antara besi dan karbon, walaupun sesungguhnya masih ada unsure-unsur lain, tetapi unsure-unsur tersebut tidak memberikan pengaruh besar terhadap sifat-sifat utamanya , sehingga paduan ini dianggap paduan biner.

Perubahan fase sangat tergantung pada macam paduan, sehingga tiap paduannya mempunyai diagram keseimbangan sendiri.

2.4.2 Diagram keseimbangan karbida besi

Komposisi besi dan karbon pada system paduan digambarkan pada diagram berikut:

Gambar. 2.5. Diagram keseimbangan karbida besi

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(21)

Diagram ini merupakan bagian antara besi murni dan paduan karbida besi (Fe3C) yang mengandung 6,67%C (%berat).

Pada diagram terlihat tiga garis horizontal yang merupakan gais reaksi isothermal. Larutan pada γ disebut austenit. Daerah yang berada disebelah kiri atas disebut daerah delta karena terdapat larutan padat δ . garis horizontal pada temperature 2720◦ F merupakan daerah reaksi peritektik. Reaksi peritektik adalah sebagai berikut :

Likuid + δ Austenit

Kelarutan maksimum karbon dalam daerah ini adalah 0,1% (titik M)

Gambar. 2.6. DaerahDelta pada diagram karbida besi

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

Sementara pada γ kelarutan karbon lebih besar. Keberaaan karbon mempengaruhi perubahan δ γ . akibat adanya penambahan karbon pada besi maka temperature perubahan fase naik dari 2554◦ C pada 0,1%C mengikuti garis NMPB.

Dalam kurva pendinginan jarak NM merupakan awal perubahan struktur δ menjadi

γ untuk paduan dengan karbon kurang dari 0,1%. Jarak antara MP merupakan awal dari perubahan struktur kristal dengan reaksi peritektik untuk paduan dengan kadar karbon kurang dari 0,18% akhir perubahan struktur digambarkan oleh garis NP. Dari PB merupakan garis awal dan akhir perubahan struktur kristal atau dengan kata lain untuk paduan dengan kadar karbon 0,18%-0,5% perubahan fase terjadi pada temperature konstan.


(22)

Bedasarkan kandungan karbonnya karbida besi dpat di golongkan menjadi :

1. Paduan yang mengandung karbon kurang dari 2% disebut baja, yang terdiri dari: a. Baja hipoeutektoid dengan kadar karbon kurang dari 0,8%

b. Baja eutectoid dengan kadar karbon 0,8%

c. Baja hipereutektoid dengan kadar karbon 0,8-0,2%

2. Paduan yang mengandung karbon lebih dari 2% disebut besi cor yang trdiri dari :

a. Besi cor hipoeutektoid dengan kadar karbon kurang dari 4,3% b. Besi cor eutectoid dengan kadar karbon lebih dari 4,3% c. Besi cor hipereutektoid dengan kadar karbon lebih dari 4,3%

Pengetian istilah-istilah struktur yang ada pada kurva yaitu : sementit(karbida besi)adalah perpaduan antara besi dengan karbon dengan rumus kimia Fe3C mengandung 6,67%C (dalam persen berat), sifatnya keras dan rapuh, kekuatan tarik kira-kira 5000 Psi, tetapi kekuatan tekan tinggi, merupakan bagian terkeras dari struktur besi.

Austenit adalah nama yang diberikan pada larutan padat gamma(γ). Kelarutan karbon maksimum 2% pada temperature 2065 ◦ F (titik C). kekuatan tarik sebesar 150.000 Psi, tougness(ketangguhan) tinggi. Ledeburit adalah campuran eutektik antara austenit dan sementit, mengandung 4,3% C dan terbentuk pada temperature 2065 ◦ F.

Ferrit adalah nama untuk larutan padat (α) , kandungan karbon k\maksimal 0,025% pada temperatur 1333◦ F (Titik H). hanya sekitar 0,008% C yang larut pada temperatur kamar , merupakan struktur paling lunak dalam diagram , kekuatan tarik sekitar 40.000 Psi.

Pearlit (titik J) adalah campuran eutektik yang mengandung 0,8% C dan terbentuk pada temperatur 1333◦ F dengan pendinginan yang sangat lambat, terdiri dari Ferrit dan sementit kekuatan tarik 120.000Psi.

2.5. Pola

Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam pembuatan rongga cetakan . pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri dari pola logam dan pola kayu. Pola logam digunakan untuk menjaga ketelitian ukuran coran , terutama pada produksi massal dan dapat tahan lama serta produtifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu , murah, cepat, pembuatannya dan pengolahannya lebih mudah dibandingkan cetakan logam oleh karena itu pola kayu lebih cocok digunakan dalam cetakan pasir.


(23)

2.5.1 Gambar Untuk Pengecoran

Hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar benda menjadi gambar pengecoran dengan penambahan ukuran akibat pertimbangan tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian dengan mesin. Kemudian gambar pengecoran dibuat menjadi bentuk dan ukuran pola.

2.5.1.1 Menetapkan Kup, Drag dan Permukaan Pisah

Penetapan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dbutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan dibawah ini antara lain :

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan 2. Penempatan inti harus mudah

3. System saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimum

4. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang , karena permukaan pisah yang terlalau banyak akan manghabiskan terlalau banyak waktu dalam proses.

2.5.1.2 P enentuan Penambah Penyusunan

Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu disiapkan penambahan dan penyusutan . besarnya penyusutan sering tidak isotropis, sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebal, atau ukuran coran, dan kekuatan inti. Table berikut memberikan harga-harga angka untuk penambahan penyusutan.

Tambahn Penyusutan

Bahan

8 / 1000 Besi cor, Baja cor tipis

9 /1000 Besi cor, baja bor tipis yang banyak menyusut 10 /1000 Sama dengan diatas dan almunium 12 / 1000 Paduan almunium, Brons, Baja cor (tebal 5-7) 14 / 1000 Kuningan kekuatan tinggi , baja cor 16 / 1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20 / 1000 Coran baja yang besar 25 / 1000 Coran baja yang besar dan tebal

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(24)

2.5.1.3. Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin

Tempat dimana diperlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran. Harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebiha tebal (penambahan) ini berbeda menurut bahan , ukuran arah kup dan drag dan keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan berikut :

Gambar. 2.7. Tambahan Penyelesaian Mesin Untuk Coran Besi Cor

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(25)

Gambar. 2.8. Tambahan Penyelesaian Mesin Untuk Coran Baja Cor

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

Gambar. 2.9. Tambahan Penyelesaian Mesin Untuk Coran Besi Cor

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(26)

2.5.1.4. Inti Dan Telapak Inti

Inti adalah suatu bentuk dari pasir yang di pasang pada rongga cetakan untuk mencegah pengisian logam pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang atau berbentuk rongga dalam suatu coran.

Inti mempunyai banyak macam yaitu Inti minyak, inti kulit, inti Co2, inti udara dan sebagainya, nama-nama itu ditentukan menurut pengikat atau macam proses pembuatan inti, disamping pasir dengan pengikat tanah lempung.

Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud-maksud sebagai berikut ; 1. Menempatkan Inti, membawa dan menentukan letak dari inti

2. Menyakurkan udara dan gas-gas dari cetakan yang keluar melalui inti 3. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan menahan inti terhadap

gaya apung dari logam cair.

Gambar. 2.10. Bentuk – Bentuk Inti Dan Telapak Inti

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(27)

2.5.2. Macam-Macam Pola

1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai , diaman bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari :

a. Pola tunggal, bentuknya serupa dengan corannya.

b. Pola belahan , pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan .

c. Pola tengah, pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya simetris terhadap permukaan pisah.

d. Pola belahan banyak, pola ini dibagi menjadi tiga atau lebih atau lebih untuk memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan inti.

Gambar. 2.11. Macam-macam Pola Pejal

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(28)

2. Pola pelat pasang, pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk dan penambah, biasanya dibuat dari logam dan plastic.

Gambar. 2.12. Pola Pelat Pasang

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

3. Pola kup dan drag, pola ini diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag , kedua pelat dijamin oleh pena d bagian atas dan bawah dari coran menjadi sesuai.

Gambar. 2.13. Pola Pelat Kup Dan Drag

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

2.5.3. Bahan-Bahan Untuk Pola

Bahan-bahan yang dipakai untuk pola antara lain : 1. Kayu

Kayu yang umum dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu saru, jati, aras, pinus, mahoni. Pemilihan kayu tergantung pada macam dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya pemakaian. Kayu dengan kadar air lebih dari 14% tidak


(29)

dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang disebabkan kadar air dari kayu.

2. Resin sintesis

Dari berbagai resin sintesis hanya resin epoksid yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras serta tahan aus yang tinggi.

3. Logam

Bahan yang dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Umumnya digunakan besi cor kelabu karena sangat tahan aus, tahan panas dan tidak mahal.Kadang-kadang besi cor liat dipakai agar lebih kuat . paduan tembaga juga sering dipakai untuk pola cetakan kulit agar dapat memanaskan cetakan yang tebal secara merata. Almunium adalah ringan dan mudah diolah, sehingga sering dipakai untuk pola atau pola untuk mesin pembuat cetakan. Baja harus dipakai untuk pena atau pegas sebagai bagian dari pola yang memerlukan keuletan.

2.5.4. Pembuatan Pola

2.5.4.1. Perhatian Pada Pembuatan Pola

Setelah menentukan jenis pola, maka gambar dibuat. Pola dibagi menjadi pelat bulat, silinder, setengah lingkaran, segi empat siku, parallel epipidium, atau pelat biasa menurut bentuk dari setiap bagian pola.

2.5.4.2. Mesin Pembuat Pola

Pembuatan pola dapat dilakukan dengan menggunakan mesin perkakas. Untuk membuat pola diperlukan pengalaman, keahlian dan keha-hatian demi keselamatan karena mesin berputar dan mempunyai ujung yang tajam.

2.6. Rencana Pengecoran

Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang mengalirkan cairan logaam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan, kualitas coran tergantung pada sistem saluran serta keadaan penuangan.

2.6.1. Istilah – Istilah Dan Fungsi Dari Sistem Saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan kedalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke


(30)

bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan.

Gambar. 2.14. Istilah-Istilah Sistem Pengisian

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

2.6.2. Bentuk Dan Bagian-Bagian Sistem Saluran

1. Saluran Turun

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran. Terkadang irisannya dari atas samapai bawah, atau mengecil dari atas kebawah. Yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

2. Cawan Tuang

Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus tidak dapat dilalaui oleh kotoran yang terbawa dalam logam cair, oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal.

Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat dibawahnya kemudian masuk kesaluran turun. Terkadang satu sumbat ditempatkan pada jalan masuk dari saluran turun agar aliran air dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada permukaan dan terhalang untuk masuk kedalam saluran turun.


(31)

Gambar. 2.15. Istilah-Istilah Sistem Pengisian

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah dan juga pengalir mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada permukaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir

b. membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (dibawah saluran turun) c. membuat saluran turun bantu


(32)

Gambar. 2.16. Ukuran Pengalir

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

Gambar. 2.17. Perpanjangan Pengalir

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(33)

4. Saluran Masuk

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

Gambar. 2.18. Sistem Saluran Masuk

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

2.6.3. Sistem Saluran Untuk Coran Baja

Sistem saluran untuk coran baja ditentukan hampir sama seperti besi cor, penuangan

baja tuang sering dipakai ladel penuangan bawah. Luas saluran turun dibuat lebih besar dari pada luas nozel dari ladel untuk mencegah meluapanya logam cair, luas pengalir dibuat lebih kecil dari pada luas saluran turun dan luas saluran masuk dibuat lebih kecil dari luas saluran pengalir untuk menjamin mudahnya aliran logam cair masuk kecetakan.

Luas saluran turun = (1,4 – 1,5 ) x Luas Nozel


(34)

2.6.4. Penambah

2.6.4.1. Istilah – Istilah Dari Penambah Dan Fungsinya

Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari pada coran, jika penambah terlalu besar maka persentase terpakai akan dikurangi dan kalau penambah terlalau kecil akan terjadi rongga penyusutan oleh sebab itu penambah harus mempunyai ukuran yang sesuai.

Penambah digolongkan menjadi 2 macam yaitu penambah samping dan penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang disamping coran dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas merupakan penambah yang dipasang diatas coran dan biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar.

Gambar. 2.19. Contoh Penambah Samping, Penambah Atas

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

2.6.4.2. Penambah Untuk Coran Baja

Baja cor mempunyai titik cair yang tinggi dan koefisien penyusutan yang besar disamping itu pembekuannya terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga irisan penambah untuk baja cor harus besar. Penambah dipasang diatas saluran masuk pada tempat tertinggi dari coran pada bagian yang paling tebal. Banyaknya penambah ditentukan menurut rumus berikut :

Banyaknya Penambah

mbah xJarakpena

an usDisediak enambahHar

ianDimanaP PanjangBag

2 =


(35)

Dimana pecahan dibulatkan menjadi satu. Jarak penambah ditentukan dari tebal coran seperti gambar berikut:

Gambar. 2.20. Hubungan Tebal Coran Dan Jarak Pengisian

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

Perbandingan volume penambah dan volume coran didasarkan pada

T L P+

Dimana :

P = Panajang Coran L = Lebar Coran T = Tebal Coran


(36)

Perbandingan ini diberikan pada kurva Pellini seperti ganbar berikut :

Gambar. 2.21. Kurva Pellini

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

Tinggi penambah (h) ditentukan berdasarkan diameter penambah (d) sesuai dengan persamaan berikut :

H = (1,5 ± 0,2) x D untuk penambah bentuk silinder H = (2,0 ± 0,2) x jari-jari kecil untuk penambah bentuk elips

2.7. Pasir Cetak

2.7.1. Syarat-Sayarat Pasir Cetak

Pasir cetak yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;

1.Mempunayai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan dengan kekuatan yang sesuai, sehingga cetakan yang dihasilkan tidak rusak karena digeser, tahan menahan logam cair yang dituang kedalamnya.

2.Permebilitas 100-200 cm/menit. Udara yang ada dalam cetakan waktu penuangan harus dikeluarkan melalui rongga-rongga diantara butir-butir pasir. 3. Distribusi besar butiran pasir antara 0.005-2 mm

4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang

5. Komposisi minimal 95% terdiri dari pasir silica dan maksimal 2 % lempung. Dalam pasir cetak diharapkan tidak terkandung bahan-bahan lain yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam.


(37)

Macam Coran Temperatur Tuang Paduan Ringan 650-750

Brons 1100-1250 Kuningan 950-1100

Besi Cor 1250-1450 Baja Cor 1500-1550

Gambar. 2.22. Tabel teperatur tuang

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986,)

2.7.2. Macam-Macam Pasir Cetak

Pasir cetak yang lazim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silica alam. Bila pasir mempunyai kadar lempung yang sesuai dan bersifat adesif maka pasir itu dapat langsung digunakan begitu saja. Bila kadar lempungnya kurang dan sifat adesifnya kurang maka perlu ditambahkan bahan pengikat seperti lempung.

Pasir gunung umumnya digali dari lapisan tua, mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung 10-20% dapat dipakai begitu saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari 10 % mempunyai sifat adesif yang lemah harus ditambah lempung agar dapat dipergunakan.

Pasir pantai diambil dari pantai dan pasir kali diambil dari kali keduanya mengandung kotoran seperti ikatan organic yang banyak. Pasir silica didapat dari gunung dan dapat diperoleh dengan cara memecah kwarsit. Pasir silica alam dan yang dipecah dari kwarsit mengandung sedikit kotoran (<5%) sehingga lebih baik digunakan sebagai pasir cetak, namun tidak dapat melekat dengan sendirinya sehingga dibutuhkan bahan pengikat.

2.7.3. Susunan Pasir Cetak

1. Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi butir pasir bundar, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut dan butir pasir Kristal. Dari antara jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis pasir bulat karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit. Bentuk butir pasir Kristal adalah yang terburuk.

2. Tanah lempung adalah terdiri dari kaolinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa jika ditambah air akan menjadi lengket dan jika diberikan lebih banyak air akan menjadi seperti pasta . ukuran butir dari tanah lempung 0,005-0,02 mm kadang – kadang dibutuhkan


(38)

bentonit yaitu sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran yang sangat halus 0,01-10μm dan fasa penyusutannya adalah monmorilonit (Al2O3, 4SiO2, H2O)

3. Minyak pengering nabati 1,5-3% seperti minyak biji rami, minyak kedele, atau minyak biji kol, dan dipanggang pada temperature 200-250 C, sering digunakan untuk pembuataan inti dan disebut sebagai inti pasir minyak. Inti ini tidak menyerap air dan mudah dibongkar. Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang-kadang dibubuhkan dekstrin yang dibuat dari kanji sebagai bahan pembantu. Dekstrin bersifat lekat meskipun kadar airnya rendah. Selain dari itu resin, air kaca, atau semen digunakan sebagai pengikat khusus.

2.7.4. Mempersiapkan Pasir Cetak

Pencampuran adalah hal yang paling penting dalam pengolahan pasir. Pasir, air, bahan pengikat dan bahan lainnya dengan komposisi yang tepat dimasukkan kedalam pengaduk, kemudian diaduk sampai pendistribusiannya merata. Alat yang biasa digunakan dalam pengadukan pasir adalah penggiling pasir (rol berputar) pada bidang tegak seperti gambar :

BAB III

Gambar. 2.23. Penggiling Pasir

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(39)

2.8. Pembuatan Cetakan

2.8.1. Pembuatan Cetakan Dengan Tangan

Pembuatan cetakan dengan tangan dari pasir basah dilakukan dengan urutan sebgai berikut :

1.Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar merata 2.Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan, usahakan

pasir 30-50 mm dan letak saluran turun ditentukan lebih dahulu.

3.Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetak serta lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm

4.Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan penekanan, setelah pasir padat maka cetakan diangkat bersamaa pola dari papan cetakan.

5.Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan dan setaengah pola lainnya lainnya bersamam-sama cetakan untuk kup dipasang diatasnya , kemudian bahan pemisah ditaburkan dipermukaan pisah dan dipermukaan pola .

6.Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang kemudian pasir muka dan pasir cetak dimasukkan didalam rangka cetakan dan dipadatkan selanjutnya kup dipisahkan dari drag dan diletakkan mendatar pada papan cetakan.

7.Pengalir dan saluran dibuat dengan mempergunakan spatula. Pola untuk pengalir dan saluran dipasang yang sebelumnya bersentuhan dengan pola utama jadi tidak perlu dibuat dengan sepatula, pola diambil dari cetakan dengan jarak inti yang sesuai pada rongga cetak dan kemudian kup dan drag ditutup.

Gambar. 2.25. Proses Pembuatan cetakan dengan Tangan

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)


(40)

2.8.2. Pembuatan Cetakan Secara Mekanik

Pembuatan cetakan dengan mempergunakan mesin adalah lebih efisien dan menjamin produk cetakan lebih baik. Mesin pembuat cetakan dipilih berdasarkan ukuran bentuk, berat, dan jumlah produksinya.

2.8.2.1. Pembuatan Cetakan Dengan Mesin Guncang Desak

Mesin guncang desak merupakan mesin khas dalam pengecoran logam. Mesin ini dapat membuat cetakan kupa dan drag secara serempak jika kedalaman rangka cetak tidak terlalau besar.

2.8.3. Lapisan Cetakan

Setelah pola ditarik dari cetakan, grafit atau bubuk mika yang dicampur air dioleskan atau disemprotkan kepermukaan cetakan dengan tujuan :

a.Mencegah fusi dan penetrasi logam

b.Mendapatkan permukaan coran yang halus

c.Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah pada waktu pembongkaran d.Menghindari cacat akibat pasir

Untuk mencapai maksud diatas maka bahan pelapis harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a.Sifat tahan panas untuk dapat menerima temperature penuangan b.Pelapis setelah kering harus kuat dan tidak rusak akibat logam c.Tebal pelapis yang cukup agar mencegah penetrasi logam d.Gas yang ditimbulkan harus sedikit

2.9. Peleburan Dan Penuangan Baja Cor 2.9.1. Peleburan Baja Cor

Peleburan baja cor banyak mempergunakan tanur listrik dibandingkan dengan tanur perapian terbuka (open hearth furnace) hal ini dikarenakan biaya peleburan yang murah. Peleburan dengan busur api dibagi menjadi 2 macam proses yaitu pertama prose asam dan proses basa. Cara pertama dipakai untuk peleburan skrap baja yang bekualitas tiggi sedangkann yang kedua dipakai untuk meleburkan baja dengan kualitas biasa,.

Tanur listrik yang paling banyak dipakai adalah tanur listrik Heroult seperti diperlihatkan pada gambar. Tanur ini mempergunakan arus bolak-balik tiga fasa. Energy panas diberikan oleh loncatan busur api antara elektroda karbon dengan cairan baja. Terak menutupi cairan dan mencegah absorpsi gas dari udara luar selama pemurniaan berjalan.


(41)

Gambar. 2.26. Gambar Tanur Listrik Heroult

Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan temperature perlu juga mengatur absorpsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan logam. Untuk menghilangkan biji besi atau tepung terak besi selama proses reduksi.

2.9.2. Penuangan Baja Cor

Cairan baja yang dukeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran diamana diameternya hampir sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat sepeti pada gambar sedangkan untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.

Gambar. 2.27. Ladel Jenis Penyumbat

Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan api (agalmatolit) yang mempunyai pori-pori kecil, penyusunan kecil dan homogen, nozel atas dan penyumbat kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang –kadang dibuat juga dari bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel


(42)

harus sama sekali kering, yang dikeringkan terlebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipergunakan.

Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan temperature penuangan, kecepatan penuangan dan cara penuangan. Temperature penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti pada grafik berikut :

Gambar. 2.28. Grafik hubungan antara temperature penuangan

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986,)

Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti reak-retak dan sebagainya. Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan kecairan yang buruk,kandungan gas, oksidasi karena udara,dan ketelitian permukaan yang burruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang sesuai harus ditentukan mengigat macam cairan, ukuran coran dan cetakan.

Cara penuangan secar kasar digolongkan menjadi 2 yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.

Dalam hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara pelahan-lahan. Dalam penempatan nozel harus diusahakan agar tidak menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.


(43)

2.10. Pengujian Dalam Pengecoran 2.10.1. Pengukuran Temperatur

1. Pirometer Benam

Pengukuran temperature secara langsung dari cairan dilakukan dengan jalan membenamkan termokopel platina – platina radium yang dilindungi oleh kwarsa atau pipa almunium yang telah dikeristalkan kembali. Sekarang dikembangkan pyrometer benam yang dapat habis yang dilindungi oleh pipa kertas.

2. Pengujian Batang

Pengujian batang merupakan cara perkatis yang dipergunakan untuk mengukur temperature dari tanur induksi frekuensi tinggi dengan mempergunakan kawat baja lunak dengan diameter 4 sampai 6 mm dan sebuah jam pengukur. Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam cairan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencairkannya diukur, kemudiam lama waktu itu dikonversikan kepada temperature.

3. Pengujian Cetakan Pasir Atau Pengujian Sendok

Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok contoh yang berukuran tertentu kemudian waktu yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis oksida diukur dengan jam pengukur dan dikonversikan kepada temperature.

4. Lain-lain

Pirometer optic dan pirometer radiasi dipergunakan untuk pengukuran temperature.

2.10.2. Pengujian Terak

1. Pengujian Dengan Perbandingan Warna

Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak yang komposisinya telah diketahui maka dapat diperkirakan kebasaan, kadar oksidasi besi dan kadar oksidasi mangan.

2. Pengujian Dengan Perbandingan Rupa

Baja cair diciduk dengan sendok dan dituangdalam cetakankan baja bediameter 115 mm dan dalamnya 20 mm. setelah membeku, warna , pola, struktur, gelembung pada permukaan patahan diteliti untuk memperkirakan kebasaan dari kemampuan oksidasinya.

3. Pengujian Penghilang Oksida

Setelah pengadukan cairan baja dengan terak didalam ladel, baja dituangkan dengan tenang kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat yang sama


(44)

percikan bunga apinya diteliti untuk memperkirakan temperature cairan , permukaan patahan, permukaan coran yang membeku diperiksa.

4. Pengujian Kerapuhan Merah

Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang perkatis untuk menentukan kadar pospor dan kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pospor menyebabkan baja menjadi getas dan oksidasi besi menyebabkan retakan batas butir. Batang uji yang dibor dan ditempa dilanjutkan dengan penempaan sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati yang kemudian di bandingkan dengan batang uji standar.


(45)

BAB III

PERENCANAAN BATANG TORAK

3.1. Pendahuluan

Pada saat batang torak melakukan langkah kerja terjadi gaya tekan pada permukaan batang torak tersebut. Gaya tersebut timbul karena adanya beban yang diterima batang torak untuk menggerakkan poros engkol dimana beban tersebut bersumber dari proses pembakaran bahan bakar. Dengan adanya gaya tersebut menunjukkan bahwa batang torak mengalami tegangan dan regangan olehn karena itu perlu dilakukan pengujian tehadap batang torak untuk mengetahui apakah batang torak tersebut layak pakai dan berapa lama batang torak tersebut dapat digunakan.

3.2. Pemilihan Bahan Batang Torak

Disamping pengetahuan tentang proses pembuatan batang torak, pemahaman dan pengetahuan tentang bahan material yang akan digunakan untuk batang torak sangat penting. Sifat fisik, cara pemesinan, cara pemberian bentuk dan daya guna berbagai jenis bahan sangat beraneka ragam .

Sifat-sifat dari material batang torak yang diinginkan adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekerasan dan kekuatan yang tinggi

2. Tahan terhadap gesekan

3. Tahan pada temperature yang tinggi

Dalam hal ini , bahan material batang torak yang biasa digunakan adalah baja karbon, karena batang torak menggunakan mesin putaran tinggi maka bahan material batang torak yang dipilih adalah baja karbon AISI C 1045 dengan kekuatan tarik 58 kg/mm

3.3. Perencanaan Dimensi Torak

Dalam tulisan ini batang torak yang akan digunakan adalah untuk kendaraan roda empat jenis mini truck menggunakan motor 4 langkah dengan :

a. Daya motor (N) = 100 PS b. Putaran (n) = 3500 rpm c. Jumlah silinder (z) = 4

Penentuan daya rencana diperoleh dari rumus : Pd =fc. N

Dimana :

Pd = Daya rencana Fc = factor koreksi


(46)

N = daya nominal keluaran motor penggerak (PS)

Ada beberapa jenis factor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan tabel 3.1

Tabel 3.1. Jenis- jenis factor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan

Daya yang Akan di transmisikan Fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0 Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2 Daya normal 1,0-1,5

Sumber : Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 7

Untuk merancang batang torak daya yang ditransmisikan sesuai dengan brosur kendaraan merupakan daya maksimum mesin dari harga Fc pada tabel 3.1. diperoleh factor koreksi 0,8 – 1,2. Disini dipilih factor koreksi sebesar 1,2 yang merupakan harga terbesar sehingga daya rencana yang dipakai pada perancangan lebih besar sehingga rancangan akan memiliki dimensi yang lebih besar dan akan benaenr-benar aman. Selain itu juga dapat mengimbangi kerugian-kerugian yang terjadi akibat gesekan. Maka :

Pd = 1,2 x 100PS

= 120 PS

Untuk menentukan diameter silinder terlebih dahulu harus diketahui volume langkah torak yang dapat diperoleh dari rumus berikut :

pxzxnxa D

Vl = 4500000. ………( Lit.2.hal.24) N = Daya yang dihasilkan motor (PS)

P = Tekanan efektif rata-rata diambil 7,31Kg/cm VL = Volume langkah torak per silider (cm) Z = Jumlah silinder

n = Putaran

a = Jumlah siklus perputaran yaitu ½ untuk motor 4 langkah , maka dari rumus diatas diproleh volume langkah torak persilinder :

2 / 1 3500 4 / 31 , 7 120 . 4500000 2 x x x cm kg PS Vl =


(47)

3

306 , 1055 cm Vl =

= l

V 1055,306 cc

Kemudian untuk memperoleh diameter silinder dihitung dengan rumus :

L D

Vl . .

4 2 π = L V V l l . . 4

π

= Dimana :

D = Diameter silinder

L = Panjang langkah torak (mm), dimana perbandingan panjang langkah torak dengan diameter silinder yaitu L/D = (0,9-1,9), diambil L/D = 0,9

Maka :

L = 0,9D Didapat :

D D Vl . .0.9

4 2 π = D 9 . 0 . 4 400 . 141 .

1 =π

3 9 , 0 14 , 3 306 , 1055 4 x x D= =

D 110 mm

Jadi L = 0,9 X 110 = 99 mm

Sedangkan untuk diameter poros engkol didapat dari rumus

3 1 . . . 1 , 5    

= b t t

a

pe C K M

D

τ

Dimana; b

C = Faktor koreksi untuk keadaan lentur yang terjadi yaitu sebesar (1,2-2,3);diambil

b


(48)

t

K = Faktor koreksi tumbukan yaitu sebesar(1,5-3,0) jika beban dikenakan dengan

kejutan atau tumbukan yang besar diambil K = 3,0 (Lit.6.Hal.8) t

t

M = Momen torsi yang timbul pada poros engkol (kg.mm)

a

τ = Tegangan geser yang diizinkan (kg/mm)

Untuk momen torsi

n N Mt =9,74.105.

3500 114 . 10 . 74 , 9 5 = t M = t

M 33.942,857 kg.mm

Sedangkan tegangan geser izin bahan (τa) diperoleh dari

τa=

2 1. f f b S S σ Dimana ; b

σ = Kekuatan tarik bahan yaitu dipilih bahan poros engkol S 45 C dengan kekuatan tarik sebesar 58 kg/mm²

1 f

S = Faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan untuk baja = 6 (Lit 6 hal 8) 2

f

S = Faktor keamanan berdasarkan factor alur pasak sebesar (1,3-3,0) karena tidak adanya pasak yang dipasang pada poros maka factor ini diabaikan.

Maka: 6 58 = a τ = a

τ 9,67 kg/mm²

Jadi diperoleh diameter poros engkol 3 1 63 , 212 . 49 3 3 , 2 67 , 9 1 , 5      

= x x x

dpe


(49)

Gambar 3.2 Batang Torak

Keterangan :

Lbt = Panjang batang torak H = Tebal batang torak Tb = Tebal busing

d1 = Diameter luar busing kepala kecil d2 = Diameter luar kepala kecil

tbpe = Tebal busing poros engkol dpe = diameter poros engkol

d4 = Diameter luar busing kepala besar d5 = Diameter luar kepala besar

d6 = Diameter terluar kepala besar db = Diameter busing dalam h = Panjang pada bagian batang b = Lebar pada bagian batang t = Tebal sirip pada bagian batang


(50)

Maka ukuran-ukuran batang torak adalah sebagai berikut :

(

Lbt

)

=4R

Dimana R adalah radius engkol sebesar R =1/2.L = ½. 99 = 49,5 mm Maka: L = 4R = 4 x 49,5 = 198 mm bt

h = 0,34 D

= 0,34 x 110 mm = 37, 4 mm = 38 mm b = 0,5 h = 0,5 x 38 mm = 19 mm t = 1/6 h = 1/6 x 38 mm = 6,3 mm = 7 mm

t

b = (0,07-0,085) dpt

dpt adalah diameter luar pena torak = diameter dalam tumpuan pena torak dpt = (0,20-0,25) D

= (0,20-0,25) 110 mm = (22 - 27, 5) mm Diambil dpt = 25 mm Maka

t

b = (0,07-0,085) 25 mm

= (1,75 – 2,12) Diambil 2 mm d1 = dpt + 2tb = 25 + 2 (2) = 29 mm d2 = (1,2 -1,4) d1

= (1,2 – 1,4 ) 29 mm = (34,8 - 40,6) Diambil d2 = 40 mm


(51)

tbpe = (0,08 – 0,085) dpe tbpe = (0,08 – 0,085) 50 mm = (4 – 4,25) mm

Diambil tbpe = 4,2 mm

d3 = dpe

= 50 d4 = d3 + 2

t

b = 50 + 2 (2,31) = 54,62 mm d5 = (1,2-1,4)d4 = (1,2 – 1,4) 54,62 = (65,54 - 76,46) mm Diambil d5 = 70 mm D6 = (1,2-1,4)d5 = (1,2-1,4) 70 mm = (84 - 98) Diambil 90 mm

Sehingga ukuran-ukuran batang torak dapat dilihat gambar 3.2. dan penentuan radius disesuaikan perancang sendiri. Untuk dimensi lainnya diambil dari data praktis (data lapangan )

3.3. Pemeriksaan Kekuatan Batang Torak

Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan tegangan yang timbul pada batang torak dengan tegangan izin bahan yang ditentukan. Besar tegangan izitentun bahan dapat ditentukan dari rumus berikut :

f b a

S

σ σ =

Diamana:

σ

b = Kekuataemn tarik bahan, bahan S 45 C memiliki kekuatan tarik sebesar 58 kg/mm²


(52)

Sehingga diperoleh tegangan izin bahan sebesar :

8 58

= a σ

= 7,25 kg/mm²

3.4.1. Pemeriksaan Kekuatan Terhadap Tegangan Bengkok

Tegangan bengkok yang timbul dihitung dengan :

Z

L A R n

x bt

be

2 2

6

. . . . 10

2 ρ

σ = −

Dimana :

n = Putaran (rpm)

R = Jari-jari engkol (mm) A = Luas Penampang (mm²)

Ρ = Massa jenis baja sebesar 7,8x10−6kg/mm³ Z = Modulus inersia penampang (mm)

Lbt = Panjang Batang Torak (mm) Luas penampang batang torak adalah :

Gambar 3.3 Penampang Batang Torak Maka :

t t h t b

A=(2. . )+( −2. )

= 2 x (19) x (7) mm + (38- (2 x 7) 7 = 434 mm²


(53)

Sedangkan :       ∑ = 2 3 ) ( 12 A yi y

bh

Z i

Dimana:

bi = Panjang pada tiap bagian (mm) hi = Tinggi pada tiap bagian(mm) Ai = Luas penampang pada tiap bagian

yi = Titik tengah pada tiap bagian penampang(mm) y = Titik berat dari penampang(mm)

3 2 1 3 3 2 2 1 1 A A A y A y A y A y ++ + = + 184 232 184 5 , 34 184 75 , 20 232 5 , 3 184 + + + +

= x x x

y

y = 23,27 mm

sehingga didapat :

    + +     + +     + = 2 3 2 3 2 3 ) 27 , 23 41 ( 184 12 ) 8 ( 23 ) 27 , 23 5 , 24 ( 232 12 ) 29 ( 8 ) 27 , 23 4 ( 184 12 ) 8 ( 23 x mm x mm x Z

= 144.739,16 mm 4

Sehingga tegangan bengkok yang diambil pada batang torak adalah :

17 , 739 . 144 236 10 8 , 7 600 59 2850 10

2x 6x x x x x 6x

be − − = σ = be

σ 1,73 kg/mm²

Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwasannya tegangan bengkok yang terjadi pada batang torak jauh lebih kecil dari tegangan izin bahan.


(54)

3.4.2. Pemeriksaan Kekuatan Terhadap Tegangan Tarik     +       = 2 2 . 1 r Lbt k x A F t σ Dimana :

K = Konstanta yang besarnya 1,6x10−4bila batang torak dihubungkan oleh suatu pena atau pin terhadap piston atau torak

r = Radius gyrasi pada pusat batang torak (mm) Maka

PxA F =

= 7,31kg/cm³x 4,3 cm²

= 31,43kg Sedangkan r² =

) 8 . 2 45 )( 8 23 ( 45 . 23 [ 12 ) 2 )( ( 3 3 − − − − −

b t h t bh =

]

) 7 . 2 38 )( 7 19 ( 38 . 19 [ 12 ) 7 . 2 38 )( 7 19 ( 38 .

19 3 3

− − − − − − = 5208 876680

r² = 168,33 mm²

r = 12,97 mm² ≈ 13 mm² Maka didapatlah :

    +      

= 2−

2 4 13 198 . 10 6 , 1 1 434 43 , 31 x x t σ = t

σ 3,02 kg/mm²

Jadi dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa batang torak aman karena tegangan tarik yang timbul jauh lebih kecil dari tegangan izin bahan.

3.5. Perencanaan Baut

Baut merupakan alat pengikat yang digunakan untuk menghubungkan dua benda agar dapat dilepaskan jika dibutuhkan tanpa merusak benda yang disambung. Untuk mencegah kecelakaan atau kerusakan pada mesin pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan cara seksama untuk mendapatkan ukuran yang sesuai.


(55)

Dalam hal ini batang torak juga menggunakan baut yang terletak pada poros engkol. Jika batang torak mengalami kerusakan maka tinggal membuka bautnya.

Baut yang dirancang merupakan baut pengikat dimana jumlah baut yang direncanakan 2 buah. Baut yang digunakan untuk mengikat pangkal batang torak diambil dari bahan standart JIS B1051 dengan kekuatan tarik bahan (σb) = 27 kg/mm²

Dan diambil factor keamanan (Sf ) = 6 sehingga tegangan tarik izin dapat diketahui yakni

: f b t S σ σ = 6 27 = t σ = t

σ 4,5 kg/mm²

Gaya tekan yang bekerja pada kepala silinder : =

t

σ p . A 2

. 4 . D p

F = π

F = 7,31. 0,785.(11)² F = 694,34 kg

Gaya tekan yang dialami tiap baut adalah Fw = Gaya yang dialami baut

kg i

f

Fw 347,17

2 34 , 694 = = =

Maka diameter baut (d) adalah Maka 64 , 0 . . , 4 t w f d σ π ≥ Maka 64 , 0 . 5 , 4 . 14 , 3 ) 17 , 347 .( 4 ≥ d


(56)

Posisi baut yang direncanakan diperlihatkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.4 Posisi Baut Dari tabel ukuran standart ulir kasar metris diperoleh:

- Jarak bagi = 2 mm

- Tinggi kaitan (H1) = 1,083 mm - Diameter luar = 14 mm - Diameter efektie = 12,70 mm - Diameter efektif = 11,835 mm

Besarnya tegangan tarik (σt) yang timbul pada tiap baut adalah :

mm Fw t ) 22 , 11 ( 4

    =

π

σ

mm t ) 22 , 11 ( 4 17 , 347       = π σ = t

σ 3,40 kg/mm²

Karena tegangan tarik yang timbul lebih kecil dari tegangan tarik yang diizinkan (σtt) maka baut yang direncanakan aman.


(57)

BAB IV

PERENCANAAN CETAKAN

4.1. Pembuatan Pola 4.1.1. Bahan Pola

Pola dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran, pola yang digunakan pada pembuatan batang torak dipilih pola kayu.

Pola kayu relatif lebih murah biayanya, cepat dibuat, mudah diolah dibandingkan dengan pola logam oleh karena itu umum digunakan untuk cetakan pasir. Adapaun kayu yang digunakan sebagai bahan pola adalah kayu jati, yang mudah diperoleh dan murah dipasaran serta mudah dibentuk.

4.1.2. Jenis Pola

Pola yang dipilih pada pembuatan batang torak ini yaitu pola setengah karena bentuknnya yang simetris. Kup dan drag dicetak hanya dengan setengah pola sehingga harga pola setengah dari harga pola tunggal.

4.1.3. Penentuan Tambahan Penyusutan

Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu dipersiapkan penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak isotropis, sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebal atau ukuran coran, dan kekuatan inti..

Tabel 4.1 Tambahan penyusutan yang disarankan

Tambahn Penyusutan

Bahan

8 / 1000 Besi cor, Baja cor tipis

9 /1000 Besi cor, baja bor tipis yang banyak menyusut 10 /1000 Sama dengan diatas dan almunium 12 / 1000 Paduan almunium, Brons, Baja cor (tebal 5-7) 14 / 1000 Kuningan kekuatan tinggi , baja cor 16 / 1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20 / 1000 Coran baja yang besar 25 / 1000 Coran baja yang besar dan tebal

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986, hal 52)


(58)

4.1.4. Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin

Tempat dimana diperlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran. Harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan) ini berbeda menurut bahan, ukuran arah kup dan drag dan keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

4.1.5. Ukuran Pola

Setelah penentuan tambahan tersebut maka harus dilakukan pada pembuatan pola adalah menentukan ukuran pola dari ukuran batang torak sebenarnya dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan.

Panjang :

P1 (263) = 263 + (263 x 0,016) + 2 + 5 = 274,20 mm P2 (41 ) = 41 + (41 x 0,016) + 2 + 5 = 48,65 mm

P3 (15) = 15 + (15 x 0,016) = 15,24 mm

b (19) = 19 + (19 x 0,016) = 19,30 mm

h (38) = 38 + (38 x 0,016) = 38,60 mm

t (7) = 7 + (7 x 0,016) = 7,11 mm

Diameter :

D1 (29) = 29 - (29 x 0,016) = 28,53 mm

D2 (40) = 40 + (40 x 0,016) = 40,64 mm

D3 (54,6) = 54,6 - (54,6 x 0,016) = 53,72 mm

D4 (70) = 70 + (70 x 0,016) = 71,12 mm

D5 (90) = 90 + (90 x 0,016) = 91,44 mm

Tebal :

T (38) = 38 + (38 + 0,016) = 38,60 mm

Radius :

R1 (15) = 15 + (15 + 0,016) = 22,24 mm

R2 (2) = 2 + (2 + 0,016) + 2 + 5 = 9,03 mm

R3 (4) = 4 + (4 + 0,016) + 2 + 5 = 11,64 mm


(59)

4.2. Sistem Saluran 4.2.1. Saluran Turun

Penentuan diameter saluran turun didasarkan pada berat tuang dari benda yang dicor. Dengan tabel berikut dapat ditentukan diameter saluran turun.

Dimana : γ = berat jenis coran (baja cor) : 7,8x10−6kg/mm3

Volume coran batang torak = ( /4(D Dd ).t (2bt h 2t)l ( /4(D Dd )t

2 2 1 2

2

1 − + + − + π −

π

= (π/4(112,66²-62,47)45,60 +

(2x30,37x15,13+(45,60-(2x15,13)1x(π/4(45,60-42,15)45,60 = 450.034,52 mm³

Sehingga dapat diketahui :

Berat tuang = 450.034,52 x 7,8x10−6kg/mm3

= 3,51 kg

Tabel 4.2 Ukuran dari saluran turun

Berat coran Diameter saluran turun

50 -100 30

100 - 200 35

200 - 400 40

400 - 800 50

800 - 1000 60

1600 - 3200 75

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986)

Untuk berat coran yang kurang dari 50 kg maka diambil 25 mm untuk diameter saluran turun .

Berat coran dari batang torak yaitu 3,51 kg maka dari tabel didapat diameter saluran turun untuk keduanya yaitu 25 mm. tinggi saluran turun adalah 5x diameter saluran turun yaitu 125 mm.


(60)

Gambar 4.4. Saluran turun Luas saluran turun adalah

Ast = π/4. d²

= π/4 . 25²

= 490 mm²

4.2.2. Cawan Tuang

Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Cawan harys mempunyai konstruksi yang tidak dapat melalukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dalam ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin seperti ditunjukkan pada gambar 4.5. sebaliknya jika terlalu dalam penuangan menjadi sulit dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis.

Gambar 4.5. Cawan Tuang

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986,)


(61)

Ukuran –ukuran cawan tuang adalah sebagai berikut :

Panjang = 6d + 0,5d + d + d + 1,5d, dimana d adalah diameter saluran turun = 6.25 + 0,5.25 +25 + 25 + 1,5.25

= 250 mm Lebar = 4.d

= 4.25 = 100 mm Dalam :

- Yang terdalam = 5.d = 5.25 = 125 mm - Yang terdangkal = 4,5.d = 4,5.25 = 112,5 mm

4.2.3. Pengalir

Ukuran saluran pengalir disesuaikan dengan ukuran saluran turun dengan perbandingan sebagai berikut :

Luas saluran turun (Ast) : Luas pengalir (Ap) = 1(1,5-2); dipilih 1,5 Maka

Ap = Ast/1,5 = 490,63/1,5 = 327,09 mm²

Bentuk permukaan pengalir yang digunakan adalah bentuk trapesium dengan perbandingan ukuran pada gambar 4.7.


(62)

Maka ukuran penampang pengalir adalah sebagai berikut : Ap = ½ A x (A-3) + (A+3)

327,90 = A²

A = 18,09 mm

4.2.4. Saluran Masuk

Perbandingan antara luas saluran turun (Ast) dengan saluran masuk (Asm) untuk baja cor adalah Ast:Asm = 1: (2-4); dipilih 1:3

Maka Asm = 3 x Ast

= 3 x 490,63 mm² = 1.471,98 mm

Saluran masuk berbentuk bujur sangkar, maka ukuran sisi-sisinya (s) adalah = 1471,89

= 38,37 mm = 38,5 mm

Didapat sisi saluran masuk sebesar 38,5 mm, maka banyaknya saluran masuk ditentukan dengan rumus dibawah ini :

t l n 8 ≥ Dimana :

l = Panjang coran t = Tebal coran

maka banyaknya saluran turun tiap coran adalah: 82 , 0 72 , 52 . 8 80 , 343 = ≥ n

Banyaknya saluran masuk direncanakan 2 agar cairan logam yang berasal dari cawan tuang dapat memenuhi ruang coran dengan cepat sehingga dapat menimbulkan proses pembekuan yang merata.

4.2.5. Penambah

Penambah memberi logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam pembekuan dari coran, sehingga ia harus membeku lebih lambat dari coran jika penambah terlalu besar maka persentase terpakai akan dikurangi dan jika penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan oleh karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang sesuai.


(63)

Penambah digolongkan menjadi 2 macam yaitu penambah samping dan penambah atas. Penambah samping dipasang disamping coran dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir. Penambah seperti ini sangat efektif untuk coran ukuran besar dan menegah. Penambah atas dipasang diatas coran yang biasanya berbentuk silinder atau mempunyai ukuran kecil. Maka dari itu mempertimbangkan bentuk dan volume coran yang digunakan maka penambah yang digunakan adalah penambah samping.

Baja cor mempunyai titik cair yang tinggi dan koefisien penyusutan yang sangat besar disamping itu pembekuannya terjadi dalam waktu yang pendek yang berbeda dengan besi cor sehingga irisan penambah untuk baja cor harus lebih besar, bentuk yang sering digunakan adalah silinder.

Banyaknya penambah = panjang bagian dimana penambah harus disediakan (mm) Dibagi 2 kali jarak pengisian penambah (JP) mm

Pada cetakan batang torak dengan ketebalan pola batang torak direncanakan 38,60 mm maka dapat ditentukan jarak pengisian untuk penambah tersebut. Jarak pengisian ditentukan berdasarkan grafik dibawah ini :

Gambar 4.7 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP)

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986, )

Dengan menarik garis perpotongan sumbu tebal coran 38,60 mm dengan garis kelengkungan daerah yang dapat diisi terhadap sumbu jarak pengisian (JP) didapat jarak pengisian (JP) yaitu 178 mm

Jumlah panjang bagian yang ditambah adalah 272,31 mm. maka banyak penambah untuk coran batang torak adalah :


(64)

178 2

31 , 272

x n=

76 , 0 =

n

Dari hasil diatas maka jumlah penambah = 2, agar cairan dapat mengalir keseluruh bagian.

Bentuk penambah yang digunakan pada coran baja ini berbentuk silinder karena tempat, bentuk dan banyaknya penambah telah ditentukan maka ukuran tiap bagian harus ditentukan.

Diameter penambah didapat dari ketentuan d = T + 40 mm, untuk kekuatan tarik bahan yang lebih dari 30 kg/mm².

Maka :

d = 38,60 mm + 40 mm d = 78,6 mm

Maka tinggi saluran penambah :

H = (1,5 ±2,0)d ; dipilih 1,8d Tinggi saluran penambah :

H = 1,8.d H = 1,8 x 78,6

H = 141,48 mm dibuat 145 agar dapat mencapai permukaan cetakan

4.3. Pembuatan Inti

Inti yang digunakan terbuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati dengan pengering bervariasi antara 1,5% - 3% dan dipanggang pada temperature 200°C - 250°C. Inti ini tidak menyerap air dan mudah dibongkar. Tiap 1 cetakan batang torak terdapat dua rongga sehingga dibubuhkan 2 inti. Bentuk dan ukuran inti yang dibuat ditunjukkan pada gambar berikut.


(1)

Adapun peningkatan komposisi yang diharapkan adalah karbon dan mangan. a. Karbon

Kadar karbon disini yang ditingkatkan adalah - Kadar karbon yang diperlukan 0,50%

- Kadar karbon dalam tanur 0,42%

Kadar karbon yang diperlukan = − x2200kg= 100 42 , 0 50 , 0 1.76 kg

Unsur karbon yang diperoleh dengan memasukkan arang kemiri yang mengandung kadar karbon 60%.

- C yang ditambhkan dalam 100 kg adalah sebesar

=

100 60 76

,

1 kgx 1,06 kg

Jadi kekurangan karbon dalam tanur dapat ditambahkan dengan arang kemiri sebesar 1,06 kg.

b. Mangan

Kadar mangan disini yang ditingkatkan adalah - Kadar karbon yang diperlukan 0,90%

- Kadar karbon dalam tanur 0,5%

Kadar karbon yang diperlukan = − x2200kg = 100 50 , 0 90 , 0 8.8 kg

Unsur mangan yang diperoleh dengan memasukkan Fe-Mn dengan kadar mangan 76%

Mn yang ditambhkan dalam 100 kg adalah sebesar

=

100 76 8

,

8 kgx 6,69 kg

Jadi kekurangan mangan dalam tanur dapat ditambahkan dengan arang kemiri sebesar 6,69 kg.

4.6. Penuangan Logam Cair

Cairan logam yang dikeluarkan dari tanur diterima didalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Sebelum dituang kedalam ladel, cairan logam diberi bahan pengikat terak (slag coagulant) untuk mengikat terak yang terkandung didalam cairan logam tersebut, sehingga tidak ikut masuk dalam cawan tuang. Bahan ini akan mengikat (menggumpalkan) kotoran-kotoran yang terdapat didalam cairan logam seperti sisa karat dari bahan baku.


(2)

Cairan logam yang sudah mencair dikeluarkan dari tanur dan diterima oleh ladel. Logam cair dari ladel kemudian dituang kedalam cawan tuang dan penambah pada temperatur 1580°C dengan waktu tuang yang telah ditentukan.

Gambar.4.5 Penuangan logam kedalam cetakan dengan menggunakan ladel 4.6.1. Waktu Tuang

Untuk mendapatkan hasil pengecoran yang baik perlu diperhatikan waktu penuangan dan kecepatan penuangan. Kecepatan penuangan juga dapat diatur sedemikian rupa untuk mencegah perubahan suhu yang drastis karena akan mengakibatkan cacat coran seperti retak-retak dan keropos. Untuk menghitung kecepatan penuangan dapat digunakan rumus sebagai berikut :

gh C

V = 2

Dimana :

V = Kecepatan rata-rata logam cair (m/s)

C = Koefisien aliran, untuk saluran rumit 0,5-0,6 diambil sebesar 0,55 (Lit.7.71)

g = Percepatan gravitasi bumi 9,8 m/s² h = tinggi saluran turun (0,1250

Maka :

125 , 0 . 8 , 9 . 2 55 , 0

=

V

95 , 0 =

V m/s


(3)

Gambar.4.6 Waktu Penuangan

(Sumber : Prof.Ir.Tata surdia M.S Met E, Prof.Dr. kenji Chijwa, Teknik Pengecoran logam Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta 1986,)

Dari diagram dapat dilihat untuk berat tuangan 3,51 kg waktu penuangan yang dipakai adalah ±12 detik.

4.7. Penyelesaian Hasil Cetakan

Setelah proses penuangan selesai dilakukan maka cetakan dibiarkan selama 12 jam untuk membiarkan logam cair membeku. Setelah itu cetakan dibongkar, kemudian hasil coran didinginkan didalam ruang terbuka.

Pemotongan dengan busur listrik dilaksanakan untuk memisahkan saluran turun dan penambah dari hasil coran kemudian coran dibersihkan dengan menyingkirkan pasir dan pembersihan permukaan coran dengan jalan penyemprotan dengan air. Setelah itu dilakukan perlakuan panas untuk meningkatkan sifat-sifat material untuk kondisi operasional komponen lalu dibentuk alurm batang torak dengan cara permesinan.

Pekerjaan yang dilakukan pada proses permesinan terdiri dari 2 pekerjaan yaitu penggerindaan dan pembubutan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan Ukuran actual sesuai dengan gambar yang direncanakan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari pembahasan dan perhitungan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan antara lain :

1. Batang torak dengan daya 100 PS dan putaran 3500 rpm dibuat dari bahan baja cor S 45 C dengan kekuatan tarik 58 kg/mm²

2. Dimensi batang torak:

a. Panjang = 263 mm

b. Tebal = 38 mm

c. Diameter dalam kepala kecil = 29 mm

d. Diameter luar kepala kecil = 38 mm

e. Diameter dalam kepala besar = 54,62 mm

f. Diameter luar kepala besar = 90 mm

3. Dimensi Pola :

a. Panjang = 274,20 mm

b. Tebal = 38,60 mm

c. Diameter dalam kepala kecil = 28,53 mm

d. Diameter luar kepala kecil = 38,60 mm

e. Diameter dalam kepala besar = 53,77 mm

f. Diameter luar kepala besar = 91,44 mm

4. Bahan pola adalah kayu jati. Bahan ini lunak sehingga mudah dibentuk sedangkan bentuk pola yang digunakan adalah pola pejal dengan jenis pola setengah.

5. Ukuran saluran turun:

a. Diameter = 25 mm

b. Tinggi = 125 mm

6. Ukuran cawan tuang :

a. Panjang = 250 mm

b. Lebar = 100 mm

c. Kedalaman (terdalam) = 125 mm


(5)

7. Pengalir :

a. Jumlah = 1 buah

b. Berbentuk Trapesium 8. Saluran masuk :

a. Jumlah = 2 buah

b. Berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi = 38,5 mm 9. Penambah :

a. Jumlah = 2 buah

b. Diameter = 78,6 mm

c. Tinggi = 145 mm

10. Pengalir :

a. Panajang kup = 354,2 mm

b. Lebar kup = 292,66 mm

c. Tinggi kup = 237,5 mm

d. Panjang drag = 354,2 mm

e. Lebar drag = 292,66 mm

e. Tinggi drag = 237,5 mm

11. Waktu penuanagan ±12 detik pada temperatur 1580°C.

12. Proses pembongkaran dilakukan setelah 12 jam setelah penuangan. Lalu dilakukan proses permesinan yang bertujuan untuk mendapatkan ukuran yang actual.

5.1. Saran

1. Untuk mengurangi persentase terjadinya cacat pada coran, maka perlu diperhatikan perencanaan ukuran dan bentuk pola, cetakan dan saluran penambah yang kurang memadai karena penyusutan yang terjadi selama proses pengecoran logam dengan cetakan pasir (Sand Casting) harus dipertimbangkan dengan matang.

2. Untuk hal ini perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pola adalah kemudahan saat dikeluarkan dari cetakan, karena jika tidak akan merusak dan pada akhirnya menghasilkan produk yang cacat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1.Arismunandar Wiranto, Motor Diesel Putaran Tinggi, cetakan kesepuluh PT. Pradya Paramita, Jakarta 2004.

2. Arismunandar Wiranto, Penggerak Mula : Motor Bakar Torak, edisi keempat, ITB, Bandung 1988

3. B.H.Amstead, Teknologi Mekanik, edisi ketujuh , Erlangga, Jakarta 1993

4. Earl R.Parker, Material Data Book For Engginer And Scientists, Penerbit Mc-Gaw Hill, United State Of Amerika, 1967

5 Maleev, V. L, Internal Combustion Engine, Mc Graw Hill Kogukusha Ltd, Tokyo 1954,h410-559

6.Sularso, Kiyokatsu Suga, Dasar-dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, cetakan kedelapan, PT. Pradya Paramita, Jakarta 1994

7.Hollowonko A.R, Cendi Prapto, Dinamika Permesinan, cetakan keempat Jakarta 1993.

8.Sylvia.Gerin J, Cast Metal Technology. Wesley Publising Company, Inc USA.1972 9.Pytel Andrew, Kiusalaas Jaan, Mechanic of Materials, Brooks/Cole Thomson

Learning Inc, 2003.

10.Shigley E. Joseph, Perancangan Teknik Mesin, edisi keempat, erlangga Jakarta 1984.

11.Chijwa Kenji, Prof. Dr. Tata Surdia M.S. Met. E. ”Teknik Pengecoran Logam”, cetakan kelima, PT. Pradya Paramitha, Jakarta 1986.