Perancangan Dan Pembuatan Poros Turbin Air Francis Yang Berdaya 950 Kw Dan Putaran 300 Rpm Dengan Proses Pengecoran Logam

(1)

TUGAS SARJANA

PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN POROS TURBIN

AIR FRANCIS YANG BERDAYA 950 KW DAN

PUTARAN 300 RPM DENGAN PROSES

PENGECORAN LOGAM

OLEH :

NIM : 030401022

WISNU ANJASWARA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai rasa kesadaran penulis terhadap rahmat dan kasih Nya yang senantiasa menemani hingga skripsi ini terselesaikan.

Senang sekali akhirnya penulis bisa menyelesaikan tugas sarjana ini walaupun masih banyak harus mengalami penyempurnaan agar hasilnya lebih baik. Pembuatan skripsi ini memang melelahkan tetapi tidaklah sebanding dengan apa yang akan didapatkan di hari depan nanti setelah menyelesaikan perkuliahan ini karena sudah diberikan bekal ilmu baik moral (etika) maupun akademik dari Bapak dan Ibu Dosen tercinta yang pasti besar gunanya untuk profesi dan kehidupan penulis sekarang dan di masa mendatang.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara yang akan menyelesaikan studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU. Adapun judul dari tugas sarjana ini adalah “Perancangan dan Pembuatan Poros Turbin Air Francis dengan

daya 950 KW dan Putaran 300 RPM dengan Proses Pengecoran Logam “.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Syarif Bunyamin (alm) dan ibunda Wahyuni, yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis terutama dalam dukungan materi dan moril sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas sarjana ini.


(3)

2. Ibu Ir.Raskita S. Meliala sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini. 3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin ST, MT

sebagai ketua dan sekretaris Departemen Teknik mesin serta seluruh staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 4. Kepada teman-teman terima kasih atas bantuannya semoga kita tetap

mempertahankan hubungan kita yang terbentuk dalam satu ikatan “Solidarity

Forever”.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga tugas sarjana ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Desember 2008 Penulis

Nim : 03 0401 022 Wisnu Anjaswara


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR SIMBOL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Maksud dan Tujuan Perancangan... 3

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Metode Penulisan... 4

1.5. Sistematika Penulisan... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Bahan-Bahan Pengecoran... 7

2.1.1. Besi Cor... 7

2.1.2. Baja Cor... 8

2.1.3. Coran Paduan Tembaga... 9

2.1.4. Coran Paduan Ringan... 10

2.1.5. Coran Paduan Lainnya... 11

2.2. Sifat-Sifat Logam Cair... 12


(5)

2.2.2. Kekentalan Logam Cair... 12

2.2.3. Aliran Logam Cair... 13

2.3. Pembekuan Logam... 14

2.4. Pola... 15

2.4.1. Telapak Inti... 16

2.4.2. Macam-Macam Pola... 18

2.4.3. Bahan-Bahan Pola... 21

2.4.3.1. Kayu... ... 21

2.4.3.2. Resin Sintetis... 21

2.4.3.3. Bahan untuk Pola Logam... 22

2.5. Rencana Pengecoran... 23

2.5.1. Istilah-Istilah dan Fungsi dari Sistem Saluran... 23

2.5.2. Bentuk dan Bagian-Bagian Sistem Saluran... 24

2.5.3. Penambah... 27

2.6. Pasir Cetak... 28

2.6.1. Syarat-Syarat Pasir Cetak... 28

2.6.2 Macam-Macam Pasir Cetak... 29

2.6.3. Susunan Pasir Cetak... 30

2.6.4. Sifat-Sifat pasir Cetak... 30

2.6.4.1. Sifat-Sifat Pasir Cetak Basah... 31

2.6.4.2. Sifat-Sifat Kering... 32

2.6.4.3. Sifat-Sifat Penguatan Oleh udara... 32

2.6.4.4. Sifat-Sifat Panas... 33

2.7. Peleburan dan Penuangan Baja Cor... 35


(6)

2.7.2. Penuangan Baja Cor... 36

2.8. Pengujian Dalam Pengecoran... 38

2.8.1. Pengukuran Temperatur... 38

2.8.2. Pengujian Terak... 39

BAB III. PERENCANAAN POROS... 41

3.1. Poros pada Turbin Air Francis Tipe Horizontal... 41

3.1.1. Perhitungan Dimensi Poros ... 42

3.1.2. Gaya – Gaya yang terjadi pada poros... 46

3.1.3. Perhitungan Gaya – Gaya Pada Poros... 46

3.2. Bentuk dan Dimensi Poros... 48

BAB IV. PERENCANAAN CETAKAN POROS... 50

4.1. Pembuatan Pola... 50

4.2. Perencanaan Cetakan... 54

4.3. Sistem Saluran... 55

4.3.1. Saluran Turun... 56

4.3.2. Cawan Tuang... 58

4.3.3. Saluran Pengalir... 59

4.3.4. Saluran Masuk... 60

4.3.5. Saluran Penambah... 61

4.4. Pemberat... 65

4.5. Waktu Tuang... 66

4.6. Pembuatan Cetakan Pasir... 67


(7)

4.6.2. Pembuatan Cetakan... 68

4.7. Peleburan Logam Coran... 69

4.8. Unsur Paduan dalam Material... 70

4.8.1. Pengaruh Unsur Paduan terhadap Sifat Material yang Digunakan... 70

4.8.2. Komposisi Logam... 71

4.8.3. Penambahan Beberapa Unsur Paduan... 72

4.9. Penuangan Cairan Logam... 75

4.10. Penyelesaian Hasil Cetakan... 75

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 76

5.1. Kesimpulan... 76

5.2. Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR SIMBOL

Lambang Keterangan

A Luas mm2

Satuan

Dp Diameter poros mm

g Percepatan gravitasi m/s2

Mt Momen torsi kg.mm

n Putaran Turbin rpm

Pd Daya rencana kW

Sf1 Faktor Keamanan Bahan

Sf2 Faktor Keamanan Bentuk Poros

Wp Berat Poros N

V Kecepatan aliran m/s

h Tinggi permukaan cairan mm

c Koefisien kecepatan

τ

Tegangan geser kg/mm2

d Diameter mm

Ast Luas saluran turun mm2

Asm Luas saluran masuk mm2

Ap Luas saluran pengalir mm2

A Ukuran pengalir mm

E Modulus elastisitas bahan GPa Wr Berat runner N Berat jenis logam Coran N / m3


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Poros ... 6

Gambar 2.2. Peggolongan bahan coran ... 11

Gambar 2.3. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana ... 14

Gambar 2.4. Telapak inti bertumpu dua mendatar ... 17

Gambar 2.5. Telapak inti ber alas tegak... 17

Gambar 2.6. Telapak inti tegak bertumpu dua ... 17

Gambar 2.7. Telapak inti untuk penghalang (sebagian) ... 18

Gambar 2.8. Pola tunggal ... 18

Gambar 2.9. Pola belah ... 19

Gambar 2.10. Pola setengah ... 19

Gambar 2.11. Pola belahan banyak ... 19

Gambar 2.12. Pola pelat pasangan... 20

Gambar 2.13. Pola pelat kup dan drag ... 20

Gambar 2.14. Istilah – istilah sistem pengisian ... 24

Gambar 2.15. Ukuran cawan tuang ... 25

Gambar 2.16. Perpanjangan pengalir ... 26

Gambar 2.17. Sistem saluran masuk ... 27

Gambar 2.18. Penambah samping dan penambah atas ... 27

Gambar 2.19. Pengaruh kadar air dan kadar lempung ... 31

Gambar 2.20. Pengaruh kadar air dan bentonit pada pasir diikat bentonit ... 32

Gambar 2.21. Pemuaian panas bermacam – macam pasir ... 33


(10)

Gambar 2.23. Deformasi panas dari pasir cetak ... 35

Gambar 2.24. Tanur listrik Heroult ... 36

Gambar 2.25. Ladel jenis penyumbat ... 36

Gambar 2.26. Temperatur Penuangan yang disarankan ... 37

Gambar 3.1. Poros turbin air Francis tipe horizontal ... 41

Gambar 3.2. Bentuk dan dimensi poros ... 49

Gambar 4.1. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja ... 52

Gambar 4.2. Bentuk dan dimensi pola ... 53

Gambar 4.3. Saluran turun ... 58

Gambar 4.4. Bentuk dan ukuran cawan tuang... 59

Gambar 4.5. Penampang pengalir ... 59

Gambar 4.6. Kurva Pellini... 63

Gambar 4.7. Bentuk Pemberat... 66


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran pengalir ... 26

Tabel 2.2. Temperatur tuang beberapa logam ... 28

Tabel 3.1. Ukuran diameter poros ... 44

Tabel 4.1. Tambahan penyusutan yang disarankan ... 51

Tabel 4.2. Diameter saluran turun dari saluran cabang dan berat tuang ... 57


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Teknik pengecoran logam telah dilakukan lebih dari 6000 tahun menggunakan bahan perunggu dan tembaga, kemudian menggunakan bahan besi dan pada saat ini menggunakan bahan campuran dari seng dan bahan metal lainnya. Cara paling paling umum dalam pengecoran metal adalah dengan menggunakan pengecoran cetakan pasir. Dengan menggunakan pola dari benda yang akan dicetak, sebuah cetakan berongga dibuat dengan menggunakan bahan pasir atau campuran tanah liat. Metal cair dituangkan kedalam rongga dan dan mengikuti bentuk pola dari pada rongga tersebut ketika metal tersebut mendingin dan mengeras. Cetakan pasir tersebut dirusak untuk mengeluarkan benda hasil cetakan tersebut.

Di dunia modern ini, kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari teknologi. Teknologi yang berkembang dan yang sudah maju dimanfaatkan oleh industri-industri untuk mendapatkan keefisienan dan produktivitas yang tinggi yang bisa mengurangi biaya operasi atau ongkos kerja sehingga terpenuhilah prinsip ekonomi.

Pembangunan dibidang industri sangat penting terutama dalam industri pengecoran dalam menunjang perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan agar berkurangnya ketergantungan terhadap negara-negara lain, sehingga nantinya Indonesia dapat menghasilkan sendiri barang-barang kebutuhan sendiri ataupun untuk diekspor keluar negeri. Oleh karena itu, industri Indonesia harus


(13)

berkonsentrasi dalam meningkatkan kualitas benda/produk yang dihasilkan agar nantinya dapat bersaing di pasar global.

Adapun kegiatan pengecoran itu sendiri dapat diartikan sebagai satu proses memproduksi benda dari logam atau metal yang dicairkan dan dicetak ke dalam suatu cetakan yang sudah dirancang polanya.

Poros adalah salah satu komponen mesin yang meneruskan daya dan putaran. Pada turbin air jenis Francis, daya dan putaran yang diteruskan berasal dari roda jalan (runner) yang berputar akibat pergerakan air yang mengenai runner tersebut. Putaran dari runner diteruskan oleh poros ke generator yang selanjutnya dimanfaatkan oleh generator untuk menghasilkan tenaga listrik.

Dalam tulisan ini, poros turbin akan dibuat dengan cara pengecoran mengunakan cetakan pasir. Cara ini dipilih karena teknologi yang digunakan sederhana, jumlah produk yang dibuat sedikit, waktu pengerjaan lebih cepat dan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan cara lain, serta sisa bahan yang terbuang lebih sedikit dari cara lain. Pengecoran dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen dimana ukuran dan bentuk serta jumlah benda hasil ditentukan oleh konsumen terlebih dahulu. Oleh karena itu yang dilakukan dalam pengecoran ini adalah membuat cetakan serta proses pengecoran tersebut.

Selain mengetahui teknik-teknik pengecoran, para pelaku dalam bidang industri ini juga harus mengerti tentang pengolahan lanjut dari benda yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk mendapat sifat-sifat yang lebih baik dari metal coran tersebut sehingga hasil yang diperoleh jadi lebih baik.


(14)

1.2Maksud dan Tujuan Perancangan

Maksud dan tujuan dari perancangan ini adalah agar mahasiswa dapat lebih mendalami ilmu tentang teknik pengecoran logam. Perancangan ini adalah Tugas Akhir/Tugas Sarjana dari penulis yang merupakan syarat untuk menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan gelar kesarjanaan. Perancangan ini dimaksudkan untuk membuat poros turbin air jenis turbin Francis tipe horizontal yang berdaya 950 kW dan putaran 300 rpm dengan teknik pengecoran logam yang menggunakan cetakan pasir.

Tujuan dari perancangan ini adalah:

1. Mahasiswa dapat merencanakan dimensi dari poros turbin air jenis turbin Francis tipe horizontal yang akan dibuat dengan metode pengecoran.

2. Mahasiswa dapat menghitung dimensi pola cetakan dan jenis cetakan pasir yang akan digunakan.

3. Mahasiswa dapat merencanakan sistem saluran yang akan digunakan dalam pengecoran.

4. Mahasiswa dapat memilih bahan baku serta bahan penambah yang akan digunakan dalam pengecoran logam ini.

1.3Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini akan dibahas perhitungan untuk memperoleh dimensi dari poros turbin, dimensi pola dan cetakan yang meliputi saluran turun,saluran pengalir, saluran masuk, penambah dan cawan tuang. Komposisi dari cetakan yang meliputi komposisi pasir cetak, bahan baku, temperatur tuang, dan bahan tambahan pada bahan paduan logam.


(15)

1.4Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Survey Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada industri pengecoran logam untuk memperoleh data yang berhubungan dengan proses pengecoran logam. Dalam hal ini industri yang di survey yaitu PT.Baja Pertiwi Industri untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa tentang pengecoran logam.

2. Studi Literatur

Berupa keputusan dan kajian dari buku – buku dan tulisan – tulisan yang berhubungan dengan hal yang dibahas.

3. Diskusi

Berupa Tanya jawab dengan dosen pembimbing dan diskusi dengan rekan-rekan mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.

1.5Sistematika penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas sarjan ini adalah sebagi berikut:

1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, maksud dan tujuan perencanaan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

2. BAB II : Tinjauan pustaka, berisikan tentang teori-teori yang mendasari perencanan pengecoran logam.

3. BAB III : Perencanaan Poros, berisikan gambaran umum serta

penghitungan dimensi poros, material poros serta bahan tambahan.


(16)

4. BAB IV : Perencanaan Cetakan, berisikan tentang perencaan cetakan mulai dari pembuatan pola cetakan hingga penyelesaian akhir.

5. BAB V : Kesimpulan, berisikan garis besar hasil perencanaan dan pembuatan poros serta saran.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Poros adalah salah satu komponen mesin yang meneruskan daya dan putaran. Pada turbin air jenis Francis daya dan putaran yang diteruskan berasal dari roda jalan (runner) yang berputar akibat pergerakan air yang mengenai runner tersebut. Putaran dari runner diteruskan oleh poros ke generator yang selanjutnya dimanfaatkan oleh generator untuk menghasilkan tenaga listrik.

Bahan, ukuran (dimensi) poros harus disesuaikan dengan daya, putaran dan pembebanan yang dialami oleh poros. Dengan pertimbangan tersebut maka poros harus dapat menahan semua beban yang menimpanya.

Gambar 2.1. Poros

Pengecoran, adalah proses membuat suatu benda solid dengan cara menuangkan metal cair kedalam suatu bentuk cetakan dan membiarkannya sampai membeku.


(18)

2.1. Bahan-bahan pengecoran

Dalam pengecoran logam, adapun bahan yang sering dipakai dalam proses pengecoran adalah:

2.1.1. Besi cor

Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, fosfor, dan belerang. Beri cor ini digolongkan menjadi enam macam yaitu: besi cor kelabu, besi cor kelas tinggi, besi kelabu paduan, besi cor bergrafit bulat, besi cor yang dapat ditempa dan besi cor cil.

Besi cor kelabu paling banyak digunakan untuk benda-benda cora dikarenakan mempunyai sifat mampu cor yang baik dan harganya murah. Kekuatan tarik dari besi cor kelabu kira-kira 10-30 kg/ mm2, namun besi cor ini

agak getas dan mempunyai titik cair kira-kira 12000C.

Besi cor kelas tinggi mempunyai lebih sedikit karbon dan silikon, lagi pula ukuran grafit bebasnya agak kecil dibandingkan besi cor kelabu, sehingga kekuatan tariknya lebi tinggi yaitu kira-kira 30-50 kg/ mm2. Membuat besi cor kelas tinggi agak susah dibanding besi cor kelabu.

Besi cor kelabu paduan mengandung unsur-unsur paduan dan grafit, mempunyai struktur yang stabil sehingga sifatnya lebih baik. Dilihat dari unsur-unsur paduan yang ditambahkan, ada 2 hal, yang pertama hanya beberapa persen saja yang kedua lebih banyak. Unsur-unsur yang ditambahkan adalah khrom, nikel, molibden, vanadium, titan dan sebagainya, sehingga ketahan panas, ketahanan aus, ketahanan korosi dan mammpu mesin dari besi cor jenis ini baik sekali berkat adanya unsur-unsur tersebut.


(19)

Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih yang dilunakkan didalam sebuah tanur dalam waktu yang lama. Struktur sementit dari besi cor putih berubah menjadi ferit atau perlit dan karbon yang bertemper mengendap. Menurut struktur mikronya ada tiga macam besi cor mampu tempa, yaitu besi cor mampu tempa perapian hitam, besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu tempa perlit. Besi cor jenis ini sangat baik keuletannya dan perpanjangannya dibandingkan besi cor kelabu, tetapi harganya mahal karana proses pelunakannya, lagi pula cocok untuk coran yang tipis dan kecil karena sebelum proses pelunakannya keuletannya berkurang.

Besi cor grafit-bulat dibuat dengan jalan mencampurkan magnesium, kalsium atau serium ke dalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi cor jenis ini mempunyai kekuatan, keuletan, ketahan aus dan ketahan panas yang baik sekali dibandingkan besi cor kelabu.

Besi cor cil adalah besi cor yang mempunyai permukaan terdiri dari besi cor putih dan bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit. Permukaannya mempunyai tahan aus yang baik sekali dan bagian dalamnya mempunyai keuletan yang baik pula, besi cor demikian digunakan sebagai bahan tahan aus.

2.1.2 Baja cor

Baja cor digolongkan ke dalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja karbon adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi tiga macam, yaitu baja karbon rendah (C < 0,20%), baja karbon menengah (0,20-0,50% C) dan baja karbon tinggi (C > 0,5%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan


(20)

rendah, perpanjangan yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik. Baja cor mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak diadakan perlakuan panas; dengan pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira-kira 1.500°C, mampu cornya lebih buruk dibandingkan dengan besi cor, tetapi baja cor dapat dipergunakan baik sekali sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin, sebab kekuatannya yang tinggi dan harganya yang rendah.

Baja paduan adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan. Salah satu atau beberapa dari unsur-unsur paduan seperti mangan, khrom, molibden atau nikel dibubuhkan untuk memberikan sifat-sifat khusus dari baja paduan tersebut, umpamanya sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam dan korosi atau keuletan. Contoh baja cor adalah: baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas.

2.1.3 Coran paduan tembaga

Macam-macam coran paduan tembaga adalah: perunggu, kuningan kuningan kekuatan tinggi, perunggu aluminium dan sebagainya.

Perunggu adalah paduan antar tembaga dan timah, dan perunggu yang biasa dipakai mengandung kurang dari 15% timah. Titik cairnya kira-kira10000C, jadi lebih rendah dari titik cair paduan besi, dan mampu-cornya baik sekali sama halnya dengan besi cor. Sifat-sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus adalah baik sekali, sehingga bahan ini dapat dipakai untuk bagian-bagian mesin. Harganya 5-10 kali lebih mahal dari besi cor kelabu, sehingga bahan ini hanya dipakai pada bagian khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa. Perunggu digolongkan ke dalam dua macam, yaitu perunggu fosfor yang sifat tahan ausnya


(21)

diperbaiki oleh penambahan fosfor, dan perunggu timbale yang cock untuk logam bantalan dengan penambahan timbal. Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dan kuningan tinggi adalah paduan yang mengandung tembaga, aluminium, besi, mangan, nikel dan sebagainya, dimana unsur-unsur tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mekanisnya. Perunggu aluminium adalah paduan tembaga, aluminium dan sebagainya, yang baik sekali dalam sifat-sifat ketahanan aus dan korosi. Disamping itu ada pula coran tembaga murni.

2.1.4 Coran paduan ringan

Coran paduan ringan adalah coran paduan aluminium, coran paduan magnesium dan sebagainya.

Aluminium murni mempunyai sifat mampu cor dan sifat mekanis yang jelek. Oleh karena itu dipergunakan paduan aluminium karena sifat-sifat mekanisnya akan diperbaiki dengan menambahkan tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel dan sebagainya. Coran paduan aluminium adalah ringan dan merupakan penghantar panas yang baik sekali, yang dipergunakan apabila sifat-sifat tersebut diperlukan. Al-Si, Al-Cu-Si dan Al-Si-Mg adalah deretan dari paduan aluminium yang banyak dipergunakan untuk bagian-bagian mesin, Al-Cu-Ni-Mg dan Al-Si-Cu-Al-Cu-Ni-Mg adalah deretan untuk bagian-bagian mesin yang tahan panas, dan Al-Mg adalah untuk bagian-bagian tahan korosi.

Paduan magnesium lebih ringan dari pada logam umum lainnya, sebab berat jenisnya kira-kira 1,8. Biasanya aluminium, mangan, berilium dan sebagainya dilambahkan sebagai unsur-unsur paduan.


(22)

2.1.5 Coran paduan lainnya

Paduan seng yang mengandung sedikit aluminium dipergunakan untuk pengecoran cetak. Logam monel adalah paduan nikel yang mengandung tembaga dan demikian juga hasteloy yang mengandung molibden, khrom dan silikon. Paduan timbal adalah paduan antara timbal, tembaga dan timah, dan logam bantalan adalah paduan dari timbal, tembaga dan stibium. Disamping itu dipakai juga paduan timah, tembaga dan stibium.

Coran besi cor

Besi cor kelabu Besi cor mutu tinggi Besi cor kelabu paduan Besi cor bergrafit bulat Besi cor mampu tempa Besi cor dicil

Baja cor karbon Baja cor paduan Coran baja

Coran paduan tembaga

Brons Kuningan

Kuningan tegangan tinggi Lain-lain

Coran logam ringan

Coran paduan aluminium Coran paduan magnesium

Coran paduan lain

Coran paduan seng Coran paduan nikel Coran paduan timbal Coran paduan tin Lain-lain

Coran


(23)

2.2. Sifat – Sifat Logam Cair

Seperti halnya dengan cairan lainnya, logam cair juga mempunyai sifat-sifat tersendiri. Adapun sifat-sifat-sifat-sifat dari logam cair adalah:

2.2.1.Perbedaan Antara Logam Cair Dan Air

Logam cair adalah cairan logam seperti air. Perbedaan antara logam dengan air adalah:

1. Berat jenis logam cair lebih besar dari pada air ( Air = 1.0; Besi cor = 6.8 – 7.0; paduan Alluminium = 2.2 2.3; paduan Timah = 6.6 - 6.8 dalam kg/dm3 )

2. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur ( Air cair pada 00C, sedangkan logam pada temperatur yang sangat tinggi).

3. Air mengakibatkan permukaan wadah yang bersentuhan dengannya basah sedangkan logam cair tidak.

2.2.2. Kekentalan Logam Cair

Aliran logam cair sangat tergantung pada kekentalan logam cair dan kekasaran permukan saluran. Kekentalan tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin rendah kekentalan tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin rendah kekentalannya, demikian juga bila temperatur turun maka kekentalannya akan meningkat.

Kalau logam didinginkan hingga terbentuk inti – inti kristal, maka

kekentalannya akan bertambah dengan cepat, tergantung pada jumlah inti –intinya Makin banyak jumlah inti – inti dari logam itu maka perubahan kekentalannya


(24)

akan makin cepat. Kekentalan yang makin tinggi meyebabkan cairan logam sukar mengalir dan bahkan kehilangan mampu alir. Kekentalan juga tergantung pada jenis logam, seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

2.2.3. Aliran Logam Cair

Bila suatu cairan didalam bejana mengalir keluar melalui suatu lubang dinding bejana tersebut dengan tinggi permukaan cairan diukur dari pusat lubang adalah h, maka kecepatan aliran yang keluar adalah :

V = c 2gh

dimana: c = koefisien kecepatan g = percepatan grafitasi

Bila lubang diganti dengan pipa maka akan timbul gesekan antara cairan logam dengan dinding dari pipa yang mengakibatkan kecepatan aliran berkurang menurut persamaan berikut:

Jika aliran yang keluar dari pipa menumbuk suatu dinding yang tegak lurus dengan sumbu pipa dengan kecepatan v , laju aliran Q, dan berat jenis , maka gaya tumbuk yang terjadi adalah :

h g 2 c V '= '

g v Q


(25)

( a ) ( b )

Gambar 2.3. a. Kecepatan aliran yang keluar dari bejana b. Tumbukan cairan dengan dinding

2.3. Pembekuan Logam

Pembekuan logam coran pada rongga cetakan dimulai dari bagian cairan logam yang bersentuhan langsung dengan dinding cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diserap oleh cetakan sehingga bagian yang bersentuhan dengan cetakan menjadi dingin hingga titik beku, dimana pada saat ini inti kristal – kristal tumbuh dari inti mengarah kebagian dalam.

Apabila permukaan beku diperhatikan, setelah logam yang belum beku dituangkan keluar dari cetakan maka akan terlihat permukaan yang halus atau kasar. Permukaan yang halus bila range daerah beku ( perbedaan temperatur mulai dan berakhirnya pembekuan) sempit. Permukaan yang kasar terjadi bila range daerah pembekuan besar. Disamping itu cetakan logam menghasilkan permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan cetakan pasir.

Pada coran yang mempunyai inti, panas dari akan diserap oleh inti sehingga menyebabkan pembekuan terjadi lebih cepat pada dinding inti dibanding


(26)

ditengah coran. Cepat lambatnya pembekuan pada kulit inti tergantung pada ukuran inti.

Coran tidak hanya terdiri dari logam murni, tetapi coran dapat berupa paduan antara dua logam atau lebih. Diagram pendingin logam paduan ini

menunjukkan ketergantungan perubahan fasa terhadap temperatur dan komposisi (perbandingan antara mikrostruktur penyusun).

Diagram ini disebut diagram kesetimbangan. Paduan antara dua usur disebut dengan paduan biner, paduan antara tiga unsur disebut ternier.

Besi cor atau baja cor merupakan paduan antara besi dan karbon, walaupun sesungguhnya masih ada unsur–unsur lain lain, tetapi unsur–unsur tersebut tidak memberikan pengaruh besar terhadap sifat–sifat utamanya, sehingga paduan ini dianggap paduan biner.

2.4.Pola

Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam pembuatan rongga cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri dari pola logam dan pola kayu. Pola yang digunakan untuk menjaga ketelitian ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan bisa tahan lama serta produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat, pembuatan dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. Oleh karena itu pola kayu lebih cocok digunakan dalam cetakan pasir.

Hal pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar benda menjadi gambar pengecoran dengan penambahan ukuran


(27)

akibat pertimbangan tambahan penyusutahn, tambahan penyelesaian dengan mesin. Kemudian gambar pengecoran dibuat menjadi bentuk dan ukuran pola.

Penentuan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini yang paling penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan dibawah ini antara lain:

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan

2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimum.

3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, karena permukaan pisah yang terlalu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam proses.

2.4.1.Telapak Inti

Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud – maksud sebagai berikut:

1. Maksud telapak inti.

a. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti.

b. Menyalurkan udara dan gas – gas dari cetakan yang keluar melalui inti.

c. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan menahan inti terhadap gaya apung dari logam cair.


(28)

2. Macam dari telapak inti

a. Telapak inti mendatar berinti dua, dalam hal inti dipasang mendatar dan ditumpu pada kedua ujungnya.

Gambar 2.4. Telapak inti bertumpu dua mendatar

b. Telapak inti dasar tegak, inti ditahan tegak oleh telapak inti pada alasan yang cukup menstabilkan inti.

Gambar 2.5. Telapak inti beralas tegak

c. Telapak inti tegak bertumpu dua, telapak inti dipasang pada drag dan juga kup untuk mencegah jatuhnya inti.


(29)

d. Telapak inti untuk penghalang (sebahagian). Pola ini tidak dapat ditarik kearah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada tonjolan yang jauh dari permukaan pisah.

Gambar 2.7. Telapak inti untuk penghalang (sebagian)

2.4.2. Macam – Macam Pola

Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola, harus diperhatikan produktivitas, kwalitas coran dan harga pola.

1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa dengan coran. Pola pejal terdiri dari:

a. Pola tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan kemiringan pola kadang – kadang dibuat menjadi satu telapak ini.


(30)

b. Pola belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin dibuat satu bidang.

Gambar 2.9. Pola belah

c. Pola setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan dragnya simetri terhadap permukaan pisah.

Gambar 2.10. Pola setengah

d. Pola belahan banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan inti.


(31)

2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk, dan penambah, biasanya dibuat dari logam dan plastik.

Gambar 2.12. Pola pelat pasangan

3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk, penambah. Pelat tersebut adalah pelat kup dan drag. Kedua pelat dijalin oleh pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok.

Gambar 2.13. Pola pelat kup dan drag

2.4.3. Bahan – Bahan Pola

Bahan – bahan yang dipakai untuk pola antara lain:

2.4.3.1. Kayu

Kayu yang umumnya dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu saru, jati, aras, pinus, mahoni. Pemilihan kayu tergantung pada macam dan ukuran pola,


(32)

jumlah produksi, dan lamanya dipakai. Kayu dengan kadar air lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang, disebabkan perubahan kadar air dari kayu. Kadang – kadang suhu udara luar harus diperhitungkan dan ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai.

2.4.3.2. Resin Sintetis

Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin Epoksid yang banyak dipakai. Bahan ini mempunyai sifat – sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus tingggi, memberikan pengaruh yang lebih baik dengan menambah pengencer, zat penggemuk menurut penggunaannya.

Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, bentuk dan membuat busa. Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu 0,02 - 0,04 dan resin ini mudah dikerjakan, tetapi tidak dapat menahan penggunaan yang berulang – ulang sebagai pola.

Resin Epoksid dipakai untuk coran yang kecil – kecil dari satu masa produksi. Terutama saat memidahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari pola kayu atau pola plaster.

2.4.3.3. Bahan Untuk Pola Logam

Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan banyak faktor.


(33)

1. Pengkerutan

Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengkerut). Setiap bahan logam derajat pengkerutannya ini tidak sama.

2. Sudut miring (draft)

Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kencenderungan terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model. Kecenderungan ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan sudut miring pada sisi model yang paralel dengan arah penarikan.

3. Kelebihan untuk permesinan (allowance for machining)

Pada gambar teknik dicantumkan tanda–tanda pada semua permukaan yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih–lebih pada produk yang proses pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar ini pembuat model akan mengetahui wujud akhir (dari gambar teknik) dari produk model yang akan dibuat, hingga dapat menambahkan berapa besar tambahan /

kelebuhan yang harus diberikan untuk proses lanjut. 4. Distorsi

Kompensasi / kelebihan untuk distorsi hanya diberikan pada benda – benda tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan

pengkerutan waktu mendingin.

5. Goyang

Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan mengadakan sedikit goyangan kekanan dan kekiri, meskipun hal ini disengaja. Hal ini


(34)

cukup untuk memberikan pembesaran pada rongga cetakan yang kecil serta permukaan hasil cetakan tidak dikerjakan lanjut, maka hal ini perlu

diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari model.

2.5. Rencana Pengecoran

Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan system saluran yang

mengalirkan cairan kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan. Kualitas coran

tergantung pada system saluran, keadaan penuangan.

2.5.1. Istilah – Istilah Dan Fungsi Dari Sistem Saluran

Sistem saluran adalah merupakan jalan masuk cairan logam yang

dituangkan kedalam rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerimaan logam langsung dari ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun bagian – bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan.


(35)

Gambar 2.14. Istilah – istilah sistem pengisian

2.5.2. Bentuk Dan Bagian – Bagian Sistem Saluran

1. Saluran turun

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran. Kadang – kadang irisannya dari atas sampai kebawah, atau mengecil dari atas kebawah. Yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

2. Cawan tuang

Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya. Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal.

Cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah kiri saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih akan lewat dibawah kemudian masuk kesaluran turun. Terkadang satu sumbat ditempatkan pada jalan masuk


(36)

dari saluran turun agar aliran dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang selalu terisi. Dengan demikian kotoran dan terak akan terapung pada

permukaan dan terhalang masuk kedalam saluran.

Gambar 2.15. Ukuran cawan tuang 3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapezium atau setengah lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah dan juga pengalir mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehinggga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung terutama pada permulaaan penuangan, sehinggga harus dipertimbangkan untuk

membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut yaitu sebagai berikut:


(37)

b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir ( dibawah saluran pengalir )

c. Membuat saluran turun bantu d. Membuat penyaring

Tabel 2.1 Ukuran Pengalir Potongan pengalir

(A x A) mm

Panjang pengalir (C) mm

20 x 20 < 600

30 x 30 < 1000

40 x 40 < 2000

50 x 50 < 3000

(Sumber Ir. Tata Surdia M.S.Met.E, Prof. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran


(38)

Gambar 2.16. Perpanjangan pengalir

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam ronggga cetakan. Bentuk irisan yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

Gambar 2.17. Sistem saluran masuk

2.5.3. Penambah

Penambah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus beku lebih lambat dari pada coran. Kalau penambah terlalu besar, persentase terpakai akan dikurangi, dan kalau


(39)

penambah terlalu kecil, akan terjadi rongga penyusutan. Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah digolongkan menjadi dua macam yaitu: penambah samping dan penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang

disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir, sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas dipasang diatas coran, biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran besar.

Gambar 2.18. Penambah samping dan penambah atas

2.6. Pasir Cetak

Adapun ketentuan dalam memilih pasir cetak adalah sebagai berikut:

2.6.1. Syarat – Syarat Pasir Cetak

Pasir cetak yang baik harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan

dengan kekuatan yang cocok, sehingga cetakan yang dihasilkan tidak rusak karena di geser, tahan menahan logam cair yang dituangkan kedalamnya. 2. Permiabilitas yang cocok. Udara yang ada dalam cetakan waktu penuangan


(40)

3. Distribusi besar butiran pasir yang sesuai. 4. Tahan terhadap temperatur logam dituang.

5. Komposisi yang cocok. Dalam pasir cetak diharapkan tidak terkandung bahan – bahan lain yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam.

6. Mampu dipakai kembali.

Temperatur penuangan beberapa macam logam dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.2. Temperatur tuang beberapa logam

Macam Coran Temperatur Tuang (C0)

Paduan ringan 650 – 750

Brons 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi cor 1250 – 1450

Baja cor 1500 – 1550

(Sumber Ir. Tata Surdia M.S.Met.E, Prof. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran

Logam, PT. Pradnya Paramita Jakarta, 1980 hal 67)

2.6.2. Macam – Macam Pasir Cetak

Pasir cetak yang lajim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silica alam. Bila pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adesif maka pasir itu dapat langsung digunakan begitu saja. Bila


(41)

kadar lempungnya kurang dan sifat adesifnya kurang maka perlu ditambahkan bahan pengikat seperti lempung.

Pasir gunung umumnya digali dari lapisan tua, mengandung lempung dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur air. Pasir dengan kadar lempung 10 – 20 % mempunyai sifat adesif yang lemah, harus ditambah lempung supaya bisa dipakai.

Pasir pantai diambil dari pantai dan pasir kali mengandung kotoran seperti organik yang banyak. Pasir silica alam dan pasir silica buatan dari kwarsit yang dipecah mengandung sedikit kotoran (<5%). Semua jenis pasir yang disebut diatas mempunyai bagian utama SiO2. Pasir pantai, pasir kali, pasir silica alam dan pasir

silica buatan tidak melekat dengan sendirinya, sehingga dibutuhkan bahan pengikat.

2.6.3. Susunan Pasir Cetak

1. Bentuk butiran pasir cetak digolongkan menjadi butiran pasir bundar, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari antara jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis butir pasir bulat, karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit. Bentuk butir pasir kristal adalah yang terburuk.

2. Tanah lempung adalah terdiri dari kaloinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa jika ditambah air akan menjadi lengket, dan jika diberikan lebih banyak air akan menjadi seperti pasta. Ukuran butiran dari tanah lempung 0,005 – 0,02 mm. Kadang–kadang dibutuhkan bentonit juga yaitu


(42)

merupakan sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran yang sangat halus 0,01 – 10 µm dan fasa penyusunya adalah monmorilonit (Al2O3,

4SiO2, H2O).

3. Pengikat lain . Inti sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati pengering 1,5 – 3% dan dipanggang pada temperatur 200 – 500 0C, sehingga disebut inti pasir minyak. Inti ini tidak menyerap air dan mudah dibongkar. Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang–kadang dibubuhkan dekstrin yang dibuat dari kanji sebagai bahan pembantu. Dekstrim bersifat lekat meskipun kadar airnya rendah. Selain dari itu, resin, air kaca, atau semen digunakan sebagai pengikat khusus.

2.6.4. Sifat – Sifat Pasir Cetak

Adapun sifat-sifat pasir cetak adalah sebagai berikut :

2.6.4.1. Sifat – Sifat Pasir Cetak Basah

Pasir cetak yang diikat dengan tanah lempung atau bentonit menunjukkan berbagai sifat sesuai dengan kadar air, oleh karena itu kadar air adalah faktor yang sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah faktor yang sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan air adalah hal yang sangat penting dalam pengaturan pasir cetak. Hubungan antara kadar air dengan berbagai sifat yang terjadi dengan pengikat tanah lempung ditunjukkan pada gambar


(43)

Gambar 2.19. Pengaruh kadar air dan kadar lempung

terhadap pasir cetak yang diikat dengan lempung Titik maksimum dari kekuatan dan permiabilitas adalah keadaan dimana butir–butir pasir dikelilingi oleh campuran tanah lempung dan air dengan ketebalan tertentu. Dengan kelebihan kadar air kekuatan dan permiabilitas akan menurun karena ruangan antara butir–butir ditempati oleh lempung yang

berlebihan air. Air yang tidak cukup akan menurunkan kekuatan karena kurang lekatnya lempung.

Hubungan antara kadar air, kekuatan dan permeabilitas dari pasir cetak yang diikat dengan bentonit dapat dilihat pada gambar berikut.


(44)

Kalau kadar air bertambah kekuatan dan permiabilitas naik sampai titik maksimum dan akan menurun kalau kadar air bertambah terus. Untuk pasir

dengan pengikat bentonit, kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum dan menyebabkan permiabilitas maksimum sangat berdekatan.

2.6.4.2. Sifat - Sifat Kering

Pasir dengan pengikat lempung dan bentonit yang dikeringkan mempunyai kekuatan dan permiabilitas yang meningkat dibandingkan dengan kekuatan basah, karena air bebas dan air yang diabsorbsi pada permukaan tanah lempung

dihilangkan. Faktor yang memberikan pengaruh sangat besar sifat – sifat kering adalah kadar air sebelum pengeringan.

2.6.4.3. Sifat – Sifat Penguatan Oleh Udara

Sifat yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan disebut penguatan oleh udara, yang disebabkan oleh pergerakan air dalam cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan, yang meninggikan kekerasan

permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat pemadatan dan keadaan sekeliling cetakan (temperatur udara luar, kelembaban).


(45)

2.6.4.4. Sifat – Sifat Panas

Cetakan mengalami temperatur tinggi dan tekanan tinggi dari logam pada waktu penuangan. Sehingga pemuaian panas, kekuatan panas, perubahan bentuk panas perlu diketahui.

a. Pemuaian panas

Pemuaian panas berubah sesuai dengan jenis pasir cetak, seperti ditunjukan pada gambar berikut.

Gambar 2.21. Pemuaian panas bermacam – macam pasir

Pasir pantai dan pasir gunung mempunyai pemuaian panas yang lebih kecil dibanding dengan pasir silica, sedangkan pasir olivine dan pasir sirkon yang mempunyai pemuaian pemanasan sangat kecil. Pemuaian panas bertambah sebanding dengan kadar air dari pasir dan menurun kalau kadar yang dapat terbakar bertambah.


(46)

b. Kekuatan panas

Kekuatan panas berubah–ubah sesuai dengan pasir cetak yang dipengaruhi oleh adanya kadar tanah lempung, distribusi besar butir dan berat jenis. Berikut grafik dari keuatan tekanan panas dari pasir cetak.

Gambar 2.22. Kekuatan tekan panas dari pasir cetak Pasir dengan besar butiran tidak seragam dapat dipadatkan sehingga mempunyai berat jenis yang tinggi, mempunyai permukaan sentuh yang luas dengan butiran–butiran tetangganya dan mempunyai kekuatan panas yang tinggi.

c. Perubahan bentuk panas

Perubahan bentuk dasar disebut kemapuan absorbsi pemuaian panas pada penuangan logam cair kedalam cetakan. Perubahan bentuk akan bertambah apabila besar butir mengecil dan kadar tanah lempung, tambahan khusus airnya bertambah.


(47)

Gambar 2.23. Deformasi panas dari pasir cetak

2.7. Peleburan Dan Penuangan Baja Cor

Adapun cara peleburan dan penuangan baja cor adalah sebagai berikut:

2.7.1. Peleburan Baja Cor

Peleburan baja cor banyak menggunakan tanur listrik dibandingkan dengan perapian terbuka (open hearth furnace), ini dikarenakan biaya yang murah.

Peleburan dengan busur api listrik dibagi menjadi dua macam proses asam dan kedua proses basa. Cara pertama dipakai untuk meleburkan baja dengan kualitas biasa.

Tanur listrik yang paling banyak dipakai adalah tanur listrik Heroult seperti diperlihatkan pada gambar. Tanur ini mempergunakan arus bolak – balik tiga fasa. Energi panas diberikan oleh loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan cairan baja. Terak menutupi cairan dan mencegah absorpsi gas dari udara luar selama pemurnian berjalan.


(48)

Gambar 2.24. Tanur listrik Heroult

Dalam peleburan baja disamping pengaturan komposisi kimia dan temperatur, perlu juga mengatur absorbsi gas, jumlah dan macam inklusi bukan logam. Untuk coran menghilangkan gas ditambahkan biji besi atau tepung kerak besi selama proses reduksi.

2.7.2. Penuangan Baja Cor

Cairan baja yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana diameter hampir sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.


(49)

Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata apiagakmatoit yang mempunyai pori–pori kecil, penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan penyumbat, kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit kadang – kadang dibuat juga dari bata karbon. Panjang nozel dibuat cukup panjang agar membentuk tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel harus sama sekali kering yang dikeringkan lebih dahulu oleh burner minyak residu sebelum dipakai.

Dalam proses penuangan diperlukan pengaturan tenperaturan penuangan, kecepatan penuangan dan cara penuangan. Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan baja seperti ditunjukkan pada grafit berikut.

Gambar 2.26. Temperatur Penuangan yang disarankan

Kecepatan penuangan umumnya diambil sedemikian sehingga terjadi penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak–retak dan sebagainya, kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan: kecairan yang buruk, kandungan gas, oksidasi karena udara, dan ketelitian permukaan yang buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan mengingat macam cairan, ukuran coran dan cetakan.


(50)

Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.

Daripada itu hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan. Dalam penempatan nozel harus diusahakan agar boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang jatuh.

2.8. Pengujian Dalam Pengecoran

Adapun pengujian yang dilakukan dalam proses penecoran adalah sebagai berikut:

2.8.1. Pengukuran Temperatur

1. Pirometer benam

Pengukuran temperatur secara langsung dari cairan, dilakukan dengan jalan membenamkan termokopel platina radium yang dilindungi oleh kwarsa atau pipa aluminium yang telah dikristalkan kembali. Sekarang

dikembangkan pirometer benam yang dapat habis yang dilindungi oleh pipa kertas.

2. Pengujian batang

Pengujian batang merupakan cara praktis yang dipergunakan untuk mengukur temperatur dari tanur induksi frekwensi tinggi dengan menggunakan kawat baja lunak dengan diameter 4 sampai 6 mm dan


(51)

sebuah jam pengukur. Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam cairan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencairkannya diukur, kemudian lama waktu itu dikomversikan kepada temperatur.

3. Pengujian cetakan pasir atau pengujian sendok

Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok contoh yang berukuran tertentu, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis oksida diukur dengan jam pengukur dan

dikomversikan kepada temperatur. 4. Lain–lain

Pirometer optik dan pirometer radiasi dipergunakan temperatur untuk pengukuran temperatur.

2.8.2. Pengujian Terak

1. Pengujian dengan perbandingan warna

Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak yang komposisinya telah diketahui, maka dapat diperkirakan kebasaan, kadar oksidasi besi dan kadar oksidasi mangan.

2. Pengujian dengan perbandingan rupa

Baja cair diciduk dengan sendok dan dituangkan dalam cetakan baja berdiameter 115 mm dan dalamnya 20 mm. Setelah membeku, warna, pola, struktur, gelembung pada permukaan dan permukaan patahan diteliti untuk memperkirakan kebasaan dari kemampuan oksidasinya.


(52)

3. Pengujian penghilang oksidasi

Setelah mengaduk cairan baja dengan terak didalam ladel, baja dituangkan dengan tenang kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat yang sama percikan bunga apinya diteliti untuk memperkirakan temperatur cairan. Permukaan patahan, permukaan coran yang membeku diperiksa. 4. Pengujian kerapuhan merah

Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang praktis untuk menentukan kadar pospor dan kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pospor menyebabkan baja menjadi getas dan oksidasi besi

menyebabkan retakan batas butir. Batang uji yang dibor dan ditempa dilanjutkan dengan penempaan sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati, yang kemudian dibandingkan dengan batang uji standar.


(53)

BAB III

PERENCANAAN POROS

3.1. Poros pada Turbin Air Francis Tipe Horizontal

Pada turbin air Francis tipe horizontal, poros transmisi berfungsi untuk memindahkan atau meneruskan daya yang berasal dari roda jalan yang berputar akibat gerakan air yang mengenai runner tersebut. Putaran dari runner diteruskan oleh poros ke generator yang selanjutnya digunakan generator untuk menghasilkan energi listrik.

Bahan dan ukuran atau dimensi poros ditentukan oleh daya, putaran dan pembebanan yang terjadi pada poros. Dengan pertimbangan tersebut, maka poros harus dapat menahan semua beban yang terjadi padanya.


(54)

3.1.1. Perhitungan Dimensi Poros

Poros yang direncanakan digunakan untuk meneruskan putaran 300 rpm pada turbin air Francis tipe horizontal, dan daya yang dihasilkan sebesar 950 kW. Dari data yang ada dapat dihitung diameter dari poros turbin dengan menggunakan persamaan:

dp =

3 1 1 , 5         × ×

× t b t

g

M C K

τ ...(lit 9 hal 8)

Dimana :

dp = diameter poros (mm)

Kt = factor koreksi terhadap beban tumbuk (1,5 – 3,0)

= direncanakan 2

Cb = factor koreksi terhadap beban lentur (1,2 – 2,3)

= direncanakan 1,5 Mt = momen torsi (kg. mm)

Untuk penentuan tegangan geser yang terjadi digunakan persamaan:

3 1 , 5 d Mt =

τ ... (lit 9 hal 7) Dimana:

τ

= tegangan yang terjadi

t

M = momen torsi

d = diameter poros

Sedangkan untuk tegangan geser izin pada poros dapat kita hitung dengan menggunakan persamaan:


(55)

g τ =

2 1 Sf Sf

b ×

σ ...

(lit 9 hal 8)

Dimana :

b

σ = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

Sf1 = factor keamanan bahan = 6,0 ... (lit 9 hal 8)

Sf2 = factor keamanan bentuk poros = 1,3 – 3,0 ... (lit 9 hal 8) ;

direncanakan 2

Pada perencanaan ini dipilih bahan poros dari bahan paduan yaitu Baja Chrom Molybdenum dengan standar JIS G 4105 (SCM 5). Bahan tersebut memiliki kekuatan tarik sebesar 105 kg/mm2.

Berdasarkan data diatas maka momen torsi yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan:

Mt = 9,74.105 ×

n Pd

... (lit 9 hal 7)

Dimana :

Pd = daya rencana = 950 kW

n = putaran turbin = 300 rpm Mt = Momen torsi

Maka:

Mt = 9,74 . 105 ×

n Pd

= 9,74 . 105 × 300 950


(56)

Dengan memasukkan nilai tegangan geser yang diizinkan dan momen torsi yang terjadi maka diameter poros adalah:

dp =

3 1 5 10 . 84 , 30 5 , 1 2 10 1 , 5   

x x x

= 167,726 mm

Dengan pertimbangan penggunaan pasak sebagai pengunci maka diameter poros tingkat I yang dipilih adalah 170 mm.

Untuk diameter tingkat II kita menggunakan ketentuan dari tabel dibawah ini :

Tabel 3.1. Ukuran diameter poros

Shaft diameter Shaft steps

25 mm to 60 mm 5 mm

60 mm to 110 mm 10 mm

110 mm to 140 mm 15 mm

140 mm to 500 mm 20 mm

(Sumber: R. S. Khurmi, J. K. Gupta, A Text Book Of Machine Design, Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Rah nagar, New Delhi, 1982, hal 407)

Maka dari tabel diatas dapat kita tentukan diameter tingkat II untuk poros yang akan dirancang adalah (170 + 20) mm = 190 mm.

Untuk menghitung jari-jari fillet dapat kita cari dengan menggunakan persamaan:

2 ) (D1 D2


(57)

Dimana:

D1 = diameter poros tingkat 1

D2 = diameter poros tingkat 2

Maka: 2 ) 170 190 ( − = R

= 10 mm

Dimensi poros yang dirancang adalah sebagai berikut : o Diameter poros tingkat I : 170 mm. o Panjang poros tingkat I : 500 mm o Diameter tingkat II : 190 mm. o Panjang poros tingkat II : 600 mm o Diameter tingkat III : 170 mm. o Panjang poros tingkat III : 700 mm o Jari-jari fillet ( R ) : 10 mm

Dengan demikian maka tegangan geser yang terjadi pada poros adalah:

3 1 , 5 d Mt =

τ ... (lit 9 hal 7)

3 5 170 ) .10 30,84 ( 1 , 5 = τ

= 3,20 kg/mm2 Dan tegangan geser izin bahan adalah:

τg =

2 1 Sf Sf

b ×

σ ... (lit 9 hal 8)

g τ =

2 6

105


(58)

= 8,75 kg/mm2

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa tegangan geser yang terjadi g

lebih kecil dari tegangan gesr yang diijinkan τg, dengan demikian maka bahan yang dipilih serta dimensi yang dirancang sudah memenuhi standard aman poros.

3.1.2. Gaya-gaya yang terjadi pada poros

Pada saat turbin bekerja, pada poros akan terjadi gaya-gaya akibat dari berat runner dan poros itu sendiri. Secara umum gaya-gaya yang terjadi pada poros adalah :

1. Gaya radial, yaitu gaya yang bekerja pada poros dengan arah vertikal yang diakibatkan berat poros dan berat runner.

2. Gaya aksial, yaitu gaya yang terjadi pada poros dengan arah horizontal.

3.1.3. Perhitungan gaya-gaya pada poros

Beban radial pada poros diakibatkan oleh roda jalan dan berat poros. Berat poros dapat dihitung dengan rumus :

g L d

Wp =π× p × ×ρ× 2

4 Dimana :

Wp = Berat Poros (N)

dp = Diameter poros (m)

L = Panjang Poros (m)

= Massa jenis poros ( untuk baja ) = 7,8 x 103 kg/m3


(59)

Maka:

 Berat poros bagian 1

Wp1 = 0,17 0,5 7,8.10 9,81

4 3 2 x x x x π

= 868,40 N

 Berat poros bagian 2

Wp 2 = 0,19 0,6 7,8.10 9,81 4 3 2 x x x x π

= 1301,70 N

 Berat poros bagian 3

Wp3 = 0,17 0,7 7,8.10 9,81

4 3 2 x x x x π

= 1215,76 N

Untuk massa runner dapat dihitung dengan persamaan yang diambil dari yaitu :

Wr = 110 x D1

Dimana :

D1 = Diameter sudu masuk runner = 1,45 m Maka :

Wr = 110 x 1,45

= 159,5 kg = 1564,7 N

Dengan demikian dapat diketahui berat total poros adalah 3.385,86 N, dan Berat runner adalah 1.564,7 N.


(60)

3.2. Bentuk dan Dimensi Poros

Dari hasil perhitungan diatas dan dari data praktis atau yang didapat dari lapangan, maka diperoleh dimensi poros, bahan dan data-data lainnya yang diperlukan untuk tahap perancangan selanjutnya.

Data-data :

 Bahan : baja chrom molibdenum standard JIS G 4105 ( SCM 5)

 Kekuatan tarik bahan (σb) : 105 kg / mm2

 Dimensi poros yang dirancang adalah sebagai berikut : o Diameter poros tingkat I : 170 mm. o Panjang poros tingkat I : 500 mm o Diameter tingkat II : 190 mm. o Panjang poros tingkat II : 600 mm o Diameter tingkat III : 170 mm. o Panjang poros tingkat III : 700 mm

 Jari-jari fillet ( R ) : 10 mm

 Berat poros ( WP)

- Berat poros bagian 1 ( Wp1) : 868,40 N

- Berat poros bagian 2 ( Wp 2) : 1301,70 N - Berat poros bagian 3 ( Wp3) : 1215,76 N

Adapun bentuk dan dimensi poros yang akan dirancang dan dibuat dapat dilihat pada gambar berikut.


(61)

(62)

BAB IV

PERENCANAAN CETAKAN POROS

Dalam tulisan ini poros turbin akan dibuat dengan cara pengecoran mengunakan cetakan pasir. Cara ini dipilih karena teknologi yang digunakan sederhana, jumlah produk yang dibuat sedikit, waktu pengerjaan lebih cepat dan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan cara lain, serta sisa bahan yang terbuang lebih sedikit dari cara lain. Pengecoran dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen dimana ukuran dan bentuk serta jumlah benda hasil ditentukan oleh konsumen terlebih dahulu. Oleh karena itu yang dilakukan dalam pengecoran ini adalah membuat cetakan serta proses pengecoran tersebut.

Pada pengecoran poros turbin ini, bahan baku yang digunakan adalah Baja cor jenis Baja Chrom Molybdenum yang mempunyai kekuatan tarik sebesar 105 kg/mm2, dan sekrap baja (reject) yang mencakup sekrap dari luar dan sisa proses (return) serta serpih geram.

Dalam pembuatan cetakan poros turbin juga dibutuhkan pasir. Dalam hal ini pasir yang digunakan adalah pasir silika. Pasir untuk bahan cetakan harus benar-benar bersih dari segala jenis kotoran. Ukuran butir pasir yang digunakan pada pengecoran ini bervariasi antara 0,05 mm sampai dengan 2,00 mm dan pasir dapat dipergunakan berulang-ulang.

4.1. Pembuatan Pola

Pola yang akan digunakan direncanakan dibuat dari bahan kayu yang benar-benar kering, seperti: kayu saru, jati, aras, pinus, mahoni dengan kadar air kurang dari 14%, dengan jenis pola pejal, karena bentuk dari poros adalah


(63)

simetris. Poros yang telah dicetak sebelum dipergunakan harus melalui tahap finishing terlebih dahulu, maka untuk keperluan permesinan itu, ukuran pola harus disesuaikan dengan standar yang ada dan penyusutan dari bahan yang dicetak.

Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu dipersiapkan penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak isotropis, sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebal atau ukuran coran, dan kekuatan inti. Tabel berikut memberikan harga – harga angka penambahan penyusutan.

Tabel 4.1. Tambahan penyusutan yang disarankan.

Tambahan penyusutan Bahan

8 / 1000 Besi cor, baja cor tipis

9 / 1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut

10 / 1000 Sama dengan atas dan aluminium

12 / 1000 Paduan aluminum, bronze, baja cor ( tebal 5–7mm )

14 / 1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16 / 1000 Baja cor ( tebal lebih dari 10 mm )

20 / 1000 Coran baja yang besar

25 / 1000 Coran baja besar dan tebal

( Sumber : Prof.Ir.Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta1986, Hal 52 )

Tempat dimana diperlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran. harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan) ini berbeda menurut bahan, ukuran arah kup dan drag serta keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan pada gambar berikut.


(64)

Gambar 4.1. Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja (Sumber : Tata Surdia, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, 1986 hal53)

Maka dalam pembuatan pola perlu dipertimbangkan beberapa hal. Langkah-langkah yang dilakukan dalam merancang pola adalah: 1. Menentukan permukaan pisah untuk kup dan drag.

2. Menentukan letak pola, agar pola mudah dilepas dari rongga cetak. 3. Menentukan tambahan dimensi untuk mengatasi penyusutan dan untuk

mengatasi proses permesinan bila diperlukan.

Dimensi dari pola yang akan digunakan dapat dihitung sebagai berikut:

• Untuk poros tingkat I: - Diameter.

72 , 179 2 5 170 1000

16 170

1p= + × + + =

d mm

- Panjang

00 , 518 3 7 500 1000

16 500

1p= + × + + =

l mm


(65)

- Diameter 04 , 200 2 5 190 1000 16 190

2p= + × + + =

d mm

- Panjang 60 , 619 3 7 600 1000 16 600

2p= + × + + =

l mm

• Untuk poros tingkat III: - Diameter 72 , 179 2 5 170 1000 16 170

3p= + × + + =

d mm

- Panjang 20 , 721 3 7 700 1000 16 700

3p= + × + + =

l mm

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka bentuk pola dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2. Bentuk dan Dimensi Pola

Pada proses pendinginan logam akan ditemukan adanya penyusutan dari benda coran. Adapun penyusutan tersebut dapat dihitung dengan persamaan:

) 1

(

0

1 D T


(66)

Dimana:

1

D = Diameter akhir dari poros

0

D = Diameter awal dari poros

α = Konstanta pemuaian = Untuk baja adalah 11×10−6

T

∆ = Perbedaan temperatur = 1650−27=16230C

Maka:

) 1623 10

11 1 ( 04 ,

200 6

1 = − × ×

D

= 196,47 mm

Jadi, besar penyusutan yang terjadi adalah 200,04 – 196,47 = 3,57 mm

4.2. Perencanaan cetakan

Setelah dimensi dari pola ditentukan, maka kemudian dibuat perencanaan cetakan. Cetakan yang direncanakan adalah kup dan drag yang disesuaikan dengan ukuran-ukuran dan bentuk dari cawan tuang, saluran turun, pengalir dan ketebalan pasir. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan cetakan adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan pasir cetak

Sebelum pasir digunakan , hal yang pertama sekali harus dilakukan adalah melakukan pengayakan terhadap pasir cetak yang akan digunakan. Hal ini bertujuan untuk mandapatkan pasir cetak yang bersih, bebas dari kotoran dan besar ukuran pasir cetak yang seragam. Pasir yang telah dibersihkan dimasukkan kedalam mesin pengaduk (mixer) dan dilakukan pengadukan beberapa saat.


(67)

Kemudian dilakukan penambahan bahan pengikat. Dalam perencanaan ini digunakan water glass sebagai pengikat, dimana komposisi yang diizinkan untuk ditambahkan adalah 3-7% dari pasir yang akan digunakan.

2. Pembuatan cetakan kup dan drag

Pembuatan cetakan dilakukan dengan menggunakan rangka yang tebuat dari kayu dan berbentuk persegi panjang. Rangka cetak ini terdiri dari kup dan drag. Pembuatan cetakan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pertama-tama pola diletakkan pada rangka drag.

b. Pola ditaburi dengan powder (bahan pemisah), dalam hal ini digunakan tepung kanji. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengangkatan pola. c. Rangka drag yang telah berisi pola ditaburi dengan pasir cetak dan

dikeraskan dengan menggunakan gas CO dengan tekanan 1,0-1,5 2 2

/ cm

Kg .

d. Kemudian pola diangkat dan diletakkan pada rangka kup. Di dalam kup ini diletakkan saluran turun, penambah dan cawan tuang. Pengerasan cetakan kup ini dilakukan seperti pengerasan pada drag, lalu pola diangkat.

e. Kemudian pola kup dan drag disatukan.

4.3. Sistem saluran

Logam cair yang akan dituang ke dalam cetakan harus direncanakan melalui jarak yang sesingkat mungkin. Sistem saluran adalah saluran untuk menyalurkan logam cair dari saluran tuang masuk ke rongga cetakan.


(68)

4.3.1. Saluran Turun

Sebelum membuat saluran tuang, perlu terlebih dahulu diketahui berat coran dari poros turbin yang akan dikerjakan karena ukuran dari saluran ini disesuaikan berdasarkan berat coran.

Berat coran dapat dihitung sebagai berikut:

Berat coran = Berat poros tingkat I + Berat poros tingkat II + Berat poros tingkat III.

= π ×d p ×l p×γ +π ×d p ×l p×γ +π ×d p ×l3p×γ 2

3 2

2 2 1

2 1

4 4

4

Dimana:

γ

= Berat jenis metal coran

= ρ×g = 7,8x10-3 kg/cm3 x 9,81m/s2

= 7800kg/m3×9,81m/s2

= 76518 N/m3

p

d1 = Diameter pola tingkat I

p

d2 = Diameter pola tingkat II

p

d3 = Diameter pola tingkat III

p

l1 = Panjang pola tingkat I

p

l2 = Panjang pola tingkat II

p


(69)

Maka berat coran adalah: 2 2 2 17972 , 0 4 76518 6196 , 0 20004 , 0 4 76518 518 , 0 17972 , 0

4× × × + × × × + ×

=π π π

W

×0,7212×76518 = 3895,44 N = 397,09 kg

Tabel 4.2. Diameter saluran turun dari saluran cabang dan berat tuang Berat tuang

( kg )

Luas saluran turun a3

( mm2 )

Diameter saluran turun (mm )

( < 10 ) 130 13

10 20 240 19

300 350 1.200 39

350 400 1.200 39

400 450 1.270 40

450 500 1.360 42

( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, lit 4 hal 78 )

Berdasarkan berat coran yang diperoleh dan disesuaikan dengan tabel maka didapat:

a. Diameter saluran turun untuk berat coran 350-400 kg adalah 39 mm b. Tinggi saluran turun adalah = 10 × dST = 10 ×39 mm = 390 mm


(70)

Gambar 4.3. Saluran turun

4.3.2. Cawan Tuang

Sebelum cairan logam mengalir masuk ke saluran turun, logam cair ini akan terlebih dahulu masuk ke dalam cawan tuang. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Ukuran cawan tuang tergantung dari diameter saluran turun. Berdasarkan dari perhitungan ukuran saluran turun, maka ukuran cawan tuang dapat diketahui yaitu:

1. Panjang cawan tuang :

Panjang = 6d + 0,5d +2d +1,5d; dimana d = diameter saluran turun = (6 × 39) + (0,5 × 39) + (2 × 39) + (1,5 × 39) = 390 mm 2. Lebar cawan tuang = 4d = 4 × 39 = 156 mm

3. kedalaman cawan tuang:

o Yang terdalam = 5 d = 5 × 39 = 195 mm o Yang terdangkal = 4,5 d = 4,5 × 39 = 175,5 mm Bentuk dan ukuran cawan tuang dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(71)

Gambar 4.4. Bentuk dan Ukuran Cawan tuang.

4.3.3. Saluran Pengalir

Saluran pengalir menghubungkan antara saluran turun dengan saluran masuk. Ukuran saluran pengalir disesuaikan dengan perbandingan sebagai berikut:

Luas saluran turun (Ast) : Luas pengalir (Ap) = 1 : (1,5-2) dipilih 1 : 1,5 Dengan demikian dapat diperoleh luas pengalir adalah sebagai berikut:

4 , 796 5

, 1

39 4 5 , 1

2 = × = =

π ST P

A

A mm …..2 (lit 10 hal 71)

Bentuk pengalir yang akan digunakan direncanakan berbentuk trapezium dengan perbandingan ukuran seperti pada gambar 4.4 berikut:

Gambar 4.5. Penampang pengalir

6d

0,5d

d


(72)

Dari gambar dapat dihitung ukuran penampang pengalir adalah sebagai berikut: 4 , 796 ) ) 3 ( ) 3 ( ( 2 1 = + + − ×

= A A A AP

2 mm

A = 796,4 2 mm 2

A = 28,22 mm.≈ 28 mm

Dari tabel 2.1 untuk pengalir dengan A = 40 panjang pengalir adalah 2000 mm Maka untuk A = 28 mm, panjang pengalir = 2000 × (28/40)

= 1400 mm

4.3.4. Saluran Masuk

Saluran masuk adalah saluran diaman logam-logam cair dari saluran turun dimasukkan kedalam rongga cetakan. Ukuran saluran masuk ditentukan berdasarkan ukuran –ukuran saluran turun. Perbandingan antara ukuran saluran masuk dengan ukuran saluran turun untuk baja cor adalah sebagai berikut:

Luas saluran turun (Ast) : Luas saluran masuk (Asm) = 1:2-4, dipilih 1:3. Luas saluran turun adalah:

2

4 ST

ST d

A =π ×

= 2

39 4×

π

= 1194,6 2 mm

Maka luas saluran masuk total adalah:

3 1

= total SM


(73)

= 3

6 , 1194

= 398,2 mm 2

Jumlah saluran masuk yang direncanakan adalah 4 (empat) buah. Maka luas dari masing-masing saluran masuk (ASM) adalah:

4 2 , 398

= SM A

= 99,55 mm 2

Saluran pengalir yang direncanakan berbentuk bujur sangkar, maka ukuran sisi-sisi dari saluran masuk adalah:

SM

SM A

S =

= 99,55 = 9,97 mm

4.3.5. Saluran Penambah

Selama masa terjadinya pembekuan logam cair dalam rongga cetakan akan terjadi penyusutan. Untuk mengimbangi penyusutan tersebut, maka diperlukan tambahan logam cair kedalam rongga cetakan dan harus membeku lebih lambat dari coran. Banyaknya penambah tergantung pada tebal dan panjang coran. Kalau penambah terlalu besar, maka persentase terpakai akan dikurangi dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan. Oleh karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah digolongkan menjadi dua macam, penambah samping dan penambah atas. Penambah samping diletakkan disamping coran dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir. Penambah macam ini sangat


(74)

efektif dipakai untuk coran ukuran menengah dan besar. Penambah atas dipasang diatas coran yang biasanya berbentuk silinder dan mempunyai ukuran kecil.

Pada pengecoran poros turbin ini, tebal coran yang paling besar adalah pada poros tingkat II dengan diameter 200,04 mm. Dengan menyesuaikan grafik Hubungan antara Tebal Coran (T) dan Jarak Isi dari Penambah (JP), maka diperoleh jarak pengisian (JP) = 483,4 mm. Banyaknya penambah untuk masing-masing tingkat poros dapat dihitung sebagai berikut:

1. Poros tingkat I

1 54 , 0 4 , 483 2 00 , 518 2

1 = =

× = × = JP p l

n buah ….(lit 10 hal 81)

2. Poros tingkat II

1 64 , 0 4 , 483 2 60 , 619 2

1 = =

× = × = JP p l

n buah

3. Poros tingkat III

1 75 , 0 4 , 483 2 20 , 721 2

1 = =

× = × = JP p l

n buah

Sebelum menghitung perbandingan volume penambah dengan volume coran maka harus terlebih dahulu dihitung factor bentuk yaitu:

Faktor bentuk =

T L P+

.... (lit 10 hal 81)

Dimana:

P = Panjang coran


(75)

L = Lebar coran

T = Tebal Coran, dimana penambah harus dipasangkan ( lebar dan tebal coran adalah diameter dari poros itu )

Volume penambah / Volume coran ditentukan dari kurva dibawah ini.

Gambar 4.6 Kurva Pellini

(Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M. S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986)

 Untuk poros tingkat I 8 , 3 72 , 179 72 , 179 518 = + = + T L P

Maka sesuai dengan kurva Pellini : =0,8

coran Volume

penambah Volume

Volume penambah Vp d p l1p

2 1

4 8 ,

0 × × ×

= π

= 179,72 518

4 8 ,

0 × π × 2×


(76)

= 10.512,41 cm 3

Dengan menganggap diameter saluran adalah d maka tinggi saluran penambah adalah h=(1,5±0,2)d. Pada perancangan ini dipilih h = 1,4d.

Vp d 1,4d

4

2

× × =π

10.512,41 = 1 d ,1 3

d = 3

1 , 1 10.512,41

diameter penambah = 21,22 cm Tinggi saluran penambah: h = 1,4d

= 1,4 x 21,22 = 29,71 cm.

 Untuk poros tingkat II

10 , 4 04 , 200 04 , 200 60 , 619 = + = + T L P

Maka sesuai dengan kurva Pellini : =0,77

⋅ ⋅ coran Volume penambah Volume

Volume penambah Vp d2p2 l2p

4 77 ,

0 × × ×

= π

= 200,04 619,60 4

77 ,

0 × π × 2×

= 14.994.283,14 mm 3

= 14.994,28 cm 3

Vp d 1,4d

4

2× × = π


(77)

14.994,28 = 1 d ,1 3

d = 3

1 , 1 14.994,8

diameter penambah = 23,89 cm Tinggi saluran penambah: h = 1,4d

= 1,4 x 23,89 = 33,45 cm.

 Untuk poros tingkat III

Karena pada poros tingkat III diameternya sama dengan poros tingkat I maka tinggi saluran penambah yang digunakan adalah sama dengan tinggi penambah poros tingkat I yaitu 29,71 cm.

4.4. Pemberat

Pemberat ini berfungsi untuk menghindari terangkatnya kup akibat tekanan yang ditimbulkan oleh cairan logam. Berat dari pemberat ini dapat dihitung dengan persamaan:

h A k

Wpemberat = × ×γ × ... (lit 10 hal 109) Dimana :

k = Faktor keamanan dari pemberat (1,5-2); dipilih 2 A = Luas irisan rongga cetakan

= (518 × 179,72)mm2 + (619,6 × 200.04)mm2 + (721,2 × 179,72)mm2 = 346.653,8 mm2 = 3.466,54 cm2

γ = Berat jenis logam = 7,8 x 10−3 3

cm kg


(78)

Maka berat total dari pemberat adalah : 39 10 8 , 7 54 , 466 . 3

2× × × 3×

= −

pemberat W

= 2.109,04 kg

Gambar 4.7. Bentuk Pemberat

4.5. Waktu Tuang

waktu tuang ditentukan dengan persamaan:

γ × × = A V W

T ... (lit 10 hal 71)

Dimana:

T = Waktu tuang (detik ) W = Berat yang dituang ( kg )

( Dari perhitungan sebelumnya didapat 397,09 kg ) V = Kecepatan rata-rata logam cair (m/s)

γ = Berat jenis coran / baja cor ( 7800 kg/m3 )

Besarnya V ditentukan dengan persamaan:

h g C


(79)

Dimana:

V = Kecepatan rata-rata logam cair (m/s) C = Koefisien aliran (0,5 – 0,6) diambil 0,5

g = Percepatan gravitasi (9,81m/s2) h = Tinggi saluran turun = 0,39 m Maka 39 , 0 81 , 9 2 5 ,

0 × ×

=

V

= 1,38 m/s

Waktu tuang (T) =

7800 000896 , 0 38 , 1 09 , 397 ×

× = 41,17 detik.

4.6. Pembuatan Cetakan Pasir

Adapun pembuatan cetakan pasir/pasir cetak adalah sebagai berikut:

4.6.1. Persiapan Pasir Cetak

Pasir yang digunakan untuk cetakan poros turbin dipadatkan dengan menggunakan air kaca (water glass). Biasanya air kaca yang digunakan berkisar antara 3 – 7 %. Untuk perancangan ini digunakan 6 % dan ditambahkan pada pasir silika, yang mempunyai kadar lempung sedikit mungkin dan dicampur dengan menggunakan pengaduk. Pada proses ini butiran pasir yang digunakan diusahakan agak bundar.

Pencampuran pasir silika dan air kaca dilakukan ± 5 menit, dan campuran diisolasi dari udara luar. Selain itu juga dilakukan pencampuran bubuk tir atau bubuk kayu kedalam campuran pasir silika dan air kaca. Ini dilakukan guna


(80)

memperbaiki sifat ambruk yang buruk yang dibuat dengan air kaca, sehingga nantinya pembongkaran dari cetak mudah dilakukan. Selain itu juga, fungsi lain dari bubuk tir ini adalah mencegah penetrasi logam cair kedalam ruang antara butir-butir pasir, sehingga terbentuk kulit coran yang bersih. Penambahan bubuk tir sebanyak 0,5 sampai 2 % dan bubuk kayu sebanyak 0,5 sampai 1,5 %.

4.6.2. Pembuatan Cetakan

Pembuatan cetakan poros turbin dilakukan dengan cara CO , maksudnya 2

adalah dilakukan dengan cara peniupan gas CO kedalam cetakan. Pasir silika 2

yang telah dicampur dengan air kaca, telah siap untuk dibuat manjadi cetakan. Setelah cetakan siap, maka gas CO ditiupkan kedalam cetakan pada tekanan 1,0 2

sampai 1,5 2

cm

kg , maka cetakan ini akan mengeras dalam waktu singkat.

Pada pembuatan poros turbin ini dibuat dengan menggunakan cetakan kup dan drag. Di dalam cetakan kup terdapat pola banda kerja dan semua saluran logam cair, baik itu cawan tuang, saluran turun, pengalir, saluran masuk dan penambah.

Adapun ukuran-ukuran dari rangka cetak adalah sebagai berikut.

- Tinggi rangka cetakan kup = tinggi cawan tuang yang dangkal + tinggi saluran turun = 175,5 + 390 + = 565,5 mm

- Lebar rangka cetakan kup = panjang cawan tuang + 2 x diameter saluran masuk = 390 + 2 x 11,25 = 412,5 mm

- Panjang rangka cetakan kup = panjang pola + tebal pasir dan papan cetak = 1858,8 + 623,7 = 2.482,5 mm.


(1)

mFeMn = 2200 0,29 . 76 79 -8 , 0 kg x =

4. Penambahan Unsur Krom

Unsur krom diperoleh dengan menambahkan Fe-Cr yang mengandung Krom sebanyak 76 %.

• Kadar Krom yang diinginkan 1,1 % • Kadar Krom dalam tanur 1,045 % • FeCr yang dibutuhkan

mFeCr = 2200 1,59 . 76 045 , 1 -1 , 1 kg x =

5. Penambahan Unsur Molibdenum.

Unsur molibdenum diperoleh dengan menambahkan Fe-Mo yang mengandung Molibdenum sebanyak 75 %.

• Kadar Molibdenum yang diinginkan 0,3 % • Kadar Molibdenum dalam tanur 0,295 % • FeMo yang dibutuhkan

mFeMo = 2200 0,15 . 75 295 , 0 -3 , 0 kg x =

4.9. Penuangan Cairan Logam

Logam cair yang temperaturnya telah mencapai (1550-1600) C0 dituang ke dalam ladel untuk selanjutnya dituang ke dalam cetakan. Sebelum dituang ke dalam cetakan, di dalam ladel diberikan pengikat terak untuk mengikat terak yang


(2)

ada dalam cairan logam tersebut. Hal ini dimaksudkan agar terak tidak ikut masuk kedalam cawan tuang. Bahan pengikat terak ini akan mengikat kotoran-kotoran dari hasil peleburan yang terdapat dalam cairan logam seperti sisa-sisa karat dari logam dasar.

4.10. Penyelesaian hasil Cetakan

Setelah seluruh logam cair yang terdapat dalam rongga cetakan membeku maka cetakan dapat dibongkar. Hasil cetakan tersebut didinginkan dalam ruangan terbuka. Logam yang telah dingin tersebut kemudian diberi perlakuan panas untuk memperbaiki kekerasan dari poros. Proses ini menggunakan temperatur pengerasan kira-kira 800 C0 dan mempergunakan minyak pencelup untuk mencegah retakan. Setelah perlakuan panas maka dilakukan proses permesinan. Hal ini ditujukan untuk memperoleh ukuran yang sesuai dengan yang direncakan.

Permesinan yang pertama dilakukan adalah pemotongan logam-logam yang menonjol akibat pembekuan dalam sistem saluran. Proses yang paling penting dalam proses permesinan ini adalah pembubutan. Proses ini bertujuan untuk memotong kelebihan ukuran sampai diperoleh ukuran sesuai dengan perencanaan. Setelah ukuran poros diperoleh, proses selanjutnya adalah pembuatan alur pasak. Dalam pembuatan alur pasak ini dipergunakan mesin sekrap.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Dari pembahasan dan perhitungan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan dalam perencanaan pengecoran ini adalah baja cor yaitu baja chrom molybdenum dengan standar JIS G 4105 (SCM 5) dengan kekuatan tarik 105 kg/mm2.

2. Dimensi poros yang dirancang adalah sebagai berikut: o Diameter poros tingkat I : 170 mm o Panjang poros tingkat I : 500 mm o Diameter poros tingkat II : 190 mm o Panjang poros tingkat II : 600 mm o Diameter poros tingkat III : 170 mm o Panjang poros tingkat III : 700 mm

3. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pola adalah kayu jelutung. Bahan ini dipilih karena lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Sedangkan bentuk pola yang digunakan adalah pola pejal dengan jenis pola setengah. Tambahan bahan baku penyusutan diambil 10% dari berat coran.

4. Untuk proses pembuatan cetakan harus dibuat bentuk dan dimensi dari saluran-saluran pengecoran (gating system) dan hasil yang diporoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut:


(4)

o Ukuran cawan tuang

- Panjang cawan : 390 mm

- Lebar cawan : 156 mm

- Kedalaman cawan yang terdalam : 195 mm - Kedalaman cawan yang terdangkal : 175,5 mm o Ukuran saluran turun

- Diameter : 39 mm

- Tinggi saluran turun : 390 mm o Saluran pengalir

- Jumlah saluran : 1 buah - Bentuk saluran : Trapesium - Luas saluran : 796,4 mm 2

o Saluran masuk

- Jumlah saluran : 4 buah

- Bentuk saluran : Bujur sangkar

- Panjang sisi-sisi saluran : 9,97 mm

o Penambah

- Jumlah penambah : 3 buah

- Diameter penambah I : 21,22 cm

- Tinggi penambah I : 29,71 cm

- Diameter penambah II : 23,89 cm

- Tinggi penambah II : 33,45 cm

- Diameter penambah III : 21,22 cm - Tinggi penambah III : 29,71 cm


(5)

o Dimensi pola

- Diameter pola poros tingkat I : 179,72 mm - Panjang pola poros tingkat I : 518,00 mm - Diameter pola poros tingkat II : 200,04 mm

- Panjang poros tingkat II : 619,60 mm

- Diameter poros tingkat III : 179,72 mm

- Panjang poros tingkat III : 721,20 mm

5. Berat pemberat : 2.109,04 kg

6. Dalam perencanaan pengecoran ini digunakan tanur induksi jenis krus untuk mencairkan bahan mentah dengan kapasitas 2200 kg

7. Proses penuangan logam cair dilakukan dengan kecepatan penuangan sebesar 1,38 m/s dengan waktu penuangan 41,17 detik.

2. SARAN

Untuk memperoleh hasil coran yang baik dan maksimal dalam pengecoran ini, sebaiknya digunakan alat-alat yang masih baik dan memenuhi standar yang diperbolehkan dan perlu dilakukan pengujian laboratorium terhadap bahan yang digunakan dan hasil coran.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Avner H. Sidney, 1974, Introduction To Physycal Metalurgy, Second edition, Mc.graw-Hill, USA.

2. Hanks Richard. W, 1970, An Introduction Material Engineering

Science, Hartcourt, Brace & world Inc, USA.

3. Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, 1983, Perencanaan Teknik Mesin, Jilid I, Edisi Keempat, PT. Erlangga, Jakarta.

4. Fritz Dietzel, Dakso Sriyono, 1993, Turbin, Pompa dan Kompresor, Cetakan keempat, PT. Erlangga, Jakarta.

5. Spott M. F, 1978, Design Of Machine Elements, Fifth Edition, Prentice-Hall Inc, USA.

6. Erik Ober G, Franklin D. Jones, Holbrook L. Horton, And Henry H. Ryffel, 2000, Machinery’s Handbook, 26th Edition, Industrial Press Inc. New York, USA.

7. Khurmi R. S, Gupta J.K, 1982, A Text Book Of Machine Design, Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Rah Nagar, New Delhi.

8. Jac Stolk Ir, Kros C. Ir, 1994, Elemen Mesin (Elemen Konstruksi

Bangunan Mesin), PT. Erlangga, Jakarta.

9. Sularso, Kiyokatsu Suga, 2004, Dasar perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, Cetakan Kesebelas, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

10.Tata Surdia, Chijiwa Kenji, 1980, Teknik Pengecoran Logam, Cetakan Keempat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.