BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pangsa pasar perbankan syari’ah hingga November 2006 masih dibawah dua persen dari total Perbankan Nasional. Berdasarkan data Direktorat Perbankan Syari’ah
Bank Indonesia BI, asset perbankan syari’ah secara keseluruhan mencapai Rp. 25,488 Triliun atau 1,56 persen dari total asset perbankan nasional. Jumlah dana pihak ketiga
DPK perbankan syari’ah Rp. 19,347 Triliun atau 1,55 persen dari total perbankan nasional. Sementara itu, jumlah pembiayaan mencapai Rp. 20,391 Triliun atau 2,66
persen dari total pembiayaan perbankan nasional.
1
Data diatas cukup wajar jika kita melihat kondisi obyektif Perbankan Syari’ah di Indonesia. Pertama, pelaku perbankan syariah sampai dengan tahun 2006 hanya 3 Bank
Umum Syari’ah, 20 Unit Usaha Syari’ah dan 105 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dengan jumlah kantor 630 kantor dan 437 office channeling. Kedua, total modal
perbankan syariah per Desember 2006 hanya sebesar Rp1,78 Triliun. Ketiga, sumberdaya manusia yang memahami konsep dan implementasi operasional perbankan
syariah terbatas. Keempat, teknologi core banking yang dipergunakan perbankan syariah belum memenuhi kebutuhan transaksi para customer. Kelima, Waktu 15 lima belas
1
Rubrik Ekonomi Syariah, Republika, Jakarta, 29 Januari 2007. h. 23
tahun beroperasi perbankan syariah di Indonesia belum dapat menjadi ukuran keberlangsungan usaha.
2
Merespon data dan fakta tersebut, Gubernur BI Burhanudin Abdullah mencanangkan program Akselerasi Pengembangan Perbankan Syari’ah akhir Desember
2006 yang lalu. Dan menargetkan pangsa perbankan syari’ah meningkat menjadi 2,84 persen pada akhir 2007 dan 5,25 persen pada akhir 2008. Untuk itu, kalangan perbankan
syari’ah telah mematok target dan merancang strategi di tahun 2007. Baik menyangkut pertumbuhan bisnis, fokus bisnis, perluasan jaringan, ekspansi sumber dana, maupun
dengan meluncurkan produk baru atau mengembangkan produk unggulan yang sudah ada sebelumnya, guna mencapai target yang telah ditetapkan.
Seiring makin ketatnya persaingan pada industri perbankan syari’ah, maka keunggulan dan advantage merupakan suatu keharusan bagi sebuah produk dalam
menjalankan fungsinya sebagai media intermediasi dana. Salah satu dari sekian banyak produk itu adalah Kartu Shar-E, sebuah jasa pelayanan investasi syari’ah berbasis
teknologi yang dikombinasikan dengan ATM dan Debit Card. Kartu Shar-E begitu mudah diakses, mudah penyetorannya, dan mudah
penggunaannya. Produk ini mempunyai keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan produk investasi yang ada di bank syari’ah pada umumnya. Selain ditunjang dengan
fasilitas pelayanan yang prima dengan memanfaatkan 188 jaringan outlet Bank Muamalat di 28 Propinsi, 320 jaringan SOPP Kantor Pos, 18.000 titik layanan dan tarik
2
Hana Wijaya, Perbankan Syari’ah dan Tantangan Pertumbuhan, Makalah Seminar Bulanan Masyarakat Ekonomi Syari’ah MES, Jakarta: 21 Februari 2007. h. 5
tunai dilebih 8888 ATM Bersama dan ATM BCA. Kartu Shar-E juga dilengkapi dengan beragam fungsi penunjang, diantaranya ATM dan Debit Card, Bancasurance,
Co Branding , dan berbagai macam fungsi lainnya.
Berdasarkan laporan keuangan bulan Agustus 2005, asset Bank Muamalat Indonesia BMI tumbuh mencapai Rp. 6,53 Triliun dengan laba sebelum pajak
mencapai Rp. 109,7 Milyar. Sementara dana pihak ketiga DPK telah terkumpul sebesar Rp. 5,03 Triliun dan pembiayaan yang disalurkan Rp. 5,55 Triliun. Artinya Bank
Muamalat mencatatkan angka Financing to Deposit Ratio FDR lebih dari 100 persen. Jika dibandingkan pada tahun 2004 asset Bank Muamalat baru mencapai 4,22 triliun
dengan laba sebelum pajak Rp. 62,04 Miliar, jumlah DPK yang terkumpul 3,37 Trilliun dengan penyaluran pembiayaan mencapai 3,62 Trilliun.
3
Pertumbuhan dana pihak ketiga yang cukup signifikan menunjukan agresifitas Bank Muamalat dalam menjaring nasabah. Kartu Shar-E sebagai produk yang inovatif,
tentunya mempunyai kontribusi dalam pertumbuhan tersebut. Karena Kartu Shar-E mempunyai peran yang strategis dalam mengaplikasikan tiga metode marketing
sekaligus, yaitu: penetrasi pasar, pengembangan produk, dan pengembangan pasar. Melalui Shar-E Bank Muamalat melakukan penetrasi pasar dengan memaksimalkan
jaringan di 18.000 titik layanan kartu Debit dan tarik tunai BCA, serta 320 SOPP kantor pos diseluruh Indonesia.
Selain itu, untuk menambah nilai produk Shar-E upaya modifikasi baik dari segi core
produk, kemasan, maupun add servicenya terus dilakukan oleh Bank Muamalat
3
Rubrik Ekonomi Syariah, Republika, Jakarta, 24 September 2005. h. 18
Sehingga diharapkan mampu menjadi company branding yang dapat menstimulus pengembangan pasar dalam menghimpun dana pihak ketiga sebanyak-banyaknya.
Keberadaan produk Shar-E ini menjadi kajian yang menarik untuk diteliti lebih mendalam. Sebagai salah satu produk uggulan Bank Muamalat, Shar-E diharapkan
mampu menjadi katalisator performance Bank dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dana. Dengan jaringan pelayanan real time online Shar-E yang
tersebar luas di Indonesia, merupakan entry poin strategis bagi Bank Muamalat dalam usahanya memperluas jangkauan nasabah. Dengan begitu Shar-E tidak hanya
mempunyai kontribusi yang besar dalam meningkatkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga yang diperoleh Bank Muamalat, melainkan juga mempengaruhi market share
Dana Pihak Ketiga Perbankan Syari’ah terhadap Perbankan Nasional. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana kinerja performance Kartu
Shar-E dalam mempengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga yang diperoleh Bank
Muamalat, maka penulis mengajukan tema skripsi yang berjudul “EFEKTIFITAS MODEL PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA Studi Kasus Kartu Shar-E
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN 1. Pembatasan Masalah