2.1.4 Mekanisme terjadi pendarahan pada lambung
Obat-obat anti inflamasi non steroid menyebabkan pendarahan karena kristal-kristal obat berkontak langsung dengan mukosa lambung, menyebabkan
perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus
gastrik dan tampaknya memainkan peranan penting dalam pertahanan mukus lambung. Obat-obat golongan ini mengubah permeabilitas sawar epitel,
memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan
pepsin. mukosa menjadi edema, dan sejumlah protein plasma dapat hilang sehingga mukosa kapiler dapat rusak dan dapat mengakibatkan pendarahan Price
dan Wilson, 1994.
2.2 Alginat
Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman
Dornish and Dessen, 2004. Alginat yang biasa digunakan adalah dalam bentuk natrium alginat yang larut dalam air dan jika dilarutkan dalam larutan kalsium
klorida segera terbentuk gel kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat antara kalsium dengan rantai
L-guluronat dari alginat Morris, et al., 1978.
2.3 Proses pertukaran ion dari alginat
Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air
dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkalin Zhanjiang, 1990.
Universitas Sumatera Utara
OH
-
MAlg
2
+ 2 Na
+
2NaAlg + M
2+
M adalah kation polivalen seperti Ca
2+
, Mg
2+
, dan lain-lain Alg adalah radikal alginat.
Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum diekstraksi dengan alkali.
CaAlg
2
+ 2 H
+
2HAlg + Ca
2+
OH
-
HAlg + Na
+
NaAlg + H
+
Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh, difiltrasi dan diendapkan dengan Ca
2+
untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses acidifikasi untuk memisahkan asam alginat
dan ion-ion kalsium.
2NaAlg + Ca
2+
CaAlg
2
+ 2 Na
+
CaAlg
2
+ 2 H
+
2HAlg + Ca
2+
Kemudian gel asam alginat, setelah didehidrasi dicampur dengan alkali Na
2
CO
3
untuk membuat kembali garam natrium yang larut.
OH
-
HAlg + Na
+
NaAlg.
Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat lalu dikeringkan dan digiling untuk memperoleh bubuk natrium alginat Zhanjiang, 1990.
2.2.1. Struktur alginat
Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700 residu asam uronat yaitu β-D-asam manuronat dan α-L-asam guluronat dengan
ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut
Universitas Sumatera Utara
blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam
guluronat disebut blok G-M Inukai dan Masakatsu, 1999, seperti gambar dibawah ini:
Gambar 2.2. Struktur Alginat
Asam alginat yang diperoleh dari Rhodophyceae-alga cokelat dalam setiap produksinya menghasilkan jenis-jenis alginat yang berbeda-beda dimana
jumlahnya tergantung pada masa panennya dan bagian anatomi dari tumbuhan itu sendiri, dan dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 1. Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga
Nama Spesies Perbandingan asam uronat
Asam Guluronat G Asam Mannuronat M
Ascophyllum nodosum 35
65 Macrocytis Pyrifera
40 60
Laminaria hyperborea 70
30
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan yang bervariasi dari ketiga segmen menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang
tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku rigid serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi
mempunyai struktur yang tidak kaku Prakash,S.,dkk, 2004.
Gambar 2.1.
α-L-Guluronat dan β-D-Mannuronat
2.2.2. Sifat dan kegunaan Asam alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri
untuk melarutkannya dilakukan dengan penambahan natrium ataupun kalsium. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan
larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat yaitu antara
kalsium dengan rantai L-Guluronat dari alginat Morris et al,1978. Ikatan ionik dapat dibentuk diantara gugus karboksilat dan Ca
2+
dengan ikatan hidrogen diantara gugus hidroksi. Ketika blok G tersusun paralel berbentuk
pola rantai seperti dengan lubang-lubang yang sangat ideal sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
pengikatan kalsium ini menyerupai telur dalam kotaknya egg in an egg box dan dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4. Kalsium berada pada blok G egg in an egg box Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium
dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga membentuk gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi
sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium yang tinggi menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan
atau gelatin. Gel yang lebih homogen dan stabil dapat diperoleh melalui pendinginan yang lambat larutan alginat dengan adanya ion kalsium. Gel yang
dibentuk selama pendinginan secara kimia lebih mudah dikontrol dan tidak mudah meleleh bila dipanaskan walaupun terdegradasi pada pH yang ekstrim
Robinson,1987. Kegunaan dari alginat didasarkan pada 3 sifat utamanya adalah :
a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. b. Kemampuannya untuk membentuk gel.
c.Kemampuannya untuk membuat film natrium alginat dan serat kalsium alginat.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kitosan 2.3.1. Struktur.
Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asetil D- Glukosamin yang terangkai pada posisi
β1-4.Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air
akan membentuk polielektronik dengan anion polielektrolit. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat
biokompatibel,biodegradasi dan tidak beracun Adriana et al,2003. Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak
sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 2:
Gambar 2. Struktur Kitosan Karena adanya gugus amino,kitosan merupakan polielektrolit kationik
pKa ≈ 6,5 hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini
menjadikan kitosan : a.. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga
dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel,kapsul dan membran.
c.Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion Meryati,2005.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Sifat- Sifat Fisika dan Kimia 2.3.2.1. Sifat Fisika
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang
mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan
hasil destilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat
digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8 tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada
kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan
reaksi yang penting Kumar, 2000.
2.3.2.2 Sifat Kimia
Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan:
a. N-Asil Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam
karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100 pada suhu 90
o
C dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilatosan serta N-Asetil dalam asetat 20. Pereaksi yang
paling banyak digunakan untuk N-Asilasi kitosan adalah asil anhidrida,baik dalam kondisi homogen dan heterogen.
Universitas Sumatera Utara
b. O-Asilasi Gugus Amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus
amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul
O-Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff.
Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90 yang mengandung asetat anhidrida
dengan HClO
4
dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-Asetilasi. N-dan O-Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan
menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5
jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter dan piridin.
c. Eter Kitosan Pembuatan derivate O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
O-Alkilasi kitin disusul pengurangan N-Asetilasi dan O-Alkilasi derivat kitosan dimana gugus amino diproteksi selama reaksi selama reaksi alkilasi.
Karboksilmetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa
ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan
bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiloklorohidrin
Universitas Sumatera Utara
pada 0-15
o
C disusul deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan Kaban, 2007.
Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik.
Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002
mencapai 112 trilyun rupiah Toharisman, 2007.
2.4. Kalsium Alginat Kitosan
Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan polikationik bila dilarutkan pada kondisi yang tepat dapat berinteraksi satu sama lain melalui gugus
karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan Cruz, M.C.P., dkk., 2004. Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi
yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini kompleks polielektrolit alginate kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul, dan
butiran Knill, C.J., 2003. 2.5. Swelling Pengembangan
Swelling pengembangan adalah peningkatan volume suatu material pada saat kontak dengan cairan, gas, atau uap. Pengujian ini dilakukan antara lain untuk
memprediksi zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika suatu biopolymer kontak dengan cairan, misalnya air, terjadinya pengembangan
disebabkan adanya termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang yang terjadi pada
rantai polimer. Kesetimbangan swelling dicapai, ketika kedua kekuatan ini sama besar. Berhubung sifat termodinamika polimer dalam larutan berbeda-beda, maka
Universitas Sumatera Utara
tidak ada teori yang bisa memprediksikan dengan pasti tentang sifat pengembangan. Ketika matriks mengembang, mobilitas rantai polimer bertambah,
sehingga memudahkan penetrasi pelarut . selain itu, ion-ion kecil yang terperangkap dalam matriks, berdifusi meninggalkan matriks, sehingga
memberikan peluang yang lebih besar bagi pelarut untuk mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan. Pegembangan matriks alginat-kitosan, kemungkinan
disebabkan masih adanya ion COO
-
yang bersifat hidrofilik dalam matriks.
2.6. Disolusi