Selanjutnya pemeriksaan fraktur nasal kompleks dilakukan dengan foto rontgen dengan proyeksi Water, CT Scan, Helical CT dan pemeriksaan foto roentgen dengan
proyeksi dari atas hidung.
12,14,17,38
2.4.2 Fraktur Komplek Zigoma
Pemeriksaan klinis pada fraktur kompleks zigoma dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral,
pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya kehitaman pada sekeliling mata, mata juling, ekhimosis, proptosis,
pembengkakan kelopak mata, perdarahan subkonjungtiva, asimetris pupil, hilangnya tonjolan prominen pada daerah zigomatikus. Sedangkan secara palpasi terdapat
edema dan kelunakan pada tulang pipi. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
ekimosis pada sulkus bukal atas di daerah penyangga zigomatik, kemungkinan penyumbatan oklusi didaerah molar pada sisi yang terkena injuri. Sedangkan secara
palpasi terdapat kelunakan pada sulkus bukal atas di daerah penyangga zigomatik, anestesia gusi atas.
12-16,25
Pemeriksaan fraktur komplek zigomatikus dilakukan dengan foto rontgen submentoverteks, proyeksi waters dan CT scan.
1,12,38
2.4.3 Fraktur Dentoalveolar
Pemeriksaan klinis pada fraktur dentoalveolar dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya laserasi, edema dan ekimosisi pada daerah bibir. Sedangkan secara palpasi terdapat
pecahan gigi pada jaringan bibir. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya laserasi pada
permukaan lidah dan sulkus labial, avulsi dan subluksasi. Sedangkan secara palpasi terdapat deformitas tulang, krepitus.
12,14,20,25
Pemeriksaan fraktur dentoalveolar dilakukan dengan radiograf intra-oral dan panoramik.
21
2.4.4 Fraktur Maksila
Fraktur maksila terbagi atas fraktur Le Fort I, Le Fort II dan Le Fort III, dimana pemeriksaan klinis pada masing-masing fraktur Le Fort tersebut berbeda.
2.4.4.1 Le Fort I
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya edema pada bibir atas dan ekimosis. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya
lengkung rahang atas. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya open bite anterior.
Sedangkan secara palpasi terdapat rasa nyeri.
12-14
Selanjutnya pemeriksaan fraktur Le Fort I dilakukan dengan foto rontgen dengan proyeksi wajah anterolateral.
14
Universitas Sumatera Utara
2.4.4.2 Le Fort II
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort II dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat pupil cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital. Sedangkan secara palpasi
terdapat tulang hidung bergerak bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah kulit yang dipersarafi oleh nervus infraorbitalis. Pada pemeriksaan intra oral,
pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya gangguan oklusi tetapi tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort
I. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung rahang atas.
12-14
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan.
13-14
2.4.4.3 Le Fort III
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan secara ekstra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi
dapat terlihat pembengkakan pada daerah kelopak mata, ekimosis periorbital bilateral. Usaha untuk melakukan tes mobilitas pada maksila akan mengakibatkan pergeseran
seluruh bagian atas wajah.
14
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan.
13-14
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Fraktur Mandibula
Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya hematoma, pembengkakan pada bagian yang mengalami fraktur, perdarahan pada
rongga mulut. Sedangkan secara palpasi terdapat step deformity. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi
terlihat adanya gigi yang satu sama lain, gangguan oklusi yang ringan hingga berat, terputusnya kontinuitas dataran oklusal pada bagian yang mengalami fraktur.
Sedangkan secara palpasi terdapat nyeri tekan, rasa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.
12-14,16,25
Pada fraktur mandibula dilakukan pemeriksaan foto roentgen proyeksi oklusal dan periapikal, panoramik tomografi panorex dan helical CT.
13-14
Gambar 8. Fraktur nasal akibat kecelakaan kendaraan bermotor www.emedicine.com 19 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Pemeriksaan dengan proyeksi waters dari fraktur kompleks
zigomatik yang www.emedicine.com 19 September 2010
Gambar 10. Fraktur Dentoalveolar www.emedicine.com 17 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. CT koronal menunjukkan fraktur Le Fort I kanan dan Le Fort II kiri
www.emedicine.com 17 September 2010. Gambar 12. Tampilan Waters menunjukkan
fraktur Le Fort III panah. Perdarahan terjadi di kedua antra www.emedicine.com 17
September 2010.
Gambar 13. Radiografi Panoramik menunjukkan fraktur sudut kiri yang meluas dan mencabut gigi molar 3. Gambar ini juga menunjukkan fraktur simphisis kanan. www.emedicine.com 17
September 2010 .
Universitas Sumatera Utara
2.5 Perawatan
Perawatan pada masing-masing fraktur maksilofasial itu berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu perawatannya akan dibahas satu per satu pada masing-masing fraktur
maksilofasial. Tetapi sebelum perawatan defenitif dilakukan, maka hal yang pertama sekali dilakukan adalah penanganan kegawatdaruratan yakni berupa pertolongan
pertama bantuan hidup dasar yang dikenal dengan singkatan ABC. Apabila terdapat perdarahan aktif pada pasien, maka hal yang harus dilakukan adalah hentikanlah dulu
perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk membantu menghilangkan rasa nyeri.
31-33
Setelah penanganan kegawatdaruratan tersebut dilaksanakan, maka perawatan defenitif dapat dilakukan.
2.5.1 Fraktur Komplek Nasal
Pada fraktur komplek nasal, ada 2 cara perawatan yang dilakukan yakni reduksi dan fiksasi. Fraktur kompleks hidung dapat direduksi dibawah analgesia lokal, tetapi
anestesia umum dengan pipa endotrakeal lewat mulut yang memadai lebih diminati karena mungkin terjadi perdarahan banyak. Kadang – kadang bila fraktur tidak begitu
parah maka pemasangan splin setelah reduksi tidak perlu. Pada beberapa kasus, pendawaian langsung antar tulang pada pertemuan dahi-
hidung akan bermanfaat.
12,17,23
2.5.2 Fraktur Komplek Zigoma
Perbaikan fraktur komplek zigoma sering dilakukan secara elektif. Fraktur arkus yang terisolasi bisa diangkat melalui pendekatan Gillies klasik.
Universitas Sumatera Utara