4 Majelis Yang Memeriksa Perkara Wajib Menjalankan Fungsi
Mediator. Pasal 11 ayat 6 menjelaskan bahwa jika tidak terdapat hakim
bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama maka hakim pemeriksa pokok perkara wajib menjalankan
sebagai mediator.
80
B. Tahap-Tahap Proses Mediasi
Tahap mediasi diatur dalam Bab III yang terdiri dari pasal 13-19 dan substansinya meliputu penyerahan resume perkara, kewenangan mediator,
keterlibatan ahli dan sebagainya. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :
81
a. Para Pihak Dapat Menyerahkan Resume Perkara
Berdasarkan Pasal 13 PERMA, tahap mediasi dimulai dari tanggal terpilihnya mediator oleh para pihak atau dari tanggal ditunjuknya
mediator oleh ketua majelis. Terhitung dari tanggal itu timbullah kewajiban hukum kepada para pihak melaksakan kewajiban berikut :
1 Wajib Menyerahkan Resume Perkara
Resume perkara terdiri dari dokumen dan surat yang memuat duduk perkara, penafsiran atas duduk perkara yang digariskan dalam
80
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.257.
81
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259.
pasal dimaksud.
82
Dapat berupa standar permohonan mediasi yang memuat secara ringkas minimal masalah sengketa, penyelesaian yang
diinginkan dan ganti rugi atau rehabilitasi yang diminta atau boleh juga berupa gugatan secara utuh yang memuat dalil atau posita
gugatan dengan potitum.
83
2 Tenggang Waktu Penyerahan
Sesuai dengan pasal 13 PERMA, penyerahan resume paling lambat dalam waktu lima hari kerja. Terhitung dari tanggal para pihak
memilih mediator atau majelis menunjuk mediator.
84
3 Diserahkan Pada Mediator dan Pihak Lain
Penyerahan dokumen dan surat-surat menurut pasal 13 PERMA disampaikan kepada mediator dan kepada pihak lain. Berarti
para pihak secara timbal balik saling menyerahkan dokumen dan surat- surat dimaksud kepada masing-masing pihak.
85
b. Proses Mediasi Empat Puluh Hari Kerja
82
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 260.
83
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259
84
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261
85
Ibid”
Sejak penunjukan mediator oleh majelis hakim atau penetapan mediator sesuai dengan pilihan para pihak maka proses mediasi
berlangsung paling lama empat puluh hari kerja terhitung dari tanggal pemilihan mediator oleh para pihak. 40 hari kerja dapat diperpanjang
paling lama 14 hari kerja.
86
c. Kewenangan Mediator Menentukan Mediasi Gagal
Pasal 14 PERMA No.1 Tahun 2008, menyatakan jika salah satu pihak telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri mediasi yang telah
disepakati tanpa alasan yang jelas, setelah dipanggil secara patut. Maka mediator berkewajiban menyatakan mediasi gagal. Kemudian mediator
yanng berkewajiban menyatakan bahwa perkara tidak layak untuk dimediasi. Jika sengketa yang sedang dimediasi melibatka aset atau harta
kekayaan yang berkaitan dengan pihak lain dan tidak disebutkan dalam gugatan. Sehingga pihak lain tersebut tidak menjadi salah satu pihak
dalam proses mediasi.
87
d. Kewajiban dan Peran Mediator
Mediator memiliki kewajiban seperti yang tercantum dalam peraturan, yaitu :
1 Mediator Wajib Menentukan Jadwal Pertemuan
86
Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h.8-9
87
Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h. 9
Kewajiban ini ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 1 PERMA adalah menentukan jadwal pertemuan dengan para pihak. Jadwal
tersebut harus benar-benar realitas agar dapat dicapai hasil penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat.
88
2 Proses Mediasi Mesti Dihadiri Para Pihak
Dalam proses
mediasi terdapat
hal-hal yang
wajib diperhatiakan mediator, yaitu setiap pertemuan yang diadakan, mesti
dihadiri para pihak. Dan mereka dapat didampingi oleh kuasa hukum.
89
3 Berwenang Melakukan Kaukus
Kebolehan dan kewenangan mediator melekukan kaukus
90
sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 butir 4, diatur dalam Pasal 15 ayat 3 PERMA, yang menegaskan bahwa mediator dapat melakukan
kaukus, apabila dianggap perlu oleh mediator.
91
4 Mediator Berfungsi dan Berperan Sebagai Pembantu
88
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261
89
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262
90
Pengertian kaukus digariskan dalam pasal 1 butir 4 PERMA yang bermakna, pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya. Dengan demikian, kaukus
merupakan pengecualian dari prisip umum yang mengharuskan setiap pertemuan mesti dihadiri para pihak.
91
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262
Mediator tidak berperan sebagai hakim yang bertindak menentukan pilihan mana yang salah dan benar, bukan pula bertindak
dan berperan pemberi nasihat hukum to give legal advice, juga tidak mengambil peran sebagai penasehat hukum counsellor atau
mengobati the rapits, melainkan mediator hanya berperan sebagai penolong helper flore.
92
Mengenai fungsi dan mediator sebagai pembantu helper ditegaskan dalam Pasal 1 butir 5, yakni mediator sebagai pihak yang
bersifat netral dan tidak memihak yang berfungsi membantu para pihak mencari berbagai kemungkiana penyelesaian. Sehubungan
dengan fungsi tersebut, Pasal 15 ayat 4 PERMA memikulkan pada mediator :
a Wajib mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan mendorong untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka. Serta
mencari berbagai pilihan sebagai alternatif penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
b Wajib berperan sebagai pembantu yang cakap yaitu mampu mengontrol proses dan menegakan aturan dasar mediasi,
93
mampu berperan
meluruskan persamaan
persepsi, mampu
berperan
92
Mahyudin Igo, ”Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata”, Varia Peradilan, tahun ke XXI No.253, Desember 2006: h.49.
93
Abdul Manan, Penerapan Alternatif Depute Resolution ADR Dalam Proses Penyelesaian Perkara, Suara Uldilag, Vol II No.6, April 2005: h.8.
membangun jalinan komunikasi yang harmonis dan bersahabat diantara para pihak, juga dapat memberi dan mengemukakan analisis
yang cermat atas masalah yang kompleks. Serta membantu para pihak mengumpulkan informasi penting dan menciptakan pilihan-pilihan
untuk memudahkan penyelesaian problem.
94
5 Dapat Mengundang Ahli
Menurut Pasal 16 ayat 1 PERMA, mediator dapat mengundang seorang atau beberapa ahli, dengan syarat :
a Harus berdasarkan persetujuan para pihak Mediator dapat mengusulkan untuk mengundang ahli, tetapi
untuk itu harus meminta dan mendapat persetujuan para pihak dan apabila tidak disetujui para pihak, mediator tidak dapat melaksakannya
oleh karena hak yang dimilikinya tidak bersifat ex-officio, tapi digantungkan pada syarat adanya persetujuan para pihak.
95
b Ahli kompeten dalam bidang tertentu Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat 1 PERMA, bahwa ahli
yang dapat diundang, memiliki keahlian yang kompeten dalam bidang
94
Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 36.
95
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264.
tertentu yang
berkaitan langsung
dengan masalah
yang disengketakan.
96
Dalam tulisannya Bagir Manan disebutkan bahwa mediasi bukanlah pekerjaan dibidang hukum, walaupun pekerjaan paling
utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan bukan ahli hukum
lingkungan, seperti seorang ahli biologi, ahli kethutanan, dapat menjadi mediator yang sangat baik menyelesaikan sengketa
lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan mengajak dan meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik untuk
menyelesaikan sengketa mereka keahlian dalam teknik mediasi. Seorang ahli ekonomi dapat menjadi mediator yang baik
menyelesaikan sengketa bisnis dengan berbagai perhitungan resiko ekonomi kalau beperkara di pengadilan. Jadi, yang harus disentuh
dalam mediasi ada rasa keadilan dan kepatutan.
97
c Dapat membantu para pihak menyelesaikan perbedaan Pada saat perundingan yang telah berlangsung, masih terdapat
perbedaan penndapat mengenai penyelesaian sengketa dan mediator kesulitan menjembatani atu menyamakan persepsi atau masalah
96
Ibid”
97
Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan, Tahun XXI No.248 Juli 2006, h.15.
tersebut. Diperkirakan hanya ahli yang dapat memberikan penjelasan atas perbedaan itu. Jika terjadi demikian, maka mengundang ahli
dianggap memiliki urgensi dan relevansi.
98
d Biaya ahli ditanggung para pihak Syarat selanjutnya diatur pada Pasal 16 ayat 3, yaitu
mengenai biaya jasa ahli ditanggung para pihak. Dan hal itu, didasarkan atas kesepakatan mereka.
99
Adapun tahapan dalam pelaksanaan mediasi pada dasarnya sama halnya dengan proses penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai beberapa
tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang dituju dapat tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator terlebih dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang
akan dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan pada tahap ini juga mediator biasanya mengkonsultasikan dengan para pihak tentang tempat dan waktu
mediasi, identitas pihak yang akan hadir, durasi waktu dan sebagainya.
100
2. Tahap Pelaksanaan
98
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264.
99
Ibid”
100
Yasardin, ”Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”, Mimbar Hukum, No.63, h.20-21.
Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau
membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator mengeluarkan pernyataan pendahuluan.
101
Yang harus dilakukan mediator pada tahap ini adalah:
a. Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak.
b. Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sebagai mediator.
c. Menjelaskan
aturan dasar
tentang proses
aturan kerahasiaan
confidentyality dan ketentuan rapat. d.
Menjawab pertanyaan-pertanyan para pihak. e.
Bila para pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.
102
Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian informasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
berbicara tentang fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator bertindak sebagai pendengar yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaan-
pertanyaan dan harus juga menerapkan aturan keputusandan sebaliknya mengontrol interaksi para pihak. Dalam tahapan ini mediator harus
memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-masing pihak,
101
Yasardin, ” Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”, Mimbar Hukum, No.63, h. 21.
102
Abdul Halim, Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain, hal. 20 Artikel ini diakses pada tanggal 21 Juni 2010 dari
www.badilag.net.2010..Kontektualisasi 20Mediasi20 Dalam20
Perdamain.pdf
karena masing-masing
informasi tentulah
merupakan kepentingan-
kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak lain menyetujuinya.
103
Dalam menyampaikan fakta para pihak juga mempunyai gaya yang berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus
diperhatikan oleh mediator. Setelah pengumpulan dan pembagian data maka langkah ketiga dilanjutkan dengan negosiasi pemecahan masalah. Yaitu
diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh masing- masing pihak. Para pihak mengadakan tawar menawar negosiasi diantara
mereka. Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektip, yaitu :
1. Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil dalam
menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal. 2.
Para pihak yang bersengketa terlibat dalam proses mediasi tidak memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum
melakukan proses mediasi. 3.
Jumlah pihak yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada pihak yang berada diluar masalah.
4. Pihak-pihak yang bersengketa telah sepakat untuk membatasi
permasalahan yang akan dibahas.
103
Ahmad Syarhuddin, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 2008, h.5.
5. para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah
mereka. 6.
Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih lanjut dimana yang akan datang.
7. Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal.
8. Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga.
9. Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa.
10. Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar
mengganggu hubungan mereka. 11.
Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi. 12.
Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai.
104
Alokasi yang terbesar dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap negosiasi, karena dalam negosiasi ini membicarakan masalah krusial
yang diperselisihkan.
105
Pada tahap ini terbuka kemungkinan terjadi perbedaan bahkan dapat terjadi keributan para pihak yang bersengketa.
Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama dengan para pihak secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasi isu-isu,
memberikan pengarahan para pihak tentang tawar menawar
104
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 102-103
105
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 104.
pemecahan masalah serta mengubah pendirian para pihak dan posisi masing-masing menjadi kepentingan bersama.
106
Yang bisa dilakukan mediator pada tahap ini, ialah :
1 Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan
kepentingan masing-masing. 2
Memperluas atau mempersempit sengketa bilamana perlu. 3
Membuat agenda negosiasi. 4
Memberikan penyelesaian alternatif. 3.
Tahap Pengambilan Keputusan Pada tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator
untuk mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket, memperkecil perbedaan-perbedaan dan mencari basis yang adil bagi alokasi
bersama. Dan akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan
para pihak, mencarikan rumusan-rumusan untuk menghindari rasa malu membantu para pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa kalau
dikuasakan.
107
106
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 105.
107
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakti, 2003, h. 106.
C. Putusan Mediasi