masa jabatannya. Hendarman bahkan bisa menjadi Jaksa Agung seumur hidup. Sumber: Berbagai sumber media cetak maupun online
Dalam konteks inilah penulis melihat, contoh kasus ini menarik untuk dikaji, sebab ini tak hanya memperlihatkan dimensi dari lemahnya hukum
administrasi negara. Lebih dari itu terkait dengan legitimasi kepemimpinan yang akan berakibat fatal bagi tatanan hukum dan ketatanegaraan kita. Sehingga
penting untuk mengkaji secara lebih dalam persoalan “Legitimasi Kepemimpinan” dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Batasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah penyusun paparkan di atas, penyusun mengambil batasan dan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan dan fungsi Kejaksaan Agung dalam konsep
ketatanegaraan Indonesia dan Islam? 2.
Usaha-usaha apakah yang harus dilakukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam penyelenggaraan kenegaraan, terutama terkait
penegakan hukum yang dimandatkan pada undang-undang terhadap intitusi Kejaksaan Agung?
3. Bagaimana Persamaan dan perbedaan kedudukan Kejaksaan Agung dalam
perspektif ketatanegaraan Indonesia dan Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulisan skripsi ini bertujuan: a.
Menjelaskan duduk perkara Kedudukan dan Legitimasi kepemimpinan dalam konteks konstitusi dan sistem ketatanegaraan Indonesia dan
Islam. b.
Menjelaskan persamaan dan perbedaan kedudukan institusi Kejaksaan Agung dalam perspektif ketatanegaraan dalam Islam dan Indonesia.
c. Menjelaskan usaha-usaha yang harus dilakukan agar peran dan
kedudukan institusi kejaksaan agung dapat seoptimal mungkin dalam menegakkan hukum di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Setiap permasalahan membutuhkan kajian secara tuntas dan mendasar agar dapat di peroleh manfaat dari penelitian tersebut, yaitu:
a. Secara akademik Penulisan ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang favourabel
bagi pengembangan ilmu hukum dan ketatanegaraan, baik dalam arti sebagai suatu sarana pengendalian masyarakat maupun dalam arti
sebagai sarana penyelenggaraan negara.
b. Secara praktis Untuk menyumbangkan hasil pemikiran tentang hukum dan
ketatanegaraan Indonesia terutama dalam yang memiliki kaitan dengan Hukum dan ketatanegaran Islam dan Barat.
D. Tinjauan Pustaka
Studi mendalam mengenai “Kedudukan Jaksa Agung” memungkinkan kita memahami seluk beluk institusi penegakan hukum baik secara historis
maupun konteks sosial politik. Terlebih dalam konteks ketatanegaraan Indonesia dan Islam sebagai sebuah rujukan berbangsa dan bernegara. Hal ini selain untuk
menunjukan banyaknya celah hukum dan tata kelola kebijakan serta kewenangan negara. Kedudukan dan legitimasi Kejaksaan Agung juga bisa menjadi salah satu
alat ukur dalam menjalankan perintah dan tugas sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Dengan begitu apa yang disebut institusi negara yang memiliki aparatur yang akan bekerja sesuai sistem, bukan berlandaskan semata kekuasaan yang
sewenang-wenang. Sebab, tanpa alat pijak itu akan terjadi pengelolaan negara yang keliru dan cenderung semaunya.
Selain itu tidak dapat dinafikan, aspek aspek hukum yang terkandung baik dalam Islam maupun kebudayaan barat tetap memiliki korelasinya dengan konteks
berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia.
Wahyu Affandi dalam bukunya menjelaskan bahwa penegak hukum tidak hanya harus mampu mengatur hukum, melainkan dituntut pula untuk
mendisplinkan diri supaya mematuhi hukum, dan adalah sulit untuk dibayangkan berhasilnya usaha untuk menegakkan hukum serta untuk menciptakan kepastian
hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat apabila penegak hukum itu sendiri baik dalam tindakannya maupun tingkah lakunya sehari-hari selalu
mengabaikan hukum.
7
Ahkyar, juga mengemukakan pendapat dalam tulisannya yang berjudul Implementasi Kekuasaan Kehakiman Dalam Era Reformasi, bahwa selain adanya
berbagai kebebasan, juga ditambah aturan tentang tingkah laku dan kegiatan para hakimjaksa, yaitu, semacam code of conduct. Aturan tentang tingkah laku atau
code conduct itu penting, sebab merupakan aturan yang mengatur tingkah laku para hakim supaya memungkinkan para hakimjaksa bersifat responsif terhadap
harapan dari masyarakat dan melaksanakan secara konkrit pengaturan yang menggambarkan Who watches the watchmen itu.
8
Dari telaah pustaka yang telah disebutkan di atas, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian atau karya sebelumnya. Perbedaaanya
terletak pada pembahasan kedudukan jaksa agung. Secara spesifik dalam penelitian skripsi ini akan terlihat perbedaaanya terkait dengan batasan dan posisi
Jaksa Agung sesuai dengan hasil uji materi Mahkamah Agung 2010. Setelah
7
Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum. Bandung: Alumni, 1981, hlm. 7
8
Ahyar, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Dalam Era Reformasi: Himpunan Karya Tulis Bidang Hukum Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Dept. Kehakiman RI, 1999,
hlm. 295
sebelumnya, konstitusionalitas penafsiran Pasal 19 dan Pasal 22 UU Kejaksaan dihubungkan dengan prinsip negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1
dan 28 D ayat 1 UUD 1945 yang diajukan Yusril Ihza mahendra. Selain itu, Pasal 19 ayat 2 UU Kejaksaan menyatakan Jaksa Agung
diangkat dan diberhentikan Presiden. Sementara Pasal 22 ayat 1 UU Kejaksaan dijelaskan bahwa Jaksa Agung dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atas permintaan sendiri, sakit jasmani dan rohani, serta berakhir masa jabatannya. Ketentuan itu tak membatasi
masa jabatan Jaksa Agung. Inilah salah satu pembahasan yang mutakhir yang jadi bagian penting pembahasan, dari karya-karya yang telah ada sebelumnya.
E. Kerangka Teori