Tugas dan Kewenangan Lembaga Peradilan dalam Hukum Tata Negara

penetapan tersebut jadi wewenang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Jampidsus yang diangkat oleh Presiden RI. Kasus ini juga menjadi ‘tamparan’ besar bagi Presiden SBY. Bagaimana tidak, kenapa presiden beserta para pembantunya bisa teledor dalam Administrasi Negara?

C. Tugas dan Kewenangan Lembaga Peradilan dalam Hukum Tata Negara

Islam Syariat Islam atau hukum Islam memerlukan lembaga untuk penegakannya. Karena tanpa lembaga alqadha tersebut, hukum-hukum itu tidak dapat diterapkan. Dalam sistem pemerintah Islam, kewenangan peradilan al- qadha terbagi ke dalam tiga wilayah, yaitu wilayah mazhalim, wilayah qadha, dan wilayah hisbah. Disini penulis akan lebih menitik beratkan pada pembahasan kedua wilayah, yakni wilayatul mazhalim dan wilayatul hisbah. Sekurang-kurangnya ada beberapa fungsi dan kedudukan hakim di luar jabatannya sebagai penegak keadilan, yakni : c.1. Wilayatul Mazhalim Wilayatul Mazhalim adalah lembaga yang melindungi masyarakat dari berbagai bentuk penganiayaan penindasan maupun permusuhan dari badan-badan pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Lembaga ini timbul karena hakim tidak mempunyai wewenang untuk menangani hal-hal tersebut. Sebab terhadap hal-hal tersebut hanya khalifah atau para pembesar negara yang ditunjuk oleh khalifah sajalah yang berwenag menanganinya. Asal usul lembaga ini berasal dari persia. Para Kaisar Persia yang pertama kali mempraktekkannya. Menjelang islam muncul lembaga yang demikian ini pernah muncul dan dipraktekkan oleh bangsa Quraisy dalam bentuk pakta al Fudhul al Hilf al Fudhul dalam islam lembaga nazarul mazalim baru uncul pada masa kekuasaan Ummayah, tepatnya pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Segala bentuk penyelewengan dan penganiayaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah waktu itu ditangani langsung oleh khlaifah. Ketika dinasti Abbasiyah muncul, pada mulanya lembaga tersebut dipegang langsung oleh khalifah. Tapi kemudian khalifah menunjuk seorang wakil yang disebut Qadhi al Mazhalim atau Shahib al mazhalim. Pemegang jabatan ini sendiri tidak mesti seorang hakim, memang hakim lebih didahulukan karena pemahamannya terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum. Namun khalifah seringkali menunjuk pejabat lain yang lebih berwibawa, amanah, dan mampu memberikan perlindungan terhadap masyarakat sehingga kebrobokan dalam tubuh negara bisa dihentikan. Karena itu pejabat lembaga ini kadang kala adalah seorang mentri peperangan. Jadi, Wilayah Mazhalim bisa dimengerti sebagai suatu wilayah kekuasaan dalam bidang pengadilan, yang lebih tinggi daripada kekuasaan hakim dan kekuasaan muhtasib. Lembaga ini memeriksa perkara-perkara yang tidak masuk ke dalam wewenang hakim biasa. Lembaga ini sekurang-kurangnya memiliki tugas; Pertama, mengawasi penegakan hukum yang dijalankan oleh khalifahwali terhadap warga negara , pegawai perpajakan departemen tertentu, Jika mereka menyalahgunakan wewenangnya. Kedua, mengawasi terhadap distribusi bantuan pemerintah terhadap orang miskin dari pengurangan , keterlambatan atau mungkin tidak sampainya bantuan tersebut. Ketiga, membantu qadhi melaksanakan keputusan-keputusan yang dibuat di pengadilan. Keempat, mengawasi atau menjaga keberlangsungan praktik-praktik ibadah dan akhirnya mengembalikan barang hasil curian pada orang yang berhak. Lembaga mazhalim ini telah terkenal sejak zaman dahulu. Kekuasaan ini terkenal dalam kalangan bangsa Persia dan dalam kalangan bangsa Arab di zaman Jahiliyah. Di masa Rasulullah SAW masih hidup, maka Rasul sendiri yang menyelesaikan segala rupa pengaduan terhadap kezaliman para pejabat. Para Khulafaurrasyidin tidak mengadakan lembaga ini, karena anggota-anggota masyarakat pada masa itu masih dapat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran agama. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi di antara mereka dapat diselesaikan oleh pengadilan biasa. Akan tetapi di akhir zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib beliau merasa perlu mempergunakan tindakan-tindakan yang keras dan menyelidiki pengaduan- pengaduan terhadap penguasa-penguasa yang berbuat zalim. Tetapi Ali belum lagi menentukan hari-hari yang tertentu untuk meneliti perkara-perkara ini. Permulaan khalifah yang sengaja mengadakan waktu-waktu tertentu untuk memperhatikan pengaduan-pengaduan rakyat kepada para pejabat ialah Abdul Malik bin Marwan. Di dalam memutuskan perkara, Abdul Malik bin Marwan berpegang pada pendapat para hakimnya dan ahli-ahli fiqihnya. Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang mempertahankan kebenaran dan membela rakyat dari kezaliman. Oleh karenanya beliau mengembalikan harta-harta rakyat yang diambil oleh Bani Umayyah secara zalim. Pada pemerintahan Bani Abbasiyah yang pertama sekali mempelopori dan melaksanakan Wilayatul Mazhalim ini adalah Al-Mahdi. Prof. Dr. Tengku Hasbi Ash-Shiddiqe menyatakan bahwa di dalam risalah Al-Kharaj, Abu Yusuf menganjurkan kepada Khalifah Harun Al-Rasyid supaya mengadakn sidang-sidang untuk memeriksa pengaduan-pengaduan rakyat terhadap para pejabat, sebab kerapkali para khalifah dahulu menyerahkan tugas ini kepada wazir-wazir dan kepala daerah atau hakim-hakim. Mereka menentukan hari-hari tertentu untuk menerima pengaduan rakyat terhadap para pejabat negara. Pengadilan untuk memutuskan perkara-perkara kezaliman, pada masa itu dilakukan di masjid-masjid. Akan tetapi penguasa yang mengetahui sidang mazhalim ini dilengkapi dengan bermacam-macam aparat agar pengadilannya mempunyai kewibawaan yang penuh dan dapat melaksanakan putusan-putusannya. Al-Mawardy di dalam Al-Ahkamus Sulthaniyah menerangkan bahwa perkara-perkara yang diperiksa oleh lembaga ini ada 10 macam, yaitu : 1. Penganiayaan para penguasa, baik terhadap perorangan maupun terhadap golongan. 2. Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dan harta-harta kekayaan negara yang lain. 3. Mengontrolmengawasi keadaan para pejabat. 4. Pengaduan yang diajukan oleh tentara yang digaji lantaran gaji mereka dikurangi ataupun dilambatkan pembayarannya. 5. Mengembalikan kepada rakyat harta-harta mereka yang dirampas oleh penguasa-penguasa yang zhalim. 6. Memperhatikan harta-harta wakaf. 7. Melaksanakan putusan-putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan oleh hakim-hakim sendiri, lantaran orang yang dijatuhkan hukuman atasnya adalah orang-orang yang tinggi derajatnya. 8. Meneliti dan memeriksa perkara-perkara yang mengenai maslahat umum yang tak dapat dilaksanakan oleh petugas-petugas hisbah. 9. Memelihara hak-hak Allah, yaitu ibadat-ibadat yang nyata sepertu Jumat, Hari Raya, Haji dan Jihad. 10. Menyelesaikan perkara-perkara yang telah menjadi sengketa di antara pihak- pihak yang bersangkutan. Lembaga Mazhalim sebagaimana tersebut di atas dilengkapi dengan kelengkapan-kelengkapan sebagai berikut : 1. Pegawa-pegawai yang merupakan pegawai dan penjaga yang akan bertindak terhadap seseorang yang membangkang di dalam masa pemeriksaan. 2. Hakim-hakim yang pandai untuk ditanya pendapatnya tentang jalannya pemeriksaan Saksi Ahli Penulis. 3. Ahli-ahli fiqh untuk ditanyakan pendapatnya di dalam masalah itu Saksi Ahli Penulis. 4. Panitera untuk mencatat segala keterangan yang diberikan oleh masing- masing pihak. 5. Saksi untuk dipergunakan di masa-masa persidangan, sebagai orang yang diminta persaksiannya untuk menyaksikan putusan-putusan yang diberikan oleh ketua pengadilan mazhalim. 23 c.2. Wilayatul Hisbah Wilayatul Hisbah pejabat yang memegang lembaga ini disebut Muhtasib, bukan merupakan lembaga atau badan peradilan dalam pengertian rinci seperti halnya badan peradilan biasa atau nazarul mazhalim. Akan tetapi lembaga ini merupakan lembaga keagamaan murni yang didasarkan pada seruan untuk melaksanakan kebajikan dan meninggalkan perbuatan yang mungkar. Pengertian mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran itu oleh lembaga hisbah diterjemhakan menjadi “kewajiban-kewajiban praktis yang sesuai dengan kepentingan umum kaum muslimin”. Sementara itu. Tugas dari lembaga hisbah secara umum adalah, pertama, memberi bantuan kepada orang-orang yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari petugas-petugas hisbah. Tugas hakim, ialah memutuskan perkara atas pertengkaran-pertengkaran yang dikemukakan kepadanya dan mengharuskan orang yang kalah mengembalikan 23 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Peradilan dan hukum acara Islam, Yogyakarta: PT. Al- Ma’arif, 1964, hal.77-80 hak orang yang menang. Adapun, mustasbih bertugas untuk mengawasi berlaku tidaknya undang-undang umum dan adab kesusilaan yang tidak boleh dilanggar siapapun. 24 Tugas praktis lembaga ini antara lain : 1. Menangani persoalan yang berkaitan dengan pengurangan timbangan dan ukuran. 2. Menangani persoalan penyembunyian atau penipuan barangharga jual barang tersebut. 3. Memaksa orang yang berhutang untuk membayuar hutangnya jika ia mengulur-ulur pembayaran padahal ia mampu membayar. 4. Mengawasi para guru agar tidak memukul atau berlaku kasar terhdap anak didiknya. 5. Mengawasi binatang ternaktunggangan untuk tidak membawa beban melebihi kapasitasnya. 6. Menghukum orang yang suka menghina kata kotor agar tercipta suasana harmoni dalam masyarakat. 25 Dari penjelasan di atas, terlihat signifikansi peran dan kedudukan sistem perdilan Islam. Hal itu tentu ditujukan untuk terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang adil dan madani. 24 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Peradilan dan hukum acara Islam, hal. 80-81 25 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Peradilan dan hukum acara Islam, hal. 83-84

BAB IV ANALISIS ATAS LEGITIMASI, FUNGSI DUALISME KEWENANGAN