BAB IV ANALISIS ATAS LEGITIMASI, FUNGSI DUALISME KEWENANGAN
DAN KEDUDUKAN JAKSA AGUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA INDONESIA DAN ISLAM
A. Pengertian Umum Legitimasi
Sebuah kepemimpinan atau jabatan tertentu, tak terkecuali tanpa legitimasi akan hampa bahkan sarat manipulasi dan tindakan kesewenangan.
Dalam aspek penegakan hukum unsur legitimasi sangat penting sebab ia merupakan komitmen social dan politik. Seseorang tak dapat melakukan tindakan
apapun atas yang lain tanpa ada kewenangan. Contoh kecilnya, seorang polisi gadungan yang tak memiliki SK atau surat perintah apapun tak dapat dengan
mudah menangkap apalagi menjebloskan orang ke penjara tanpa ada legitimasi yang menempel padanya. Karena itu unsur legitimasi sangat penting dan
signifikan dalam menjalankan tugas pemerintahan, bila tidak sebuah jabatan akan seperti layaknya preman yang melakukan pungutan liar atau memeras dimana-
mana. Karena itu penulis menganggap penting melihat hubungan legitimasi dan kewenangan.
Kewenangan saja tak cukup, bila tidak ada legitimasi dari masyarakat. Dan legitimasi akan sarat muatan politik tanpa kewenangan yang jelas diatur
dalam undang-undang. Jadi keduanya saling bertaut erat dan melengkapi untuk tujuan tertib penegakan hukum dan administrasi negara, ruhnya tentu saja harus
bersumber dari nilai-nilai keadilan yang diambil dari ieologi, filsafat, budaya dan ajaran agama.
Legitimasi bahasa Inggris: legitimize ejaan Inggris adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan,[1] dapat pula
diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Dalam konteks
legitimasi, maka hubungan antara pemimpin dan masyarakat yang dipimpin lebih ditentukan adalah keputusan masyarakat untuk menerima atau menolak kebijakan
yang diambil oleh sang pemimpin.
26
Sedangkan Legitimasi tradisional mengenai seberapa jauh masyarakat mau menerima kewenangan, keputusan atau kebijaksaan yang diambil pemimpin
dalam lingkup tradisional, seperti dalam kehidupan keraton yang seluruh masyarakatnya terikat akan kewenagan yang dipegang oleh pimpinan mereka dan
juga karena hal tersebut dapat menimbulkan gejolak dalam nurani mereka bahwa mereka adalah bawahan yang selalu menjadi alas dari pemimpinnya.
Legitimasi dapat diperoleh dengan berbagai cara yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yakni secara simbolis, prosedural atau
material Ramlan Surbakti, 1992, sedangkan Max Weber mendefinisikan tiga sumber untuk memperoleh legitimasi adalah tradisional, kharisma dan
legalrasional.
26
Wikipedia Google.com, “Legitimasi”
Dari cara dan sumber perolehan tersebut lahirlah beberapa tipe legitimasi yaitu: legitimasi tradisional, legitimasi ideologi, legitimasi kualitas pribadi
Khrisma, legitimasi prosedural dan legitimasi instrumental.
27
Unsur-unsur legitimasi inilah yang kemudian terus berkembang lalu tertuang dalam bentuk undang-undang yang mengikat sehingga penyelenggaraan
negara benar-benar tertib administrasi. Sehingga dalam perkembangan demokrasi modern unsur-unsur tersebut menjelma dalam kesadaran social dan politik,
dengan ciri demokrasi. Meski tentu saja selalu saja ada celah legitimasi yang dapat dimanipulasi seiring dengan perkembangan zaman. Tapi, setidaknya unsur-
unsur tersebut menjadi framework untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sebuah jabatan, tak terkecuali kejaksaan agung sebagai salah satu pilar penegakan
hukum.
B. Legitimasi Kekuasaan