kemerdekaan pers. Dampaknya, penerbitan pers tumbuh bagai jamur di musim hujan. Hal ini memungkinkan bagi setiap warga masyarakat yang profesional
maupun amatir dapat mendirikan penerbitan pers.
83
Adanya deregulasi pers sampai akhirnya dihapuskannya SIUPP dan adanya jaminan kebebasan pers, memunculkan persoalan baru. Persoalan itu
adalah tuduhan yang gencar dilakukan berbagai kalangan bahwa “pers Indonesia telah kebablasan”. Pers dinilai bertindak tidak profesional dengan seringnya
membesar-besarkan masalah dan mengeksploitasi konflik yang terjadi di masyarakat.
84
Akibatnya timbul tekanan kepada pers melalui berbagai cara termasuk dengan kekerasan, sampai tuntutan hukum dengan menggunakan
KUHP. Dalam KUHP warisan penjajah Belanda itu memang terdapat ketentuan yang dikenal dengan istilah delik pers. Aturan ini digunakan untuk menyeret
wartawan sebagai pelaku tindak kriminal. Masalah ini terkenal dengan istilah kriminalisasi pers yang muncul tahun 2004.
85
E. Mekanisme Pemberitaan Pers yang Sesuai Dengan Prinsip Keadilan dan Penghormatan terhadap HAM
Pers cetak yang telah merasa aman dengan UU Pers No.40 Tahun 1999, lima tahun kemudian ternyata secara hukum
tidak berdaya dengan “kriminalisasi pers”.
Amandemen UUD 1945, terutama Amandemen Kedua yang disahkan tanggal 18 Agustus 2000 oleh Sidang Tahunan MPR-RI mengandung arti yang
sangat penting dan strategis bagi peningkatan efektivitas peran pers dalam
83
Ibid, hal.97
84
Hari Wiryawan, Op.Cit., hal.117
85
Ibid, hal.118
Universitas Sumatera Utara
menunjang dan pemajuan serta perlindungan Hak-hak Asasi Manusia HAM. Seperti diketahui, sebelum amandemen dilakukan, UUD 1945 tidak secara rinci
memuat tentang HAM bahkan boleh dibilang sangat sumir. Akan tetapi dengan ditetapkannya secara lebih rinci prinsip-prinsip HAM dalam UUD 1945 pada
Sidang Tahunan MPR 2000 akan sangat membantu pers dalam melakukan pengawasan serta penegakan, termasuk pencegahan pelanggaran HAM.
86
Konstitusi kita kini mengatur prinsip-prinsip HAM dalam Bab tersendiri sebagai akibat Amandemen Kedua UUD 1945 tersebut. Ada sebanyak 10 pasal
mengatur mengenai masalah HAM dengan 24 ayat. Dalam ke 10 pasal itu Pasal 28A hingga Pasal 28J diatur secara rinci dan jelas prinsip-prinsip HAM.
Rumusan pasal-pasalnya begitu jelas dan tuntas sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat meminimalisasi multiinterpretasi. Rumusan yang lebih rinci dan
jelas mengenai HAM seperti itu, tentunya akan sangat membantu peran pers dalam menunjang pemajuan dan perlindungan HAM, sebab dengan rumusan yang
lebih rinci dan jelas seperti itu, pers dengan mudah dapat mengenali mana tindakan serta kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai HAM dan mana tindakan
serta kebijakan yang tidak menunjang dan menghormati HAM dan oleh karena itu harus dikritisi serta dikoreksi pers.
87
Rumusan HAM yang lebih rinci dan jelas tersebut, maka diharapkan peran pers untuk menunjang pemajuan dan perlindungan HAM akan lebih efektif.
Sekaligus dengan rumusan HAM yang lebih rinci, jelas dan lengkap seperti itu
86
R.H.Siregar, Efektivitas Peran Pers dalam Menunjang Perlindungan dan Pemajuan HAM,http:www.google.co.idsearch?q=efektivitas+peran+pers+dalam+menunjang+hambtnG=
Telusurihl=idsa=2, diakses pada hari Selasa 20 Oktober 2009, pukul 17.15 WIB
87
Ibid, hal.3
Universitas Sumatera Utara
akan sangat membantu peran pers dalam melakukan sosialisasi secara lebih luas kepada masyarakat mengenai nilai-nilai HAM. Tidak hanya itu, juga secara
preventif lebih mampu mengefektifkan peran pers mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Pada sisi lain fungsi kontrol pers dalam menegakkan hukum
atas pelanggaran HAM dapat berjalan lebih baik. UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers juga telah memposisikan peran pers secara lebih baik dalam menegakkan
HAM. UU Pers itu dengan tegas mengatakan bahwa, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Kemudian untuk menjamin kemerdekaan pers
tersebut, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
88
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara yang bukan semata-mata monopoli dan milik orang pers. Kemerdekaan pers adalah milik
masyarakat berdaulat yang dalam pelaksanaannya diperankan oleh Perusahaan Pers dan Wartawan. Apakah yang dimaksud dengan “kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga negara ?” UU Pers memberikan jawaban yang sangat tegas. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara mengandung arti
bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah
kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang
88
Ibid, hal.4
Universitas Sumatera Utara
dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
89
Bentuk konkret perlindungan atas kemerdekaan pers itu, dinyatakan UU Pers, yaitu “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan
atau pelarangan penyiaran”. Selanjutnya UU Pers menegaskan pula bahwa penyensoran, pemberedelan atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media
cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang
berlaku.
90
UU Pers memuat 5 peranan Pers Nasional. Artinya UU Pers memandatkan dan memerintahkan agar Pers Nasional melakukan 5 peran yang sangat berat tapi
mulia. Pertama, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Kedua, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan. Ketiga, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar. Keempat, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Kelima, memperjuangkan keadilan
dan kebenaran.
91
Oleh karena itu, jika banyak media melakukan koreksi, kritik dan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, para elit
tidak perlu marah, sebab media menjalankan perintah undang-undang. Tetapi media tidak boleh mengkritik hal-hal yang bersifat privasi yang merugikan nama
89
Hinca I.P.Panjaitan, Op.Cit., hal.21
90
Lihat Penjelasan Pasal 4 ayat 2 UU Pers
91
Lihat Pasal 6 UU Pers
Universitas Sumatera Utara
baik yang bersangkutan, sebab media hanyalah bekerja untuk kepentingan umum. Media harus memahami sungguh-sungguh bahwa hanya informasi yang bernilai
bagi prikehidupan manusia yang dicari, diperoleh, dimiliki, disampaikan secara etis yang pantas, yang patut, yang layak dan dapat diberitakan.
92
UU Pers memberikan lima peran yang sangat berat dan mulia kepada Pers Nasional, karena UU Pers meyakini bahwa Pers Nasional mempunyai peranan
penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar.
Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.
93
UU Pers menyatakan bahwa dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang
independen, yang tujannya adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas Pers Nasional.
94
92
Hinca I.P.Panjaitan, Op.Cit., hal.30
93
Ibid
94
Lihat Penjelasan Pasal 15 ayat 1 UU Pers
Oleh karena itu UU Pers memberikan 7 fungsi sekaligus kepada Dewan Pers. Pertama, melindungi
kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. Kedua, melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers. Ketiga, menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Keempat, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang
berhubungan dengan pemberitaan pers. Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat ini adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan
dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Kelima, mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah. Keenam, memfasilitasi organisasi-organsasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kualitas profesi kewartawanan. Ketuju, mendata Perusahaan Pers. Spirit utama yang dipakai UU Pers dalam menegakkan kemerdekaan pers
dapat ditemukan pada apa yang dijelaskan dalam Penjelasan Umum UU Pers.
95
Selain itu UU Pers menegaskan pula bahwa pers harus selalu berkomitmen pada pelaksanaan lima fungsi yang utuh, yaitu :
Antara lain menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers
yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak
Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media media watch dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.
96
1. fungsi sebagai media informasi
2. fungsi sebagai media pendidikan
3. fungsi sebagai media hiburan
4. fungsi sebagai media kontrol sosial
5. fungsi sebagai lembaga ekonomi
Kemerdekaan pers sehubungan dengan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat haruslah diimbangi dengan eksistensi hak untuk berbeda pendapat. Hal
ini sejalan dengan semakin transparansinya era keterbukaan, kian deras pula tuntutan untuk pemenuhan hak asasi baik yang bersifat individual maupun hak
95
Hinca I.P.Panjaitan, Op.Cit., hal.361
96
Lihat Pasal 3 UU Pers
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat sosial. Di antara hak sosial yang bersifat asasi itu adalah hak untuk berbeda pendapat.
97
Hak untuk berbeda pendapat termasuk hak yang amat penting. Oleh karena itu dibutuhkan adanya legalitas dalam bentuk peraturan yang
secara eksplisit juga merefleksikan hak ini. Secara sederhana, pengakuan adanya hak untuk berbeda pendapat ini mengharuskan pihak pemegang kekuasaan
khususnya untuk membuka diri dan siap menerima berbagai masukan, konkretnya adalah kritik dari pihak lain. Hendaknya kritik yang disampaikan tidak diartikan
sebagai upaya perorangan terhadap kewibawaan dan kemapanan.
98
Memang ada kecerendungan untuk tidak bersikap represif terhadap berbagai kritik yang dilontarkan. Hal ini kiranya dapat dijadikan sebagai
momentum yang dipertahankan dengan catatan bahwa hendaknya dilakuka n dengan rasa tanggung jawab. Untuk itulah, pada era demokrasi dan demokratisasi
yang menuntut lebih banyak keterbukaan, kritik, sumbang saran atau apa pun namanya amat diperlukan sebagai refleksi dari hak untuk berbeda pendapat ini,
dan juga bukan sesuatu yang dianggap memusuhi. Pers adalah wadah perbedaan pendapat secara tertulis.
99
Meski Indonesia telah mengadopsi berbagai instrumen hukum yang menjamin kemerdekaan pers, namun ancaman terhadap kemerdekaan pers tidak
serta merta lenyap. Ancaman tersebut bisa berasal dari pemerintahan yang korup maupun dari masyarakat yang tak paham peran pers. Yang juga harus dicermati,
beragam ancaman itu justru dilakukan melalui mekanisme hukum yang sah, seperti lewat proses legislasi di DPR atau melalui pengadilan. Di sisi lain,
97
Samsul Wahidin, Op.Cit., hal.68
98
Ibid, hal.72
99
Ibid, hal.73
Universitas Sumatera Utara
mekanisme non hukum dan upaya pembungkaman pers lewat kekerasan terus terjadi. Tuntutan dan gugatan hukum terhadap jurnalis dan media pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan ketentuan tentang pencemaran nama baik, baik menggunakan KUHPidana ataupun KUHPerdata.
100
Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia penerapan dan penggunaan ketentuan tentang pencemaran nama baik dalam
KUHP mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan secara berlebihan dan ini malah akan menghambat demokrasi, kebebasan berekspresi, kemerdekaan pers,
dan hak masyarakat untuk memperoleh informasi publik. Penggunaan ketentuan pencemaran nama baik terutama berkaitan dengan pekerjaan jurnalistik akan
menimbulkan bahaya ketidakpastian hukum karena berpotensi tinggi akan memidanakan jurnalis karena pencemaran nama baik. Ketentuan pencemaran
nama baik dalam KUHP bisa sangat tidak obyektif karena tergantung tafsir yang sepihak dan bisa jadi tidak berdasar.
101
Tindakan hukum yang diambil terhadap pers yang menyimpang tidak boleh membahayakan sendi-sendi demokrasi dan negara berdasarkan hukum.
Karena itu tindakan penghukuman dalam bentuk pemidanaan tidak mengandung upaya penguatan pers bebas dan malah membahayakan pers bebas oleh karena itu
tata cara yang diatur dalam UU Pers harus didahulukan dari pada ketentuan hukum yang lain.
102
100
http:anggara.org20070620kemerdekaan-pers-dan-pencemaran-nama-baik-catatan- dalam-kasus-risang-bima-wijaya, diakses pada hari Kamis, 21 Januari 2010 pukul 16.00 WIB
101
Ibid
102
Ibid
Universitas Sumatera Utara
F. Sosok Pers yang Profesional, Bebas, dan Bertanggung Jawab Ditinjau dari Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers
Ada dua prinsip yang mendasar menurut filsafat jurnalistik, yaitu publik harus diberikan apa yang mereka inginkan, dan publik juga harus diberikan
informasi yang mengandung kebenaran karena hal itu memang dibutuhkan oleh publik. Oleh karna itu, jurnalistik memerlukan jaminan kebebasan. Ketika
jurnalistik memperoleh jaminan kebebasan terbukalah jalan yang lapang untuk melaksanakan sejumlah tugasnya.
103
Pers juga harus bersifat akurat. Upaya untuk bertindak akurat dan adil adalah tolak ukur untuk memahami watak jurnalistik yang baik. Kewajiban
selanjutnya adalah pers harus berkata benar. Watak yang baik tidaklah mudah diperoleh atau dipertahankan tanpa perjuangan. Jurnalistik adalah sebuah bisnis
atau usaha yang selalu mengalami perubahan dalam berhubungan dengan publik. Mudahnya terjadi pergeseran demikian adalah masalah yang menuntut keputusan
yang cepat dari jurnalistik. Seterusnya, pers harus bertanggung jawab kepada public, sebab pers adalah lembaga publik. Pers harus memikul kewajiban terhadap
masyarakat yang dilayaninya dan yang juga mendukung keberadaannya. Pers Tugas pertama jurnalistik pers adalah untuk menerima keterangan-
keterangan yang sifatnya paling lekas dan yang paling tepat tentang kejadian- kejadian pada waktu tertentu, dan kemudian dengan segera pula memberitakannya
guna menjadikan peristiwa-peristiwa itu sebagai milik bangsa di mana pers itu berada.
103
A.Muis, Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa, PT.Dharu Anuttama, Jakarta, 1999, hal.30
Universitas Sumatera Utara
harus mengindahkan kesopanan. Tidak hanya sopan mengenai bahasa dan gambar yang digunakan karena hukum menghendaki demikian, melainkan juga cara
memperoleh berita. Wartawan yang lebih baik ialah yang mengenakan ketentuan pada tugasnya seperti juga mengenakan pada diri sendiri sensor untuk
mempertahankan cita rasa yang baik dengan publiknya.
104
Wartawan adalah sebuah profesi, dengan kata lain wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter, bidan, guru, atau pengacara. Produk
pers berupa informasi itu pada hakekatnya merupakan penggambaran perilaku dari karyawan pers. Semua perilaku tersebut tunduk kepada tatanan yang
mengaturnya baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tatanan internal berupa etika dalam hal ini sebagaimana yang dituangkan dalam kesepakatan para
wartawan Indonesia, yang diwadahi dalam Kode Etik Jurnalistik. Sementara yang bersifat eksternal adalah berupa peraturan perundang-undangan dan tekanan
sosial.
105
104
Ibid, hal.33
105
Samsul Wahidin, Op.Cit., hal.129
Kinerja para wartawan itu, secara universal menurut pada suara nuraninya yang secara mikro berpihak pada kebenaran dan kejujuran. Apa yang dilihatnya
sebagai fakta, seharusnya itu pula yang digarap dan dijadikan sebagai bahan informasi, namun pada kenyataannya tidak demikian. Ada konflik yang dihadapi
oleh para wartawan dalam melaksanakan tugasnya. Suara universal yang bersifat mikro itu berhadapan dengan kenyataan makro dalam masyarakat yang
mengaharuskan terjadinya interaksi. Akibatnya, apa yang seharusnya menjadi idealisme yang muncul dari pilihan etis personal itu menjadi tidak mungkin
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan secara keseluruhan ketika berada di lapangan.
106
Hal ini menyebabkan munculnya permasalahan dalam interaksi antara pers dengan
masyarakat dan atau antara pers dengan pemerintah. Hal ini mengharuskan adanya tanggung jawab dari pers yang bersangkutan sehingga interaksi dapat terus
berlanjut dinamis. Pers menghormati hak asasi setiap orang dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya. Pers wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga tak bersalah. Artinya dalam menyiarkan informasi, tidak boleh menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk
kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut.
107
Penilaian tentang ada tidaknya dugaan adanya itikat buruk dalam pemberitaan dan juga ada tidaknya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik hanya dapat
dinilai melalui organisasi profesi jurnalis danatau Dewan Pers. Penggunaan hak jawab, kewajiban hak jawab, dan hak koreksi merupakan prosedur yang harus
dilalui sebelum pers diminta pertanggungjawaban hukum dalam hal terjadi adanya dugaan perbuatan melanggar hukum, dan ditambahkan lagi bahwa instrumen hak
jawab merupakan keseimbangan antara kemestian pers bebas dan upaya perlindungan kepentingan individu dari pemberitaan pers yang keliru.
108
106
Ibid, hal 30
107
Lihat Penjelasan Pasal 5 ayat 1 UU Pers
108
http:anggara.org20070620kemerdekaan-pers-dan-pencemaran-nama-baik-catatan- dalam-kasus-risang-bima-wijaya, diakses pada hari Kamis, 21 Januari 2010 pukul 16.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
Pers juga dituntut untuk bersikap profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Pers yang profesional mengarah kepada patuh dan setia kepada
penghormatan prinsip-prinsip etika jurnalistik, serta meningkatkan pengetahuan, kejujuran dan kesatriaannya untuk senantiasa patuh dan menjunjung tinggi etika
jurnalistiknya itu. Terbuka dikontrol oleh masyarakat adalah soal bagaimana kejujuran dan kesatriaan pers mengakui kesalahan untuk selalu terbuka disanggah,
ditanggapi dan atau dikoreksi bila terdapat kesalahan atas pemberitaannya yang juga diamanatkan oleh etika jurnalistiknya. Hal ini dapat dilakukan melalui
mekanisme penggunaan Hak Jawab dan atau Hak Koreksi serta kejujuran melakukan Kewajiban Koreksi. Mekanisme kontrol ini dapat disampaikan kepada
Redaksi dan dapat pula disampaikan melalui Dewan Pers, sedangkan peran media watch lebih kepada fungsi literasi.
109
Atas dasar fungsi, kewajiban dan peran yang sangat besar itu, maka UU Pers menjelaskan secara rinci bagaimana melakukan kontrol terhadap pers, sebab
jika tidak dilakukan kontrol, maka pers itu dengan leluasa akan menjadi anarkis. Kekuasaan memang cenderung disalahgunakan, karena itu, sekali lagi diperlukan
kontrol dari masyarakat, termasuk kontrol dari dalam hati nurani wartawan itu sendiri.
110
Tiga cara mengontrol kinerja pers di atas merupakan mekanisme penyelesaian permasalahan akibat pemberitaan pers yang dikenal oleh UU Pers.
Cara yang pertama dilakukan oleh pembaca yang merasa dirugikan nama baiknya dengan menggunakan Hak Jawab dan atau Hak Koreksi secara langsung ke
109
Hinca I.P. Pandjaitan, Op.Cit., hal.36
110
Ibid, hal.51
Universitas Sumatera Utara
redaksi. Beberapa perusahaan pers mewujudkan cara yang pertama ini dengan mengangkat dan menunjuk Ombudsman sebagai sarana melayani dan memenuhi
Hak Jawab dan atau Hak Koreksi itu. Jawa Pos memilih cara ini untuk mewujudkan profesionalisme dan melayani kontrol yang dilakukan masyarakat
atas pemberitaan, sehingga ketidakjujuran dan ketidaksatriaan redaksi dapat diatasi dengan baik. Mekanisme ini dapat disebut sebagai mekanisme
Ombudsman Internal, untuk membedakan mekanisme yang digunakan Dewan Pers yang dapat disebut sebagai Ombudsman Eksternal.
111
Cara yang kedua, yang biasa dikenal sebagai fungsi “pemantauan” atau “media watch”. Biasanya ada sekelompok masyarakat yang peduli tentang kinerja
pers kemudian melakukan pemantauan atas pemberitaan-pemberitaan yang dilakukan oleh pers. Hasilnya dituliskan ulang dan diberitakan kembali bahkan tak
jarang diumumkan secara terbuka dengan memberikan penilaian atas peringkat tertinggi sampai terendah atas isi berita yang diduga melakukan pelanggaran atas
kode etik dan ketentuan hukum yang berlaku. Fungsi ini lebih bersifat fungsi literasi.
112
Cara yang ketiga, adalah dengan cara yang diperankan oleh Dewan Pers dengan segala bentuk dan cara. Cara ini dapat dikategorikan sebagai Ombudsman
Eksternal. Sesuai dengn amanah UU Pers, Dewan Pers mempunyai fungsi antara lain memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
111
Ibid, hal.52
112
Ibid, hal.53
Universitas Sumatera Utara
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan dugaan pelanggaran KEJ.
113
Hubungan antara pers dan masyarakat itu, idealnya sejajar. Pers merupakan refleksi dari hak untuk mengeluarkan pendapat, sedangkan masyarakat
merupakan refleksi dari hak untuk memperoleh informasi. Selama ini yang terjadi adalah mengemukanya hubungan subordinat antara pers dan masyarakat. Akibat
ketidaksejajaran hubungan ini muncul mekanisme yang timpang, yang beranjak pada asumsi munculnya sesuatu yang tak benar ketika terjadi interaksi antara pers
dan masyarakat. Intinya, masyarakat dalam kedudukannya sebagai penerima informasi maupun subjek yang menjadi bahan informasi merasa adanya ketidak
benaran dalam sajian pers.
114
Selain itu, sesuai dengan asas profesionalisme, pertanggungjawaban itu dikaitkan dengan kondisi objektif penerbitan pers yang merupakan kumpulan para
profesional. Tanggung jawab harusnya dipikul oleh subjek yang memang berbuat, sesuai dengan deskripsi politik keredaksian yang dijadikan dasar oleh lembaga
pers. Dengan demikian, akan sesuai dengan asas dalam hukum pidana, siapa yang berbuat ia harus bertanggung jawab.
115
Pers sebagai institusi sosial, semestinya menyuarakan kebenaran di masyarakat, tidak semata-mata demi kebenaran, tetapi terkandung misi untuk
menenteramkan dan mendamaikan masyarakat. Oleh karena itu, fakta yang dalam takaran jurnalistik dipandang sebagai sakral dimaknai sedemikian rupa, sehingga
113
Ibid
114
http:www.polarhome.compipermailnasional-m2002-September000253.html, diakses pada hari Jumat, 22 Januari 2010, pukul 17.45 WIB
115
Ibid
Universitas Sumatera Utara
terpulang pada seleksi apakah sebuah sajian dipandang menenteramkan dan mendamaikan masyarakat atau tidak. Kalau tidak, ada kewajiban moral untuk
tidak menyajikan kepada masyarakat, kendati pun secara ekonomis menguntungkan. Manakala kinerja para pekerja pers sampai tahap demikian, akan
terwujud pola interaksi harmonis antara pers dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan konsistensi atas penegakan hukum terhadap terjadinya delik pers oleh
aparat penegak hukum, sehingga warga masyarakat pun terayomi dari tindak arogansi pers, sementara itu, pekerja pers juga dapat melaksanakan profesinya
secara benar.
116
116
Ibid
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP
PEMBERITAAN YANG BERINDIKASI ADANYA DELIK PENCEMARAN NAMA BAIK
D. Pengaturan Tindak Pidana di Bidang Pers Menurut UU No. 40 Tahun