BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan media massa di Indonesia dewasa ini berjalan sangat cepat, baik dalam penggunaan teknologi komunikasi maupun penguasaan perangkat
lunaknya, sejalan dengan perkembangan media massa di dunia. Berita yang disiarkan di Eropa atau Amerika Serikat dapat langsung diterima di Indonesia,
baik melalui radio, televisi, maupun internet. Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen dalam tatanan
hidup bermasyarakat yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Pers juga merupakan refleksi jati diri masyarakat di samping fungsinya
sebagai media informasi dan komunikasi, karena apa yang dituangkan di dalam sajian pers hakekatnya adalah denyut kehidupan masyarakat di mana pers berada.
1
Pers merupakan institusi sosial kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan opini dan media edukasi yang eksistensinya
dijamin berdasarkan konstitusi.
2
1
Samsul Wahidin, Hukum Pers, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hal.1
2
Ibid, hal.3
Pergeseran antara pers dengan masyarakat dapat terjadi sebagai akibat sajian yang dianggap merugikan oleh seseorang atau
golongan tertentu. Hal ini menuntut satu penyelesaian yang adil dan dapat diterima oleh pihak terkait.
Universitas Sumatera Utara
Fenomena mengenai pergeseran dimaksud mengemuka dalam bentuk tuntutan hukum masyarakat terhadap pers, tindakan main hakim sendiri terhadap
wartawan dan sebagainya. Kesemuanya itu menunjukkan betapa penting untuk menciptakan penyelesaian yang adil ketika terjadi persengketaan antara pers
dengan masyarakat. Ancaman hukum yang paling sering dihadapi media atau wartawan adalah
menyangkut pasal-pasal penghinaan atau pencemaran nama baik. KUHP sejatinya tidak mendefinisikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan,
akibatnya perkara hukum yang terjadi seringkali merupakan penafsiran yang subyektif. Seseorang dengan mudah bisa menuduh pers telah menghina atau
mencemarkan nama baiknya, jika ia tidak suka dengan cara pers memberitakan dirinya. Hal ini menyebabkan pasal-pasal penghinaan dan penghasutan sering
disebut sebagai “ranjau” bagi pers, karena mudah sekali dikenakan untuk menuntut pers atau wartawan.
3
Masalah kemerdekaan pers di tanah air, baik di era orde baru maupun di era reformasi sebenarnya bukan lagi merupakan suatu persoalan, karena di dalam
konstitusi maupun peraturan perundang-undangan sudah sepenuhnya memberikan legalitas atas eksistensi pers bebas berkenaan dengan tugas-tugas jurnalistiknya.
Jika ditilik lebih jauh, sebagian besar sengketa pemberitaan pers yang berujung ke pengadilan senantiasa berhubungan dengan kepentingan publik. Bagi pers, itu
pilihan yang sulit dihindarkan. Dengan demikian, pemberitaan yang mengundang
3
http:www.romeltea.com20100101melawan-pers-dengan-delik-pencemaran-nama- baik, diakses pada hari Selasa 20 Oktober 2009, pukul 13.20 WIB
Universitas Sumatera Utara
kontrol sosial semacam itu merupakan amanat yang harus diemban pers, seperti ditegaskan dalam pasal 3 UU Pers UU No. 40 Tahun 1999, yakni pers nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
4
Fungsi kontrol sosial itulah yang membuat pers harus bersinggungan dengan kepentingan dan nama baik tokoh publik, baik tokoh itu duduk di lembaga
pemerintahan maupun lembaga bisnis. Pemberitaan pers tersebut kemudian berubah menjadi perkara hukum, jika para tokoh publik itu merasa terusik diri dan
kepentingannya.
5
Sebagai contoh adalah kasus yang menimpa majalah Tempo versus Tomy Winatame, yang menjatuhkan hukuman satu tahun penjara bagi Bambang
Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo dalam kasus pencemaran nama baik. Menurut pengamat dan praktisi hukum, Todung Mulya
Lubis, keputusan menghukum Bambang Harymurti satu tahun penjara, adalah tindakan membunuh kebebasan pers di Indonesia. Keputusan sama sekali tidak
mempertimbangkan Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
6
4
Lihat UU Pers
Pemenjaraan wartawan dalam masa reformasi ini dianggap memasung kreatifitas pekerja pers, dan merupakan ancaman terhadap kebebasan berekspresi
sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Digunakannya pasal-pasal KUHP terhadap para jurnalis, menunjukkan
aparat hukum menganggap UU Pers tidak ada.
5
http:lawskripsi.comindex.php?option=com_contentview=articleid=106Itemid=1 06, diakses pada hari Rabu, 21Oktober 2009, pukul 11.20 WIB
6
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran Pasal 4 ayat 1 dan 2. Pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara
maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta Pasal 18 ayat 1.
7
7
Lihat UU Pers
Selain itu, jika wartawan ingin menegakkan citra dan posisi mereka sebagai kaum profesional, maka mereka harus memberi perhatian penuh terhadap
Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik itu harus diawasi secara internal oleh pemilik atau manajemen redaksi masing-masing media massa. Di lain pihak,
kebebasan pers menimbulkan persoalan krusial tentang sejauh mana dapat diterimanya pembatasan terhadap kebebasan pers restriksi menjadi suatu
pemikiran paradoksal artinya terjadinya pertentangan antara prinsip kebebasan pers dengan prinsip persaman di depan hukum serta prinsip negara demokrasi
yang berdasarkan hukum, apakah akan dianut kebebasan pers secara murnimutlak ataukah pers yang akan tetap berada dalam batasan hukum positif
hukum yang saat ini sedang berlaku. Indikasinya banyak kasus yang bermunculan dan diajukan ke tingkat peradilan formal yang pada intinya
berhadapan dengan insan pers terkait dengan kasus pencemaran nama baikpenghinaan.
Universitas Sumatera Utara
Oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian terhadap hal tersebut
yang kemudian akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN ATAS PEMBERITAAN YANG BERINDIKASI ADANYA DELIK
PENCEMARAN NAMA BAIK OLEH MEDIA MASSA DALAM PERSPEKTIF KODE ETIK JURNALISTIK DAN UU PERS”.
Salah satu alasan penulis mengambil judul tersebut adalah karena dalam pemberitaan pers sering kali digunakan sebagai alat untuk memfitnah atau
menghina seseorang atau institusi dan tidak mempunyai nilai berita, dan di dalam pemberitaan tersebut terdapat unsur kesengajaan dan unsur kesalahan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Jadi, yang perlu ditekankan disini adalah hukum tetap harus diberlakukan terhadap pihak manapun yang dengan sengaja
melakukan penghinaan atau fitnah dengan menggunakan pemberitaan pers sebagai sarana.
B. Perumusan Masalah