It can therefore be argued that a person’s attitude toward an object is primarily determined by no more than five to nine beliefs about the object, these are the beliefs that are salient at a
given point in time. Fishben Ajzen, 1975.
Pengertian salient belief, yaitu belief-belief terhadap objek yang dimiliki seseorang yang berfungsi sebagai determinan penentu sikapnya pada waktu tertentu.
2.1.2.2 Subjektif Norm Norma Subjektif
Fishben Ajzen 1975 menerangkan bahwa:
“the subjective norm is the person’s perception that most people who are important to him think he should or should not perform the behavior in question”.
Definisi ini menerangkan keyakinan-keyakinan atau persepsi individu yang berhubungan dengan harapan atau keinginan orang lain mengenai sebuah tingkah
laku yang mempengaruhi seseorang individu untuk melakukan tingkah laku tersebut. Dengan kata lain, bahwa norma subjektif ini merupakan persepsi seseorang individu
mengenai pengaruh lingkungan sosial yang mempengaruhi keyakinan terhadap individu untuk melakukan tingkah laku tertentu.
Menurut Fishben Ajzen 1975 bahwa norma subjektif ditentukan oleh dua hal; 1.
Normative belief, yaitu keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu atau tokoh
panutan significant others tentang apakah subjek harus melakukan atau tidak perilaku tertentu; misalkan yang bisa berpengaruh significant others.
2. Motivation to comply, yaitu seberapa jauh motivasi individu untuk mengikuti
pendapat tokoh panutan tersebut.
2.1.2.3 Perceived Behavioral Control Ajzen, 1988
Selanjutnya Icek Ajzen pada tahun 1988 mengembangkan teori Reasoned Action di atas dengan menambahkan faktor perceived behavioral control sebagai faktor ketiga
yang berpengaruh terhadap intensi seseorang. Penambahan faktor ketiga ini dilakukan Ajzen, karena menurutnya teori Reasoned Action tahun 1975 belum dapat
menjelaskan tingkah laku yang seratus persen tidak dapat dikendalikan sendiri.
Perceived behavioral control adalah kemudahan atau kesulitan yang dirasakan atau
dipersepsikan oleh individu untuk menampilkan tingkah laku. Perceived behavioral control
merupakan bentuk umum dari teori sikap Fishbein dan Ajzen 1975, dan dipakai untuk tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol kemauan
subjek sendiri. Pada penelitian ini, tingkah laku berhenti menggunakan drugs diasumsikan sebagai tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol
kemauan subjek sendiri, sebab untuk mewujudkan intensinya ini ada beberapa faktor dari luar yang dapat menjadi penghambat. Faktor-faktor yang dapat menjadi
penghambat itu antara lain: hubungan keluarga yang tidak harmonis, ajakan kembali memakai drugs dari teman-teman sesama pemakai dahulu. Bilamana tingkah laku
sepenuhnya berada di bawah subjek sendiri, maka Perceived behavioral control dapat dihilangkan dari bagan-bagan Fishben dan Ajzen 1975.
Ada dua jenis perceived behavioral control. Pertama adalah perceived behavioral control believe
PBCB. PBCB terbentuk dari belief yang disebut control belief yaitu persepsi seseorang yang lebih menekankan atau mempertimbangkan beberapa
hambatan realistis yang ada dalam menampilkan tingkah laku yang diinginkan. Variabel ini diasumsikan mencerminkan pengalaman masa lalu dan rintangan-
rintangan yang diantisipasikan dari tingkah laku.
Sedangkan yang kedua disebut sebagai perceived behavioral control direct PBCD, yaitu sejauh mana kontrol yang dimiliki seseorang terhadap tingkah laku yang
dilakukannya. Variabel ini memiliki pengaruh langsung terhadap intensi tingkah laku. Oleh karena itu, dapat menjadi pengganti untuk mengukur keterampilan kontrol
sebenarnya, maka variabel ini memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi tingkah laku.
Ajzen 1988 dalam theory of planned behavior mengemukakan bahwa intensi dipengaruhi oleh tiga determinan atau penentu, yaitu sikap terhadap tingkah laku,
norma subjektif, dan perceived behavioral control. Pendapat ajzen ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Sikap terhadap tingkah laku
Norma Subjektif Intensi
Tingkah laku
Perceived Behavioral
Control
Bagan 2. Skema terbentuknya intensi menurut Ajzen 1988.
Dari bagan di atas, dapat disimpulkan dua hal. Pertama, PBC mempunyai implikasi motivasional terhadap intensi. Seseorang yang memiliki banyak hambatan untuk
melakukan suatu tingkah laku akan berpengaruh terhadap intensinya untuk melakukan tingkah laku itu. PBC dapat pula mempengaruhi tingkah laku secara
langsung via intensi dan dapat digunakan untuk meramalkan tingkah laku tertentu. Tetapi jika seseorang memiliki informasi yang sedikit, kebutuhan dan sumber
dayanya berubah, maka PBC menjadi tidak realistis lagi untuk dipakai meramalkan tingkah laku Ajzen, 1988.
2.2 Adversity Quotient 2.2.1 Definisi Adversity Quotient