Kerangka Berpikir KAJIAN TEORITIS

2.4 Kerangka Berpikir

Menurut Oullete dalam Stoltz, 2007 orang yang memiliki sifat tahan banting tidak terlalu mederita terhadap akibat negatif yang berasal dari kesulitan. Sifat yang dimiliki seseorang merujuk pada kemampuannya menghadapi kondisi-kondisi keadaan yang keras. Oullete dalam Stoltz, 2007 juga melakukan penelitian yang menunjukkan kesulitan akibat reorganisasi massal, ketidakpastian, dan stres memperlihatkan sifat tahan banting − suatu perasaan tentang tantangan, komitmen, dan pengendalian yang dapat diukur − menderita separo penyakit yang diderita oleh para responden yang responnya kurang tahan banting. Sifat tahan banting merupakan peramal kesehatan dan kualitas secara keseluruhan. Orang-orang yang memiliki tahan banting yang baik cenderung tidak terlalu menderita, dan kalaupun menderita, tidak akan lama. Seorang mantan pengguna narkoba yang sedang menjalani tahap pemulihan bila memiliki adversity quotient yang tinggi, maka intensi untuk pulih dari ketergantungan narkobanya sangat tinggi, karena ia mampu merespon kesulitan sebagai suatu peluang dengan memiliki suatu tujuan dan dapat memegang kendali atas dirinya. Sehingga ia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa perasaan cemas, stres, frustasi dan depresi. Ia mampu mengontrol dirinya sendiri tanpa dominasi dari pihak luar. Sedangkan mantan pengguna narkoba yang memiliki adversity quotient yang rendah maka akan memiliki intensi pulih yang rendah, karena mereka merespon kesulitan dengan perasaan cemas, stres, frustasi dan depresi. Dan mereka juga didomonasi oleh pihak luar. Stoltz 2007 mengilustrasikan keberhasilan seseorang dalam menghadapi kesulitan dengan menggunakan pohon, dimana pohon mempunyai cabang yang berarti menggambarkan motivasi, antusiasme, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat individu. Bila seorang residen memiliki motivasi, gairah, dorongan, ambisi dan semangat yang kuat untuk menjalani program-program yang di Primary House maka intensi pulihnya akan tinggi. Kesehatan emosi dan fisik mempengaruhi kemampuan individu dalam menggapai kesuksesan. Jika individu sakit, penyakitnya akan mengalihkan perhatian individu dari gunung yang sedang didaki atau tujuan yang akan dicapai. Karena sakit itu pendakian individu bisa menjadi sekedar perjuangan hari demi hari untuk bertahan hidup. Emosi dan fisik yang sehat dapat sangat membantu pendakian diri individu. Bila emosi dan fisik residen sehat, maka para residen akan fokus dalam menjalankan program tanpa ada suatu hambatan yang akan menhalangi mereka dalam mencapai kepulihan. Akar juga merupakan bagian pohon yang diilustrasikan sebagai keyakinan menurut Peck dalam the call to community dalam Stoltz, 2007 menganggap keyakinan sebagai hal yang sangat penting demi kelangsungan hidup masyarakat. Apa pun jenis keyakinannya, sebagian besar orang yang sangat sukses memiliki faktor akar ini. Sedangkan menurut Herbert Benson dalam Stoltz, 2007 seorang peneliti yang mempelopori riset tentang peran keyakinan dalam kesehatan seseorang. Menurutnya berdoa akan mempengaruhi epinefrin dan hormon-hormon kortikosteroid pemicu stress, yang kemudian akan menurunkan tekanan darah serta membuat detak jantung dan pernapasan lebih santai. Residen yang memiliki motivasi, antusiasme, gairah dan keyakinan untuk sembuh,maka intensi pulihnya akan tinggi. Selain itu bila mereka mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mereka akan lebih tenang dalam menjalani rehabilitasi. Adversity Quotient m enurut Stolz 2007, merujuk pada kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan. Adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan sanggup untuk bertahan hidup. Dimensi-dimensi dari adversity quotient yaitu Control , Origin and Ownership, Reach, Endurance CO 2 RE diperlukan untuk menentukan secara keseluruhan adversity quotient seseorang. Residen yang sedang menjalani program rehabilitasi yang memiliki adversity quotient tinggi mereka akan merasa mempunyai kendali atas hidupnya dikemudian hari, ia tidak akan terpuruk dalam penggunaan narkoba lagi dan akan berusaha lebih baik lagi untuk hari esok. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa residen yang tidak mudah menyerah, tidak mudah putus asa, tidak mudah stres, tidak mudah cemas serta mampu menghadapi berbagai kesulitan dalam menjalani program-program yang ada, menganggap bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya maka intensi untuk pulih dari ketergantungan NAPZA akan tinggi.

2. 5 Hipotesis

H : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan Intensi untuk pulih pada residen BNN. H a : Ada hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan Intensi untuk pulih pada Residen BNN.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif menurut sugiyono 2008 yaitu penelitian yang data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode korelasional, menurut Hasan 2002 metode kolerasional adalah mencari hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti. Hubungan antara variabel diteliti kemudian dijelaskan. Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan adversity quotient dengan intensi pulih pada residen BNN.