Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Peraturan Bank

akan mudah diketahui produk apa yang paling bermasalah dan jenis permasalahan yang paling sering dikemukakan nasabah. Melalui laporan ini pula Bank Indonesia akan dapat memantau permasalahan yang kemungkinan dapat berkembang menjadi permasalahan yang bersifat sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah- langkah preventif untuk mencegah ekskalasi permasalahan yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Sanksi yang diberikan terhadap bank yang melanggar ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 1010PBI2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah termuat dalam Pasal 17 yaitu dikenakan sanksi administatif sesuai dengan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa teguran tertulis dan terhadap pelanggaran tersebut diperhitungkan dengan komponen penilaian tingkat kesehatan bank.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Peraturan Bank

Indonesia Tentang Mediasi Perbankan 1. Pengaturan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia Penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia, melalui Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Regulasi berkenaan dengan mediasi perbankan telah pula diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Hal ini sejalan dengan pengaturan kewenangan Bank Indonesia dalam Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 pengawasan Bank. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bahwa Bank Indonesia mengatur dan mengawasi bank. Industri perbankan yang sehat juga perlu didukung pengawasan yang independen dan efektif seperti yang tertuang di dalam Pilar Ketiga API. Pengawasan independen dan efektif sangat diperlukan baik kini maupun jangka panjang, sebagai jawaban atas meningkatnya kegiatan usaha maupun kompleksitas risiko perbankan. Bank-bank tidak lagi hanya menjual produk dan jasa perbankan melainkan juga produk keuangan lain seperti asuransi, efek beragun aset, dan reksa dana sehingga diperlukan pengawasan yang lebih kompleks. 70 Konteks pengawasan Bank melalui mediasi perbankan yang oleh Undang- Undang Bank Indonesia diberikan kewenangan pengawasan bank kepada Bank Indonesia sangat penting untuk diterapkan. Bank Indonesia berdasarkan undang- undang tersebut diberikan kewenangan untuk mengawasi bank. Kewenangan tersebut mencakup empat aspek yaitu, power to lincense, power to regulate, power to control dan power to impose sanction. 71 Pengawasan yang dilaksanakan Bank Indonesia terhadap bank dapat berupa pengawasan langsung yaitu berbentuk pemeriksaan yang disusul dengan 70 Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan Yang Kuat, http:www.ppatk.go.id, diakses tanggal 8 Juli 2008. 71 Bismar Nasution, Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah, disampaikan pada Diskusi Terbatas Mediasi Perbankan, diselenggarakan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tiara Convention Center Medan, Kamis, 14 Februari 2007, hlm.9. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 tindakan-tindakan perbaikan, juga dapat berupa pengawasan tidak langsung yaitu suatu bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis, dan evaluasi laporan bank. 72 Penerapan pengawasan bank itu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Karena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 73 Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan aspek-aspek di dalam individual bank yang diharapkan dapat melindungi pengembalian dana masyarakat. Tujuan umum pengawasan dan pembinaan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional. 74 Pemeliharaan kepentingan masyarakat dapat tercipta dengan mengupayakan agar secara individual bank beroperasi dengan sehat dan efisien. 72 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, op.cit., hlm.104. 73 Zulkarnain Sitompul, op.cit.,hlm.218. 74 Bismar Nasution, op.cit., hlm.9. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 Dengan demikian akan tercipta perbankan yang aman serta mampu memenuhi kewajibannya kepada para deposan. Perbankan harus berkembang secara wajar sehingga pelayanan jasa perbankan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Perbankan sebagai pusat teknologi dan inovasi mampu secara aktif mencari dan mengembangkan potensi ekonomi yang belum tergali di dalam masyarakat. Bank harus dapat tumbuh namun pertumbuhan tersebut hendaknya berlangsung secara wajar. Bank yang sehat dan efisien bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dan dapat menunjang pengendalian moneter. 75 Berkenaan dengan mediasi perbankan sejalan dengan kewenangan BI dalam power to regulate. Melalui itu memungkinkan otoritas pengawas BI mengatur kegiatan operasi bank berupa ketentuan dan peraturan sehingga dapat terciptanya suatu sistem perbankan yang sehat, sekaligus dapat memenuhi harapan masyarakat atas kecukupan dan kualitas pelayanan jasa perbankan. 76 2. Eksistensi Kelembagaan Mediasi Perbankan Dalam Peraturan Bank Indonesia Terhadap Sistem Aturan Hukum Peraturan Bank Indonesia adalah merupakan suatu aturan hukum. Hal ini diakui baik dalam praktik perundang-undangan maupun dalam hukum positif 77 , sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 75 Zulkarnain Sitompul,op.cit., hlm.220. 76 Ibid.,219. 77 Febrian, Eksistensi Kelembagaan Mediasi Perbankan Dalam Peraturan Bank Indonesia Terhadap Sistem Aturan Hukum, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan”, Kerjasama Bank Indonesia dengan Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum UNSRI, 12 April 2007, Hotel Aston Palembang. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyatakan bahwa : “Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dapat dilihat jenis aturan hukum tersebut, yaitu jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang- undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan jenis dan hierarki peraturan perundangan adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 Mengingat PBI tidak tercantum dalam hierarki aturan hukum yang diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, sementara itu ketentuan Pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa PBI diakui keberadannya dan sepanjang diperintahkan oleh aturan hukum yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana kedudukan PBI dalam sistem aturan hukum? 78 Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 meskipun diatur dan diakui bentukjenis PBI, tetapi tidak menjelaskanmengatur materi muatan PBI. Materi muatan adalah norma hukum sekumpulan untuk bergeraknya hukum dalam kenyataan perbuatan hukum, sehingga akibat hukum dari perbuatan hukum dapat diukur. Hal ini dalam praktik akan dengan mudahnya menjadi sengketa norma, hal ini disebabkan karena 1 Tidak ditopang dengan bentuk aturan hukum; dan 2 norma hukum PBI pada umumnya bersifat terbuka. Dari dua hal tersebut menjadi suatu pertanyaan, apakah Bank Indonesia sebagai lembaga pembentuk PBI memiliki kewenangan pembentukan wetgeving sebagaimana lembaga legislatif. Persoalan ini menjadi krusial ketika penetapan pengaturan oleh PBI pada akhirnya akan menimbulkan persoalan baru manakala hukum diberlakukan rechtstoepassing. 79 Melalui pendekatan konseptual, Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 aturan hukum haruslah memenuhi empat unsur yaitu: Pertama, peraturan tertulis; Kedua, dibentuk oleh lembaga negara; Ketiga, pejabat yang berwenang; dan 78 Ibid. 79 Ibid. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 Keempat, mengikat umum. Dari analisis dan berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, maka jelas PBI termasuk salah satu aturan hukum bentuk. Akan tetapi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tidak menjelaskan lebih jauh terhadap materi apa yang dapat diatur dalam PBI; yang dalam penerapannya kemudian menimbulkan persoalan hukum terhadap kedudukan PBI, seperti apakah hakim tundukwajib menggunakan PBI untuk menyelesaikan sengketa perbankan, dan lain sebagainya. 80 PBI merupakan bentuk regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dalam ilmu perundang-undangan regulasi merupakan kewenangan eksekutif dan dikategorikan sebagai delegated legislation. Apakah UU dapat mendelegasikan pengaturan materi tertentu pada PBI? Sebagaimana diketahui dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pada pasalnya tidak diatur secara eksplisit mengamanatkan pengaturan penyusunan PBI mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu jika dikaitkan dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 dan pengkategorian sumber wewenang pembentukan, maka jelas dan tegas bahwa PBI dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan catatan tidak harus berpeganganmengikat berdasarkan 80 Ibid. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008 ketentuan hierarki aturan hukum, tetapi didasarkan pada figure hukum delegated legislation. 81 Oleh karena itu PBI tentang mediasi perbankan ini memerlukan penyempurnaan yang lebih komprehensif, baik dari materi muatan maupun bentuk aturan hukumnya. Solusi hukum yang dapat dijadikan sebagai payung hukum mediasi perbankan adalah Pertama, menggunakan undang-undang; Kedua, menggunakan PBI dengan meminta undang-undang mendelegasikanmengamanatkan pengaturannya; dan Ketiga, jika dianggap “mendesak” dapat menggunakan Perpu. 82 81 Ibid. 82 Ibid. Syarifah Lisa Andriati: Penyelesaian Sengketa Perdata Antara Nasabah Dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB III MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF