Pencegahan Kerangka Konsep Hipotesa Penelitian

2.1.4. Pengendalian Vektor Nyamuk

Beberapa usaha pencegahan dan pengendalian terhadap serangan nyamuk demam berdarah dengue tidak akan berjalan jika tidak dilakukan secara simultan dan terpadu. Jika salah satu lingkungan saja tidak ikut berpartisipasi, lingkungan tersebut bisa menjadi sumber infeksi serangan nyamuk demam berdarah. Usaha–usaha pencegahan dan pengendalian yang bisa dilakukan sebagai berikut Kardinan, 2007 :

a. Pencegahan

Usaha ini dilakukan dengan menggunakan repellent atau pengusir, misalnya lotion yang digosokkan ke kulit sehingga nyamuk takut mendekat. Banyak bahan tanaman yang bisa dijadikan lotion anti nyamuk. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengusir nyamuk adalah menanam tanaman yang tidak disukai serangga, termasuk nyamuk Aedes aegypti. Tanaman ini bisa diletakkan di sekitar rumah atau di dalam ruangan.

b. Pengendalian 1. Secara Kimia

Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida ke sarang–sarang nyamuk, seperti ruangan rumah. Banyak sekali jenis insektisida anti nyamuk yang saat ini beredar di pasaran. Selain penyemprotan, dilakukan penaburan insektisida butiran ke tempat jentik atau larva nyamuk biasa bersarang, seperti tempat penampungan air, genangan air, atau selokan yang airnya jernih. Penggunaan obat nyamuk bakar juga digolongkan ke dalam pengendalian secara kimia karena mengandung bahan beracun, misalnya piretrin. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2. Secara Mekanis

Pengendalian secara mekanis yang bisa dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan perangkap nyamuk, baik menggunakan cahaya, lem atau raket pemukul. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M+1T yaitu menguras, menutup, mengubur, dan telungkupkan Wikipedia, 2008. 1 Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi 2 Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur 3 Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur 4 Telungkupkan barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

3. Secara Biologi

Cara ini bisa dilakukan dengan memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan, misalnya ikan mujair di bak atau tempat penampungan air lainnya sehingga bisa menjadi predator bagi jentik dan pupa nyamuk. Beberapa cara alternatif lain yang pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Toxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp ini ternyata kurang efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue. Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan dikemudian hari Wikipedia, 2008.

2.1.5. Suhu Temperatur

Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serta populasi nyamuk di lingkungan. Suhu minimum adalah 15º C, suhu optimum 25º C, dan suhu maksimum 45º C Jumar, 2000.

2.1.6. Kelembaban

Kelembaban udara sangat mendukung dalam kelangsungan hidup nyamuk mulai dari telur, larva, pupa hingga dewasa. Kelembaban yang sesuai adalah sekitar 60 sampai 89 Jumar, 2000. 2.2. Tinjauan Umum Tentang Insektisida Nabati 2.2.1. Pengertian Insektisida Nabati Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alaminabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai biodegradable di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari” hit and Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara run, yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu dan setelah serangganya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Penggunaan insektisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan insektisida sintetis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya tergantung kepada insektisida sintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan insektisida sintetis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula Kardinan, 2004.

2.2.2. Pembuatan Insektisida Nabati

Cara pembuatan insektisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan tidak dapat dijelaskan secara khusus atau distandarisasi karena memang sifatnya tidak berlaku secara umum. Pembuatan insektisida nabati dapat dilakukan secara sederhana atau secara laboratorium. Cara sederhana jangka pendek dapat dilakukan dengan penggunaan ekstrak sesegera mungkin setelah pembuatan ekstrak dilakukan. Cara laboratorium jangka panjang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah terlatih. Hal tersebut menyebabkan produk insektisida nabati menjadi mahal. Hasil kemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama. Untuk menghasilkan bahan insektisida nabati dapat dilakukan teknik sebagai berikut : 1. Penggerusan, penumbukan atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu atau pasta 2. Rendaman untuk produk ekstrak Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan yang khusus. Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil insektisida nabati. Namun, sampai saat ini pemanfaatannya belum dilakukan dengan maksimal. Beberapa tumbuhan penghasil insektisida nabati adalah : Piretrum Chrysanthemum cinerariaefolium Trev, Aglaia Aglaia odorata L, Babadotan Ageratum conyzoides L, Bengkuang Pachyrrhyzus erosus Urban, Bitung Barrinftonia acutangula BL, Jeringau Acorus calamus L, dan lain - lain Kardinan, 2004. Untuk mengendalikan serangga - serangga yang terbang seperti nyamuk Aedes aegypti, insektisida yang diperlukan untuk menyemprot adalah insektisida yang mengandung racun perut atau racun kontak. Penyemprotan dengan hand spray harus diarahkan pada sasaran yang akan disemprot pada jarak 30–50 cm. Untuk mendapatkan distribusi semprotan yang sama harus dilakukan secara merata, baik dari atas atau memutar dari samping Djojosumarto, 2000. Interval jarak taraf perlakuan harus memberi peluang kepada peneliti untuk mendapatkan perlakuan terbaik yang memberikan pengaruh maksimum. Semakin tinggi derajat ketelitian yang diinginkan dan semakin heterogen lingkungan kondisi percobaan, jumlah ulangan harus lebih banyak. Secara umum, ulangan minimal untuk percobaan harus 3 Tiga Hanafiah, 2005. Pada suatu penelitian dibutuhkan hewan percobaan paling sedikit 10 ekor dengan kontrol sebesar 0 dan rentang dosis paling sedikit adalah 3 0-100 satuan Mukono, 2000. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati

Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu sebagai berikut Naria, 2005 :

I. Keunggulan

1. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman daripada insektisida sintetiskimia 2. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran 3. Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana 4. Bahan pembuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah 5. Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida.

II. Kelemahan

Selain keunggulan insektisida nabati, tentunya kita tidak dapat mengesampingkan beberapa kelemahan pemakaian insektisida nabati tersebut. Kelemahannya antara lain : 1. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida sintetis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida nabati adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering diaplikasikan 2. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks multiple active ingredient dan kadang kala tidak semua bahan aktif dapat dideteksi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang berbeda, iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat bervariasi.

2.2.4. Cara Masuk Insektisida

Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi 3 kelompok sebagai berikut Djojosumarto, 2000 : a. Racun Lambung Racun PerutStomach Poison Racun lambung atau racun perut adalah insektisida - insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan misalnya ke susunan saraf serangga. Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan umpan yang sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya b. Racun Kontak Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit bersinggungan langsung. Serangga sasaran akan mati bila bersinggungan kontak langsung dengan insektisida tersebut. c. Racun Pernapasan Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Serangga sasaran akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kebanyakan racun pernapasan berupa gas atau bila asalnya padat atau cair yang segera berubah atau menghasilkan gas. Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas Wudianto, 1999 : a. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi, yaitu keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga b. Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh serangga c. Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim pernapasan. Simpson dan Simpson 1990 menjelaskan bahwa apabila terjadi perubahan nutrisi pada serangga karena adanya senyawa kimia dalam makanannya, maka serangga akan melakukan suatu respon kompensasi. Respon ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan kehidupannya, yaitu dengan cara mengubah laju konsumsi dan efisiensi pencernaan serta metabolismenya. Pengaruhnya akan terlihat pada pertumbuhan, lama perkembangan dan mortalitas serangga, menurunkan fekunditas. Pada akhirnya, akan mempengaruhi jumlah populasi serangga tersebut di alam Nursal, 2005.

2.2.5. Toksisitas Insektisida

Dalam mengukur toksisitas insektisida dikenal istilah LD 50, LC 50, ED 50, RL 50, EC 50 dan TLM dengan penjelasan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Daftar Istilah Toksisitas ISTILAH KETERANGAN LD 50 Lethal Dossage Berapa mg insektisida untuk tiap kg berat badan binatang percobaan untuk mematikan 50 dari populasinya. Diberikan melalui oral, dermal dan respirasi, diambil dari insektisida murni. LC 50 Lethal Consentration Berapa mg insektisida untuk tiap kg berat badan binatang percobaan untuk mematikan 50 dari populasinya mengunakan fumigant. Diberikan melalui oral, dermal dan respirasi. ED 50 Effective Dossage Berapa mg insektisida untuk tiap volume spon yang tidak tumbuh setelah diberi perlakuan fungisida dengan dosis tertentu pada medium buatan pada waktu tertentu. RL 50 Residu Life Memperhatikan periode sejak terjadinya deposit insektisida sampai separuh deposit tersisa sehingga suatu insektisida aktivitasnya berkurang 50. EC 50 Effective Concentration Kepekatan bahan uji pada taraf 50 populasi hewan uji dalam keadaan tidak aktiflumpuh. pada waktu tertentu. TLM Tolerance Limited Medium Toksistas insektisida yang diukur pada pengairan kolam. Sumber : Kartosapoetra dalam Siregar, 2008 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.3. Tinjauan Umum Tentang Jeringau Acorus calamus L

2.3.1. Deskripsi Tumbuhan

Jeringau merupakan herba menahun dengan tinggi sekitar 75 cm. Tumbuhan ini biasa hidup di tempat yang lembab, seperti rawa dan air pada semua ketinggian tempat. Batang basah, pendek, membentuk rimpang, dan berwarna putih kotor. Daunnya tunggal, bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 60 cm, lebar sekitar 5 cm, dan warna hijau. Bunga majemuk bentuk bonggol, ujung meruncing, panjang 20–25 cm terletak di ketiak daun dan berwarna putih. Perbanyakan dengan setek batang, rimpang, atau dengan tunas–tunas yang muncul dari buku–buku rimpang. Jeringau mempunyai akar berbentuk serabut Kardinan, 2004. Dalam pertumbuhannya, rimpang jeringau membentuk cabang ke kanan atau ke kiri. Banyaknya cabang ditentukan oleh kesuburan tanah. Rimpang jeringau dalam keadaan segar kira–kira sebesar jari kelingking sampai sebesar ibu jari, isinya berwarna putih tetapi jika dalam keadaan kering berwarna merah muda. Bentuk rimpang berbentuk agak petak bulat beruas, dengan panjang ruas 1–3 cm, sebelah sisi akar batang agak menajam, sebelah lagi beralur tempat keluar tunas cabang yang baru. Banyak dikelilingi akar serabutnya yang panjang. Kebanyakan dari akar ini tumbuh pada bagian bawah akar batangnya. Bila umur tanaman lebih dari 2 tahun, akarnya dapat mencapai 60–70 cm. Bau akar sangat menyengat keras seperti bau rempah atau bumbu lainnya. Jika diletakkan di lidah rasanya tajam, pedas dan sedikit pahit tetapi tidak panas. Jika rimpang dimemarkan akan keluar bau yang lebih keras lagi karena rimpang jeringau mengandung minyak atsiri Onasis, 2001. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Klasifikasi Jeringau

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocoiyledonae Bangsa : Arales Suku : Araceae Warga : Acorus Jenis : Acorus calamus L Beberapa nama daerah dari Acorus calamus L adalah sebagai berikut : Aceh : Jeurunger Gayo : Jerango Batak : Jerango Minangkabau : Jerianggu Nias : Sarango Sunda : Daringo Jawa tenah : Dlingo Madura : Jharango Bali : Jangu Flores : Kaliraga Sasak : Jeringo Makassar : Kareango Minahasa : Kalamunga Bugis : Areango Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Ambon : Ai wahu Buru : Bila Malaysia : Jerangau Dengan mengetahui berbagai nama daerah ini, diharapkan kita mampu mengenali tanaman jeringau tersebut dan dapat memanfaatkannya sebagai insektisida nabati Anonimous, 2000.

2.3.3. Bagian Tumbuhan Yang Digunakan

Rimpang jeringau mengandung minyak yang bernilai serba guna seperti campuran dalam industri makanan dan minuman, bahan penyedap, pewangi, deterjen, sabun, dan krem kecantikan. Jeringau yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida hayati adalah pada akarnya rimpang, karena mengandung minyak atsiri. Salah satu cara pengolahan rimpang jeringau menjadi minyak atsiri adalah melalui penyulingan dengan metode Destilasi Onasis, 2001. Rimpang jeringau dapat digunakan dalam 2 bentuk, yaitu berbentuk tepung dan minyak. Untuk membuat tepung, rimpang jeringau diiris – iris, dikeringkan, lalu ditumbuk Kardinan, 2004.

2.3.4. Kandungan Aktif

Kandungan bahan kimia terpenting dalam rimpang jeringau adalah minyak atsiri. Tinggi rendahnya kualitas minyak atsiri tergantung pada daerah asal jeringau itu sendiri Onasis, 2001. Komposisi minyak rimpang jeringau terdiri dari asarone 82, kolamenol 5, kolamen 4, kolameone 1, metil eugenol 1, dan eugenol 0,3 Kardinan, 2004. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Rimpang dan daun jeringau mengandung saponin dan flavonoida, disamping rimpangnya mengandung minyak atsiri Anonimous, 2000. Formula rimpang Jeringau sebagai insektisida dapat dibuat secara sederhana maupun secara laboratorium Naria, 2005.

2.3.5. Kegunaan dan Hama Yang Dikendalikan

Rimpang jeringau dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa serangga pengganggu di sekitar kita. Rimpang yang ditumbuk halus bentuk tepung dapat digunakan untuk mengendalikan rayap dan membunuh kutu kepala Cimex lectularis. Serangga lain yang dapat dikendalikan adalah nyamuk dan kecoa Naria, 2005. Tumbuhan ini, terutama bagian rimpangnya mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai bahan insektisida yang bekerja sebagai repellent penolak serangga, antifeedant penurun nafsu makan, dan antifertilitaschemosterilant pemandul. Tepung rimpang jeringau dapat digunakan untuk melindungi hasil panen yang disimpan di gudang, yaitu dengan mencampurkannya pada biji–bijian dengan konsentrasi 1–2 atau 1–2 kg tepung jeringau dicampur dengan 100 kg biji–bijian. Tepung rimpang jeringau dengan konsentrasi 3–5 berpengaruh terhadap mortalitas serangga sitophilus sp. Rimpang jeringau sering digunakan sebagai insektisida di berbagai negara. Sebagai contoh, di Tiongkok dan India rimpang jeringau ini dimanfaatkan untuk membasmi beberapa jenis kutu, di Malaysia dimanfaatkan untuk membasmi rayap, dan di Filipina untuk mengusir walang sengit Kardinan, 2004. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pemanfaatan minyak atsiri rimpang jeringau dalam mengendalikan kecoa dilakukan oleh Onasis 2001 dengan dosis 5 ml50 ml, 10 ml50 ml, 15 ml50 ml, dan 20 ml50 ml dengan menggunakan pelarut Etanol 96 yang disemprotkan pada jarak 10 cm dari kecoa, menunjukkan bahwa dosis yang efektif adalah dosis 15 ml 50 ml dapat membunuh kecoa sebanyak 30 pada jam pertama, bertambah menjadi 75 pada jam kedua dan menjadi 100 pada jam ketiga. Pemanfaatan ekstrak rimpang jeringau dalam bentuk lilin padat juga pernah dilakukan oleh Hidayatulfathi, dkk 2003 dalam membunuh nyamuk Aedes aegypti dengan konsentrasi 0,02 mgcm² ; 0,12 mgcm² ; 2,48 mgcm² ; 6,21 mgcm² ; 12,42 mgcm² diamati selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam dengan interval waktu setiap 10 menit. Konsentrasi yang efektif adalah 6,21 mgcm² dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti sebanyak 56 pada jam pertama, menjadi 76 pada jam kedua dan menjadi 96 pada jam ketiga. Secara tradisional tanaman jeringau banyak digunakan sebagai obat sakit perut dan penyakit kulit Rismunandar, 1988. Ada juga kebiasaan yang berkembang di masyarakat yaitu pada ibu yang mempunyai bayi, disediakan sejenis bungkusan kecil yang berisi jeringau dan rempah ini dipercaya dapat menghindarkan bayi dari mahkluk halus dan binatang–binatang Naria, 2005. Dalam dosis rendah jeringau dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif penenang terhadap sistem saraf pusat karena senyawa asaron memiliki struktur kimia mirip senyawa golongan amfetamin dan ekstasi. Namun, jika digunakan dalam dosis yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan aktivitas mental psikoaktif bahkan potensial sebagai Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara karsinogen jika antibodi yang ada di dalam tubuh tidak bisa mengeliminasi efek karsinogen jeringau Agusta, 2008.

2.4. Tinjauan Umum Tentang Minyak Atsiri

Salah satu bentuk insektisida adalah berupa minyak atsiri yang dihasilkan dari tumbuh–tumbuhan. Minyak atsiri yang terdapat dalam tumbuhan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar dan bila diteteskan pada kertas saring tidak meninggalkan bekas. Indonesia memiliki sumber keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, termasuk jenis tumbuhan yang mempunyai bahan aktif untuk dikembangkan sebagai insektisida nabati. Ketersediaan ini merupakan potensi besar. Tentunya sangat diperlukan berbagai penelitian dan penggunaan teknologi sederhana untuk mengembangkan penggunaan insektisida nabati Naria, 2005.

2.4.1. Pengertian Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris aetheric oil, minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang. Namun, mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok untuk pengobatan alami. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi. Para ahli biologi menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan hama ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain dalam mempertahankan ruang hidup. Walaupun hewan kadang-kadang juga mengeluarkan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara bau-bauan seperti kesturi dari beberapa musang atau cairan yang berbau menyengat dari beberapa kepik, zat-zat itu tidak digolongkan sebagai minyak atsiri Wikipedia, 2008. Minyak atsiri dapat diproduksi melalui beberapa metode. Namun, sebagian besar minyak atsiri diperoleh melalui metode penyulingan. Cara lain yang perlu diketahui yaitu metode ekstraksi dengan mengunakan pelarut dan juga metode pengempaan Lutony, 2000.

2.4.2. Ciri-ciri Minyak Atsiri

Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia terutama di hidung sehingga, seringkali memberikan efek psikologis tertentu baunya kuat. Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri dan campurannya dapat menghasilkan bau yang berbeda. Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia murni Lutony, 2000. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit dari berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyaklipofil Wikipedia, 2008. Mutu minyak atsiri merupakan faktor penentu yang sangat penting. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya mutu minyak atsiri adalah pengadaan bahan baku, penanganan pascapanen, dan proses produksi Lutony, 2000. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Beberapa minyak atsiri penting Minyak atsiri terdapat pada dan diperoleh dari bagian tertentu tanaman yang mengandung minyak atsiri. Bagian ini antara lain akar, biji, bunga, daun, kulit kayu, ranting, dan rimpang atau akar tinggal. Bahkan ada tanaman yang seluruh bagiannya mengandung minyak atsiri. Meskipun demikian, kandungan minyaknya tidak selalu sama antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, kandungan minyak atsiri yang terdapat pada kuntum bunga cengkih berbeda dengan pada bagian tangkai bunga maupun daun Lutony, 2000. Ada beberapa minyak atsiri yang penting untuk diketahui, yaitu Wikipedia, 2008 : 1. Minyak adas atau fennel foenicoli oil 2. Minyak cendana atau sandalwood oil 3. Minyak cengkih atau euganol oil 4. Daun cengkih atau leaf clove oil 5. Minyak kayu putih 6. Minyak kenanga atau ylang-ylang oil 7. Minyak lawang 8. Minyak mawar 9. Minyak nilam 10. Minyak serai 11. Minyak Jeringau. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep

2.6. Hipotesa Penelitian

Ho : Tidak ada perbedaan jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti pada setiap perlakuan penyemprotan dengan destilat rimpang jeringau. Ha : Ada perbedaan jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti pada setiap perlakuan penyemprotan dengan destilat rimpang jeringau. Jumlah Nyamuk Aedes aegypti  Suhu  Kelembaban Jumlah Nyamuk Aedes aegypti yang mati Konsentrasi destilat rimpang jeringau yaitu : 0, 6, 12, 18, 24, 30 diamati selama 30 menit dengan interval waktu setiap 5 menit Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Percobaan 3.1.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen semu Quasi experiment yaitu untuk melihat pengaruh beberapa konsentrasi dari minyak rimpang jeringau Acorus calamus L terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti.

3.1.2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok RAK. Dimana percobaan dilakukan dengan enam lima perlakuan dan satu kontrol perlakuan penyemprotan dengan konsentrasi minyak rimpang jeringau 0, 6, 12, 18, 24 dan 30 serta 3 kali pengulangan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Pusat Laboratorium Uji Mutu Lembaga Penelitian Sumatera Utara, yang dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2008.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti dewasa yang di ambil dari kotak pemeliharaan dengan ukuran 50cm x 50cm x 50cm p x l x t, dan dimasukkan ke dalam kotak perlakuan berukuran 25cm x 25cm x 25cm p x l x t sebanyak 6 kotak. Masing – masing kotak berisi 15 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa. Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 270 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara