11 undang-undang ini, sehingga tidak ada lagi keraguan bagi para penegak dan pelaksana hukum serta baagi para pencari keadilan.
Dari redaksinya ternyata bahwa yang dapat diberikan dalam bentuk grosse akta hanyalah akta yang dibuat dalam bentuk minuta dengan judul ”Pengakuan
Hutang” saja, jadi tidak lagi diterbitkan grosse akta dari minuta akta notaris yang menggunakan judul lain, misalnya dengan judul ”Persetujuan Kredit”.
163
D. Kekuatan Pembuktian dari Grosse Akta
Menurut Pasal 301 Rbg pada Pasal 1888 KUH Perdata bahwa kekuatan pembuktian dari surat-surat bukti terletak pada aktanya yang asli. Bertitik tolak dari
bunyi ketentuan dalam Pasal 301
164
Rbg dan Pasal 1888 KUH Perdata
165
ini, kekuatan pembuktian dari akta notaris terletak dalam minuta aktanya.
Sehubungan dengan masalah ini, dimana kekuatan pembuktian dari suatu akta hanya ada pada aslinya, sedangkan asli dari akta notaris tidak pernah memuat kata-
kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sedangkan minut akan tetap disimpan oleh notaris dalam protokolnya, Oleh karena itu kepada notaris
pemegang minut dari akta diberi wewenang atau bahkan diwajibkan untuk memberi grosse, salinan dan kutipan dari akta-akta yang disimpannya atas permintaan dari
163
Syahril Sofyan, op. cit, hlm 43-44
164
Pasal 301 RBG berbunyi :1. Kekuatan suatu bukti dengan surat ialah terdapat dalam surat akta asli. 2. Jika ada surat akta yang asli, maka salinannya dan iktisarnya hanya boleh
dipercaya, kalau sesuai dengan surat asli itu yang selalu boleh diminta supaya diperlihatkan.
165
Pasal 1888 KUHP Perdata berbunyi “kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada maka salinan serta kutipan hanyalah dapat
dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesaui dengan aslinya yang senanatiasa dapat dipritahkan untuk ditunjukkan.
Universitas Sumatera Utara
pihak yang berkepentingan tentu akan menimbulkan pertanyaan, sejauh manakah kekuatan pembuktian dari grosse dan salinan dan akta-akta yang dibuatdikeluarkan
oleh notaris penyimpan minut aktanya. Hal ini penting, sebab sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan utama
pembuatan akta autentik akta notaris adalah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian dari grosse dan salinan dari akta notaris tersebut, telah diatur dalam Pasal
302 Rbg, yang menyatakan antara lain : bahwa grosse-grosse dan salinan-salinan pertama mengandung kekuatan bukti yang setaraf dengan aktanya yang asli.
Setiap akta autentik pada hakikatnya mempunyai kekuatan-kekutaan pembuktian yang dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu kekuatan pembuktian lahir,
kekuatan pembuktian formil, dan kekuatan materill. Sesuai dengan Pasal 302 Rbg tersebut di atas maka grosse akta memiliki ketiga jenis kekuatan pembuktian tersebut
yang akan diuraikan sebagai berikut : a. Kekuatan pembuktian lahir uitendige bewijsktach
Sesuai dengan asas : “acta publica probant seseipsa”, yang berarti suatu syarat yang secara lahiriah tampak sebagai akta autentik, serta memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan, harus dianggap sebagai akta yang sama dengan aslinya, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, oleh karena
Grosse akta merupakan salah satu salinan akta otentik maka berlakukah asas tersebut bagi akta yang telah dikeluarkan Grossenya.
Universitas Sumatera Utara
b. Kekuatan pembuktian Formil Dengan kekuatan pembuktian formil formile bewijskracht dan sesuai dengan
asas: “acta publica probant seseipsa”, dimaksudkan bahwa sipenandatangan menerangkan apa yang telah ditandatangni benar-benar seperti apa yang
dinyatakannya. Dalam grosse akta, tanda tangan dari notaris yang mengeluarkan grosse akta itu sebagai pejabat penyimpan dari minut akta dari grosse tersebut,
merupakan suatau kepastian bagi setiap orang, bahwa apa-apa yang dituangkandimuat dalam grosse akta itu sesuai dengan minutnya yang memuat
pernyataan para pihak dalam akta tersebut. Dengan demikian grosse akta itu sebagaimana aslinya juga memuat kekuatan pembuktian formal.
c. Kekuatan pembuktian materill materiele bewijskracht Kekuatan Pembuktian meteril ini menyangkut pertanyaan, apakah benar yang
dinyatakanditerangkan dalam akta itu, jadi menyangkut pembuktian tentang materi, memberi kepastian tentang peristiwa yang diterangkan didalam akta itu.
Suatu akta dikatakan sebagai akta otentik karena isi keterangan yang dimuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar, isinya itu mempunyai kepastian sebagai
yang sebenarnya, menjadi bukti dengan sah di antara para pihak dan diantara para ahli warisnya serta sekalian orang yang memperoleh hak-hak dari padanya tentang
apa yang dimuat dalam akta itu dan karena grosse dari akta seperti itu tak lain adalah salinan pertama dengan bentuk yang ditentukan dalam undang-undang secara khusus
yang dikeluarkan oleh notaris yang menyimpan minutnya, dan menurut
Universitas Sumatera Utara
Pasal 302 Rbg grosse akta mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan aslinya, maka grosse itu juga adalah jelas mempunyai kekuatan pembuktian
materill. E. Keabsahan Grose Akta Pengakuan Hutang Yang Memuat Dua Klausula
Hukum
Akta pengakuan hutang merupakan akta notariil yang murni berdiri sendiri dan tidak dapat disertai atau ditambah dengan persyaratan-persyaratan lain terlebih
lagi yang berbentuk perjanjian dan pemberian kuasa. Dalam keseharian banknotaris masih banyak mempergunakan grosse AKTA PENGAKUAN HUTANG DAN
KUASA. Penambahan klausul kuasa tersebut dimaksudkan untuk dapat segera mengeksekusi jaminan apabila debitur wanprestasi.
Pemberian kuasa tersebut batal demi hukum karena bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan
Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Pernyataan Pengakuan Hutang tidak boleh dicampur dengan syarat-syarat
yang bersifat perjanjian. Jika akta pengakuan hutang masih memuat syarat-syarat yang bersifat perjanjian maka kualitas dan kesempurnaannya sebagai akta pengakuan
hutang menjadi cacat hukum. Sebab suatu akta yang memuat syarat-syarat perjanjian adalah sama nilainya dengan perjanjian biasa. Pada hakekatnya suatu Surat
Pengakuan Hutang hanya dapat memuat pengakuan hutang dengan kewajiban untuk
Universitas Sumatera Utara
membayar hutang yang berakibat bahwa pihak yang berhutang tidak lagi mempunyai hak untuk membela diri.
166
Pernyataan Mahkamah Agung dalam Rapat Kerja Gabungan di Yogyakarta, kemudian disusul dengan dua suratnya, yaitu surat No. 21322985IIUM-TUPdt
tertanggal 16 April 1985 yang ditujukan kepada Soetarno Soedja,SH pengacara dari Kantor Pengacara Gani Djemat Partners dan surat No. 13315486UM-TUPdt
tertanggal 18 Maret 1986 yang ditujukan kepada Direksi BNI 1946 yang pada pokoknya menyatakan bahwa pengertian surat hutang seperti dimaksud dalam Pasal
224 HIR adalah suatu akta otentik yang berisi suatu pengakuan hutang dengan perumusan semata-mata suatu kewajiban untuk membayar atau melunaskan sejumlah
uang tertentu pada waktu tertentu.
167
Dari surat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu grosse akta pengakuan hutang tidak dapat ditambahakan persyaratan-persyaratan lain. Akta tersebut
meskipun tetap memakai irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” namun apabila ditambahkan klausul lainnya akta tersebut batal demi
hukum. Sehingga akt tersebut tidak agi sebagai akta otentik dan tidak memiliki kekuatan eksekutorial.
Dalam pengamatan penulis sebagai notaris, akta pengakuan hutang yang memakai klausul tambahan masih banyak dipergunakan oleh perbankan. Grosse akta
tersebut atas permintaan pihak bank sebagai pemberi kredit.
166
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta otentik Dan Penjelasannya, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990, hlm 754
167
Komar Andasasmita, ibid, hlm 752
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN