Tata cara pelaksanaan putusan pengadilan ini diatur dalam HIRRBg, yaitu Pasal 195 sampai dengan Pasal 224 HIRPasal 206 sampai dengan Pasal 258 RBg,
namun ada beberapa Pasal yang tidak berlaku lagi yaitu Pasal 209 sampai dengan 223 HIR242 sampai dengan 257 RBg, yang mengatur mengenai sandera, penghapusan
atau tidak berlakunya pasal-pasal tersebut adalah berdasarkan Surat Edaran Makkamah Agung SEMA No. 21964, tertanggal 22 Januari 1964 jo. SEMA No.
041975, tertanggal 1 Desember 1975.
110
2. Jenis Eksekusi
Pada dasarnya eksekusi ada 2 dua macam, yaitu : a.
Eksekusi Riil Eksekusi ini adalah merupakan sasaran hubungan hukum yang hendak
dipenuhi sesuai dengan amar atau diktum putusan yaitu melakukan suatu tindakan yang nyata atau riil dan eksekusi riil memiliki sifat yang mudah dan sederhana.
111
Menjalankan eksekusi riil merupakan tindakan yang nyata dan langsung melaksanakan apa yang telah diputuskan dalam amar putusan. Inilah yang
menyebabkan bahwa eksekusi riil tidak diatur secara rinci dalam HIRRBg. Misalnya dalam hal pengosongan tanah yang menjadi sengketa. Hal ini langsung
dilakukan bahwa tergugat harus mengosongkan tanah dan tanah tersebut secara bersamaan akan langsung diserahkan kepada penggugat.
110
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, ibid, hal. 122
111
M. Yahya Harahap, ibid, hal. 36
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 200 ayat 11 HIR218 ayat 2 RBg, disinggung tentang eksekusi riil yang dikaitkan dengan penjualan barang yang dieksekusi. Pasal
tersebut menjelaskan : “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau meninggalkan barang-barang yang
tidak bergerak itu, maka Ketua Pengadilan Negeri yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seorang yang berhak menyita, supaya
kalau perlu dengan bantuan polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta keluargaanya disuruh meninggalkanmengosongkan barang yang tidak
bergerak itu”.
Dari pasal tersebut terdapat beberapa asas hukum yang merupakan landasan dalam pelaksanaan eksekusi riil yaitu :
a. Penjualan lelang atas barang yang dieksekusi merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisah dengan pengosongan barang yang dilelang; b.
Oleh karena penjualan lelang eksekusi merupakan kesatuan yang tidak terpisah dengan pengosongan barang yang dilelang, hukum memberi
wewenang kepada pengadilan Ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan pelaksanaan pengosongan barang yang dilelang untuk diserahkan kepada
pembeli lelang apabila pihak yang kena lelang tidak mau mengosongkannya secara sukarela.
112
Dalam praktek peradilan, eksekusi riil sangatlah diperlukan dan sudah lazim dilaksanakan. Walaupun dalam HIRRBg tidak diatur secara rinci mengenai
eksekusi riil, namun dalam Reglement op de burgerlijke Rechts Vordering
112
M. Yahya Harahap, op.cit, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
RV yang merupakan hukum acara perdata bagi golongan Eropah, diatur mengenai eksekusi riil, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1033 RV, yaitu:
“Jikalau putusan hakim yang memerintahkan pengosongan suatu barang yang tidak bergerak, tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka
Ketua akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita supaya dengan bantuannya alat kekuataan Negara, barang itu dikosongkan oleh
orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang kepunyaannya”.
113
Dari pasal-pasal tersebut di atas yang mengatur eksekusi riil, tidak ada perbedaan, artinya kedua pasal tersebut sama-sama mengatur mengenai tata cara
dalam pelaksanaan eksekusi riil. Inilah yang diperlukan dan merupakan landasan dalam praktek peradilan dalam melaksanakan eksekusi riil. Dan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut diatas sudah merupakan dan dianggap sebagai aturan formal dalam menjalankan eksekusi riil tentang
pengosongan, pembongkaran maupun melakukan atau tidak melakukan.
114
b. Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang
Dalam eksekusi pembayaran sejumlah uang, pihak yang dikalahkan wajib membayar dengan sejumlah uang kepada pihak penggugat sesuai dengan jumlah yang
disebutkan dalam amar putusan. Pasal 196 HIR207 RBg, menyatakan bahwa :
“ Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi putusan itu dengan kemauannya sendiri, maka pihak yang dimenangkan dapat
memasukkan permintaan baik dengan lisan maupun dengan surat kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan putusan itu. Ketua menyuruh
memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan supaya ia
113
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, op. cit, hal. 129
114
M. Yahya Harahap, ibid, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
memenuhi putusan itu dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua, selama- lamanya 8 hari “.
Pasal tersebut merupakan tata cara yang harus dilakukan dalam pelaksanaan eksekusi pembayaran sejumlah uang. Apabila keputusan pengadilan
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka pihak yang kalah harus melaksanakan isi putusan tersebut dengan sukarela. Namun apabila pihak yang kalah
tidak melakukan putusan tersebut, maka terbukalah kewenangan pengadilan menjalankan putusan secara paksa melalui eksekusi.
115
Dalam menjalankan putusan tersebut hakim terlebih dahulu akan memberikan perintah kepada yang kalah untuk memenuhi putusan tersebut dalam waktu yang
telah ditentukan dalam undang-undang yaitu paling lama 8 delapan hari sejak putusan tersebut dikeluarkan. Atau dengan kata lain hakim akan melakukan
peringatan aanmaring kepada pihak yang kalah, namun apabila pihak yang kalah
116
tidak memenuhi peringatan tersebut, maka perintah untuk melaksanakan eksekusi akan dikeluarkan oleh hakim.
Eksekusi tersebut dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan terhadap barang- barang milik pihak tereksekusi yaitu barang-barang bergerak maupun barang-barang
yang tidak bergerak. Jadi barang-barang yang disita tersebut nantinya akan dijual melalui lelang dan dipergunakan untuk membayar sejumlah uang yang telah
disebutkan dalam putusan hakim berikut ongkos-ongkos yang dikeluarkan dalam
115
Ibid . hal.59
116
M. Yahya Harahap, op.cit, hal.37.
Universitas Sumatera Utara
menjalankan putusan tersebut. Sita inilah yang dinamakan Sita Eksekusi Executorial Beslag. Jadi sita eksekusi dalam hal ini merupakan penyitaan kekayaan tergugat
setelah dilaluinya tenggang masa peringatan, yang dimaksudkan sebagai jaminan jumlah uang yang harus dibayarkan kepada pihak penggugat dengan cara menjual
melalui lelang barang-barang milik tergugat yang telah disita tersebut. Uraian di atas memberikan pengertian bahwa dalam menjalankan putusan,
putusan tersebut harus merupakan suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dan apabila putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap,
maka akan ada kemungkinan bagi pihak yang tereksekusi untuk melakukan upaya- upaya hukum seperti perlawanan, banding maupun kasasi. Sehingga dengan adanya
upaya-upaya hukum tersebut memberikan peluang untuk dibatalkannya putusan tersebut, hal inilah yang menjadi kendala dan dapat merugikan pihak tergugat.
Dalam pelaksanaan eksekusi tidak jarang pihak penggugat kreditor mengalami hambatankesulitan. Untuk itu dalam pelaksanaannya haruslah dibuktikan
dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang dibuat dalam bentuk eksekutorial. Atau harus berdasarkan suatu akta yang
berbentuk notaril yang sifatnya eksekutorial grosse akta, karena berdasarkan undang-undang suatu grosse akta memiliki sifat dan bentuk yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena dalam grosse akta dijumpai irah-irah ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” jadi sama dengan putusan pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
D. Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang Sebagai Upaya Untuk Melindungi