Kewajiban Perusahaan Asuransi melaporkan Transaksi Keuangan yang

C. Kewajiban Perusahaan Asuransi melaporkan Transaksi Keuangan yang

Mencurigakan Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dimuat ketentuan mengenai kewajiban pelaporan yang harus dilakukan oleh penyedia jasa keuangan kepada PPATK. Ketentuan mengenai kewajiban pelaporan tersebut merupakan perwujudan dari Rekomendasi No.14 dan 15 dari the forty recomendations yang dilakukan oleh FATF. Di dalam Rekomendasi No.14 tersebut dikemukakan bahwa penyedia jasa keuangan lemaga keuangan atau financial intitutions harus memberikan perhatian khusus kepada transaksi-transaksi yang besar jumlahnya dan kompleks sifatnya serta merupakan pola transaksi yang tidak lazim dimana transaksi itu tidak jelas tujuan ekonominya dan tidak jelas keabsahannya. Berkaitan dengan itu, penyedia jasa keuangan yang bersangkutan harus memeriksa latar belakang dan tujuan dari transaksi itu dan mencatat temuannya untuk dapat membantu lembaga pengawas, pemeriksa, dan otritas penegak hukum. 92 Sementara Rekomendasi No 15 menentukan bahwa apabila lembaga- lembaga penyedia jasa keuangan financial institutions mencurigai bahwa dana tersebut berasal dari kegiatan kriminal, lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan itu diharuskan untuk segera melaporkan kecurigaan tersebut kepada otoritas yang berwenang. Rekomendasi No 15 dari The Forty Recommendations FATF 92 Sutan Reny Sjahdeini. Op.Cit., hlm.265. Universitas Sumatera Utara ditentukan bahwa yang terkena kewajiban untuk melapor adalah financial institution. 93 Penyedia Jasa Keuangan PJK seperti perusahaan asuransi harus mewaspadai para pelaku yang memanfaatkan sistem keuangan sebagai sarana kegiatan pencucian uang money laundering. Kewajiban untuk mewaspadai tersebut pada dasarnya terdiri dari 5 unsur yaitu: 94 1. Identifikasi dan verifikasi nasabahpengguna jasa keuangan; 2. Identifikasi transaksi keuangan mencurigakan suspicious transactions dan transaksi tunai dalam jumlah tertentu cash transactions; 3. Pelaporan transaksi keuangan; 4. Menata usahakan dokumen; 5. Pelatihan karyawan. Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa: 1 Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 satu hari kerja; danatau c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri. 2 Perubahan besarnya jumlah Transaksi Keuangan Tunai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK. 93 Ibid., hlm. 266 94 http;wwwppatk.go.idpdfpedoman1.pdf. Hal.13. Diakses pada tanggal 28 Desember 2013 Universitas Sumatera Utara 3 Besarnya jumlah Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c diatur dengan Peraturan Kepala PPATK. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30PMK-0102010 menyatakan bahwa : 1 LKNB melakukan pengujian untuk mengetahui latar belakang dan tujuan dari transaksi yang tidak wajar. 2 Transaksi yang tidak wajar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain namun tidak terbatas pada : a. transaksi yang tidak biasa dalam jumlah besar; b. transaksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan ekonomi yang jelas; c. transaksi yang diduga akan digunakan untuk melakukan perbuatan melanggar hukum; danatau d. transaksi yang tidak sesuai dengan pola aktifitas Rekening. 3 LKNB wajib mendokumentasikan transaksi yang tidak wajar sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 4 Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diduga sebagai transaksi yang mencurigakan, LKNB wajib melaporkan hal tersebut kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa menurut Pasal 23 Undang- undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30PMK-0102010 penyedia jasa keuangan dalam hal ini perusahaan asuransi, wajib menyampaikan laporan kepada PPATK mengenai transaksi keuangan mencurigakan. Pasal 23 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30PMK-0102010 bermaksud bahwa yang perlu dilaporkan oleh perusahaan asuransi adalah transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh nasabahnya melalui perusahaan asuransi yang Universitas Sumatera Utara bersangkutan. 95 Contoh-contoh transaksi keuangan yang mencurigakan dalam perusahaan asuransi : 96 1. Aplikasi untuk suatu polis dari calon nasabah yang berada di tempat yang jauh dari tempat perusahaan asuransi, dimana polis yang sejenis sebenarnya juga tersedia tempat tersebut. 2. Aplikasi untuk mengasuransikan suatu kegiatan atau usaha yang di luar bentuk dan pola usaha atau kegiatan normalnya. 3. Permintaan untuk pembelian kontak lump-sum yang besar dimana secara historis pemegang polis tersebut biasannya melakukannya untuk jumlah yang tidak besar atau kontak dengan pembayaran reguler. 4. Pembelian jasa asuransi menunjukan tanda-tanda tidak memperhatikan isi polis tetap lebih memperhatikan urusan pembatalan perjanjian polis. 5. Pembelian jasa asuransi terlihat memilki polis-plois yang sama yang berasal dari berbagai perusahaan asuransi lainya. 6. Pembeli jasa asuransi membeli polis yang nilainya jauh diatas kemampuan keuangan yang wajar dari yang bersangkutan. 7. Pembeli jasa asuransi mmbeli sebuah polis yang mahal dan dalam jangka waktu pendek membatalkan polis tersebut, meminta pengembalian uang dalam bentuk tunai atau diberikan kepada pihak ketiga. 95 Sutan Reny Sjahdeini. Op.Cit., hlm.268-269. 96 Yudha pandu. Peraturan Perundang-undangan Asuransi Indonsia. Jakarta:Indonesia Legal Center Publishing. 2007. hlm. 185-185. Universitas Sumatera Utara 8. Aplikasi yang diajukan oleh agen atau perantara dari luar juridiksi indonesia dimana juridiksi tersebut tidak memilki regulasi perasuransian atau regulasinya sangat lemah ataudari daerah dimana kegiatan kejahatan terorganisir misalnya, perdagangan narkoba atau aktivitas teroris sangat menonjol. 9. Pengalihan manfaat atas suatu produk asurasni kepada pihak lain yang secra nyata tidak ada hubungan sama sekali. 10. Usaha-usaha untuk menggunakan cek pihak ketiga untuk pembelian polis. 11. Pembelian jasa asuransi mengajukan secara lump-sum mealui wire transfer dnegan menggunakan uang asing. 12. Pembelian jasa asuransi berusaha untuk menjamin nilai tunai maksimum dari suatu polis single premium sesaat setelah pembayaran polis tersebut. Pasal 23 ayat 4 dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menentukan bahwa: 4 Kewajiban pelaporan atas Transaksi Keuangan Tunai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dikecualikan terhadap: a. Transaksi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan pemerintah dan bank sentral; b. Transaksi untuk pembayaran gaji atau pensiun; dan c. Transaksi lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK. 5 Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak berlaku untuk Transaksi yang dikecualikan. Penyedia Jasa Keuangan tidak perlu memperoleh persetujuan terlebih dari PPATK untuk dikecualikan dari kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 4 itu. Diluar transaksi-transaksi tersebut, dimungkinkan Universitas Sumatera Utara bagi penyedia jasa keuangan untuk juga diberikan pengecualian asalkan disetujui oleh PPATK berdasarkan permintaan dari penyedia jasa keuangan yang bersangkutan. Dengan demikian, ada transaksi-transaksi keuangan yang demi hukum atau otomatis menurut ketentuan Undanga-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Diberikan pengecualian untuk tidak dilaporkan oleh penyedia jasa keuangan dan ada pula transaksi-transaksi yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan hanya apabila disetujui dengan PPATK untuk dikecualikan berdasarkan permintaan penyedia jasa keuangan yang bersangkutan. 97 Selain pengecualian itu dapat dimintai oleh penyedia jasa keuangan, kepala PPATK atas inisiatifnya sendiri dapat menetapkan transaksi lainnya yang dikecualikan. Berkenaan dengan wewenang Kepala PPATK untuk menetapkan transaksi lainnya yang dikecualikan berdasarkan inisiatifnya sendiri, penjelasan Pasal 23 ayat 4 dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengemukakan sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan Transaksi dengan pemerintah adalah Transaksi yang menggunakan rekening pemerintah, dan dilakukan untuk dan atas nama pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian atau badan-badan pemerintah lainnya, namun tidak termasuk badan usaha milik negara daerah.” Yang dimaksud dengan Transaksi lain adalah Transaksi-Transaksi yang dikecualikan sesuai dengan karakteristiknya selalu dilakukan dalam bentuk tunai dan dalam jumlah yang besar, misalnya setoran rutin oleh pengelola jalan tol atau pengelola supermarket. Selain berdasarkan jenis transaksi, Kepala PPATK dapat menetapkan transaksi lain yang dikecualikan berdasarkan besarnya jumlah transaksi, bentuk atau wilayah kerja Pihak Pelapor tertentu. Pemberlakukan pengecualian tersebut dapat dilakukan baik untuk. waktu yang tidak terbatas permanen maupun untuk waktu tertentu. 97 Sutan Reny Sjahdeini. Op.Cit., hlm. 281. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi ini, beberapa kesimpulan yang dapat diambil antara lain: 1. Pencegahan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yaitu dengan cara yang pertama, penyedia jasa keuangan wajb menyampaikan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada PPATK. Kedua, dengan cara menerapkan prinsip mengenal nasabah. Sedangkan dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah, serta apabila tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh korporasi maka dikenakan sanksi pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah dan pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi, pencabutan izin usaha, pembubaran danatau pelarangan Korporasi, perampasan aset Korporasi untuk negara, dan pengambilalihan Korporasi oleh negara. Namun jika dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun 4 empat bulan. 2. Hubungan transaksi keuangan mencurigakan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dapat diliahat dari adanya Universitas Sumatera Utara