Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

(1)

STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. X YANG MENGALAMI

DECLINE STAGE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ANNISA HAZRINA 101301030

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. X YANG MENGALAMI

DECLINE STAGE

Dipersiapkan dan disusun oleh : ANNISA HAZRINA

101301030

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 11 April 2014

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Gustiarti Leila, M.Psi., M.Kes., Psikolog Penguji I/

NIP. 195301311980032001 Pembimbing ______________

2. Eka Danta Jaya Ginting, MA., Psikolog Penguji II ______________ NIP. 197308192001121001

2. Siti Zahreni, M.Psi., Psikolog Penguji III ______________


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2014

Annisa Hazrina NIM 101301030


(4)

Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

Hazrina dan Leila

ABSTRAK

PT. X yang merupakan sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pengolahan gas bumi saat ini sedang mengalami masa penurunan (decline stage). Penurunan ini terjadi akibat kehabisan sumber daya dan menyebabkan PT. X akan ditutup pada tahun 2014. Selama masa penurunan terjadi, terdapat perubahan pada sistem, iklim organisasi, fasilitas serta ketidakjelasan nasib yang dapat menyebabkan stres kerja pada karyawan PT. X. Penelitian ini menggunakan metode penelitian mix

design approach (MAD) dan bertujuan memberikan gambaran stres kerja karyawan

yang menghadapi masa penurunan di PT. X Pengambilan data pada 161 subjek penelitian dilakukan secara kuantitatif yakni menggunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan 3 simtom stres kerja yakni prilaku, psikologis dan fisik. Selanjutnya didukung dengan data kualitatif yakni hasil wawancara dengan subjek dan pihak perusahaan untuk mendukung hasil temuan kuantitatif. Hasil penelitian yakni stres kerja secara umum menunjukkan sebanyak 35,4% subjek mengalami stres kerja kategori rendah, 48,4% subjek mengalami stres kerja kategori sedang dan 16,1% subjek mengalami stres kerja kategori tinggi dalam menghadapi masa penurunan pada PT. X.


(5)

Job Stress Among PT. X’s Employees by The Decline Stage Hazrina and Leila

PT. X is one of BUMN company where the natural gas being processed and now already at the decline stage. The decline stage is caused by the non-renewable resources and the company will be closed soon at 2014. While the company is declining, there are many changes happens on the system, organizational climate, facilities and the uncertatinty employment that may cause the jobstress among PT. X employees. This research is using mix design approach (MAD) and aim to describe

the employees’ jobstress whom deal with the declining stage at PT. X. The data of 161 subjects were collected by quantitative method which is using the jobstress scale based on 3 symptoms of the jobstress; behavioral, psychological and physical symptoms. Moreover, interview is done by researcher as qualitative method due to supporting the quantitative data. In general, the result of this research are 35,4% subjects experienced low level of jobstress, 48,4% subjects experienced moderate level of jobstress and 16,1% experienced high level of jobstress regarding the decline stage of PT. X.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sumber kekuatan dalam proses penyelesaian skripsi yang berjudul “Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage” ini. Adapun skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Proses penyelesaian skripsi ini memerlukan kerja keras, doa, bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Peneliti mempersembahkan skripsi ini untuk keluarga tersayang; papa Hasbi M Hasan, mama Mega Isyabani, kakak dr. Kartika Agustina Hasbi, adik M. Rifqy Auffar Hasbi dan nenek Maimunah Hasan. Peneliti mengucapkan terima kasih atas segala dukungan, kasih sayang dan doa yang telah dipanjatkan untuk membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini. Peneliti juga berterimakasih dan sangat menghargai setiap bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan tulus peneliti mengucapkan :

1. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, yang telah sangat mendukung dalam proses penyelesaian studi, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Terima kasih kepada Ibu Gustiarti Leila, M.Psi., M.Kes., Psikolog, selaku dosen pembimbing yang telah membagi ilmu dan waktunya yang sangat berharga dan membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(7)

3. Terimakasih kepada Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, S.Psi., M.Si.,Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing perjalanan studi peneliti dari awal hingga akhir.

4. Terima kasih kepada Bapak Eka Danta Jaya Ginting, S.Psi., M.A., Psikolog, Kak Dina Nazriani, M.A., Kak Cherly Keumala Ulfa, S.Psi, M.Psi., Kak Siti Zahreni, S. Psi., M.Psi., Ibu Etty Rachmawati, serta Kak Rahma Yurliani, S.Psi, M.Psi yang telah bersedia membagikan ilmunya kepada peneliti.

5. Terima kasih kepada Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd yang mendukung dan memberi nasehat selama penyelesaian skripsi ini.

6. Terima kasih untuk seluruh dosen pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas ilmu, arahan, dan nasehat yang diberikan. Semoga apa yang telah peneliti pelajari dapat diterapkan dengan baik.

7. Terimakasih kepada Om Ardiansyah Lubis, Om Roni Rohendi dan Om T. Kamal Mahruzar, dari pihak Relation & Legal PT. X yang telah sangat banyak membantu peneliti selama berada di lapangan dan tidak pernah sungkan untuk memberi kritik dan saran serta dukungan yang luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Terima kasih untuk keluarga Tante Elvi Andriani, atas curahan kasih sayang dan dukungannya, mulai dari awal hingga akhir masa studi, peneliti sangat berterimakasih atas kehangatan keluarga ini.


(8)

9. Terima kasih untuk Charolina Margaretha, Aya Marissa, Nurul Sukma, Prilsa Nadhirah dan Syarifah Nadiratuzzahra atas dukungan dan perhatian yang luar biasa yang dicurahkan kepada peneliti.

10. Terimakasih kepada Reyhana Gathari, Annisa Vanya Pulungan, Fithra Runisya, Tisha Lazuana, Febri Jayanti, Fitri Khairani Ginting, Caroline Utama, Nanda Lukita Audi dan Fauzi Rozi Nasution yang tidak bosannya mendengar curahan hati peneliti. Terimakasih telah menjadi sahabat yang berharga.

11. Terima kasih untuk Cut Nanda Fitri dan Ajrina Busri, kedua sahabat peneliti yang meskipun jauh tapi terus mendukung.

12. Terimakasih untuk Virza Azannur yang sering memberi motivasi dan masukan kepada peneliti.

13. Terimakasih untuk gadis-gadis 18++, terimakasih untuk tawa, pelukan dan dukungan yang kalian berikan.

14. Terima kasih untuk Kak Kinanti Mayangsari, Olga Septania, Kak Holy Glora, Kak Rahmi Handayani, Tengku Rizky, Kak Sarah Fadilla dan Kak Rahmi Zuraida yang telah sangat banyak membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Terima kasih adik-adikku; Ola, Miana, Fania, Nyunyun, Jen, Winda, Rajip, Bagus dan Okto atas dukungannya.

16. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Fakultas Psikologi stambuk 2010 yang terus saling mendukung dan menyemangati dalam


(9)

masa studi ini. Terimakasih juga kepada adik, kakak dan abang keluarga besar Fakultas Psikologi USU.

17. Terima kasih kepada para narasumber wawancara penelitian, serta seluruh subjek penelitian yakni karyawan PT. X atas segala informasi dan bantuan terkait penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga dengan kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang dapat membantu menyempurnakan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, April 2014

Peneliti


(10)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... i-ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 11

E. Sistematika Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A Stres Kerja ... 14

1. Definisi Stres Kerja ... 14

2. Simtom Stres Kerja ... 18

3. Dampak Stres Kerja ... 21

4. Faktor Penyebab Stres Kerja ... 23

B. Decline Stage ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian ... 38

1. Identifikasi Variabel ... 39

2. Definisi Operasional... 39

B. Pertanyaan Penelitian ... 40


(11)

D. Metode Pengambilan Data ... 41

E. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 45

1. Validitas Skala Penelitian ... 45

2. Reliabilitas Skala Penelitian ... 46

3. Uji Daya Beda Aitem ... 47

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 48

1. Tahap Persiapan ... 48

2. Tahap Pelaksanaan ... 50

3. Tahap Pengolahan Data... 50

G. Metode Analisa Data ... 51

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 54

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin . 54 2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 55

3. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

4. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Divisi Pekerjaan ... 57

5. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 58

6. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Golongan Gaji.. 59

B . Hasil Penelitian ... 60

1. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage ... 61

2. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Simtom Stres Kerja ... 63

a. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Simtom Prilaku ... 63

b. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Simtom Psikologis ... 65


(12)

3. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Faktor Demografis Stres Kerja ... 69

a. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69 b. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Usia ... 71 c. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 74 d. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Divisi

Pekerjaan ... 77 e. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Masa Kerja ... 82

f. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Golongan

Gaji ... 86 4. Hasil Penelitian Tambahan : Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Faktor Demografis Stres Kerja ... 90

a. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Jenis

Kelamin dan Usia ... 90 b. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Usia dan Golongan Gaji ... 92 c. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X


(13)

yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Masa

Kerja dan Golongan Gaji ... 95

d. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Usia dan Masa Kerja ... 99

e. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Usia dan Divisi Pekerjaan ... 102

C. Pembahasan ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 121

B . Saran ... 123

1. Saran Metodologis ... 123

2. Saran Praktis ... 123


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Karyawan dan Kargo PT. X ... 5 Tabel 2. Cara Penilaian Gambaran Stres Kerja pada Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage ... 43 Tabel 3. Blue Print Distribusi Aitem Skala Gambaran Stres Kerja

pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage ... 44 Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin pada

Karyawan PT. X ... 55 Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia pada Karyawan PT. X ... 55 Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada

Karyawan PT. X ... 56 Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Divisi Pekerjaan pada

Karyawan PT. X ... 57 Tabel 8. Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja Karyawan PT. X ... 58 Tabel 9. Penyebaran Subjek Berdasarkan Golongan Gaji pada

Karyawan PT. X ... 59 Tabel 10. Kategorisasi Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami

Decline Stage ... 61 Tabel 11. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Stres Kerja Karyawan PT. X

yang Mengalami Decline Stage ... 61 Tabel 12. Kriteria Kategorisasi Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang


(15)

Tabel 13. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Simtom Prilaku Stres Kerja ... 63 Tabel 14. Kriteria Kategorisasi Simtom Prilaku Stres Kerja pada

Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage ... 64 Tabel 15. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Simtom Psikologis Stres Kerja ... 65 Tabel 16. Kriteria Kategorisasi Simtom Psikologis Stres Kerja pada

Karyawan PT. X yangMengalami Decline Stage ... 66 Tabel 17. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Simtom Fisik Stres Kerja ... 67 Tabel 18. Kriteria Kategorisasi Simtom Fisik Stres Kerja pada

Karyawan PT. X yangMengalami Decline Stage ... 68 Tabel 19. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69 Tabel 20. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Usia ... 72 Tabel 21. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 74 Tabel 22. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Divisi Pekerjaan ... 78 Tabel 23. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Masa Kerja ... 82 Tabel 24. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang


(16)

Tabel 25. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Jenis Kelamin

dan Usia ... 90 Tabel 26. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Usia dan

Golongan Gaji ... 92 Tabel 27. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Masa Kerja dan

Golongan Gaji ... 95 Tabel 28. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Usia dan Masa Kerja . 100 Tabel 29. Gambaran Umum Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang

Mengalami Decline Stage Berdasarkan Irisan Usia dan


(17)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Urutan Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami

Decline Stage Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

Grafik 2. Urutan Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami

Decline Stage Berdasarkan Usia ... 73

Grafik 3. Urutan Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami

Decline Stage Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 77

Grafik 4. Urutan Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami

Decline Stage Berdasarkan Jenis Divisi Pekerjaan ... 81

Grafik 5. Urutan Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami

Decline Stage Berdasarkan Masa Kerja ... 85

Grafik 6. Urutan Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Surat Izin Melakukan Penelitian di PT. X

Lampiran B. Reliabilitas, Daya Beda Item dan Uji Normalitas Skala Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

Lampiran C. Hasil Analisis Deskriptif Stres Kerja Berdasarkan Faktor Demografis Dan Simtom Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

Lampiran D. Hasil Penelitian Tambahan : Analisis Deskriptif Stres Kerja Berdasarkan Irisan Faktor Demografis pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

Lampiran E. Data Demografis Subjek Penelitian

Lampiran F. Data Skala Subjek Penelitian

Lampiran F. Skala Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage


(19)

Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

Hazrina dan Leila

ABSTRAK

PT. X yang merupakan sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pengolahan gas bumi saat ini sedang mengalami masa penurunan (decline stage). Penurunan ini terjadi akibat kehabisan sumber daya dan menyebabkan PT. X akan ditutup pada tahun 2014. Selama masa penurunan terjadi, terdapat perubahan pada sistem, iklim organisasi, fasilitas serta ketidakjelasan nasib yang dapat menyebabkan stres kerja pada karyawan PT. X. Penelitian ini menggunakan metode penelitian mix

design approach (MAD) dan bertujuan memberikan gambaran stres kerja karyawan

yang menghadapi masa penurunan di PT. X Pengambilan data pada 161 subjek penelitian dilakukan secara kuantitatif yakni menggunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan 3 simtom stres kerja yakni prilaku, psikologis dan fisik. Selanjutnya didukung dengan data kualitatif yakni hasil wawancara dengan subjek dan pihak perusahaan untuk mendukung hasil temuan kuantitatif. Hasil penelitian yakni stres kerja secara umum menunjukkan sebanyak 35,4% subjek mengalami stres kerja kategori rendah, 48,4% subjek mengalami stres kerja kategori sedang dan 16,1% subjek mengalami stres kerja kategori tinggi dalam menghadapi masa penurunan pada PT. X.


(20)

Job Stress Among PT. X’s Employees by The Decline Stage Hazrina and Leila

PT. X is one of BUMN company where the natural gas being processed and now already at the decline stage. The decline stage is caused by the non-renewable resources and the company will be closed soon at 2014. While the company is declining, there are many changes happens on the system, organizational climate, facilities and the uncertatinty employment that may cause the jobstress among PT. X employees. This research is using mix design approach (MAD) and aim to describe

the employees’ jobstress whom deal with the declining stage at PT. X. The data of 161 subjects were collected by quantitative method which is using the jobstress scale based on 3 symptoms of the jobstress; behavioral, psychological and physical symptoms. Moreover, interview is done by researcher as qualitative method due to supporting the quantitative data. In general, the result of this research are 35,4% subjects experienced low level of jobstress, 48,4% subjects experienced moderate level of jobstress and 16,1% experienced high level of jobstress regarding the decline stage of PT. X.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berawal dari pendeteksian oleh sebuah perusahaan minyak, sebuah desa di Aceh diincar oleh 2 perusahaan minyak dan gas bumi besar di Indonesia. Perusahaan tersebut adalah Mobil Oil dan Pertamina, yang keduanya kemudian melakukan pengeboran dan pencarian kedua sumber daya alam yakni gas dan minyak alam secara lepas pantai. Pada tanggal 24 Oktober 1971, di sebuah desa bernama Desa X, Kecamatan Syamtalira, Aceh Utara, gas alam akhirnya ditemukan. Di bawah desa X diperkirakan terkandung cadangan gas alam mencapai 17,1 trilyun kaki kubik. Hari itu merupakan hari ke-73 sejak uji eksplorasi yang dipimpin Bob Graves, pimpinan eksplorasi Mobil Oil di Aceh dimulai. Selanjutnya Mobil Oil dan Pertamina bersama-sama membangun sebuah unit operasi berupa pabrik dan kapal-kapal, kemudian mulai membangun perumahan dan jalanan, merekrut karyawan dan melakukan penjualan gas secara impor maupun ekspor yang kemudian bernaung dibawah sebuah perusahaan bernama PT. X sejak tahun 1973 (Sugiyono, 1997).

PT. X adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan gas bumi yang terdapat disekitar daerah Aceh. Perusahaan ini bersifat BUMN. Tidak hanya mengolah gas alam, PT. X juga melakukan penjualan ke berbagai negara seperti


(22)

Korea dan Jepang dan menjalin kerjasama dengan banyak perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri (Sugiono, 1997). PT.X kini telah berusia 38 tahun semenjak pengolahan pertama dilakukan. Selama 39 tahun perusahaan ini telah memberikan banyak kontribusi bagi perkembangan ekonomi dan sosial di Aceh. Pembangunan fasilitas umum seperti jalan raya, pembangunan rumah, pengadaan pendidikan juga tidak luput dari tujuan perusahaan sendiri. Hal tersebut juga dirasakan para karyawan, tidak hanya berupa gaji yang besar, namun tunjangan hidup yang bersifat sangat penting seperti biaya kesehatan, biaya pendidikan anak, tempat tinggal, hingga sembako juga sudah dipenuhi oleh PT. X. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang karyawan yang telah bekerja selama kurang lebih 20 tahun :

“Di sini hidup itu kayak surga, all free. Kamu mau apa? Sekolah? Yaudah sekolah la nak. Sakit? Berobat la nak. Parah kali rupanya sakit sampe harus dibawa ke luar negeri, jangan khawatir ada tanggungan perusahaan. Mau apa juga ada disini. Sehingga kadang hal-hal kekgini la ya dek yang buat kami ini loyal sama perusahaan. Dimana lagi la coba mau kita cari perusahaan kayak gini, udahla gaji bapak bagus, keluarga sampe mertua pun dijamin. Saya masuk kesini itu memang surga lah dek. Sampe gatau harus

gimana lagi saya bersyukur untuk semua kemudahan yang dikasih…”

(Komunikasi Personal, 14 Maret 2013)

Selain itu, selama ini PT. X juga menyediakan kebutuhan skills bagi para karyawan, seperti pengadaan training di dalam perusahaan sendiri maupun mengirimkan karyawan keluar daerah untuk belajar lebih banyak dan berperan aktif dalam pengembangan perusahaan seperti berikut :

“Saya sudah bekerja sekitar 20 tahunan, saya sudah punya banyak pengalaman training, itu yang skill aja ya dek. Belum lagi seminar, konsultasi psikolog dan lainnya. Dulu tahun 2000-an, saya sering itu dikirim ke jogja,


(23)

apa ke Jakarta atau bandung untuk ikut course seminggu. Kadang ada yang keluar negeri dek dan semuanya ditanggung perusahaan, kita bawa diri aja asal siap nerima pelatihan dan pelajaran.” (Komunikasi Personal, 14 Maret 2013)

Namun dalam pengolahan gas yang sudah berjalan selama 39 tahun, tentunya sumber daya alam yang tidak terbaharui seperti gas yang diolah juga memiliki batas penggunaan maksimum. Hal ini tentu saja berpengaruh pada perusahaan yang mengolah sumber daya tersebut. Sebuah perusahaan akan hidup, jaya dan mengalami penurunan. Bahkan menurut Robbins (1990) semua organisasi memiliki siklus yang dinyatakannya sebagai suatu pola yang telah baku dan konsisten, serta memiliki urutan tertentu. Sehingga transisi atau perubahan dari satu tahapan ke tahapan lain dapat diramalkan.

Lippitt dan Schmidt (1967) berpendapat bahwa semua organisasi atau perusahaan pada dasarnya memiliki siklus yang sama seperti manusia dan tumbuhan. Organisasi akan tumbuh dan produktif di kala muda dan kemudian akan terus bertambah tua, beberapa organisasi atau perusahaan dapat bertahan beberapa dekade, bahkan bisa berabad-abad. Genap di usianya yang ke 40, diperkirakan perusahaan ini akan berhenti memproduksi gas alam. Hal ini dikarenakan gas alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga memiliki batas maksimum penggunaan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang karyawan divisi HRD (Human Resources Development) :

Namanya sumber daya alam yang ga bisa diperbaharui. Cepat atau lama


(24)

diperkirakan dari awal. Jadi pas dibangun memang sudah diramalkan dengan gas seberapa banyak, kapan kira-kira gas ini habis. Artinya udah

dikira-kira kapan X ini habis.” (Komunikasi personal, 3 April 2013)

Mendekati periode yang ditentukan, tentu terjadi banyak perubahan dan penurunan yang tidak hanya mengurangi jumlah kargo (kapal penjualan gas) namun juga mengurangi jumlah karyawan, seperti yang terkutip pada komunikasi personal dengan salah seorang staf HRD berikut :

“Jauh dek, dulu karyawan ada sekitar seribu orang, itu belum outsourcing.

Kalo mau ditambah outsourcing, mmm… ada sekitar empat ribuan karyawan

yang dinaungi PT. X. Ini 2013 om dapat data hanya sekitar tiga ratusan karyawan, dengan tujuh ratusan orang outsourcing. Kalo ibarat perempuan, ini udah diet ketat dek. Udah kurus tinggal bahan-bahan utama aja yang tersisa” (Komunikasi Personal, 4 April 2013)

Sementara itu, karyawan lainnya menceritakan tentang perubahan fasilitas yang mengalami perubahan. Fasilitas lengkap yang mencakup segala aspek kebutuhan tersebut kini perlahan-lahan mulai ditiadakan, seperti berikut :

“Jaman saya muda ya, ya walau tidak semuda anak, tapi empat puluh tahunan mungkin itu sekitar tahun 2000, fasilitas disini semuanya ada. Mulai dari rumah sakit semua ditanggung tanpa pengecualian, terus juga sekolah, semua biaya mulai dari biaya operasional, gaji guru hingga bimbingan UN anak semuanya kita tanggung. Kemudian ada klub, klub tenis, renang, pencinta alam, klub bilyard, bioskop, semua rutin dilakukan, juga didanai perusahaan. Pesawat itukan sampe hari ini anak dapat jatah setaun 24 kali penerbangan, semuanya free. Sekarang sebagian masih ada, itu kayak pesawat dan rumah sakit. Tapi kan sekolah udah kita serahkan ke pemerintah, maka adik-adik kamu sekarang sudah anak sekolah negeri, apa apa kebutuhan sekolah tidak jadi urusan kita lagi, hanya kita terus usaha membantu sebagai orang tua yang mampu. Eeem, selain itu kayak bandara sudah kita hibahkan ke pemerintah daerah, makanya pesawat kita tidak isinya orang X semua lagi, udah boleh orang luar masuk dan pesawat diganti

dengan Lion sekarang. Apalagi ya nak? …..Oh klub kan sudah banyak tidak

ada lagi, bioskop tidak ada ya? Sudah banyak pengurangan kalo anak juga rasa..” (Komunikasi Personal, 14 Maret 2013)


(25)

Selain itu, pada kunjungan peneliti ke lapangan, ternyata data yang didapat dengan jelas menunjukkan adanya penurunan pada empat tahun terakhir. Penurunan ini dilihat dari jumlah karyawan dan kargo yang terus mengalami penurunan terhitung hingga 15 Maret 2013, sesuai dengan data lapangan yang dipaparkan oleh seorang staf HRD berikut:

Tabel 1. Jumlah Karyawan dan Kargo PT. X

Hal ini diperkuat dengan penjelasan staf yang bersangkutan mengenai paparan Tabel 1 diatas mengenai pengurangan jumlah kargo dan karyawan :

“Sempat agak stabil di 2011 dan 2012, tapi kenapa karyawan tetap berkurang? Satu ya karena pensiun. Kedua ya karena kita sudah perkirakan, tahun ke depannya lagi akan terjadi pengurangan kargo yang cukup signifikan, dan memang berkurang sekitar 11 kargo kan? Nah pengurangan karyawan juga tidak jauh terjadi dalam jumlah yang sama, kali ini memang lebih banyak pensiunnya. Karena juga kita tetap butuh karyawan yang mencukupi, kargo boleh sedikit, tapi kan pabrik masih cukup luas untuk diurus” (Komunikasi Personal, 15 Maret 2013)

Merujuk pada teori Organization Life Cycle menurut Robbins (1990), perusahaan ini sedang berada pada tahap penurunan (decline stage) karena memenuhi

Tahun Kargo Jumlah Karyawan

2010 35 445 orang

2011 31 413 orang

2012 22 385 orang

2013 21 356 orang


(26)

karakteristik seperti penurunan terhadap produk, mencari berbagai jalan untuk tetap memegang pasar dan mencari kesempatan baru. Fase decline adalah fase dimana terjadinya penurunan terus menerus dalam seluruh kegiatan di dalam sebuah organisasi (Robbins dan Barnwell, 2002). Kini hal ini juga dapat dilihat dari Tabel 1, bahwa tidak hanya produksi yakni berupa kargo yang menurun, namun jumlah karyawan juga ikut menurun disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Decline stage pada PT. X terjadi dalam kurun waktu yang sudah cukup lama.

Penelitian ini diadakan tepat 1 tahun sebelum PT. X akan ditutup sesuai dengan rencana awal yakni pada Desember 2014. Namun sebelumnya, PT. X juga sudah mengambil langkah misalnya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran di tahun 2000. Prediksi mengenai akhir dari nasib PT. X sendiri sudah berubah beberapa kali. Awalnya tahun 2010 diprediksi sebagai akhir dari decline stage yang sudah dialami selama 10 tahun mulai dari tahun 2000, nemun kemudian bergeser pada tahun 2012 dan akhirnya 2014. Keadaan di dalam perusahaan sendiri sangat fluktuatif dan tidak stabil. Selama masa penurunan terjadi, baik karyawan maupun perusahaan mengusahakan kepastian dan kesepakatan terbaik yang bisa dicapai sebagai solusi. Namun selama itupula, keadaan perusahaan terus berubah dan perubahan didalam organisasi atau PT. X terus terjadi.

Banyak perubahan yang terjadi selama PT. X memasuki masa decline stage. Perubahan sistem, lingkungan kerja dan iklim organisasi dapat memicu terjadinya stres kerja pada karyawan (Vendetti, 2010). Pekerjaan yang dilakukan bertahun-tahun


(27)

secara rutin akan menjadi kebiasaan dalam diri manusia, sehingga perubahan dalam dunia pekerjaan juga dapat mengubah hidup seseorang. Perubahan ini kemudian disebut dengan life change events. Life change events merupakan salah satu stresor kerja yang cukup signifikan pada seorang karyawan (Rice, 1987). Hal ini diperkuat dengan adanya keluhan dari karyawan PT. X mengenai perubahan suasana yang diakuinya sebagai salah satu tekanan yang tidak menyenangkan:

Salah satu karyawan yang bekerja di dalam divisi operation yakni pengelolaan pabrik menyatakan adanya perubahan situasi dan ketidakpastian masa depan yang terkutip pada wawancara berikut :

“Sepinya deek ya ampun, kalo dulu ya di kantor itu rame, sekarang sepi. Pulang ke rumah pun jalanan sepi. Semakin hari rasanya semakin sepi dan kadang membuat ga bersemangat ke kantor. Selain itu kita kan ga seperti PT. X yang dulu. Sekarang mau habis kan? Gatau juga om, apakah nanti akan tetap dipekerjakan atau tidak Yah kalo ditanya sanggup, om masih sanggup kerja, tapi apakah setelah ini akan dipake lagi kan gatau. Pasrah aja sama

Allah..” (Komunikasi Personal, 14 Maret 2013)

Tekanan yang dihadapi oleh karyawan tidak hanya mengenai perubahan lingkungan kerja, namun mencakup hal lainnya yang berkaitan dengan keluarga dan masa depan, yang mana stres kerja mempengharuhi interaksi pekerja dengan keluarga (Colligan & Higgins, 2005). Hal ini diungkapkan oleh salah seorang karyawan :

“Mikirin anak masih kecil, walau udah tau 2014 abis dan tetap diberi pesangon, saya gabisa bohong kalo kecemasan itu ada. Resah dan gundah itu suka muncul aja sendiri” (Komunikasi personal, 26 April 2013)

Kegundahan yang dirasakan ini kemudian dapat menyebabkan stres pada karyawan. Beer dan Nowman (dalam Luthans, 1998) menyatakan stres kerja sebagai


(28)

sebuah kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidakpastian dan ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan – perubahan yang terjadi di dalam perusahaan atau organisasi . Selain itu stress kerja juga dinyatakan sebagai suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu yang hasilnya dipandang penting namun tidak pasti dalam pekerjaannya (Schuller, 2002).

Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres (Frew, 1987). Selain oleh desain struktur dan organisasi, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres kerja para karyawan di dalam sebuah organisasi. Ketidakpastian yang dialami oleh karyawan berhubungan dengan pemutusan hubungan pekerjaan, waktu pemberian pesangon dan nasib karyawan jika ternyata PT. X akan dijadikan sebuah lahan bisnis baru. Perubahan dan siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi misalnya, ketika kelangsungan karyawanan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk (Cavanaugh, 2000). Hal ini yang terjadi pada karyawan yang masih secara aktif memberikan kontribusinya kepada PT. X yang diperkirakan akan tutup di tahun 2014 dan saat ini berada dalam masa penurunan. Hingga saat akhir penurunan inipun karyawan merasa nasibnya masih belum jelas, apakah decline stage ini akan berakhir dengan manis ataukah akan ada lahan bisnis baru yang sedang dipersiapkan untuk kedepannya dan kemungkinan lain bahwa mereka masih dapat dipekerjakan. Ketidakpastian dan


(29)

hasrat yang dirasa penting bagi karyawan ini kemudian berpotensi memunculkan stres kerja pada karyawan dalam menghadapi decline stage.

Rollinson (2005) memaparkan beberapa tanda dari stres seperti adanya kecemasan, depresi yang ditandai dengan beberapa gejala seperti gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, penurunan hasrat seksual, cepat merasa lelah, kehilangan konsentrasi, kesulitan mengambil keputusan, menjauhkan diri dari lingkungan hingga merasa terjebak dan tidak tertolong. Seperti yang dinyatakan oleh beberapa karyawan berikut:

“Kalau memikirkan nasib kedepan yang belum jelas, apalagi anak masih kecil, jangan bayangin dikantor dek. Nanti meledak mesin semuanya gara-gara gak konsentrasi” (Komunikasi personal,19 Juni 2013)

“Saya agak susah tidur kalo udah kebayang masalah perusahaan. Bukan masalah takut ga dibayar, tapi apa yang sebaiknya saya lakukan? Tetap bekerja atau coba mulai cari tempat baru”(Komunikasi Personal, 14 Maret 2013)

“Paling kesal kalo kawan udah payah connect. Kita perlu cepat, dia lelep lelep lama gak ngerti-ngerti kalo udah dikasitau. Banyak kali bengongnya apalagi kalo dah mulai ada bunyi-bunyi phk. Maka kadang kalo belom pasti gausah ada suara suara lah, kita ini jantungan nanti kerjapun gak tenang,

yang ada palak-palak sendiri. Panas kantor gara-gara isu” (Komunikasi

personal, 19 Juni 2013)

Keluhan dan gejala yang dirasakan karyawan tidak hanya berpengaruh pada dirinya sendiri, namun juga pada lingkunganya. Stres ini bisa disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, kebosanan, rasa keharusan untuk bekerja serta tanggung jawab akan keluarga (Sarafino, 2011). Selain itu stres kerja juga bisa berasal dari


(30)

kecilnya kesempatan seseorang untuk memiliki skill dan pengetahuan baru, hubungan interpersonal yang kurang baik, merasa diperlakukan tidak adil dan adanya kecemasan akan kehilangan pekerjaan (Quick dalam Sarafino, 2011).

Dari fenomena yang terjadi pada karyawan PT. X di tengah-tengah decline

stage ini, peneliti menemukan beberapa kondisi yang dapat dikategorikan sebagai

stres kerja yang membutuhkan tindak lanjut dari perusahaan. Namun dibutuhkan data yang akurat untuk menggambarkan bagaimana stres kerja yang sebenarnya saat ini sedang terjadi pada karyawan PT. X dalam menghadapi decline stage perusahaannya. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai gambaran stres kerja yang dialami karyawan PT. X dalam menghadapi decline stage yang terjadi di PT. X.

B. MASALAH PENELITIAN

Pada keadaan perusahaan yang terus menurun dan perubahan yang terjadi, bagaimana gambaran stres kerja karyawan PT. X dalam menghadapi decline stage di perusahaannya?


(31)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat secara konkrit, yakni stres kerja dilihat secara umum, dilihat melalui simtom dan faktor demografis mengenai gambaran stres kerja karyawan PT. X dalam menghadapi decline stage di perusahaannya.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Data hasil penelitian lapangan yang masih baru dapat dijadikan landasan penelitian lanjutan untuk penelitian berikutnya

2. Manfaat Praktis

- Hasil penelitian dapat dipergunakan oleh PT. X untuk mendapatkan data yang akurat mengenai tingkat stres kerja pada karyawan saat perusahaannya mengalami decline stage.

- Sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk melakukan program selanjutnya (assessment) terkait dengan stres kerja yang dialami karyawan PT. X terkait decline stage yang terjadi.


(32)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Proposal ini terdiri dari beberapa bab dengan sistematika penulisan yang digunakan sebagai berikut :

BAB I mengenai pendahuluan. Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, permasalahan penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II mengenai landasan teori. Pada bagian ini dibahas beberapa teori yang relevan dan digunakan sebagai acuan dalam penjelasan data penelitian. Teori yang digunakan adalah mengenai stres kerja dan teori decline stage terkait dengan kondisi perusahaan.

BAB III mengenai metodologi penelitian. Pada bagian ini berisi uraian mengenai identifikasi variabel, definisi operasional mengenai stres kerja, subjek penelitian serta metode yang akan digunakan untuk mengukur gambaran stres kerja karyawan PT. X dalam menghadapi decline stage di perusahaannya.

BAB IV mengenai analisa dan interpretasi data. Pada bab ini dijelaskan pengolahan dan pengorganisasian data penelitian, serta membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan dengan stres kerja yang dialami karyawan pada perusahaan yang mengalami decline stage.


(33)

BAB V mengenai kesimpulan dan saran. Bagian ini berisi kesimpulan dari penjelasan teori dan data lapangan yang ditemukan oleh peneliti terkait dengan gambaran stres kerja yang dialami oleh karyawan PT. X dalam menghadapi decline

stage di perusahaannya. Kemudian bab ini juga membahas hal-hal baru yang

ditemukan dan saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian kepada pihak terkait maupun untuk penelitian berikutnya.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRES KERJA

1. Definisi Stres Kerja

Beer dan Nowman (dalam Luthans, 1998) menyatakan stres kerja sebagai sebuah kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidakpastian dan ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan – perubahan yang terjadi di dalam perusahaan atau organisasi . Selain itu stres kerja juga dinyatakan sebagai suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu yang hasilnya dipandang penting namun tidak pasti (Schuller, 2002). Artinya walaupun potensi dan kesempatan ada, seseorang juga bisa menghadapi stres akibat ketidakpastian perubahan lingkungan pekerjaan yang harus dihadapinya.

Menurut Beehr dan Franz (1987) stres kerja adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaannya, tempat kerja atau situasi kerja tertentu. Hampir semua orang mengalami stres pada pekerjaan mereka, dimana hal ini banyak dianggap pekerja sebagai hal yang biasa terjadi, namun ternyata stres yang dirasakan akan semakin kuat dan lama (Sarafino, 2011).


(35)

Sementara itu, definisi stres sendiri adalah ketegangan yang berpengaruh pada emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang (Siagian, 2003). Lebih spesifik lagi, menurut Taylor (2009) stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan biokimia, fisiologi, kognitif dan prilaku yang diperkirakan seseorang untuk dapat merubah suatu kejadian yang dihadapinya ataupun mengakomodir efek dari stres tersebut.

Rice (1987) mendefinisikan stres kerja sebagai permintaan dalam pekerjaan yang melampaui batas kemampuan dari karyawan itu sendiri. Menurutnya stress dapat dibedakan atas 3 cara yakni :

- Pertama, segala stimulus atau kejadian dari luar yang menyebabkan seseorang merasa tertekan atau terangsang, yang berarti stres berada di luar orang tersebut (eksternal).

- Kedua, stress juga dinyatakan sebagai respon subjektif terhadap apa yang terjadi, dalam hal ini ini stress berarti internal mental state dari tekanan tersebut.

- Ketiga, stress dilihat sebagai reaksi fisik oleh tubuh untuk menandakan adanya kerusakan yang kemudian menjadi pertahanan tubuh terhadap tekanan tersebut.

Stres sebagai reaksi fisik yakni pertahanan tubuh merupakan reaksi yang dilakukan oleh tubuh untuk berhadapan dengan situasi stres tersebut. Reaksi tersebut dinyatakan Selye (1974) sebagai General Adaptation Syndrome, dimana tubuh


(36)

merespon stres dalam keadaan yang tidak spesifik untuk mengantisipasi kerusakan imun yang diakibatkan oleh lamanya stres yang menetap dalam diri individu. General Adaptation Syndrome atau GAS memiliki 3 tahapan reaksi yakni alarm reaction,

stage of resistance dan stage of exhausted.

Gambar 1. Fase pada General Adaptation Syndrome ( Selye, 1974)

Fase pertama yakni alarm reaction terjadi ketika tubuh menyadari ada stresor yang hadir dan harus dihadapi. Semakin lama tubuh berjuang untuk bertahan, resistensi tubuh akan terus berkurang yang selanjutnya akan membawanya pada tahapan kedua. Pada tahapan kedua yakni stage of resistance, tubuh akan berada dalam keadaan konstan untuk bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Tubuh mencoba terus beradaptasi dan menerima paparan stres yang berkelanjutan. Kemudian tahap terakhir yakni stage of exhaustion dimana kemampuan tubuh untuk berhadapan dengan stres akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh lamanya paparan stres yang terjadi, sehingga tingkat resistensi yang tadinya meningkat dari normal, dapat menurun hingga resistensi kembali ke tingkat normal atau bahkan berada


(37)

dibawah itu. Sehingga tahapan stage of exhaustion yang berkepanjangan dan berulang berpotensi mengembangkan penyakit yang dipicu oleh gangguan psikologis (Brannon & Feist, 2007).

Demikianlah cara tubuh menyesuaikan diri dan berhadapan dengan stres yang terjadi. Hal ini terjadi pada semua jenis stres yang dialami individu. Demikian pula pada stres kerja yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Pemicunya dapat beragam seperti persaingan di kantor, relasi dengan rekan kerja, pekerjaan yang terlalu banyak dan lain sebagainya (Rice, 1999).

Pada dasarnya stres tidak selalu berdampak negatif pada tubuh. Ada stres yang bersifat positif dan konstruktif yang disebut dengan eustress. Sebuah pekerjaan juga membutuhkan kekuatan stres untuk meningkatkan performansinya. Sementara sebaliknya ada stres yang sifatnya negatif yakni mengarah pada destruktif. Pada umumnya gejala stres kerja yang sering ditampilkan lebih mengarah pada stres yang merugikan karyawan maupun perusahaannya. Stres yang memberi dampak buruk dan destruktif ini kemudian disebut sebagai distress (Selye dalam Rice, 1992). Distress yang kemudian akan menjadi fokus penelitian ini mengenai stres kerja yang dialami oleh karyawan PT. X yang mengalami decline stage.


(38)

2. Simtom Stres Kerja

Rice (1987) mengelompokkan simtom stres kerja ke dalam 2 bagian besar, yakni simtom psikologis dan fisik. Namun ada satu pembagian lagi oleh Schuler (1980) yakni simtom perilaku berhubungan dengan dampak organisasional pada karyawan. Sehingga terdapat 3 simtom stres kerja yakni simtom psikologis, fisik dan prilaku.

a. Simtom psikologis

Berikut beberapa simtom psikologis yang sering ditemukan pada orang yang mengalami stres kerja :

- Cemas, tertekan, kebingungan dan mudah tersinggung, hal ini dapat terjadi di ruang lingkup pekerjaan atau saat sudah berada di tengah keluarga.

- Merasa frustasi dan marah akan pekerjaan yang dihadapi maupun teman kerja.

- Sangat sensitif secara emosional dan merasa tertekan.

- Efektifitas komunikasi karyawan berkurang dari kemampuannya yang biasa.

- Merasa ditolak oleh lingkungan sekitar, dalam hal ini seorang karyawan akan merasa tidak diterima di lingkungan kerja atau bahkan oleh keluarganya sendiri yang kemudian akan membuatnya merasa terasing dan terpisahkan.


(39)

- Kemampuan intelektual secara umum menurun. Kesulitan untuk berkomunikasi, memahami perintah maupun pertanyaan serta kecepatan kerja yang menurun bisa menjadi indikasi simtom intelektual ini

- Kurang konsentrasi, kreatifitas dan spontanitas dalam bekerja

- Kurangnya motivasi dan kepercayaan diri dalam penyelesaian tugas. - Adanya gejala depresi seperti gangguan tidur, gangguan makan,

kelelahan, tidak mampu menyelesaikan tugas, merasa terjebak dalam pekerjaan hingga menurunnya hasrat seksual (Rollinson, 2005).

b. Simtom fisik

Beberapa simtom fisik dibawah ini sering dirasakan oleh seseorang yang mengalami stres. Kelelehan secara fisik, cedera, gangguan tidur dan gangguan pencernaan adalah beberapa hal yang paling sering terjadi (Adams dalam Rice, 1987). Berikut simtom fisik lainnya yang dapat dialami seseorang ketika berada dalam keadaan stres

- Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah. Hal ini berbanding lurus dengan meningkatnya kecemasan. Semakin cemas seseorang, maka semakin meningkat pula sekresi adrenalin yang meningkatkan detak jantung . Peningkatan detak jantung akan berakibat pada peningkatan tekanan darah bahkan hipertensi (Sudoyo et al, 2009).


(40)

- Berpotensi mengalami gejala sakit fisik seperti maag atau dyspepsia serta sesak napas atau sakit kepala.

- Mual, sakit leher, bibir kering, pusing dan bersendawa.

- Kelelahan fisik dan ketegangan otot yang dapat diakibatkan karena gangguan tidur yang terjadi akibat stres kerja.

c. Simtom prilaku

Pada karyawan, stres kerja sangat berpengaruh terhadap prilakunya di organisasi di tempat ia bernaung (Rice, 1987). Organisasi dan karyawannya akan terus saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Schuller (1980) mengemukakan beberapa prilaku pada karyawan yang mengalami stres kerja :

- Rendahnya performansi kerja secara kuantitatif dan kualitatif

- Rendahnya keterlibatan dalam pekerjaan, karyawan sering menolak untuk diberi tanggung jawab.

- Menunjukkan ketidakpuasan maupun keluhan terhadap banyak tugas yang dikerjakan dirinya sendiri maupun orang lain (Miner, 1992). - Kurang perhatian terhadap keadaan perusahaan dan kolega. Hal ini

dapat dilihat sebagai kurangnya komitmen karyawan oleh perusahaan. - Absensi yang tinggi diakibatkan rendahnya motivasi bekerja serta


(41)

dengan rekan kerjanya. Hal ini juga bisa terjadi karena rasa muak yang dimiliki karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

- Menyebabkan kecelakaan, ini disebabkan karena kurangnya konsentrasi serta spontanitas karyawan pada saat bekerja.

- Hiperaktif, mencari-cari kegiatan dan melakukan hal yang tidak bermanfaat

- Meningkatnya konsumsi obat-obatan, misalnya obat tidur atau obat penenang.

- Suka menggerutu dan mengeluh tentang banyak hal, khususnya hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tugas maupun hubungannya dengan teman kerja (Burke dalam Rollinson, 2005).

- Meninggalkan pekerjaan baik itu melakukan penundaan atau memang tidak ingin menyelesaikan pekerjaan tersebut.

- Menyebabkan konflik bagi karyawan yang lain (Venniga & Spradley, 1981)

3. Dampak Stres Kerja

Stres kerja memberikan banyak dampak yang terlihat secara fisik maupun prilaku seseorang. Berikut beberapa dampak yang dapat terlihat pada seseorang yang mengalami stres kerja :

- Emosi yang naik dan turun dan sulit dikontrol. Emosi di lingkungan kerja juga dipengaruhi oleh kemampuan karyawan dalam


(42)

mempersepsikan masalah dan tipe kepribadian yang dimiliki (Papalia, 2007).

- Memaksimalkan potensi burnout. Burnout adalah fenomena yang terjadi pada seorang karyawan yang merasa memiliki perasaan, motif dan pengalaman yang sangat buruk dengan pekerjaan mereka. Karyawan yang mengalami burnout merasa tidak lagi dapat mentoleransi batas kemampuan mereka untuk menghadapi masalah sehingga merasakan kelelahan yang luar biasa baik secara fisik maupun psikologis. Karyawan akan menunjukkan cirri-ciri seperti hilangnya kepercayaan pada perusahaan, kehilangan minat hingga tidak lagi ingin bekerja (Miner, 1992)

- Konsentrasi yang mudah terganggu dalam melakukan tugas yang telah diperintahkan, atau sering salah memberi instruksi dan melakukan kesalahan dalam pekerjaan (Rice, 1999).

- Selera makan yang berubah, bisa kehilangan nafsu makan maupun terlalu banyak makan yang dapat mengakibatkan obesitas (Flach dalam Rollinson, 2005).

- Lebih hiperaktif dari biasanya. Terkadang diikuti dengan agresifitas yang meningkat, baik itu secara verbal misalnya membentak, sarkasme ataupun memaki, ataupun secara nonverbal misalnya memukul tangan ke atas meja ataupun menendang kursi (Venniga & Spradley, 1981)


(43)

- Karyawan akan lebih sering jatuh sakit. Stres kerja yang bersifat

distress sangat berhubungan erat dengan lemahnya kekuatan fisik dan

mental. Hal ini terjadi karena sistem saraf manusia terutama otak, berhubungan dengan semua sistem biologis dan psikologis yang berpengaruh kepada fungsi sistem imun (Ray, 2004).

- Kesulitan untuk tidur bahkan insomnia juga menjadi salah satu dampak dari stres kerja akibat adanya perubahan suasana kerja (The Association for Behavioral and Cognitive Therapies, 2010).

- Mudah lelah secara fisik maupun psikologis, menurunnya hasrat seksual, menghindar dari kontak sosial dan kesulitan untuk menikmati aktifitas pada seorang individu sebagai dampak dari stres kerja yang dialami karyawan tersebut (Rollinson, 2005)

4. Faktor Penyebab Stres Kerja

Stres kerja adalah tekanan yang berasal dari karakter individual, pekerjaan dan lingkungan (Greenberg, 2002). Artinya stres dapat berasal dari salah satu ataupun gabungan antara faktor karakter individual, pekerjaan maupun lingkungan. Rollinson (2005) menyebutkan banyak sekali faktor penyebab stres kerja yang digolongkannya kedalam 4 faktor utama yakni lingkungan, faktor organisasi, faktor hubungan sosial dan faktor individu itu sendiri dalam konteks organisasi.


(44)

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan memiliki tekanan yang berasal di luar karyawan atau organisasi yang kemudian dapat berpotensi mengganggu karyawan tersebut atau organisasinya. Faktor lingkungan ini mencakup faktor ekonomi dan stabilitasnya, faktor sosial dan politik yang dapat berupa pemerintahan yang baru, iklim politik di sebuah daerah, dan bagaimana orang-orang disekitar kita berinteraksi. Faktor sosial dan politik disini berkaitan dengan adanya perubahan perubahan yang membawa nasib seorang karyawan dalam ketidakpastian. Selain itu perubahan lingkup sosial juga akan menyebabkan adanya rasa takut dan insecurity pada karyawan. Sehingga berpotensial menyebabkan stres. Selain faktor ekonomi dan sosial-politik, ada faktor teknologi serta faktor pekerjaan dan keluarga. Faktor teknologi dapat disebabkan karena cepatnya perkembangan teknologi sehingga menyebabkan kesulitan beradaptasi bagi beberapa orang dan dapat menjadi salah satu penyebab stres. Pada faktor pekerjaan dan keluarga, diyakini bahwa adanya masalah pekerjaan yang dibawa ke dalam rumah, baik oleh individu itu sendiri maupun orang lain di dalam keluarganya, dapat memicu stres bagi anggota keluarga yang lain (Jones & Fletcher dalam Rollinson, 2005). Selain itu adanya ambiguitas kewajiban berperan dengan tuntutan yang berbeda pada saat berada di tengah keluarga dan rekan kerja juga dapat menjadi salah satu faktor stres bagi seorang karyawan ( Lewis & Cooper, dalam Rollinson 2005).


(45)

b. Faktor organisasi

Stres juga dapat berasal dari organisasi, dimana seluruh aspek dari organisasi berpotensial membangkitkan stres pada karyawan. Adanya kebingungan peran mengenai pekerjaan, batasan kekuasaan dan ketidakpastian dalam pekerjaan dapat menjadi penyebabnya. Selain itu pada sebuah perusahaan yang strukturnya bersifat kaku juga dapat menyebabkan kecemasan dan stres, karena karyawan merasa kesempatannya untuk berkembang atau mendapatkan promosi sangat sedikit. Iklim dan budaya organisasi yang tidak nyaman serta politik organisasi yang tidak kooperatif juga dapat menjadi tekanan bagi seorang karyawan. Pada sebuah organisasi seperti perusahaan, saling bergantung dan kecendrungan untuk bekerjasama sangat dibutuhkan. Namun tidak semua karyawan mau bersikap kooperatif dengan karyawan lainnya. Artinya timbul iklim persaingan disini. Hal ini juga menimbulkan stres pada karyawan dalam menghadapi tuntutan perusahaan dan lingkungan kerjanya yang tidak kooperatif karena adanya kepentingan politik masing-masing.

c. Faktor sosial dalam konteks organisasi

Hubungan sosial memiliki peran penting di dalam kehidupan manusia. Bagi seorang karyawan, hal ini bisa dilihat dari hubungannya dengan atasan, suasana tempat kerja dan hubungan interpersonal dengan anggota lainnya


(46)

didalam kelompok tersebut. Stres bisa terjadi dari hasil hubungan seorang karyawan dengan atasannya. Adanya instruksi yang kurang jelas, kurangnya dukungan secara fisik maupun emosional dan kurangnya penghargaan dari atasan dapat membuat karyawan merasa bekerja di bawah tekanan. Selain itu kurangnya pengarahan yang adekuat mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan serta apa yang mau dilakukan selanjutnya juga membuat karyawan merasa berada di dalam ketidakpastian yang dapat menyebabkannya berada dalam keadaan stres (Schuller, 2002).

Lebih spesifik lagi, Greenberg (2002) menyatakan bahwa stres juga meningkat ketika seseorang merasa ada ketidakjelasan di dalam pekerjaannya. Misalnya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya pekerjaan, ambiguitas peran dan ketidakjelasan tuntutan dalam pekerjaan (Schaufeli & Peeters, 2000).

Mengenai hubungan sosialnya dengan anggota kelompok pada sebuah organisasi atau perusahaan, Argyris dalam Rollinson (2005) menyebutkan bahwa konflik dengan teman kerja dapat menjadi faktor stres pada karyawan. Kurangnya rasa saling percaya, kurangnya rasa saling menghargai dan tidak bersimpati satu sama lain dapat berkembang menjadi lingkungan sosial yang memberi distress bagi performa karyawan.

d. Faktor individu dalam konteks organisasi

Pada faktor individu, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada stres kerja karyawan. Faktor pertama, kondisi fisik dan penyakit yang akan


(47)

mempengaruhi bagaimana tubuh merespon. Tubuh yang sakit secara fisik akan menyebabkan tekanan secara biologis maupun psikologis sehingga seseorang berada dalam keadaan stres. Selain itu, konflik yang terjadi di dalam individu sendiri juga dapat menjadi faktor stres karena individu dihadapkan pada pilihan untuk menjauh dan mendekat (approaching dan

avoiding) dari sumber stres (Sarafino, 2011). Dalam hal ini individu harus

memutuskan untuk memilih salah satu atau menyeimbangkan keduanya, yang mana hal ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan (Sarafino, 2011). Rice (1987) juga mengemukakan bahwa stres banyak disebabkan oleh bagaimana cara seseorang berpikir dan menginterpretasi kejadian yang ada di sekitarnya

Faktor kedua, job design yang berkaitan dengan jadwal karyawan,

setting pekerjaan dan shift pekerjaan. Pada karyawan dengan shift malam,

tekanan yang dihasilkan akan lebih tinggi karena mereka harus melawan kebutuhan biologis untuk beristirahat di malam hari. Sementara itu, pada karyawan dengan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi sangat tinggi, juga rentan mengalami kecemasan akibat tanggung jawab yang dipikul yang kemudian dapat menjadikannya stres. Berbeda lagi dengan karyawan yang memiliki pekerjaan rutin, yang lama kelamaan menjadi terbiasa dan tidak merasakan adanya tantangan. Hal ini akan membawa mereka pada kebosanan dan kecemasan yang mengakibatkan stres hingga depresi (Makin et al dalam Rollinson, 2005).


(48)

Faktor keempat adalah kompleksitas, konflik dan adanya ambiguitas peran. Sebuah peran akan dinyatakan kompleks dan berkonflik ketika karyawan sendiri sudah merasa tidak percaya diri dengan posisinya serta tidak lagi berkomitmen akan perusahaan tersebut (Kahn et al. dalam Rollinson, 2005). Ambiguitas peran terjadi ketika tugas dan ekspektasi terhadap performansi individu tidak didefinisikan dengan jelas (Aamodt, 2007, Berry 1998; Rice 1992). Ketika kebingungan ini terus terjadi, seorang karyawan mengalami stres yang membuatnya tidak bersemangat dalam bekerja, tidak percaya diri dalam bertindak, tidak merasa puas akan pekerjaannya hingga depresi (French dan Caplan,1973).

Struktur perusahaan juga dapat menimbulkan stres kerja pada seorang karyawan. Stres kerja dapat terjadi disini karena seseorang akan merasa bekerja dibawah tekanan yang berat ketika ia bertanggung jawab akan pekerjaan orang lain (Sarafino, 2011). Stres yang dialami seorang manajer dalam menghadapi ketidakpastian perubahan perusahaan tidak hanya mengenai dirinya sendiri, namun juga menyangkut ketidakpastian karyawan yang berada dibawahnya (French & Caplan, 1973).

Faktor Internal seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja juga menjadi faktor penting dalam stres kerja. Ketika seorang karyawan telah bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama, perubahan yang timbul dalam perusahaan tersebut menimbulkan ketakutan pada karyawan karena ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi (Aamodt, 2007).


(49)

Pada jenis kelamin, Fink (2007) menyatakan bahwa wanita mengalami banyak stres karena menghadapi stressor tertentu (role conflict) lebih sering daripada pria, dan wanita dan pria mungkin bereaksi berbeda terhadap stres. Pada faktor usia lebih menekankan pada adanya penurunan kesehatan fisik pada usia yang semakin tua sehingga rentan menjadi pemicu stres (Fink, 2007).

Selain faktor- faktor di atas, Sarafino (1998) juga mengemukakan life

change events sebagai sebuah keadaan yang menyebabkan seseorang merasa

stres. Life-change events yang dimaksud adalah peristiwa yang melibatkan perubahan di dalam kehidupan seseorang, sehingga membutuhkan penyesuaian atau adaptasi dalam menghadapinya. Ibarra (2003) menyatakan perubahan yang terjadi dalam dunia pekerjaan akan menuntut seorang karyawan untuk mengadaptasikan peran, sikap, nilai dan prilakunya terhadap norma atau aturan baru yang dikehendaki perusahaan dan hal ini tentu tidak mudah. Terutama pada pekerja dengan usia yang menengah (midlife), yang terkategori masih produktif untuk bekerja, namun tidak untuk memulai sebuah pekerjaan baru dengan lahan yang baru. Sementara menurut Skirbek (2003), produktifitas pekerja akan mengalami penurunan mulai dari usia 50 tahun keatas. Perubahan pada pekerjaan dengan rentang usia ini dapat menimbulkan stres tersendiri (Government of Alberta Human Services, 2007).


(50)

B. DECLINE STAGE

Decline stage adalah sebuah tingkatan atau fase terjadinya penurunan

terus menerus dalam seluruh kegiatan di dalam sebuah organisasi (Robbins dan Barnwell, 2002). Sebuah organisasi akan mengalami beberapa fase pada perkembangannya. Fase ini kemudian dikenal sebagai Organisational Life

Cycle atau OLC (Robbins, 1990). OLC membantu sebuah organisasi, dalam

hal ini perusahaan untuk memprediksi keadaannya dan membantu untuk mempersiapkan diri menuju langkah berikutnya (Dark, 2005).

Organisational Life Cycle atau OLC adalah tahapan yang dilalui perusahaan mulai dari pembukaan hingga penutupannya (Daft & Murphy, 2010). Menurut Robbins (2008), OLC memiliki 5 tahapan yang terus mengalami proses selama sebuah organisasi terbentuk. Kelima tahapan tersebut adalah : start-up stage, growth stage, maturity stage, revival stage dan berakhir di decline stage.

1. Start up stage

Start-up stage atau stase awal melibatkan banyak sekali uji

coba. Pada fase ini, organisasi atau sebuah perusahaan baru saja dibentuk. Penstrukturan organisasi masih sederhana dan terpusat

(centralized). Artinya semua keputusan dan tindakan akan

diinstruksikan dari pihak pemilik perusahaan ataupun direksi yang berkuasa. Tujuan perusahaan saat berada pada tahap ini adalah menstabilkan keadaan perusahaan, mengembangkan kompetensi dan


(51)

menempatkan produk di pasaran. Selain itu, intensitas pemasaran dan produksi terus meningkat, beriringan dengan pengembangan brand

image atas perusahaan itu sendiri.

Masalah yang biasa terjadi pada tahap ini biasa berupa masalah administrasi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang baru berdiri tentunya masih harus mengurus banyak administrasi untuk melakukan persiapan pemasaran produk, pembelian mesin, perekrutan karyawan dan lainnya. Pada tahapan start-up stage perusahaan membutuhkan karyawan yang kreatif, tangguh dan berani untuk bertransisi untuk membantu perusahaan bergerak maju dan mendapatkan tempat di pasaran. Ketika perusahaan telah mendapat tempat di pasaran dengan penjualan yang cukup sesuai target, maka tahap start-up stage akan berpindah ke tahapan berikutnya.

2. Growth stage

Pada tahapan ini penjualan perusahaan terus tumbuh. Produk diterima di pasaran sehingga tidak begitu membutuhkan inovasi untuk pengembangan produk. Struktur di dalam perusahaan juga telah lebih matang dengan menggunakan sistem hirarki. Artinya, saat ini keputusan tidak lagi diambil oleh pemilik perusahaan, namun sudah didelegasikan pada manajer atau superior yang terkait untuk


(52)

permasalahan-permasalahan yang rutin terjadi, atau bukan merupakan kasus khusus.

Masalah yang terjadi pada growth-stage adalah krisis otonomi. Krisis otonomi disini disebabkan oleh kuangnya inovasi yang dibutuhkan dan menyebarnya kekuasaan, sehingga sensitivitas perusahaan mengenai persaingan pasar secara progresif berkurang.

3. Maturity stage

Pada tahapan ini, perusahaan berada dalam kedaan prima dan kompetitif di pasaran. Selain itu pengembangan teknologi terus dimaksimalikan sehingga produk yang dihasilkan juga semakin membaik dan membawa profit yang tinggi untuk perusahaan.

Strukturisasi perusahaan pada tahap ini mengalami sedikit perubahan karena kestabilan pemasaran dan efektifitas perusahaan yang baik. Tidak terlalu banyak delegasi kekuasaan pada maturity

stage, hanya ada beberapa manajer yang menjadi kunci pengoprasian

perusahaan. Namun pada tahapan ini, pengambilan keputusan menjadi kurang inovatif, kurang proaktif dan lebih beresiko daripada tahapan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti sistem birokrasi, proses perencanaan secara formal (formal planning process), teknik koordinasi yang digunakan, kerjasama karyawan dan lainnya.


(53)

Masalah yang sering terjadi pada tahapan ini adalah perhatian perusahaan yang terpusat pada kompetisi. Pada dasarnya kompetisi adalah hal yang baik untuk memajukan perusahaan, namun yang terjadi pada tahapan ini adalah perusahaan yang fokus pada kompetisi promosi, bukan kompetisi inovasi produk. Sehingga perusahaan tidak melakukan banyak inovasi seperti yang dilakukannya pada tahap sebelumnya. Selain itu, dana perusahaan telah diatur sedemikian rupa untuk dikeluarkan sesuai dengan produk saja (product-based

company). Hal ini menyebabkan perusahaan akan lebih

memprioritaskan pengeluaran dana untuk hal-hal yang sifatnya lebih kepada kebiasaan perusahaan daripada proyek berpotensial tinggi misalnya pengembangan teknologi.

Pada akhirnya, keadaan perusahaan yang stabil dan kekurangan inovasi inilah yang kemudian perlahan akan membawanya pada tahap penurunan (decline stage). Selama penurunan terjadi secara perlahan, perusahaan, manajer dan karyawan juga akan ikut terjebak oleh kemampuan melakukan inovasi dan daya saing yang terus melemah.

4. Revival stage

Revival stage merupakan tahapan yang sifatnya opsional yang

terjadi diantara maturity stage dan decline stage. Artinya tahapan ini bisa saja dilalui oleh perusahaan tersebut, namun bisa pula tidak. Jika


(54)

sebuah perusahaan mengalami tahapan ini, maka manajer ataupun karyawan telah menyadari adanya penurunan yang terjadi secara perlahan maupun drastis pada perusahaan.

Tahapan ini melibatkan perkembangan yang luar biasa pada perusahaan. Inovasi yang melonjak, pengambilan keputusan yang cepat dan beresiko tinggi tidak dapat terelakkan. Untuk mengantisipasi kesalahan yang mungkin akan memperburuk keadaan perusahaan, maka akan dibentuk sebuah tim proyek (project team) yang bertugas menganalisa masalah yang terjadi pada perusahaan. Project team juga dibentuk untuk menciptakan inovasi baru dan melakukan analisa secara scientific mengenai rencana langkah yang akan diambil berikutnya. Project team terdiri dari beberapa karyawan dan manajer yang ahli untuk masing-masing bidang yang dibutuhkan.

Masalah pada tahapan ini adalah kesalahan yang terjadi pada tahapan sebelumnya telah membuat perusahaan rapuh. Sehingga pada tahapan ini biasanya perusahaan seperti mengulang birth stage, namun lebih kompleks karena harus menyelesaikan masalah yang sudah ada terlebih dulu. Akhir dari revival stage ini hanya memiliki 2 pilihan. Pilihan pertama adalah usaha untuk meperbaiki keadaan perusahaan tidak berhasil, sehingga perusahaan akan memasuki tahap berikutnya yakni decline stage, atau pilihan kedua yakni tahapan ini berhasil dilalui dan mengembalikan perusahaan pada posisi yang lebih stabil


(55)

bahkan mengembangkannya menjadi perusahaan yang lebih besar daripada sebelumnya.

5. Decline stage

Decline stage merupakan tahapan terakhir yang dilalui

perusahaan sebelum akhirnya perusahaan ini dinyatakan tutup atau berakhir. Pemasaran produk yang stagnan bahkan menurun serta profit perusahaan yang juga ikut menurun menjadi ciri utama tahapan ini. Perubahan sumber daya alam (dalam hal ini kehabisan sumber daya gas) juga dapat menyebabkan penurunan produksi pada perusahaan yang menyebabkanya masuk pada tahapan ini (Robbins dalam Vendetti 2010).

Penjualan produk pada tahapan ini telah jauh menurun jika dibandingkan dengan penjualan pada maturity stage. Perusahaan mulai melakukan penjualan berbagai produk yang tidak esensial atau bukan merupakan produk utama yang diproduksi selama ini. Secara struktural perusahaan juga melakukan perampingan misalnya dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan. Selain itu melemahnya proses penyampaian informasi yang terjadi antar divisi juga dapat semakin memperburuk keadaan perusahaan. Adanya perluasan tugas (job enlargement) pada karyawan yang belum tentu


(56)

memiliki skill untuk beberapa tugas juga terjadi, yang kemudian akan menimbulkan stres tersendiri pada karyawan (Daft & Murphy, 2010).

Akhirnya, perusahaan akan terus mendekati masa akhirnya.

Revival stage mungkin saja akan menjadi solusi untuk tahapan ini,

namun merealisasikannya akan sangat sulit sehingga perusahaan akan terus turun dan akhirnya berakhir.

Bagi karyawan PT. X, decline stage merupakan hal yang baru bagi kehidupan pekerjaan mereka. Banyak perubahan yang terjadi pada pekerjaan serta kehidupan karyawan dan keluarga semenjak PT. X mengalami decline stage. Decline stage menjadi perubahan yang besar dalam kehidupan para karyawan yang selanjutnya disebut sebagai life change events. Life change

events adalah peristiwa yang melibatkan perubahan di dalam kehidupan

seseorang, sehingga membutuhkan penyesuaian atau adaptasi dalam menghadapinya. Perubahan tidak pernah mudah dan dapat menjadi sumber stres karena perubahan itu memaksa kita untuk menyesuaikan diri (Nevid, 2005). Perubahan yang terjadi pada PT. X ini di rasakan oleh karyawan yang bekerja dalam rentang waktu cukup lama dan sangat familiar terhadap keadaan perusahaan sebelum mengalami decline stage. Sehingga perubahan ini menimbulkan stres tersendiri pada karyawan dengan usia paruh baya

(midlife), yang terkategori masih produktif untuk bekerja, namun tidak untuk


(57)

Alberta Human Services, 2007). Hal inilah yang terjadi pada karyawan PT. X yang kebanyakan sedang berada pada rentang usia paruh baya (midlife).

Menurut Papalia et al. (2007) usia paruh baya (midlife) berada pada rentang 40-65 dimana usia ini dikarakteristikkan dengan tanggung jawab yang semakin berat, mematuhi aturan, membesarkan dan mensukseskan anak, masih merawat orang tua dan memulai karir baru. Usia ini masih dikategorikan produktif dilihat dari banyaknya tanggung jawab dan tugas yang harus mereka selesaikan (Lachman & Firth, 2004). Namun Skirbekk (2003) menyatakan bahwa usia produktif untuk bekerja adalah sampai 50 tahun, karena lebih dari itu akan banyak terjadi pengurangan secara koginitif maupun motorik secara perlahan.

Murphy dalam Colligan dan Higgins (2005) menyebutkan perubahan peran, struktur dan iklim perusahaan sangat mempengaruhi performansi seorang karyawan. Ketika perubahan organisasi ini bersifat penurunan (dalam hal ini decline stage), maka kemungkinan adanya perampingan karyawan dan perluasan variasi pekerjaan yang harus dilakukan seorang karyawan akan semakin besar. Hal – hal ini dapat berkembang menjadi variety overload dan

qualitative overload yang juga menyebabkan stres kerja pada karyawan


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian mengenai gambaran stres kerja karyawan pada PT. X yang mengalami decline stage akan menggunakan metode penelitian campuran (mixed

approach design atau MAD ) yakni penelitian dengan mengkombinasikan metode

kuantitatif dan kualitatif (Creswell, 2004).

Menurut Creswell (2004) MAD dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai sebuah fenomena. Peneliti dapat menggunakan studi kuantitatif terlebih dahulu, kemudian mendapatkan data yang lebih spesifik dengan menggunakan studi kualitatif, atau peneliti dapat mengumpulkan fenomena dan membentuk alat ukur dengan menggunakan studi kualitatif, kemudian pengukuran serta pengolahan data dilakukan dengan menggunakan studi kuantitatif.

Creswell (2004) juga menjelaskan bahwa penelitian dengan MAD tepat digunakan pada dua kondisi yakni :

1. Studi kuantitatif yang mengkombinasikan survey dengan eksperimen. 2. Studi kualitatif yang melibatkan data demografis dan fenomena lingkungan.


(59)

A. VARIABEL PENELITIAN

1. Identifikasi Varibel

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah stres kerja.

2. Definisi Operasional

Stres kerja adalah sejauh mana seorang karyawan merasakan adanya distres yang disebabkan oleh adanya ambiguitas peran dalam pekerjaan, ketidakpastian masa depan oleh perusahaan tempatnya bernaung dan adanya life changing events yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Stres memiliki beberapa simtom seperti mudah lelah, sulit berkonsentrasi, menjauhkan diri dari lingkungan sosial, kehilangan motivasi, absensi pekerjaan yang tinggi dan lain-lain, memiliki 3 simtom yakni simtom fisik, psikologis dan prilaku. Stres kerja dapat diukur menggunakan skala gambaran stres kerja karyawan pada PT. X yang mengalami decline stage, yang menggunakan 3 simtom stres kerja oleh Schuller (1980) dan Rice (1987).

Skor total dari hasil pengisian skala ini merupakan petunjuk tinggi rendahnya gambaran stres kerja karyawan dalam menghadapi decline stage di PT. X. Semakin tinggi skor yang dicapai maka semakin tinggi tingkat stres kerja karyawan dalam menghadapi decline stage di PT. X. Sebaliknya, semakin rendah skor yang didapat maka mengindikasikan rendahnya tingkat stres kerja karyawan dalam menghadapi


(60)

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Masalah utama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah gambaran stres kerja karyawan dalam menghadapi decline stage di PT. X, yang dituangkan dalam pertanyaan dibawah ini :

a. Bagaimana gambaran umum stres kerja karyawan dalam menghadapi decline

stage di perusahaannya?

b. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari simtom prilaku? c. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari simtom psikologis? d. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari simtom fisik? e. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari jenis kelamin? f. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari usianya?

g. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari tingkat pendidikannya? h. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari divisi pekerjaan yang

berbeda?

i. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari penggolongan gajinya? j. Bagaimana gambaran stres kerja karyawan dilihat dari masa kerjanya?

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. X yang masih aktif bekerja hingga Desember 2014 atau selama masa decline stage.


(61)

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah try out terpakai. Try out terpakai adalah istilah yang digunakan untuk proses penelitian yang menggunakan sampel yang sama dengan sampel yang digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas alat ukur (Setiadi, Matindas & Chairy, 1998). Hal ini dilakukan peneliti mengingat kompleksitas masalah decline stage pada PT. X tidak ditemukan peneliti pada perusahaan lainnya. Selain itu, tidak mungkin melakukan uji coba dan uji sebenarnya pada subjek yang sama, karena akan menimbulkan efek belajar (learning).

Setelah pengambilan data kuantitatif berupa skala dilakukan, peneliti melakukan pengambilan data kualitatif yakni wawancara pada beberapa karyawan dari PT. X untuk dapat membahas hasil analisa data kuantitatif yang diperoleh dari skala stres kerja pada karyawan PT. X yang mengalami decline stage.

D. METODE PENGAMBILAN DATA

Penelitian ini menggunakan 2 metode yakni kuantitatif dan kualitatif. Pada metode kuantitatif, digunakan alat ukur yakni berupa skala stres kerja, sementara pada metode kualitatif, wawancara dilakukan untuk dapat mengumpulkan data tambahan.


(1)

Lampiran G. Skala Stres Kerja pada Karyawan PT. X yang Mengalami Decline Stage

Nama/ inisial : Jenis Kelamin :

Usia :

Pendidikan terakhir : Divisi/bagian : Masa Kerja :

Golongan :

Jumlah tanggungan :

Petunjuk Pengisian

Berikut akan disajikan 50 pertanyaan. Bapak/ Ibu diharapkan memberikan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan, perasaan dan pikiran yang sebenarnya dengan cara mencentang salah satu dari 3 pilihan jawaban yang berada pada kolom di samping pernyataan yang tersedia. Semua jawaban dianggap benar jika sesuai menggambarkan diri Bapak/ Ibu sendiri. Pilihan jawaban yang tersedia :

S : Sesuai

N : Netral

TS : Tidak Sesuai

Contoh :

No Pernyataan S N TS


(2)

Pada saat PT. ARUN mengalami masa penurunan produksi (sekitar 2010-2013), perusahaan ini mengalami banyak sekali perubahan. Mulai dari pengurangan karyawan, perubahan struktur dan sistem perusahaan, rotasi karyawan, perluasan ranah kerja, dan lainnya. PT.ARUN sempat dikabarkan akan tutup di tahun 2014. Sebagai salah satu karyawan yang masih bekerja aktif, tentu saja perubahan ini membawa pengaruh kepada Bapak/Ibu.

Dibawah ini, peneliti mengajukan 50 pernyataan yang mungkin Bapak/ Ibu rasakan selama masa penurunan ini berlangsung. Silahkan menconteng pada pilihan yang mewakili perasaan atau pengalaman anda. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban dinyatakan benar selama itu sesuai dengan diri Bapak/Ibu.

No

Pernyataan

S

N

TS

1 Saya merasa mengalami penurunan semangat kerja

selama PT. ARUN mengalami penurunan

2

Saya merasa kesulitan memahami instruksi dari atasan akibat merasa bingung mengenai beberapa perubahan yang saat itu sedang terjadi

3 Saya tidak bisa tidur nyenyak bila memikirkan

keadaan perusahaan yang tidak pasti

4 Saya mengeluhkan berkurangnya fasilitas yang

diberikan oleh perusahaan

5

Ulu hati terasa perih ketika mendengar teman-teman bercerita mengenai penurunan perusahaan dan dampaknya bagi mereka

6

Beberapa perubahan yang dilakukan perusahaan membuat saya cenderung malas melibatkan diri pada kegiatan yang diadakan perusahaan


(3)

7 Saya tidak bernafsu makan jika mulai memikirkan

masa depan karir saya di perusahaan ini

8

Saya tidak dapat mengembangkan kreativitas dan inovasi dengan maksimal semenjak perusahaan ini mengalami penurunan

9 Saya pusing jika memikirkan bagaimana nasib

pekerjaan saya jika perusahaan ini tutup

10

Saya memikirkan nasib keluarga jika saya harus berhenti dari perusahaan, hingga saya melalaikan beberapa tugas di kantor

11 Cepat tersinggung ketika ditanyai mengenai masa

depan di perusahaan oleh anak atu istri

12

Saya merasa tertekan dengan sumber daya yang semakin sedikit, sementara saya harus terus bekerja dengan produktif

13 Saya merasa lelah secara mental dengan

ketidakpastian yang diberikan perusahaan saat itu

14

Saya sering kehilangan fokus dalam bekerja ketika memikirkan nasib saya di perusahaan ini juga belum dapat dipastikan

15

Otot leher menegang ketika saya menggerutu tentang perubahan yang terjadi pada perusahaan terkait dengan penurunan

16 Saya merasa mudah cemas mengenai pekerjaan

semenjak perusahaan mengalami penurunan

17

Beberapa kebijakan baru pada perusahaan terkait kondisi perusahaan yang menurun membuat saya resah

18 Keadaan perusahaan yang terus menurun tidak


(4)

19 Ketidak jelasan keadaan perusahaan membuat emosi

saya gampang naik - turun

20

Karena kesulitan tidur akibat memikirkan nasib saya dan keluarga di perusahaan ini, saya mengalami ketegangan otot di beberapa bagian tubuh

21

Isu mengenai perusahaan yang akan tutup

menyebabkan kurangnya konsentrasi saya dalam bekerja

22 Saya tidak peduli terhadap kebijakan perusahaan

ketika perusahaan masih dalam keadaan tidak stabil

23 Saya suka termenung ketika memikirkan harus

bagaimana jika perusahaan ini benar-benar tutup

24

Saya menggerutu akibat biaya sekolah dan bimbingan belajar anak kini harus ditanggung karyawan, tidak lagi oleh perusahaan seperti dulu

25 Saya tetap bekerja dengan semangat walaupun

perusahaan berada dalam keadaan yang tidak jelas

26

Jantung saya berdebar tiap ada info terbaru dari perusahaan terkait dengan perusahaan yang terus menurun

27 Saya merasa galau membayangkan apa yang harus

saya lakukan jika saya di PHK akibat penurunan ini

28 Saya tidak perduli dengan akhir yang belum jelas,

saya hanya bekerja sebaik mungkin saat ini

29

Saya pikir untuk apa terlalu bersemangat dalam bekerja, bagaimanapun perusahaan ini tetap akan tutup tahun 2014

30 Inovasi saya justru berkembang ketika ketersediaan


(5)

31

Saya merasa kesulitan mencerna instruksi dari atasan akibat saya tidak fokus dalam bekerja karena

memikirkan nasib yang tidak jelas di perusahaan ini

32

Tekanan darah saya meningkat, saya rasa

penyebabnya adalah kecemasan mengenai nasib saya dan rekan di kantor setelah tahun 2014 ini

33

Ketika saya memejamkan mata untuk tidur, saya malah memikirkan tentang apa yang harus saya lakukan seandainya perusahaan ini tidak lagi bangkit

34

Terjadi konflik di dalam diri saya, sehingga saya merasa kelelahan secara mental akibat dari perubahan yang tidak terduga selama masa penurunan ini

35

Saya merasa terjebak dalam keadaan perusahaan yang terus menurun sementara saya tidak dapat berbuat apa – apa

36

Saya merasa masa depan saya cukup pelik untuk dipikirkan, jadi tidak perlu memikirkan nasib

karyawan lain saat penurunan sedang berlangsung

37 Saya mengalihkan sakit kepala saya dengan olahraga

atau beribadah, penurunan ini pasti ada hikmahnya

38

Saya menggerutu sendiri mengenai perubahan yang spontan terjadi pada fasilitas perusahaan akibat penurunan

39

Perubahan fasilitas yang terjadi membuat saya terpaksa mengubah gaya hidup saya dan itu membuat saya tertekan

40

Jika pikiran mengenai ketidakjelasan perusahaan hadir di benak saya, saya memilih untuk berhenti bekerja dan mengganggu teman-teman sekantor untuk sekedar bercanda bahkan ngobrol


(6)

41

Merenungkan perubahan beberapa sistem dan ketidakjelasan nasib karyawan bisa membuat saya merasa agak sulit bernafas (hangeup)

42

Saya memilih untuk makan (ngemil) ketika saya mulai sebal dengan keadaan yang menggantung pada perusahaan ini

43 Saya merasa suasana kantor tidak sekondusif

sebelum perubahan banyak terjadi

44

Saya berfikir cuti adalah salah satu jalan keluar untuk menghilangkan stres akibat penurunan perusahaan yang terjadi

45

Sampai saat ini saya merasa sehat-sehat saja,

penurunan ataupun ketidakjelasan ini akan berakhir suatu hari, tidak ada yang harus dipikirkan

46

Saya berpikiran bahwa seandainyapun perusahaan ini akan bangkit lagi, mereka tidak membutuhkan karyawan seusia saya

47 Kecemasan saya mengenai ketidak jelasan

perusahaan sering membuat emosi saya tidak stabil

48

Saya sakit perut sesaat ketika ada kabar buruk

mengenai perusahaan yang saat ini sedang tidak jelas nasibnya

49

Sulit bagi saya untuk memfokuskan diri ke pekerjaan, sementara nasib saya di perusahaan ini juga belum jelas

50 Saya tetap fokus bekerja meskipun teman sekantor

riuh membicarakan masalah penurunan perusahaan

Silahkan periksa kembali jawaban Bapak/ Ibu, jangan sampai ada yang tertinggal.

Terimakasih