B. DECLINE STAGE
Decline stage adalah sebuah tingkatan atau fase terjadinya penurunan terus menerus dalam seluruh kegiatan di dalam sebuah organisasi Robbins
dan Barnwell, 2002. Sebuah organisasi akan mengalami beberapa fase pada perkembangannya. Fase ini kemudian dikenal sebagai Organisational Life
Cycle atau OLC Robbins, 1990. OLC membantu sebuah organisasi, dalam hal ini perusahaan untuk memprediksi keadaannya dan membantu untuk
mempersiapkan diri menuju langkah berikutnya Dark, 2005. Organisational Life Cycle atau OLC adalah tahapan yang dilalui
perusahaan mulai dari pembukaan hingga penutupannya Daft Murphy, 2010. Menurut Robbins 2008, OLC memiliki 5 tahapan yang terus
mengalami proses selama sebuah organisasi terbentuk. Kelima tahapan tersebut adalah : start-up stage, growth stage, maturity stage, revival stage
dan berakhir di decline stage. 1.
Start up stage Start-up stage atau stase awal melibatkan banyak sekali uji
coba. Pada fase ini, organisasi atau sebuah perusahaan baru saja dibentuk. Penstrukturan organisasi masih sederhana dan terpusat
centralized. Artinya semua keputusan dan tindakan akan diinstruksikan dari pihak pemilik perusahaan ataupun direksi yang
berkuasa. Tujuan perusahaan saat berada pada tahap ini adalah menstabilkan keadaan perusahaan, mengembangkan kompetensi dan
Universitas Sumatera Utara
menempatkan produk di pasaran. Selain itu, intensitas pemasaran dan produksi terus meningkat, beriringan dengan pengembangan brand
image atas perusahaan itu sendiri. Masalah yang biasa terjadi pada tahap ini biasa berupa masalah
administrasi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang baru berdiri tentunya masih harus mengurus banyak administrasi untuk melakukan
persiapan pemasaran produk, pembelian mesin, perekrutan karyawan dan lainnya. Pada tahapan start-up stage perusahaan membutuhkan
karyawan yang kreatif, tangguh dan berani untuk bertransisi untuk membantu perusahaan bergerak maju dan mendapatkan tempat di
pasaran. Ketika perusahaan telah mendapat tempat di pasaran dengan penjualan yang cukup sesuai target, maka tahap start-up stage akan
berpindah ke tahapan berikutnya.
2. Growth stage
Pada tahapan ini penjualan perusahaan terus tumbuh. Produk diterima di pasaran sehingga tidak begitu membutuhkan inovasi untuk
pengembangan produk. Struktur di dalam perusahaan juga telah lebih matang dengan menggunakan sistem hirarki. Artinya, saat ini
keputusan tidak lagi diambil oleh pemilik perusahaan, namun sudah didelegasikan pada manajer atau superior yang terkait untuk
Universitas Sumatera Utara
permasalahan-permasalahan yang rutin terjadi, atau bukan merupakan kasus khusus.
Masalah yang terjadi pada growth-stage adalah krisis otonomi. Krisis otonomi disini disebabkan oleh kuangnya inovasi yang
dibutuhkan dan menyebarnya kekuasaan, sehingga sensitivitas perusahaan mengenai persaingan pasar secara progresif berkurang
.
3. Maturity stage
Pada tahapan ini, perusahaan berada dalam kedaan prima dan kompetitif di pasaran. Selain itu pengembangan teknologi terus
dimaksimalikan sehingga produk yang dihasilkan juga semakin membaik dan membawa profit yang tinggi untuk perusahaan.
Strukturisasi perusahaan pada tahap ini mengalami sedikit perubahan karena kestabilan pemasaran dan efektifitas perusahaan
yang baik. Tidak terlalu banyak delegasi kekuasaan pada maturity stage, hanya ada beberapa manajer yang menjadi kunci pengoprasian
perusahaan. Namun pada tahapan ini, pengambilan keputusan menjadi kurang inovatif, kurang proaktif dan lebih beresiko daripada tahapan
lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti sistem birokrasi, proses perencanaan secara formal formal planning process, teknik
koordinasi yang digunakan, kerjasama karyawan dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Masalah yang sering terjadi pada tahapan ini adalah perhatian perusahaan yang terpusat pada kompetisi. Pada dasarnya kompetisi
adalah hal yang baik untuk memajukan perusahaan, namun yang terjadi pada tahapan ini adalah perusahaan yang fokus pada kompetisi
promosi, bukan kompetisi inovasi produk. Sehingga perusahaan tidak melakukan banyak inovasi seperti yang dilakukannya pada tahap
sebelumnya. Selain itu, dana perusahaan telah diatur sedemikian rupa untuk dikeluarkan sesuai dengan produk saja product-based
company. Hal
ini menyebabkan
perusahaan akan
lebih memprioritaskan pengeluaran dana untuk hal-hal yang sifatnya lebih
kepada kebiasaan perusahaan daripada proyek berpotensial tinggi misalnya pengembangan teknologi.
Pada akhirnya, keadaan perusahaan yang stabil dan kekurangan inovasi inilah yang kemudian perlahan akan membawanya pada tahap
penurunan decline stage. Selama penurunan terjadi secara perlahan, perusahaan, manajer dan karyawan juga akan ikut terjebak oleh
kemampuan melakukan inovasi dan daya saing yang terus melemah.
4. Revival stage
Revival stage merupakan tahapan yang sifatnya opsional yang terjadi diantara maturity stage dan decline stage. Artinya tahapan ini
bisa saja dilalui oleh perusahaan tersebut, namun bisa pula tidak. Jika
Universitas Sumatera Utara
sebuah perusahaan mengalami tahapan ini, maka manajer ataupun karyawan telah menyadari adanya penurunan yang terjadi secara
perlahan maupun drastis pada perusahaan. Tahapan ini melibatkan perkembangan yang luar biasa pada
perusahaan. Inovasi yang melonjak, pengambilan keputusan yang cepat dan beresiko tinggi tidak dapat terelakkan. Untuk mengantisipasi
kesalahan yang mungkin akan memperburuk keadaan perusahaan, maka akan dibentuk sebuah tim proyek project team yang bertugas
menganalisa masalah yang terjadi pada perusahaan. Project team juga dibentuk untuk menciptakan inovasi baru dan melakukan analisa
secara scientific mengenai rencana langkah yang akan diambil berikutnya. Project team terdiri dari beberapa karyawan dan manajer
yang ahli untuk masing-masing bidang yang dibutuhkan. Masalah pada tahapan ini adalah kesalahan yang terjadi pada
tahapan sebelumnya telah membuat perusahaan rapuh. Sehingga pada tahapan ini biasanya perusahaan seperti mengulang birth stage, namun
lebih kompleks karena harus menyelesaikan masalah yang sudah ada terlebih dulu. Akhir dari revival stage ini hanya memiliki 2 pilihan.
Pilihan pertama adalah usaha untuk meperbaiki keadaan perusahaan tidak berhasil, sehingga perusahaan akan memasuki tahap berikutnya
yakni decline stage, atau pilihan kedua yakni tahapan ini berhasil dilalui dan mengembalikan perusahaan pada posisi yang lebih stabil
Universitas Sumatera Utara
bahkan mengembangkannya menjadi perusahaan yang lebih besar daripada sebelumnya.
5. Decline stage
Decline stage merupakan tahapan terakhir yang dilalui perusahaan sebelum akhirnya perusahaan ini dinyatakan tutup atau
berakhir. Pemasaran produk yang stagnan bahkan menurun serta profit perusahaan yang juga ikut menurun menjadi ciri utama tahapan ini.
Perubahan sumber daya alam dalam hal ini kehabisan sumber daya gas juga dapat menyebabkan penurunan produksi pada perusahaan
yang menyebabkanya masuk pada tahapan ini Robbins dalam Vendetti 2010.
Penjualan produk pada tahapan ini telah jauh menurun jika dibandingkan dengan penjualan pada maturity stage. Perusahaan mulai
melakukan penjualan berbagai produk yang tidak esensial atau bukan merupakan produk utama yang diproduksi selama ini. Secara
struktural perusahaan juga melakukan perampingan misalnya dengan pemutusan hubungan kerja PHK pada karyawan. Selain itu
melemahnya proses penyampaian informasi yang terjadi antar divisi juga dapat semakin memperburuk keadaan perusahaan. Adanya
perluasan tugas job enlargement pada karyawan yang belum tentu
Universitas Sumatera Utara
memiliki skill untuk beberapa tugas juga terjadi, yang kemudian akan menimbulkan stres tersendiri pada karyawan Daft Murphy, 2010.
Akhirnya, perusahaan akan terus mendekati masa akhirnya. Revival stage mungkin saja akan menjadi solusi untuk tahapan ini,
namun merealisasikannya akan sangat sulit sehingga perusahaan akan terus turun dan akhirnya berakhir.
Bagi karyawan PT. X, decline stage merupakan hal yang baru bagi kehidupan pekerjaan mereka. Banyak perubahan yang terjadi pada pekerjaan
serta kehidupan karyawan dan keluarga semenjak PT. X mengalami decline stage. Decline stage menjadi perubahan yang besar dalam kehidupan para
karyawan yang selanjutnya disebut sebagai life change events. Life change events adalah peristiwa yang melibatkan perubahan di dalam kehidupan
seseorang, sehingga membutuhkan penyesuaian atau adaptasi dalam menghadapinya. Perubahan tidak pernah mudah dan dapat menjadi sumber
stres karena perubahan itu memaksa kita untuk menyesuaikan diri Nevid, 2005. Perubahan yang terjadi pada PT. X ini di rasakan oleh karyawan yang
bekerja dalam rentang waktu cukup lama dan sangat familiar terhadap keadaan perusahaan sebelum mengalami decline stage. Sehingga perubahan
ini menimbulkan stres tersendiri pada karyawan dengan usia paruh baya midlife, yang terkategori masih produktif untuk bekerja, namun tidak untuk
memulai sebuah pekerjaan baru dengan lahan yang baru Government of
Universitas Sumatera Utara
Alberta Human Services, 2007. Hal inilah yang terjadi pada karyawan PT. X yang kebanyakan sedang berada pada rentang usia paruh baya midlife.
Menurut Papalia et al. 2007 usia paruh baya midlife berada pada rentang 40-65 dimana usia ini dikarakteristikkan dengan tanggung jawab yang
semakin berat, mematuhi aturan, membesarkan dan mensukseskan anak, masih merawat orang tua dan memulai karir baru. Usia ini masih
dikategorikan produktif dilihat dari banyaknya tanggung jawab dan tugas yang harus mereka selesaikan Lachman Firth, 2004. Namun Skirbekk
2003 menyatakan bahwa usia produktif untuk bekerja adalah sampai 50 tahun, karena lebih dari itu akan banyak terjadi pengurangan secara koginitif
maupun motorik secara perlahan. Murphy dalam Colligan dan Higgins 2005 menyebutkan perubahan
peran, struktur dan iklim perusahaan sangat mempengaruhi performansi seorang karyawan. Ketika perubahan organisasi ini bersifat penurunan dalam
hal ini decline stage, maka kemungkinan adanya perampingan karyawan dan perluasan variasi pekerjaan yang harus dilakukan seorang karyawan akan
semakin besar. Hal – hal ini dapat berkembang menjadi variety overload dan
qualitative overload yang juga menyebabkan stres kerja pada karyawan Rollinson, 2005.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai gambaran stres kerja karyawan pada PT. X yang mengalami decline stage akan menggunakan metode penelitian campuran mixed
approach design atau MAD yakni penelitian dengan mengkombinasikan metode kuantitatif dan kualitatif Creswell, 2004.
Menurut Creswell 2004 MAD dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai sebuah fenomena. Peneliti dapat
menggunakan studi kuantitatif terlebih dahulu, kemudian mendapatkan data yang lebih spesifik dengan menggunakan studi kualitatif, atau peneliti dapat
mengumpulkan fenomena dan membentuk alat ukur dengan menggunakan studi kualitatif, kemudian pengukuran serta pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan studi kuantitatif. Creswell 2004 juga menjelaskan bahwa penelitian dengan MAD tepat
digunakan pada dua kondisi yakni : 1. Studi kuantitatif yang mengkombinasikan survey dengan eksperimen.
2. Studi kualitatif yang melibatkan data demografis dan fenomena lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
A. VARIABEL PENELITIAN 1.