Faktor Penyebab Stres Kerja

- Karyawan akan lebih sering jatuh sakit. Stres kerja yang bersifat distress sangat berhubungan erat dengan lemahnya kekuatan fisik dan mental. Hal ini terjadi karena sistem saraf manusia terutama otak, berhubungan dengan semua sistem biologis dan psikologis yang berpengaruh kepada fungsi sistem imun Ray, 2004. - Kesulitan untuk tidur bahkan insomnia juga menjadi salah satu dampak dari stres kerja akibat adanya perubahan suasana kerja The Association for Behavioral and Cognitive Therapies, 2010. - Mudah lelah secara fisik maupun psikologis, menurunnya hasrat seksual, menghindar dari kontak sosial dan kesulitan untuk menikmati aktifitas pada seorang individu sebagai dampak dari stres kerja yang dialami karyawan tersebut Rollinson, 2005

4. Faktor Penyebab Stres Kerja

Stres kerja adalah tekanan yang berasal dari karakter individual, pekerjaan dan lingkungan Greenberg, 2002. Artinya stres dapat berasal dari salah satu ataupun gabungan antara faktor karakter individual, pekerjaan maupun lingkungan. Rollinson 2005 menyebutkan banyak sekali faktor penyebab stres kerja yang digolongkannya kedalam 4 faktor utama yakni lingkungan, faktor organisasi, faktor hubungan sosial dan faktor individu itu sendiri dalam konteks organisasi. Universitas Sumatera Utara a. Faktor lingkungan Faktor lingkungan memiliki tekanan yang berasal di luar karyawan atau organisasi yang kemudian dapat berpotensi mengganggu karyawan tersebut atau organisasinya. Faktor lingkungan ini mencakup faktor ekonomi dan stabilitasnya, faktor sosial dan politik yang dapat berupa pemerintahan yang baru, iklim politik di sebuah daerah, dan bagaimana orang-orang disekitar kita berinteraksi. Faktor sosial dan politik disini berkaitan dengan adanya perubahan perubahan yang membawa nasib seorang karyawan dalam ketidakpastian. Selain itu perubahan lingkup sosial juga akan menyebabkan adanya rasa takut dan insecurity pada karyawan. Sehingga berpotensial menyebabkan stres. Selain faktor ekonomi dan sosial-politik, ada faktor teknologi serta faktor pekerjaan dan keluarga. Faktor teknologi dapat disebabkan karena cepatnya perkembangan teknologi sehingga menyebabkan kesulitan beradaptasi bagi beberapa orang dan dapat menjadi salah satu penyebab stres. Pada faktor pekerjaan dan keluarga, diyakini bahwa adanya masalah pekerjaan yang dibawa ke dalam rumah, baik oleh individu itu sendiri maupun orang lain di dalam keluarganya, dapat memicu stres bagi anggota keluarga yang lain Jones Fletcher dalam Rollinson, 2005. Selain itu adanya ambiguitas kewajiban berperan dengan tuntutan yang berbeda pada saat berada di tengah keluarga dan rekan kerja juga dapat menjadi salah satu faktor stres bagi seorang karyawan Lewis Cooper, dalam Rollinson 2005. Universitas Sumatera Utara b. Faktor organisasi Stres juga dapat berasal dari organisasi, dimana seluruh aspek dari organisasi berpotensial membangkitkan stres pada karyawan. Adanya kebingungan peran mengenai pekerjaan, batasan kekuasaan dan ketidakpastian dalam pekerjaan dapat menjadi penyebabnya. Selain itu pada sebuah perusahaan yang strukturnya bersifat kaku juga dapat menyebabkan kecemasan dan stres, karena karyawan merasa kesempatannya untuk berkembang atau mendapatkan promosi sangat sedikit. Iklim dan budaya organisasi yang tidak nyaman serta politik organisasi yang tidak kooperatif juga dapat menjadi tekanan bagi seorang karyawan. Pada sebuah organisasi seperti perusahaan, saling bergantung dan kecendrungan untuk bekerjasama sangat dibutuhkan. Namun tidak semua karyawan mau bersikap kooperatif dengan karyawan lainnya. Artinya timbul iklim persaingan disini. Hal ini juga menimbulkan stres pada karyawan dalam menghadapi tuntutan perusahaan dan lingkungan kerjanya yang tidak kooperatif karena adanya kepentingan politik masing-masing. c. Faktor sosial dalam konteks organisasi Hubungan sosial memiliki peran penting di dalam kehidupan manusia. Bagi seorang karyawan, hal ini bisa dilihat dari hubungannya dengan atasan, suasana tempat kerja dan hubungan interpersonal dengan anggota lainnya Universitas Sumatera Utara didalam kelompok tersebut. Stres bisa terjadi dari hasil hubungan seorang karyawan dengan atasannya. Adanya instruksi yang kurang jelas, kurangnya dukungan secara fisik maupun emosional dan kurangnya penghargaan dari atasan dapat membuat karyawan merasa bekerja di bawah tekanan. Selain itu kurangnya pengarahan yang adekuat mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan serta apa yang mau dilakukan selanjutnya juga membuat karyawan merasa berada di dalam ketidakpastian yang dapat menyebabkannya berada dalam keadaan stres Schuller, 2002. Lebih spesifik lagi, Greenberg 2002 menyatakan bahwa stres juga meningkat ketika seseorang merasa ada ketidakjelasan di dalam pekerjaannya. Misalnya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya pekerjaan, ambiguitas peran dan ketidakjelasan tuntutan dalam pekerjaan Schaufeli Peeters, 2000. Mengenai hubungan sosialnya dengan anggota kelompok pada sebuah organisasi atau perusahaan, Argyris dalam Rollinson 2005 menyebutkan bahwa konflik dengan teman kerja dapat menjadi faktor stres pada karyawan. Kurangnya rasa saling percaya, kurangnya rasa saling menghargai dan tidak bersimpati satu sama lain dapat berkembang menjadi lingkungan sosial yang memberi distress bagi performa karyawan. d. Faktor individu dalam konteks organisasi Pada faktor individu, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada stres kerja karyawan. Faktor pertama, kondisi fisik dan penyakit yang akan Universitas Sumatera Utara mempengaruhi bagaimana tubuh merespon. Tubuh yang sakit secara fisik akan menyebabkan tekanan secara biologis maupun psikologis sehingga seseorang berada dalam keadaan stres. Selain itu, konflik yang terjadi di dalam individu sendiri juga dapat menjadi faktor stres karena individu dihadapkan pada pilihan untuk menjauh dan mendekat approaching dan avoiding dari sumber stres Sarafino, 2011. Dalam hal ini individu harus memutuskan untuk memilih salah satu atau menyeimbangkan keduanya, yang mana hal ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan Sarafino, 2011. Rice 1987 juga mengemukakan bahwa stres banyak disebabkan oleh bagaimana cara seseorang berpikir dan menginterpretasi kejadian yang ada di sekitarnya Faktor kedua, job design yang berkaitan dengan jadwal karyawan, setting pekerjaan dan shift pekerjaan. Pada karyawan dengan shift malam, tekanan yang dihasilkan akan lebih tinggi karena mereka harus melawan kebutuhan biologis untuk beristirahat di malam hari. Sementara itu, pada karyawan dengan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi sangat tinggi, juga rentan mengalami kecemasan akibat tanggung jawab yang dipikul yang kemudian dapat menjadikannya stres. Berbeda lagi dengan karyawan yang memiliki pekerjaan rutin, yang lama kelamaan menjadi terbiasa dan tidak merasakan adanya tantangan. Hal ini akan membawa mereka pada kebosanan dan kecemasan yang mengakibatkan stres hingga depresi Makin et al dalam Rollinson, 2005. Universitas Sumatera Utara Faktor keempat adalah kompleksitas, konflik dan adanya ambiguitas peran. Sebuah peran akan dinyatakan kompleks dan berkonflik ketika karyawan sendiri sudah merasa tidak percaya diri dengan posisinya serta tidak lagi berkomitmen akan perusahaan tersebut Kahn et al. dalam Rollinson, 2005. Ambiguitas peran terjadi ketika tugas dan ekspektasi terhadap performansi individu tidak didefinisikan dengan jelas Aamodt, 2007, Berry 1998; Rice 1992. Ketika kebingungan ini terus terjadi, seorang karyawan mengalami stres yang membuatnya tidak bersemangat dalam bekerja, tidak percaya diri dalam bertindak, tidak merasa puas akan pekerjaannya hingga depresi French dan Caplan,1973. Struktur perusahaan juga dapat menimbulkan stres kerja pada seorang karyawan. Stres kerja dapat terjadi disini karena seseorang akan merasa bekerja dibawah tekanan yang berat ketika ia bertanggung jawab akan pekerjaan orang lain Sarafino, 2011. Stres yang dialami seorang manajer dalam menghadapi ketidakpastian perubahan perusahaan tidak hanya mengenai dirinya sendiri, namun juga menyangkut ketidakpastian karyawan yang berada dibawahnya French Caplan, 1973. Faktor Internal seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja juga menjadi faktor penting dalam stres kerja. Ketika seorang karyawan telah bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama, perubahan yang timbul dalam perusahaan tersebut menimbulkan ketakutan pada karyawan karena ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi Aamodt, 2007. Universitas Sumatera Utara Pada jenis kelamin, Fink 2007 menyatakan bahwa wanita mengalami banyak stres karena menghadapi stressor tertentu role conflict lebih sering daripada pria, dan wanita dan pria mungkin bereaksi berbeda terhadap stres. Pada faktor usia lebih menekankan pada adanya penurunan kesehatan fisik pada usia yang semakin tua sehingga rentan menjadi pemicu stres Fink, 2007. Selain faktor- faktor di atas, Sarafino 1998 juga mengemukakan life change events sebagai sebuah keadaan yang menyebabkan seseorang merasa stres. Life-change events yang dimaksud adalah peristiwa yang melibatkan perubahan di dalam kehidupan seseorang, sehingga membutuhkan penyesuaian atau adaptasi dalam menghadapinya. Ibarra 2003 menyatakan perubahan yang terjadi dalam dunia pekerjaan akan menuntut seorang karyawan untuk mengadaptasikan peran, sikap, nilai dan prilakunya terhadap norma atau aturan baru yang dikehendaki perusahaan dan hal ini tentu tidak mudah. Terutama pada pekerja dengan usia yang menengah midlife, yang terkategori masih produktif untuk bekerja, namun tidak untuk memulai sebuah pekerjaan baru dengan lahan yang baru. Sementara menurut Skirbek 2003, produktifitas pekerja akan mengalami penurunan mulai dari usia 50 tahun keatas. Perubahan pada pekerjaan dengan rentang usia ini dapat menimbulkan stres tersendiri Government of Alberta Human Services, 2007. Universitas Sumatera Utara

B. DECLINE STAGE