dan diekspresikan pada E. coli, yang sangat membantu dalam analisa antigen tersebut.
2.7 Imunologi Kusta
1,16
Respon imun pada penyakit kusta sangat kompleks, dimana melibatkan respon imun seluler dan humoral. Sebagian besar gejala dan
komplikasi penyakit ini disebabkan oleh reaksi imunologi terhadap antigen yang dimiliki oleh M. leprae. Jika respon imun yang terjadi setelah infeksi
cukup baik, maka multiplikasi bakteri dapat dihambat pada stadium awal sehingga dapat mencegah perkembangan tanda dan gejala klinis
selanjutnya. M. leprae merupakan bakteri obligat intraseluler, maka respon imun
yang berperan penting dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi adalah respon imun seluler. Respon imun seluler merupakan hasil dari aktivasi
makrofag dengan meningkatkan kemampuannya dalam menekan multiplikasi atau menghancurkan bakteri.
1,32
Respon imun humoral terhadap M. leprae merupakan aktivitas sel limfosit B yang berada dalam jaringan limfosit dan aliran darah.
Rangsangan dari komponen antigen basil tersebut akan mengubah sel limfosit B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan antibodi yang akan
membantu proses opsonisasi. Namun pada penyakit kusta, fungsi respon imun humoral ini tidak efektif, bahkan dapat menyebabkan timbulnya
beberapa reaksi kusta karena diproduksi secara berlebihan yang tampak pada kusta lepromatosa.
1,32
1,32
Universitas Sumatera Utara
2.8 Pemeriksaan Serologi
Tes serologi merupakan tes diagnostik penunjang yang paling banyak dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis
penyakit kusta, tes serologi juga dipergunakan untuk diagnosis infeksi M. leprae sebelum timbul manifestasi klinis. Uji laboratorium ini diperlukan
untuk menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam darah. Dengan diagnosis yang tepat, apalagi jika dilakukan sebelum timbul
manifestasi klinis lepra diharapkan dapat mencegah penularan penyakit sedini mungkin.
Pemeriksaan serologis kusta yang kini banyak dilakukan cukup banyak manfaatnya, khususnya dalam segi seroepidemiologi kusta di daerah
endemik. Selain itu pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis kusta pada keadaan yang meragukan karena tanda-tanda klinis dan bakteriologis tidak
jelas. Karena yang diperiksa adalah antibodi spesifik terhadap basil kusta maka bila ditemukan antibodi dalam titer yang cukup tinggi pada seseorang
maka patutlah dicurigai orang tersebut telah terinfeksi oleh M.leprae. Pada kusta subklinis seseorang tampak sehat tanpa adanya penyakit kusta namun
di dalam darahnya ditemukan antibodi spesifik terhadap basil kusta dalam kadar yang cukup tinggi.
33
34
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jenis pemeriksaan serologi kusta yang banyak digunakan, antara lain:
A. Uji FLA-ABS Fluorescent leprosy Antibodi-Absorption test Uji ini menggunakan antigen bakteri M. leprae secara utuh yang
telah dilabel dengan zat fluoresensi. Hasil uji ini memberikan sensitivitas yang tinggi namun spesivisitasnya agak kurang karena
adanya reaksi silang dengan antigen dari mikrobakteri lain. B. Radio Immunoassay RIA
34
Uji ini menggunakan antigen dari M. leprae yang dibiakkan dalam tubuh Armadillo yang diberi label radio aktif.
C. Uji MLPA Mycobacterium leprae particle agglutination
34
Uji ini berdasarkan reaksi aglutinasi antara antigen sintetik PGL-1 dengan antibodi dalam serum. Uji MLPA merupakan uji yang
praktis untuk dilakukan di lapangan, terutama untuk keperluan skrining kasus seropositif.
D. Antibodi monoklonal Mab epitop MLO4 dari protein 35-kDa M.leprae menggunakan M. leprae sonicate MLS yang spesifik dan
sensitif untuk serodiagnosis kusta. Protein 35-kDa M. leprae adalah suatu target spesifik dan yang utama dari respon imun seluler terhadap
M. leprae, merangsang proliferasi sel T dan sekresi interferon gamma pada pasien kusta dan kontak.
34
34
Universitas Sumatera Utara
E. Uji ELISA Enzyme Linked Immuno-Assay Uji ELISA pertama kali digunakan dalam bidang imunologi
untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu
enzim yang berfungsi sebagai penanda.
35
Dalam perkembangan selanjutnya, selain digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi atau antigen
dengan menggunakan antibodi atau antigen spesifik, teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar
antibodi atau antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer.
Prinsip uji ELISA adalah mengukur banyaknya ikatan antigen antibodi yang terbentuk dengan diberi label biasanya berupa enzim
pada ikatan tersebut, selanjutnya terjadi perubahan warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang tertentu.
Pemeriksaan ini umumnya menggunakan plat mikro untuk tempat terjadinya reaksi.
35
Terdapat tiga metode ELISA, antara lain:
34-36 35
A. Direct ELISA Pada direct ELISA, antigen melekat pada fase solid dan
bereaksi dengan antibodi sekunder yang dilabel enzim, kemudian ditambahkan substrat sehingga terjadi perubahan warna yang dapat
diukur dengan spektrofotometer.
Universitas Sumatera Utara
B. Indirect ELISA Pada indirect ELISA, antigen melekat pada fase solid dan
bereaksi dengan antibodi primer, kemudian dilakukan penambahan antibodi sekunder yang dilabel enzim dan terjadi reaksi antara
antibodi primer dengan antibodi sekunder yang dilabel enzim, kemudian ditambahkan substrat sehingga terjadi perubahan warna
yang dapat diukur dengan spektrofotometer. C. Sandwich ELISA.
Pada sandwich ELISA, prinsip kerjanya hampir sama dengan direct ELISA, hanya saja pada sandwich ELISA, larutan antigen
yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Dalam bidang penyakit kusta, uji ELISA dapat dipakai untuk
mengukur kadar antibodi terhadap basil kusta, misalnya antibodi anti PGL-1, antibodi anti protein 35kD, dan lain-lain. Kelas antibodi yang
diperiksa juga ditentukan, misalnya IgM anti PGL-1, IgG anti PGL-1 dan sebagainya. Untuk antibodi anti PGL-1 biasanya IgM lebih
dominan dibandingkan IgG. Pemeriksaan ELISA dikembangkan menggunakan reagen poliklonal atau monoklonal yang telah terbukti
sangat spesifisik terhadap residu gula dari PGL-1 dan memungkinkan deteksi titer anti PGL-1 pada pasien kusta atau kontak serumah. Untuk
menentukan nilai ambang cut off dari hasil uji ELISA ini, biasanya ditentukan setelah mengetahui nilai setara individu yang sakit kusta dan
Universitas Sumatera Utara
yang tidak sakit kusta. Di daerah Jawa Timur, nilai ambang untuk antibodi IgM anti PGL-
1 telah diketahui sekitar 605 μml. Pada penelitian ini akan menggunakan metode indirect ELISA
untuk mengukur kadar antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta. Salah satu keuntungan dari uji ELISA adalah sensitif karena dapat
mendeteksi dari level 0,01 μgml.
34,35
2.9 Kerangka Teori