C. Membran Tepat di bawah dinding sel, dan melekat padanya, adalah suatu
membran yang khusus untuk transport molekul-molekul kedalam dan keluar organisme. Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein
sebagian besar berupa enzim dan secara teori merupakan target yang baik untuk kemoterapi. Protein ini juga dapat membentuk ‘antigen
protein permukaan’ yang diekstraksi dari dinding sel M. leprae yang sudah terganggu dan dianalisa secara luas.
D. Sitoplasma Bagian dalam sel mengandung granul-granul penyimpanan,
material genetik asam deoksiribonukleat DNA, dan ribosom yang merupakan protein yang penting dalam translasi dan multiplikasi.
Analisis DNA berguna dalam mengkonfirmasi identitas sebagai M. leprae dari mycobacteria yang diisolasi dari armadillo liar, dan
menunjukkan bahwa M. leprae, walaupun berbeda secara genetik, terkait erat dengan M. tuberculosis dan M. scrofulaceum.
2.4 Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau tanda kardinal, yaitu:
1,2,7,18,19
A. Lesi kelainan kulit yang mati rasa. Kelainan kulitlesi yang dapat berbentuk bercak keputihan
hypopigmentasi atau kemerahan erithematous yang mati rasa anaesthesia.
Universitas Sumatera Utara
B. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf tepi ini biasanya akibat dari peradangan
kronis pada saraf tepi neuritis perifer. Adapun gangguan-gangguan fungsi saraf tepi berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa. b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot parese atau kelumpuhan
paralise. c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering.
C. Ditemukannya M. leprae pada pemeriksaan bakteriologis.
2.5 Klasifikasi
Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk tahap selanjutnya harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit kusta dapat
diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis jumlah lesi, jumlah saraf yang terganggu, hasil pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan histopatologi
dan pemeriksaan imunologi. Klasifikasi bertujuan untuk:
2,4,19,20
A. Menentukan rejimen pengobatan, prognosis dan komplikasi.
4
B. Perencanaan operasional, seperti menemukan pasien-pasien yang menularkan dan memiliki nilai epidemiologi yang tinggi sebagai target
utama pengobatan. C. Identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan
klasifikasi menurut WHO. A. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid 1953
1,2,7,19,21
Pada klasifikasi ini
penyakit kusta
dibagi atas
Indeterminate I, Tuberculoid T, Borderline-Dimorphous B, Lepromatous L. Klasifikasi ini merupakan klasifikasi paling
sederhana berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai rekomendasi dari International
Leprosy Association di Madrid tahun 1953.
1,2,7,19
B. Klasifikasi Ridley-Jopling 1966 Pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu spektrum klinis
mulai dari daya kekebalan tubuhnya rendah pada suatu sisi sampai mereka yang memiliki kekebalan yang tinggi terhadap M.leprae di sisi
yang lainnya. Kekebalan seluler cell mediated imunity = CMI seseorang yang akan menentukan apakah dia akan menderita kusta
apabila individu tersebut mendapat infeksi M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya pada spektrum penyakit kusta. Sistem klasifikasi ini
banyak digunakan pada penelitian penyakit kusta, karena bisa menjelaskan hubungan antara interaksi kuman dengan respon
imunologi seseorang, terutama respon imun seluler spesifik. Kelima tipe kusta menurut Ridley-Jopling adalah tipe
Lepromatous LL, tipe Borderline Lepromatous BL, tipe Mid-
1,4
Universitas Sumatera Utara
Borderline BB, tipe Borderline Tuberculoid BT, dan tipe Tuberculoid T.
C. Klasfikasi menurut WHO
1,2,7,19,22-24
Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh
penderita kusta hanya dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler PB dan tipe Multibasiler MB. Sampai saat ini Departemen Kesehatan
Indonesia menerapkan klasifikasi menurut WHO sebagai pedoman pengobatan penderita kusta. Dasar dari klasifikasi ini berdasarkan
manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan bakteriologi. Tabel 1. Pedoman utama dalam menentukan klasifikasi tipe penyakit
kusta menurut WHO 1982
2,24-26
Tanda utama Pausibasiler PB
Multibasiler MB
Bercak kusta. Jumlah 1 sampai
dengan 5 Jumlah lebih dari
5 Penebalan saraf tepi yang
disertai dengan gangguan fungsi gangguan fungsi bisa
berupa kurangmati rasa atau kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan.
Hanya satu saraf Lebih dari satu
saraf
Pemeriksaan bakteriologi. Tidak
dijumpai basil tahan asam
BTA negatif Dijumpai basil
tahan asam BTA positif
dikutip dari kepustakaan no.2 sesuai aslinya
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi menurut WHO 1982 pada penderita kusta
Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan
Pausibasiler PB
Multibasiler MB 1. Bercak makula mati rasa
a. Ukuran Kecil dan besar
Kecil-kecil b. Distribusi
Unilateral atau bilateral
asimetris Bilateral simetris
c. Konsistensi Kering dan
kasar Halus, berkilat
d. Batas Tegas
Kurang tegas
e. Kehilangan rasa pada bercak
Selalu ada dan tegas
Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada
yang sudah lanjut
f. Kehilangan kemampuan
berkeringat, rambut rontok
pada bercak Selalu ada dan
jelas Biasanya tidak jelas,
jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut
2. Infiltrat a. Kulit
Tidak ada Ada, kadang-kadang
tidak ada b. Membran mukosa
Tidak pernah ada
Ada, kadang-kadang tidak ada
c. Ciri-ciri Central healing
- Punched out lession
- Madarosis - Ginekomasti
- Hidung pelana - Suara sengau
d. Nodulus Tidak ada
Kadang-kadang ada e. Deformitas
Terjadi dini Biasanya asimetris
dikutip dari kepustakaan no.2 sesuai aslinya
2.6 Antigen M. leprae