24
2.4.2. Pergerakan Air yang Membawa Hara
Seperti telah disebutkan didepan, bahwa pergerakan air yang dapat membawa hara sangat tergantung pada konduktivitas hidrolik tanah, dan
konduktivitas hidrolik tanah sangat dipengaruhi oleh karakteristik pori tanah. Menurut Bagarello et al. 2004, dalam tanah yang tidak terganggu, pergerakan
solute sangat bervariasi dan dapat terjadi pada laju yang lebih rendah dari
konduktivitas hidrolik jenuh. Variasi laju pergerakan solute tersebut terjadi secara spasial dan temporal, tergantung pada tingginya variasi kecepatan maupun
konsentrasi solute Akhtar et al., 2003 b. Menurut Jury et al. 1991, koefisien variasi konsentrasi solute dalam tanah dapat berkisar antara 13-260. Adapun
menurut Bagarello et al. 2004, tingginya variasi konduktivitas hidrolik secara spasial tergantung pada karakteristik pori tanah. Perubahan laju pergerakan air
akibat perubahan porositas tanah tersebut disebabkan oleh perubahan struktur tanah selama terjadi aliran air. Selama ini belum cukup diketahui hubungan secara
kuantitatif dari perubahan karakteristik pori tanah terhadap pergerakan solute tanah Aydin et al., 2004. Sedikit informasi tentang mekanisme fisik yang
menyebabkan pengurangan konduktivitas hidrolik selama pembasahan tanah dan pencucian Lebron, 2002.
Bodhinayake, Cheng Si, dan Xiao 2004 menyatakan bahwa porositas tanah yang banyak berkaitan dengan pergerakan air secara cepat, solute, dan polutan
melalui solum tanah adalah pori makro dan pori meso. Pori makro dan meso masing-masing merupakan fraksi volume tanah yang memiliki diameter 10
-3
m dan antara 10
–3
dan 10
-5
m Luxmoore, 1981. Pori-pori makro yang berperan dalam pergerakan air cepat dalam tanah hanya pori-pori kontinu dan pori-pori
yang bersambungan. Ukuran diameter yang menentukan pergerakan air cepat adalah diameter terkecil seperti leher botol yang ada sepanjang saluran kontinu,
walaupun bagian leher botol ini kecil Dunn dan Phillips, 1992. Fungsi pori yang menghantarkan air juga dipengaruhi oleh tortuositas pori dan kekasaran
permukaan; sehingga besarnya pori makro dan pori mikro saja tidak cukup berdampak pada tingginya konduktivitas hidrolik dan cepatnya transport solute.
25
Pergerakan air dan solute secara cepat di dalam solum tanah oleh Steenhuis et al.
1994 disebut sebagai preferential flow, yaitu pergerakan air dan solute tanah secara cepat dan nonuniform menembus pori-pori makro dan saluran-
saluran bawah permukaan tanah. Adapun menurut Beven dan Germann 1982, preferential flow merupakan a
liran solute melalui pori-pori makro, ruangan kontinu yang besar, dengan diameter antara 0,03-30,00 mm. Ada tiga penyebab
utama aliran preferential, yaitu: 1 Pori makro yang terbentuk dari lubang cacing, lubang bekas akar, rekahan, dan permukaan interpedal pada struktur tanah, 2
Batas pembasahan wetting front yang tidak stabil atau aliran finger, dan 3 Lapisan tanah yang miring akibat aliran yang terkonsentrasi Akhtar et al.,
2003a. Selanjutnya William et al. 2000, menyebutkan bahwa saluran preferential
dapat terjadi dalam medium tak berstruktur di mana mekanismenya menunjukkan akibat cairan yang tidak stabil. Lebih umum, sejumlah aliran
berkembang karena struktur inherent tanah dan asosiasinya dengan pori-pori makro yang terbentuk oleh fauna tanah, saluran-saluran akar yang terlapuk, dan
pengkerutan mineral. Sifat saluran tergantung pada medium tanah, dalam hal ini konduktivitas hidroliknya, kontinuitas pori, dan water repellency. Ada dua tipe
preferensial flow akibat perbedaan tekstur tanah, yaitu fingering Baker dan
Hillel, 1990 dan funnel flow Kung, 1990 a, b Preferential flow
tidak melibatkan seluruh pori-pori makro, tetapi tergantung pada sifat-sifat fisik tanah, kadar air tanah, intensitas hujan, dan laju
infiltrasi William et al., 2003. Preferential flow menyebabkan besarnya fluks atau kecepatan aliran yang tinggi menembus saluran yang terbatas dan membawa
konsentrasi solute relatif tinggi, sehingga untuk menilai sifat aliran dan proses transport dalam tanah digunakan kurva breakthrough Southwick et al., 1995 dan
William et al., 2003, yaitu kurva hubungan antara perubahan konsentrasi solute ordinat terhadap waktu absis pada berbagai lokasi kedalaman tanah untuk
menentukan pola aliran. Aliran preferential air dan solute dalam tanah dipengaruhi oleh struktur
tanah, di mana aliran bypass menembus pori makro dapat cepat memindahkan solute
ke lapisan yang lebih dalam Vervoort et al., 1999. Distribusi pori yang
26
ada dalam tanah sangat berkaitan dengan ukuran agregatstruktur tanah, bukan dengan tekstur tanah Bagarello et al., 2004. Namun tekstur tanah menentukan
ukuran strukturagregat tanah yang terbentuk, sehingga keduanya menentukan keadaan pori tanah.
Variasi struktur dan heterogenitas tekstur tanah sangat mempengaruhi pergerakan solute melalui terciptanya perbedaan kecepatan aliran air sehingga
terjadi ketidakseimbangan konsentrasi solute dalam tanah. Kejadian ini juga menyebabkan aliran preferential. Dalam kaitannya dengan pergerakan solute,
apabila terjadi aliran preferential, sering digunakan wilayahzone pendekatan. Zone pertama berhubungan dengan bagian tanah yang sangat permeabel misalnya
jaringan pori makro pada tanah-tanah yang berstruktur disebut sebagai saluran aliran preferential, dan zone lain merupakan sistem pori yang kurang permeabel
dalam matrik tanah sebagai agregat-agregat Cote et al., 1999. Pergerakan solute dalam saluran preferential biasanya ditentukan oleh gerakan adveksi, sementara
dalam agregat-agregat adalah pertukaran secara difusi. Transfer solute antar dua wilayah dapat ditentukan melalui dua cara: 1 menggunakan koefisien transfer
massa, berhubungan dengan kecepatan pertukaran akibat perbedaan konsentrasi dua tempat, dan 2 menggunakan hukum Fiks kedua tentang difusi. Metode ini
membutuhkan deskripsi dari geometri agregat. Aliran preferential akan berhenti apabila pemberian air dihentikan, selanjutnya solute diredistribusikan, hingga
perbedaan konsentrasi dalam agregat tidak ada. Air yang berada dalam kedua zone di atas dibedakan ke dalam air mobil dan
air imobil. Pada zona mobil terjadi proses adveksi dan dispersi, sementara adsorbsi-desorpsi dan degradasi terjadi pada zona imobil. Antara dua zone dapat
terjadi proses difusi. Besarnya kadar air imobil bervariasi dengan fluks kadar air, kadar air, dan ukuran agregat. Cara untuk mengukur imobil water menurut
Clothier, Kirkham, dan McLean 1992 adalah dengan infiltrometer tekan dengan memberikan tracer. Setelah infiltrasi mencapai konstan, tracer ditambahkan.
Setelah diperkirakan tracer sudah masuk ke dalam tanah, contoh tanah di bawah infiltrometer diambil dan dianalisis konsentrasi tracernya. Jika seluruh air tanah
mobil, konsentrasi tracer dalam air tanah sebanding dengan konsentrasi input.
27
Namun jika beberapa air tanah imobil, konsentrasi tracer dalam tanah lebih kecil dari konsentrasi input, sehingga
1 c
c im
− =
θ θ
..........................................9 di mana
θ = kadar air volume atau cmcm, C = konsentrasi tracer yang diukur dalam tanah ppm, dan Co = konsentrasi input dalam infiltrometer ppm.
Penggunaan persamaan di atas untuk menentukan bagian pori imobil. Pada kasus tersebut, Clothier et al. 1992 mengasumsikan bahwa koefisien transfer cukup
kecil di mana waktu untuk berdifusi ke zona imobil sangat pendek sebelum tanah diambil sampelnya. Adapun menurut Addiscott dan Whitmore 1991, air mobil
adalah air yang terikat pada potensial matrik -0,2 MPa dan air imobil yang terikat pada potensial matrik -0,2 MPa.
Hasil penelitian Bejat et al. 2000 menunjukkan bahwa karakter pori tanah berhubungan erat dengan parameter pergerakan solut. Peningkatan indeks
distribusi ukuran pori cenderung menurunkan kecepatan air pori maupun koefisien dispersi tanah. Penurunan kecepatan air pori dan koefisien dispersi
tanah dapat memperlambat pergerakan solute dalam tanah. 2.4.3. Curah Hujan dan Kadar Air
Pergerakan air yang dapat membawa hara dan mendistribusikan air dalam tanah sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan menentukan distribusi air
dalam zona perakaran, sehingga dapat melarutkan dan membawa hara. Sifat-sifat hujan yang dapat mempengaruhi pergerakan air yang dapat membawa hara dalam
tanah adalah jumlah dan intensitas hujan. Intensitas hujan mempengaruhi waktu breakthrough
waktu yang dibutuhkan oleh solute untuk mencapai kedalaman tertentu dalam solum tanah, dimana pada intensitas hujan yang paling tinggi,
waktu breakthrough tercepat dan makin banyak jumlah perkolat Granovsky et al.
, 1993. Namun menurut Scott et al. 1998, dengan makin tingginya intensitas hujan dapat mengakibatkan air melalui matrik tanah dan aliran preferential
melalui sebagian kecil tanah.
28
Intensitas hujan juga mempengaruhi pergerakan bahan kimia. Makin tinggi intensitas hujan, makin banyak bahan kimia yang dipindahkan Granovsky et al.,
1993, Trojan dan Linden, 1992. Namun, intensitas hujan tidak mempengaruhi rata-rata konsentrasi solute dalam perkolat, tetapi lebih mempengaruhi jumlah
volume perkolat. Konsentrasi solute lebih dipengaruhi oleh mobilitas solute, dimana makin tinggi mobilitas solute, makin tinggi konsentrasinya dalam
perkolat. Kondisi kadar air awal juga mempengaruhi waktu breakthrough Edward et
al ., 1992, Granovsky et al., 1993, volume perkolat, dan laju pergerakan air
maupun solute dalam tanah Edward et al., 1992; Granovsky et al., 1993 . Kadar air awal yang rendah memudahkan aliran air dan solute melalui aliran preferensial
pori makro Granovsky et al., 1993, sehingga waktu breakthrough lebih cepat. Nampaknya kondisi kelembaban tanah yang rendah mengurangi kontribusi matrik
tanah terhadap infiltrasi air pada tahap awal. Shipitalo et al. 1990 menyatakan bahwa, waktu untuk perkolasi berkurang pada kadar air awal rendah, dan infiltrasi
pada permukaan tanah yang kering lebih dihambat oleh bahan organik yang bersifat hidrofobik.
Ada pendapat lain mengatakan bahwa hujan yang melalui pori makro relatif tidak terkontaminasi solute karena tidak efektifnya pencucian solute yang
tertinggal pada pori-pori kapiler atau karena kurangnya interaksi antara air hujan dengan matrik tanah. Namun hujan yang membawa bahan kimia dari permukaan
tanah dapat melewati zona perakaran Shipitalo et al , 1990. Menurut
Shipitalo et al
1990, pengaruh hujan terhadap nasib bahan kimia yang diberikan di permukaan tanah tidak terlepas dalam hubungannya dengan
sifat spesifik tanah dan sifat bahan kimia yang diberikan. Sebagai contoh, hujan deras yang berlangsung singkat setelah pemberian bahan kimia dapat membawa
sejumlah bahan kimia yang teradsorpsi di luar zona perakaran, sebaliknya hujan ringan setelah pemberian bahan kimia dapat menggerakkan solute ke dalam
matrik tanah di mana mereka dapat teradsorpsi. Solute tersebut dapat dilewati aliran air dalam pori makro pada hujan-hujan berikutnya.
29
Distribusi air dalam tanah baik secara spatial dan temporal juga berpengaruh terhadap lingkungan reaksi biokimia dalam tanah, sehingga
berpengaruh terhadap kelarutan hara dalam tanah. 2.4.4. Tanaman
Kuantifikasi kecepatan ekstraksi air oleh akar tanaman dapat berperan dalam informasi fluks solute dalam zone perakaran. Serapan air oleh sistem
perakaran dapat mengendalikan waktu dan jumlah polutan kimia yang akan masuk ke ground water, melalui eliminasi pola aliran preferential air dan bahan
kimia, atau melalui pengaturan absorbsi hara atau trace mineral Vrugt, Hopmans, dan Simunek, 2001. Serapan air oleh akar secara aktual tidak hanya tergantung
pada distribusi akar dan fungsinya, tetapi juga pada ketersediaan air tanah. Serapan air berkurang stres air terjadi apabila ketersediaan air dalam tanah
rendah dan konsentrasi garam terlarut melebihi batas ambang kebutuhan tanaman Vrugt et al., 2001.
Tanaman berperan penting dalam proses evapotranspirasi. Akar tanaman menyerap air sehingga kadar air dan hara di bawah tanaman lebih rendah
dibanding di bawah antar tanaman. Keadaan tersebut dapat mengurangi kehilangan air dan hara ke lapisan yang lebih dalam. Timlin et al., 1992.
Perbedaan pencucian solute di bawah kedalaman tanah 0,5 m pada barisan dan antar barisan tanaman tergantung pada tipe tanah dan tanaman, curah hujan,
irigasi, dan evapotranspirasi. Sistem diversifikasi pertanaman dapat mengurangi kehilangan hara dari zona perakaran dan menurunkan kadar NO
3
-N pada subsoil. dibanding monocultur Varvel dan Peterson, 1990.
Peterson and Russelle 1991 melaporkan bahwa akar alfalfa dapat mengabsorbsi hara dan air dari kedalaman tanah 11 m, tetapi Campbell et al.
1994 menemukan bahwa kedalaman air dan hara yang dapat diekstraksi oleh alfalfa adalah sekitar 2,5 m. Kemampuan akar tanaman dalam menyerap hara
sangat tergantung pada ketersediaan air dalam tanah, dan kadar hara yang cukup dapat menghemat penggunaan air Roy et al., 2006
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di lapangan
di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor mulai bulan April 2005 sampai dengan April 2007. Pemilihan lokasi penelitian dan analisis data di
laboratorium berlangsung sejak April 2005 sampai dengan Februari 2006. Percobaan lapangan dilakukan bersamaan dengan analisis laboratorium sejak
Februari 2006 sampai dengan Juli 2006. Selanjutnya diikuti analisis laboratorium sampai dengan April 2007.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanah dari jenis sama yang memiliki perbedaan dalam karakteristik pori tanah jumlah, distribusi, dan stabilitas pori
tanah Lampiran 1 dan 2, tanpa adanya lapisan kedap pada solum tanah. Jumlah dan distribusi pori tanah dinyatakan dalam jumlah volume dari pori dengan
ukuran berbeda dalam hal ruang pori drainase sangat cepat, ruang pori drainase cepat, ruang pori drainase lambat, ruang pori air tersedia, ruang pori mikro, ruang
pori air mobil, dan ruang pori air imobil. Tanah tersebut bekas digunakan untuk pertanian tanaman pangan intensif. Bahan yang digunakan untuk percobaan
lapang meliputi benih jagung manis, pupuk urea, SP 36, KCl, kapur pertanian, dan pestisida. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah di
laboratorium mengikuti metode yang ditampilkan pada Tabel 4. Alat yang digunakan selama penelitian di lapang meliputi permeameter,
penakar hujan, soil moisture meter, dan alat-alat untuk mengambil contoh tanah. Alat yang digunakan untuk analisis tanah di laboratorium mengikuti metode yang
ditampilkan pada Tabel 4.