1. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut haruslah “tidak terduga” oleh para pihak vide Pasal 1244 KUHPerdata.
2. Peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang harus melaksanakan prestasi pihak debitur tersebut vide Pasal 1244 KUHPerdata.
3. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut diluar kesalahan pihak debitur vide Pasal 1545 KUHPerdata.
4. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya force majeure tersebut bukan kejadian yang disengaja oleh debitur. Ini merupakan perumusan yang kurang tepat. Sebab
yang semestinya tindakan tersebut “diluar kesalahan” para pihak lihat Pasal 1545 KUHPerdata, bukan “tidak disengaja”. Sebab, kesalahan para pihak baik yang
dilakukan dengan sengaja ataupun yang tidak disengaja, yakni dalam bentuk “kelalaian” negligence.
5. Para pihak debitur tidak dalam keadaan iktikad buruk vide Pasal 1244 KUHPerdata.
6. Jika terjadi force majeure, maka kontrak tersebut menjadi gugur, dan sedapat mungkin para pihak dikembalikan seperti seolah-olah tidak pernah dilakukan vide
Pasal 1545 KUHPerdata. 7. Jika terjadi force majeure, maka para pihak tidak boleh menuntut ganti rugi. Vide
Pasal 1244 juncto pasal 1245, juncto Pasal 1553 ayat 2 KUHPerdata. Akan tetapi, karena kontrak yang bersangkutan menjadi gugur karena adanya force
majeure tersebut, maka untuk menjaga terpenuhinya unsur-unsur keadilan, pemberian restitusi atau quantum merit tentu masih dimungkinkan.
8. Resiko sebagai akibat dari force majeure, beralih dari pihak kreditur kepada pihak debitur sejak saat seharusnya barang tersebut diserahkan vide Pasal 1545
KUHPerdata. Pasal 1460 KUHPerdata mengatur hal ini secara tidak tepat diluar sistem.
B. Jenis Kehilangan dan Kerusakan Barang yang Disimpan Dalam Safe Deposit
Box
Kehilangan yang tejadi pada safe deposit box, biasanya terjadi jika terjadi kelalaian diantara salah satu pihak, baik dari pihak bank maupun dari nasabah
pemakai safe deposit box tersebut. Kehilangan yang mungkin terjadi adalah dengan adanya suatu tindakan kriminal yang dilakukan salah satu pihak. Keadaan ini dilihat
dari beberapa kasus yang pernah terjadi di beberapa bank yang menyewakan safe
Universitas Sumatera Utara
deposit box kepada nasabahnya. Misalnya, kasus yang terjadi terhadap nasabah penyewa safe deposit box milik Bank Internasional Indonesia BII, dimana diketahui
bahwa pemilik merasa dirugikan sebab benda berharga yang disimpan didalam safe deposit box milik Bank BII yang berukuran 25 cm x 25 cm x 48 cm telah hilang dan
mencapai kerugian hinggan 5 miliar rupiah.
81
Jenis kehilangan yang disertai unsur pidana ini kerap terjadi dikalangan penyewa safe deposit box. Pelakunya bukan hanya pihak dari penyewa bahkan juga
adalah salah satu dari pegawai bank tersebut. Misalnya kasus Ratna Dewi yang melakukan penyewaan safe deposit box di Bank Rakyat Indonesia BRI. diketahui
bahwa kehilangan yang dialami Pemilik didasari atas kerjasama yang dilakukan oleh dua pejabat BRI dengan pihak lain mengambil benda yang didalam safe deposit box
nasabah, tanpa diketahui oleh pemilik.
82
Jenis kehilangan yang kerap kali terjadi dikalangan penyewa safe deposit box sering terjadi karena ada unsur kesengajaan dan kelalaian dari pihak bank. Sehingga
menimbulkan banyak kerugian dialami oleh para pemilik. Selain kerugian kehilangan benda-benda berharga yang ada didalamnya, kerugian lain terjadi adalah tidak adanya
jaminan keamanan yang diberikan oleh pihak bank terhadap barang-barang berharga yang disimpan didalam safe deposit box sewaanya.
81
http:www.hukumonline.comberitabacahol21118ketika-isafe-deposit-boxi-tidak-aman- buat-nasabah
82
http:www.tribunnews.comnasional20131121kasus-perubahan-fisik-emas-di-bri-2- terdakwa-masuk-ruang-save-deposit-box-tanpa-pemilik
Universitas Sumatera Utara
C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kata nasabah yang dipakai di sektor perbankan, secara tidak langsung dapat disamakan dengan konsumen. Sehingga dalam membicarakan perlindungan hukum
bagi nasabah, konstruksi hukum bukan hanya berdiri pada UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, melainkan juga memakai UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Melihat ketidakberdayaan nasabah sebagai konsumen
perbankan mengahadapi pelaku usaha yang jelas merugikan kepentingan mereka.
Melihat bahwa nasabah dan konsumen adalah sama, menunjukan bahwa asas, tujuan, hak dan kewajiban yang ada didalam UU Perlindungan Konsumen melekat
juga terhadap nasabah yang tidak lain adalah konsumen perbankan. Dengan kata lain, dalam memperoleh perlindungan hukum nasabah selaku konsumen dibidang
perbankan tidak hanya bergantung dalam penerapan hukum perdata saja, namun dapat menggunakan ketentuan hukum lain, misalnya hukum pidana maupun hukum
administrasi negara yang menyinggung perlindungan terhadap nasabah melalui penetapan peraturan perundang-undangan yaitu UU Perlindungan Konsumen. Namun
demikian penting diperlukanya kehati-hatian dalam menentukan siapa yang bertanggungjawab atas kelalaiankesalahan dalam pengelolaan dan pengurusan bank
sehingga nasabah menderita kerugian.
83
83
A.Z.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pernyataan, Cetakan Kedua Jakarta: Diadit Media, 2001, hlm. 18.
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU Perbankan, dalam Pasal 1 butir 6 menyatakan bahwa nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa-jasa bank. Rumusan ini kemudian diperinci
dalam butir berikutnya, yaitu: 1.
Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
2. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-Undang tentang
Perlindungan Kosumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang
dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”.
84
Menurut pendapat Mochtar Kusuatmadja, batasan hukum konsumen adalah asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang danjasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
85
Pengertian konsumen sebagai definisi yuridis formal terdapat di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen
UUPK, yakni “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orsng lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
84
Shidarta, Op.Cit., hlm. 1.
85
A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Diadit Media, 2002, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengertian hukum ekonomi jenis konsumen terbagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah konsumen awal dan jenis kedua adalah konsumen akhir.
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian
dari proses produksi suatu produk lainnya.
86
Definisi yang dikandung UUPK ini sama dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hukum konsumen Belanda, yang disebut sebagai uiteindelijke gebruiker van
goederen diensten.
87
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Keberadaan UUPK beserta perangkat hukum lainnya, memberi harapan bagi konsumen agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang. Konsumen
memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan memiliki hak untuk menggugat atau menuntut pelaku usaha apabila merasa bahwa hak-haknya telah dirugikan atau
dilanggar. Karena posisi konsumen yang lemah, maka ia perlu untuk dilindungi oleh
86
Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
87
N.H.T. Siahan, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Penerbit Panta Rei, 2005, hlm. 25. dikutip dari Black’s Law Dictionary.
Universitas Sumatera Utara
hukum. Salah satu sifat dan tujuan hukum adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat.
88
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk
mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua aspeknya itu, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
89
1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan
atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan
mengenai pemggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan
keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapat penggantian jika timbul kerugian karena
memakai atau mengkonsumsi produk yang tidak sesuai.
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang
tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan penjual, dan sebagaimya. Hal ini
berkaitan dengan perilaku produsen dalam mempromosikan dan mengedarkan produknya.
Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis sehingga hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari
hukum konsumen yang lebih luas itu. A. Z. Nasution berpendapat hukum konsumen
88
Op.Cit.,, hlm. 11.
89
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen.
90
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, terdapat lima asas perlindungan konsumen, antara lain:
91
1. Asas Manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bangi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2.
Asas Keadilan Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil atau
spiritual. 4.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen manaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
90
Ibid.
91
Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen itu sendiri juga tercantum di dalam Pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, antara lain:
92
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri; 2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang
itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 BW bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha dan
terwujudnya tujuan dari perlindungan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian produk barang danatau
jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha. Larangan-larangan yang diatur didalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen mempertegas keberadaan dari kewajiban produsenpelaku usaha. Larangan-larangan tersebut juga dimaksudkan untuk melindungi dua macam
kepentingan, yaitu kepentingan umum dan kepentingan individu yang terkait dengan hak-hak konsumen. Selain itu, larangan-larangan itu juga menunjukkan kepada
92
Pasal 3 Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
pelaku usaha bahwa mereka mempunyai tanggungjawab sebagai produsen sekurang- kurangnya dalam dau aspek, yaitu:
93
1. Bertanggungjawab untuk menciptakan iklim berusaha yang sehat, baik antara
sesama pelaku usaha maupun antara pelaku usaha dengan masyarakat konsumen. Dengan dipatuhinya larangan-larangan tersebut, maka hal-hal yang manimbulkan
distorsi pasar, persaingan tidak sehat, dan hal lain yang potensial untuk merusak struktur kehidupan perekonomian nasional dapat dihindarkan. Dengan demikian,
roda pembangunan nasional, dan tanggungjawab setiap pelaku usahalah untuk senantiasa mewujudkan iklim berusaha yang sehat.
2. Bertanggungjawab untuk melindungi masyarakat konsumen, baik sendiri-sendiri
maupun keseluruhan dari kemungkinan timbulnya kerugian terhadap diri konsumen maupun harta bendanya.
Larangan sehubungan dengan penggunaan klausula baku juga merupakan salah satu unsur yang dapat menjadi suatu bentuk perlindungan bagi nasabahatau
konsumen dari pengguna jasa safe deposit box. Melihat bahwa perjanjian sewa
menyewa safe deposit box menggunakan klausula baku, maka tanpa disadari oleh pihak bank mereka telah melanggar hak dari nasabah tersebut atau dengan kata lain
konsumen pemakai jasa bank. Maka menurut Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan konsumen, pelaku
usaha memiliki tanggungjawab antara lain:
94
1. Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan
pencemaran danatau kerugian akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian
uang pengganti barang danatau jas yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
93
Janus Sidabalok, Op. Cit., hlm. 92-93.
94
Pasal 19 Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
3. Pemberian ganti rugi dilaksanan dalam tenggang waktu tujuh hari setelah
tanggal transaksi 4.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan 5.
Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.
D. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Apabila Terjadi Kehilangan atau