Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi

(1)

 

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT MACET ATAS KEJADIAN MENINGGALNYA DEBITUR (STUDI PADA PT.

BANK PANIN,TBK CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas- Tugas Dan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh Moria Gunawaty NIM : 100200132

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

 

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT MACET ATAS KEJADIAN MENINGGALNYA DEBITUR (STUDI PADA PT.

BANK PANIN,TBK CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas- Tugas Dan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh Moria Gunawaty NIM : 100200132

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Ketua Departemen,

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS Puspa Melati, SH., M.Hum NIP. 196204211988031004 NIP. 196801281994032001


(3)

 

ABSTRAK Moria Gunawaty*

Tan Kamello** Puspa Melati***

Memasuki era globalisasi, arus pinjaman kredit di Indonesia semakin tinggi dari tahun- tahun sebelumnya. Probabilitas terjadinya kredit macet juga semakin meningkat. Bank sebagai lembaga yang menjalankan kegiatan penyaluran dana berupa kredit tentunya harus selektif dalam memberikan kredit. Pemberian kredit tersebut haruslah berdasarkan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, condition of economy). Namun, meskipun bank telah melakukan langkah- langkah preventif dalam penyaluran kredit tetap saja kredit macet dapat terjadi, misalnya pihak debitur meninggal dunia. Hal kematian merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak manusia. Kematian merupakan misteri ilahi yang tidak dapat diprediksi oleh siapa pun. Dalam hal ini, kreditur hanya mampu mengantisipasi ataupun mempersiapkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan apabila terjadi hal yang tidak dikehendaki ini. Adapun permasalahan dalam skripsi ini meliputi penyelesaian hukum terhadap pinjaman kredit yang dilakukan oleh PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi atas kejadian meninggalnya debitur, peranan PUPN dalam menyelesaikan kredit atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi, serta upaya perlindungan yang dilakukan oleh PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi untuk mencegah masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur.

Penulisan skripsi ini mengunakan metode penelitian hukum normatif empiris karena penulis untuk penulisan skripsi ini berdasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan. Data kepustakaan terdiri dari data hukum primer berupa Undang- Undang, bahan hukum sekunder berupa buku- buku teks ataupun karya para ahli, dan bahan hukum tersier yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian di lapangan menggunakan teknik wawancara langsung dengan pihak yang terkait.

Melalui penulisan skripsi ini, penyelesaian hukum pinjaman kredit bank atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dibahas secara lengkap dan terperinci. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan menambah pengetahuan di bidang perbankan khususnya mengenai kredit macet.

Kata Kunci : Kredit, perbankan, penyelesaian hukum, kematian.

      

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***


(4)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang senantiasa menyertai penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi)” ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses penyelesaian kredit macet akibat meninggalnya debitur, peranan PUPN serta upaya perlindungan terkait kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur. Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Gunawan Neoman dan Lim Song Tjoe, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung penulis sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat Strata Satu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak dan abang tercinta penulis yaitu Juliwaty, Sumawaty, Afrieda Gunawaty, dan Darmawan yang selalu mendukung dan menyemangati penulis dalam penulisan skripsi. Semoga dengan berbekal pendidikan yang penulis tempuh selama ini dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.

Tak lupa juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :


(5)

 

1. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).

2. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

5. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

6. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

7. Ibu Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan dan Dosen Hukum Perdata. Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih atas segala ilmu yang telah dibagikan Beliau selama menjadi dosen hukum perdata penulis.

8. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., M.S. selaku Guru Besar dan Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I penulis. Di tengah kesibukan Beliau, Beliau selalu membantu penulis dalam memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna dan berarti atas penyelesaian skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini, secara khusus mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan,


(6)

 

dukungan, serta didikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum. selaku Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing II penulis. Dalam kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu yang telah dibagikan Beliau pada saat perkuliahan dan sewaktu memberikan bimbingan bagi penulisan substansi skripsi ini. Bagi penulis, Beliau merupakan figur yang teladan, tekun, dan objektif dalam mendidik mahasiswa. Penulisan skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau. 10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas

segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

11. Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). 12. Bapak Darwin, selaku karyawan PT. Panin Bank,Tbk Cabang Tebing Tinggi.

Di tengah kesibukan Beliau, Beliau selalu membantu penulis dalam memberikan arahan dan informasi yang sangat berguna dan berarti atas penyelesaian skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini, secara khusus mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

13. Ibu Susanna Intan, SH, selaku notaris di Tebing Tinggi yang mempunyai kerjasama dengan PT. Panin Bank,Tbk Cabang Tebing Tinggi. Dimana


(7)

 

Beliau membantu memberikan masukan kepada penulis serta menjadi narasumber dalam proses penulisan skripsi ini.

14. Kepada teman spesial Christian Yoritomo yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Sally Putri, Febrina Sumardy, Tony, dan Hasnita Sihombing yang merupakan teman stambuk 2010 dan sekaligus sahabat terdekat penulis yang telah memberikan banyak dukungan, bantuan, dan motivasi selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

16. Teman sekaligus sahabat penulis stambuk 2010 yang sudah menginspirasi penulis Alm. Nurmawati Pakpahan

17. Teman-teman Stambuk 2010, yang merupakan teman-teman akrab, teman segrup, teman satu tim klinis, dan teman satu tim klinik perdata penulis, yaitu Febri Sri Utami, Dwi Susilawati, Yessica Tri Angeline Situmorang, Khoerudin, Khoirudin, Ikhsan Maulana, Elda Yani Br Sirait, Mentari Yolanda, Imelda Hoseinjaya, Chyntia Stefany, Vellichia Lawrence, Diana Wijaya, Steffy Tamin, Steven, Herbert, Henjoko, Jerry, Rivera Wijaya, Robert, Chairial Ella Sari, Kusuma Ambarwati, serta yang lainnya yang tidak bisa penulis ucapkan satu per satu.

18. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu Cindy Tan, Jennifer, Hanssen Tanakah, Yuvin, Paulina Tandiono, Eric Tan, Agustina dan lainnya yang telah memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan. Penulis dalam kesempatan ini, secara khusus


(8)

 

mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan sehingga penulis berharap agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebih sempurna lagi baik dari segi substansi maupun cara penulisannya.

Salam Hormat,

Penulis


(9)

 

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….... i

KATA PENGANTAR.. ... ii

DAFTAR ISI……… vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Permasalahan……...………...….. 8

C. Tujuan Penelitian………..………… 9

D. Manfaat Penelitian……….... 9

E. Metode Penelitian……… 10

F. Keaslian Penulisan………... 11

G. Sistematika Penulisan………... 11

BAB II TINJAUAN TENTANG KREDIT BANK DI INDONESIA DALAM SISTEM HUKUM PERDATA ... . 14

A. Pengertian Kredit Bank………... 14

B. Jenis- Jenis Kredit Bank……….……….. 19

C. Landasan Pengaturan Kredit Bank…….……….. 23

D. Dasar- Dasar Pemberian Kredit Bank……..………. 25

E. Jaminan Kredit Bank…….………... 30

F. Batasan- Batasan Dalam Pemberian Kredit……….. 34

BAB III TINJAUAN TENTANG KREDIT MACET YANG DISEBABKAN OLEH MENINGGALNYA DEBITUR ... … 40

A. Penggolongan Kredit Dalam Kegiatan Perbankan………….... 40


(10)

 

C. Fungsi Asuransi Jiwa Dalam Kredit Terhadap Kematian ... 46

D. Jenis- Jenis Kematian Yang Ditanggung Pihak Asuransi...…51

BAB IV PENYELESAIAN KREDIT PADA PT. BANK PANIN,TBK CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI ATAS KEJADIAN MENINGGALNYA DEBITUR ... 54

A. Penyelasaian Hukum Terhadap Pinjaman Kredit PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi Atas Kejadian Meninggalnya Debitur ... 54

B. Peranan PUPN Dalam Menyelesaikan Kredit Atas Kejadian Meninggalnya Debitur Pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi ... 64

C. Upaya Perlindungan PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi Dalam Mencegah Masalah Kredit Macet Yang Disebabkan Oleh Meninggalnya Debitur ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 73

A. Kesimpulan………..….. 73

B. Saran………... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN

 


(11)

 

ABSTRAK Moria Gunawaty*

Tan Kamello** Puspa Melati***

Memasuki era globalisasi, arus pinjaman kredit di Indonesia semakin tinggi dari tahun- tahun sebelumnya. Probabilitas terjadinya kredit macet juga semakin meningkat. Bank sebagai lembaga yang menjalankan kegiatan penyaluran dana berupa kredit tentunya harus selektif dalam memberikan kredit. Pemberian kredit tersebut haruslah berdasarkan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, condition of economy). Namun, meskipun bank telah melakukan langkah- langkah preventif dalam penyaluran kredit tetap saja kredit macet dapat terjadi, misalnya pihak debitur meninggal dunia. Hal kematian merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak manusia. Kematian merupakan misteri ilahi yang tidak dapat diprediksi oleh siapa pun. Dalam hal ini, kreditur hanya mampu mengantisipasi ataupun mempersiapkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan apabila terjadi hal yang tidak dikehendaki ini. Adapun permasalahan dalam skripsi ini meliputi penyelesaian hukum terhadap pinjaman kredit yang dilakukan oleh PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi atas kejadian meninggalnya debitur, peranan PUPN dalam menyelesaikan kredit atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi, serta upaya perlindungan yang dilakukan oleh PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi untuk mencegah masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur.

Penulisan skripsi ini mengunakan metode penelitian hukum normatif empiris karena penulis untuk penulisan skripsi ini berdasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan. Data kepustakaan terdiri dari data hukum primer berupa Undang- Undang, bahan hukum sekunder berupa buku- buku teks ataupun karya para ahli, dan bahan hukum tersier yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian di lapangan menggunakan teknik wawancara langsung dengan pihak yang terkait.

Melalui penulisan skripsi ini, penyelesaian hukum pinjaman kredit bank atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dibahas secara lengkap dan terperinci. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan menambah pengetahuan di bidang perbankan khususnya mengenai kredit macet.

Kata Kunci : Kredit, perbankan, penyelesaian hukum, kematian.

      

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***


(12)

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial tidaklah dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari manusia lain. Sejak zaman dahulu, manusia telah disibukkan dengan keterciptaan berbagai aturan dan norma dalam kehidupan berkelompok mereka sehingga bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya interaksi dan benturan kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Pemenuhan kebutuhan hidup merupakan bagian yang penting dalam hidup manusia. Terdapat perkembangan yang signifikan mengenai hal ini yakni dahulu manusia memerlukan manusia lain untuk melakukan barter, tetapi pada zaman sekarang ini telah berkembang alat tukar yang dijadikan sebagai sarana yang universal bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang adalah alat penukar atau standar pengukur nilai ( kesatuan hitungan ) yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu.1 Uang merupakan suatu benda yang diterima secara umum sebagai alat perantara untuk mempermudah tukar menukar dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Pada era globalisasi saat ini, uang telah berkembang dan bahkan membentuk suatu sistem keuangan. Sistem keuangan merupakan suatu sistem yang dibentuk oleh lembaga- lembaga yang mempunyai

      

1


(13)

 

kompetensi yang berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan.2 Sistem keuangan ( financial system ) pada umumnya merupakan suatu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya di bidang keuangan, yakni menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Sistem ini diharapkan dapat menjadi lembaga perantara keuangan ( financial intermediation ) yang menjembatani masyarakat yang kelebihan dana ( surplus of funds ) dan masyarakat yang membutuhka dana ( lack of funds ). Pada dasarnya proses intermediasi ini dilakukan dalam hal pemberian kredit dan penanaman dana dalam surat berharga.

Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam suatu sistem perekonomian modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Lembaga keuangan terdiri dari lembaga keuangan bukan bank dan lembaga keuangan bank. Lembaga keuangan bukan bank termasuk diantaranya perusahaan asuransi, penyelenggara dana pensiun, perusahaan keuangan, perusahaan yang memberikan potongan, perusahaan pemutar kredit, dan rumah gadai. Sedangkan lembaga keuangan bank terdiri dari BI dan lembaga perbankan lainnya. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral berperan sebagai perencana dan pelaksana kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas moneter, tetapi fungsi pengawasan terhadap lembaga keuangan bank serta lembaga keuangan non-bank didasarkan kepada Undang- Undang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Jo angka 10 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, lembaga keuangan merupakan suatu lembaga

      

2


(14)

 

yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam mayarakat guna membiayai investasi perusahaan- perusahaan.3 Pengaturan lembaga keuangan bukan bank pada zaman orde baru secara lebih jelas dimulai sejak awal 1970-an dengan didasari oleh pertimbangan perlunya lembaga selain lembaga perbankan yang dapat memberikan sarana untuk kelancaran pembangunan sehingga dikeluarkanlah peraturan mengenai lembaga keuangan bukan bank berbentuk Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep.729 /MK/ IV/ 12/ 1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan yang kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep. 38/ MK/ IV/ I/ 72 tanggal 18 Januari 1972 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/ KMK.011/ 1982 tanggal 1 September 1982. Seiring berjalannya dengan waktu, dirasakan Keputusan Menteri Keuangan tersebut kurang memadai lagi sehingga pada tahun 1988 bersamaan dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 juga mengeluarkan peraturan mengenai lembaga keuangan bukan bank, yaitu Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1988 tentang Lembaga

      

3

Pasal 1 angka 4 Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.


(15)

 

Pembiayaan yang kemudian dicabut kembali oleh Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.4

Pada dasarnya, lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Lembaga keuangan ini mampu melancarkan gerak pembangunan dengan menyalurkan dananya ke berbagai proyek penting di berbagai sektor usaha yang dikelola oleh pemerintah serta menyediakan dana bagi pengusaha- pengusaha swasta atau kalangan rakyat pengusaha lemah yang membutuhkan dana bagi usahanya langsung.5

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.6 Dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakaat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berbicara tentang bank, tentunya bank sebagai badan usaha tidak terlepas dari istilah perbankan. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.7 Berdasarkan definisi mengenai bank tersebut, dapat dilihat bahwa bank berfungsi sebagai perantara

      

4

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT Citra Adtya Bakti, 2012, hlm. 100.

5 Gemala Dewi, Aspek- Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

Indonesia, Jakarta, Kencana, 2006, hlm. 51.

6

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Loc.Cit, hlm. 103. 7


(16)

 

pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak- pihak yang kekurangan atau memerlukan dana. Ketentuan mengenai fungsi bank ini tentunya dapat dilihat dalam Pasal 3 Undang- Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Latar belakang masyarakat membutuhkan dana dan disalurkan dalam bentuk kredit mempunyai berbagai corak ragam alasan. Perorangan, perusahaan, negara atau bangsa di dunia ini mempunyai kepentingan dan alasan untuk berusaha dengan aneka jalan agar mendapatkan kredit. Kebutuhan akan kredit itu timbul antara lain: ada yang sengaja, sesuai dengan rencana yang dibuatnya secara tidak mutlak; yang lain lagi karena kebutuhan yang terdesak oleh kondisi dan situasi; juga kebutuhan karena kebetulan saja atau kebetulan yang mutlak untuk menghindarkan sesuatu yang dapat menghancurkan secara total.8 Dilihat dari segi- segi kebutuhan ini, alasan dan latar belakang mengapa suatu pihak membutuhkan kredit lebih luas dan rumit dibandingkan dengan dasar- dasar pertimbangan pemberi kredit. Sasaran dari kebutuhan kredit juga mempunyai ragamnya tersendiri. Ada yang untuk memenuhi keperluan modal kerja, pembelian alat- alat, pengeluaran usaha, membayar hutang, atau bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari.9

Eksistensi bank pada dasarnya sangat mutlak bergantung pada kepercayaan dari para nasabah yang mempercayakan dananya.10 Dana yang telah dipercayakan ini nantinya akan disalurkan oleh pihak bank melalui perjanjian

      

8

Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, Jakarta, Pradnya Paramita, 1994, hlm. 16.

9

Ibid., hlm. 19. 10

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,


(17)

 

kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara bank dengan debitur untuk memberikan pinjaman sejumlah dana kepada debitur. Perjanjian kredit juga merupakan suatu dasar hukum dan bentuk pengamanan yang sangat penting guna mencegah resiko kerugian yang mungkin timbul dari penyaluran kredit. Kucuran dana berupa kredit perbankan yang disalurkan terhadap dunia usaha di Indonesia senantiasa diiringi resiko yang tidak kecil bagi kesehatan suatu usaha perbankan. Perjanjian kredit biasanya sudah tertuang dalam bentuk yang baku ( standard contract ). Perjanjian telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur dan calon debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Apabila calon debitur telah menyetujui isi daripada perjanjian tersebut, maka perjanjian itu akan ditandatangani dan berlaku mengikat bagi para pihak yang membuatnya.

Bank sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Usaha yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesejahteraan harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Bank dan orang- orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya secara cermat, teliti serta professional sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat.11 Sebelum memberikan pinjaman kredit kepada calon debitur terlebih dulu menilai calon debitur apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian dilakukan dengan beberapa dasar pemberian kredit seperti prospek usaha yang akan

      

11


(18)

 

dibiayai, jaminan yang diberikan, dan hal-hal yang ditentukan oleh bank. Dasar pemberian kredit ini untuk meyakinkan bank bahwa kredit yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif.

Dalam hal para pihak telah mengikatkan diri pada kontrak yang telah disepakati dan pihak bank telah melakukan penilaian terhadap kredit yang diberikan, terkadang masih terjadi hal- hal yang berada di luar kemampuan kita sebagai manusia, contohnya pihak debitur meninggal dunia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, bangsa, warna kulit, dan agama pasti mengalami kematian. Terdapat bermacam- macam faktor yang menyebabkan manusia meninggal misalnya dikarenakan faktor usia, sakit-penyakit yang tidak dapat disembuhkan, kecelakaan, dsb. Akan tetapi semua tetap kepada fakta bahwa setiap manusia suatu hari nanti pasti akan meninggalkan dunia ini.

Lembaga perbankan yang ada di Indonesia harus mempunyai suatu langkah yang tepat dalam menyelesaikan masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur. Penyelamatan ini dapat ditempuh melalui restrukturisasi kredit ataupun penyelamatan kredit melalui lembaga-lembaga hukum. Selain itu, langkah preventif yang merupakan upaya perlindungan yang dilakukan oleh pihak perbankan juga dibutuhkan dalam menghadapi kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur.

Penulisan skripsi berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur ( Studi Pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi )” akan membahas persoalan kredit


(19)

 

yang ditimbulkan akibat meninggalnya debitur beserta dengan penyelesaiannya berdasarkan peraturan- peraturan hukum yang ada. Diharapkan agar skripsi ini bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas pada umumnya.

B. Permasalahan

Dalam penulisan skripsi, dibutuhkan permasalahan supaya karya tulis berupa skripsi ini terfokus pada pembahasan yang terarah dan sistematis. Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelesaian hukum terhadap pinjaman kredit PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi atas kasus meninggalnya debitur ?

2. Bagaimana peranan PUPN dalam menyelesaikan kredit atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi ?

3. Bagaimana upaya perlindungan PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dalam mencegah masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :


(20)

 

1. Untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap pinjaman kredit PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi atas kejadian meninggalnya debitur.

2. Untuk menganalisis peranan PUPN dalam menyelesaikan kredit atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi.

3. Untuk menjelaskan upaya perlindungan PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dalam mencegah masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoretis, skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hukum perbankan di Indonesia, khususnya mengenai masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur sehingga dapat menjadi bahan masukkan bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. 2. Secara praktik, skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

masyarakat pada umumnya tentang penyelesaian atas kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur serta masalah perbankan yang mungkin saja akan dihadapi pada saat terjun ke dalam dunia masyarakat.


(21)

 

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.12 Pelaksanaan penelitian hukum sebagai suatu proses tidak dapat begitu saja terselesaikan tanpa melalui langkah dan penahapan tertentu secara beruntun.13 Langkah tersebut tertuang dalam suatu cara atau metode ilmiah untuk mencapai kepada kesatuan pengetahuan.14

Penulisan skripsi ini mengunakan metode penelitian hukum normatif empiris karena penulisan skripsi ini berdasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan. Bahan pustaka di bidang hukum penggunaannya sesuai dengan ketentuan bahan-bahan dasar suatu penelitian, terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu undang- undang yang berkaitan dengan Perbankan dan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks,makalah internet dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk membantu bahan hukum primer dan sekunder.

Sedangkan penelitian langsung di lapangan menggunakan teknik wawancara terhadap Bapak Darwin selaku karyawan PT. Bank Panin,Tbk Cabang

      

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2005, hlm. 43. 13

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm. 21.

14

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2007, hlm. 45.  


(22)

 

Pembantu Tebing Tinggi dan Ibu Susanna Intan, SH selaku notaris Tebing Tinggi yang melakukan kerja sama dengan PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi.

F. Keaslian Penulisan

Pengajuan judul skripsi ini telah melalui tahapan penelusuran melalui perpustakaan dan diketahui belum ada tulisan yang mengangkat permasalahan “Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi Pada PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi)” baik di lingkungan kepustakaan USU maupun kepustakaan lainnya. Penulisan skripsi ini dibuat berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah kredit perbankan beserta literatur yang mendukung dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh karena tulisan ini merupakan sebuah karya tulis asli berdasarkan asas kejujuran dan keterbukaan , maka telah mendapatkan persetujuan dari Ketua Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU sehingga tulisan ini dapat dinyatakan asli dan aktual.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan harus dibuat secara teratur agar memudahkan penyusunan dan pembahasan dalam skripsi ini. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dan di dalam bab tersebut dibagi lagi ke dalam sub


(23)

 

bab yang lebih spesifik untuk membahas permasalahan yang ada. Adapun susunan dalam penulisan skripsi ini ialah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab pendahuluan berisi tentang: latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TENTANG KREDIT BANK DI

INDONESIA DALAM SISTEM HUKUM PERDATA Bab ini berisi tentang: pengertian kredit bank, jenis- jenis kredit bank, landasan pengaturan kredit bank, dasar- dasar pemberian kredit bank, jaminan kredit bank serta batasan-batasan dalam pemberian kredit.

BAB III : TINJAUAN TENTANG KREDIT MACET YANG DISEBABKAN OLEH MENINGGALNYA DEBITUR

Pembahasan dalam bab ini mengenai: penggolongan kredit dalam kegiatan perbankan, faktor- faktor penyebab terjadinya kredit macet, fungsi asuransi jiwa dalam kredit terhadap kematian dan jenis-jenis kematian yang ditanggung pihak asuransi.

BAB IV : PENYELESAIAN KREDIT PADA PT. BANK PANIN,TBK CABANG TEBING TINGGI ATAS KEJADIAN MENINGGALNYA DEBITUR


(24)

 

Bab ini menguraikan tentang: penyelesaian hukum terhadap pinjaman kredit PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi atas kejadian meninggalnya debitur, peranan PUPN dalam menyelesaikan kredit atas kejadian meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dan upaya perlindungan PT. Panin Bank,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dalam mencegah masalah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan dan saran berdasarkan materi yang telah disampaikan dalam penulisan skripsi ini.


(25)

 

BAB II

TINJAUAN TENTANG KREDIT BANK DI INDONESIA DALAM SISTEM HUKUM PERDATA

A. Pengertian Kredit Bank

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “credere”. Dalam bahasa Belanda, kredit menggunakan istilah “vertrouwen” yang memiliki arti sama dengan “credere” yaitu percaya. Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup manusia.15 Khususnya dalam bidang perdagangan, unsur kepercayaan merupakan syarat yang paling utama. Hanya orang yang dipercaya yang dapat diajak berdagang, artinya masing- masing pihak akan memenuhi kewajiban sesuai kesepakatan yang dibuat diantara mereka tanpa bermaksud untuk mengingkari apa yang telah disepakati. Dalam hal ini apabila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.

Istilah kredit dikenal juga dalam arti “memberi kredit” dan “kredit dokumenter”.16 Memberi kredit mempunyai arti sinonim dengan membuka kredit yang artinya perjanjian pinjam uang. Dalam Bahasa Belanda dikenal dengan istilah “krediet verlening, krediet openen,geldlening” dan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah “advance, loan”. Kredit dokumenter adalah suatu cara

      

15

Sutarno, Aspek- Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, CV Alfabeta, 2003, hlm. 92.

16

Mariam Darus, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan

Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek Di Medan, Bandung, Penerbit


(26)

 

pembayaran pada saat pihak pembeli yang meminta kepada Bank untuk mengikat pihak si penjual. Penjual dalam hal ini baru dapat menerima pembayaran setelah menyerahkan dokumen bukti-bukti pengiriman barang. Kredit dokumenter ini hanya dapat dilakukan antar kota (interlokal), antar pulau (interinsuler) dan antar negara (internasional).

Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 11 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa:

” Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.”

Dalam KUHPerdata istiah kredit tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi kredit ini dapat dipersamakan dengan perjanjian pinjam pengganti. Adapun perjanjian pinjam pengganti ini disebutkan dalam Pasal 1754 KUHPerdata yakni:

”Pinjam pengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang menghabis karena pemakaian , dengan syarat bahwa pihak belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang ama dari macam dan keadaan yang sama pula. “

Pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir (Pasal 1759 KUHPerdata). Sebaliknya pihak peminjam berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam waktu yang ditentukan (Pasal 1763 KUHPerdata). Selain itu berkewajiban pula membayar bunga, karena undang- undang memperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian (Pasal 1765 KUHPerdata)


(27)

 

Kredit ialah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak yang lain. Dilihat dari segi hukum keperdataan, kredit dapat digolongkan sebagai perjanjian pinjam pengganti. Meskipun demikian kredit merupakan perjanjian khusus. Oleh karena itu, peraturan- peraturan mengenai kredit dalam KUHPerdata dijadikan sebagai peraturan umum sedangkan Undang- Undang Perbankan beserta peraturan pelaksaaannya dijadikan sebagai peraturan khususnya.17

Seiring berjalannya dengan waktu, pengertian kredit semakin diperinci. Hal tersebut dapat ditemukan dalam:18

1. Ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualits Aktiva Bank Umum

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:

a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negaif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.”

2. Ketentuan Pasal 1 angka 8 Peraturan Bank Indonesia nomor 7/3/ PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya seteah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:

      

  17

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan, 1995, hlm. 43.

18


(28)

 

a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negaif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.”

3. Ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/7/PBI/2002 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Rangka Pembelian Kredit oleh Bank dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:

a. Pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement ( NPA);

b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang.”

Dalam perkembangan perbankan modern pengertian kredit tidak hanya terbatas pada aktivitas pinjaman yang dilakukan oleh debitur, tetapi meliputi pembelian surat berharga yang disertai dengan note purchase agreement atau perjanjian kredit, pembelian surat berharga lain yang diterbitkan debitur, pengambilan tagihan dalam rangka anjak piutang, dan pemberian jaminan bank yang diantaranya meliputi akseptasi, endosemen, dan lain- lain.

Istilah bank berasal dari Bahasa Italia yaitu “banco”yang artinya meja. Istilah ini muncul karena pada zaman Renaisans karena para bankir melakukan aktivitas penukaran barang- barang yang bernilai tinggi di atas meja yang berlapis kain hijau. Kata “banco” ini diadaptasikan dalam bahasa Indonesia menjadi “bank”, yakni badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit jasa di lalu lintas pembayaran


(29)

 

dan peredaran uang.19 Definisi tersebut dapat meyimpulkan bahwa kredit bank ialah penyaluran dana yang dikeluarkan oleh bank kepada debitur yang telah diatur sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa esensi dalam kredit bank ialah unsur kepercayaan. Kepercayaan merupakan keyakinan yang timbul dari para pihak. Dimana bank yakin bahwa debitur akan sungguh- sungguh mengembalikan kredit yang diberikan oleh kreditur dalam jangka waktu yang telah disepakati. Keyakinan tersebut tumbuh karena debitur telah memenuhi prosedur ataupun syarat- syarat dalam pengajuan kredit dan diketahui dengan jelas peruntukkan daripada kredit yang dipinjam.

Menurut Drs. Thomas Suyatno, unsur- unsur dalam kredit meliputi:20 1. Kepercayaan

Yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa akan benar- benar diterimanya kembali dalam jangka waktutertentu di masa yang akan datang.

2. Tenggang waktu

Yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of risk

Yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin tinggi pula tingkat resikonya karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

      

19

http://www.referensimakalah.com/2012/03/definisi-dan-sejarah-bank_8485.html. 20


(30)

 

4. Prestasi

Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan pada uang, maka transaksi- transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktik perkreditan.

B. Jenis- Jenis Kredit Bank

Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak untuk saling menolong untuk mencapai suatu tujuan yakni pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kehidupan sehari- hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan- kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit harus memberlakukan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.21 Suatu kredit dapat dikatakan mencapai fungsinya secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat jika membawa pengaruh pada tahapan yang lebih baik, misalnya debitur mengalami peningkatan kesejahteraan dan negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi, baik yang bersifat makro maupun mikro.

Dalam pemenuhan fungsi kredit kredit bank menawarkan beberapa jenis kredit dalam kegiatan usahanya. Adapun jenis kredit bank dapat mengacu pada kriteria tertentu. Pengklasifikasian jenis- jenis kredit tersebut bermula dari

      

21


(31)

 

klasifikasi yang dijalankan oleh bank dalam rangka mengontrol portofolio kredit secara efektif. Dari kegiatan pengklasifikasian tersebut maka saat ini dikenal jenis- jenis kredit yang didasarkan pada:22

1. Jenis Kredit Menurut Kelembagaan

Pihak yang terkait sebagai pihak pemberi dan pihak penerima kredit terutama menyangkut struktur kelembagaan pelaksana kredit itu sendiri. Jenis kredit menurut kelembagaan ini terdiri atas:

a. Kredit Perbankan

Kredit perbankan yang diberikan oleh bank milik negara atau bank swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan/atau kepada individu untuk membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan/atau kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup, baik yang berupa barang maupu jasa.

b. Kredit likuiditas

Kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank- bank yang ada dan beroperasi di Indonesia, yang selajutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. Kredit likuiditas ini lahir karena adanya ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan arus dana keluar (mismatch) yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya saldo giro negatif.

c. Kredit langsung

Kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semipemerintah, misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, pemberian kredit langsung kepada Pertamina, atau kepada pihak ketiga lainnya.

d. Kredit (pinjaman antarbank)

Kredit ini diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. Peminjaman model ini merupakan sarana yang paling gampang dilakukan oleh bank yang memerlukan tambahan dana, baik dalam keadaan darurat maupun dalam keadaan biasa dalam arti sekadar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar kembali. 2. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu

a. Kredit jangka pendek ( short term loan )

Merupakan kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, dan kredit wesel, ataupun kredit modal kerja.

b. Kredit jangka menengah ( medium term loan )

      

  22


(32)

 

Merupakan kredit berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit investasi jangka menengah.

c. Kredit jangka panjang ( long term loan )

Kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya yaitu kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru.

3. Jenis Kredit Menurut Penggunaannya a. Kredit konsumtif

Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari- hari. Dengan kata lain, kredit konsumtif merupakan kredit perorangan untuk tujuan non bisnis, termasuk kredit kepemilikan rumah, pembelian mobil ataupun barang konsumtif tahan lama lainnya.23

b. Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi

Kredit investasi merupakan kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi, ekspansi, relokasi proyek, atau pendirian proyek baru. Sedangkan kredit eksploitasi merupakan kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha modal kerja berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi, serta piutang, sedangkan jangka waktunya berlakunya berlaku pendek.

4. Jenis Kredit Menurut Keterikatannya dengan Dokumen a. Kredit ekspor

Merupakan kredit yang menjadi sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. Kredit ekspor adalah kredit untuk membiayai kegiatan investasi dan modal kerja yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta asing kepada eksportir atau pemasok.24

b. Kredit impor

Unsur dan ruang lingkup dari kredit impor pada dasarnya hampir sama dengan kredit ekspor karena jenis kredit tersebut merupakan kredit berdokumen.

5. Jenis Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha

Berupa kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja. Kredit ini dibagi lagi atas: a. Kredit kecil

Kredit kecil adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Kredit Usaha Kecil yaitu kredit investasi dan atau kredit modal kerja, yang diberikan dalam rupiah atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit

      

  23

Hermansyah, Op.Cit., hlm. 61. 24

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 29/ 192/ Kep/ Dir Tahun 1997 tentang Pedoman Penerimaan Pinjaman Komersial Luar Negeri Bank.


(33)

 

keseluruhan maksimum Rp.350juta untuk membiayai usaha yang produktif.25

b. Kredit menengah

Kredit menengah adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha kecil, misalnya juga dalam kredit investasi. Adapun ciri- cirinya sebagai berikut:26

1. Umumnya berjangka waktu menengah atau panjang.

2. Kebutuhan kredit investasi itu dihitung dari barang modal yang diperlukan, rehabilisasi dan modernisasi.

3. Kebutuhan kredit juga diperhitungkan kemampuan debitur menyediakan biaya sendiri.

4. Penetapan jangka waktu umumnya disesuaikan dengan jadwal mulai menghasilkan dengan diberikan tentang waktu untuk mulai mengangsur pokok atau bunga.

c. Kredit besar

Kredit besar pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar ini bank dengan melihat resiko yang besar pula biasanya memberikannya secara kredit sindikasi ataupun konsorsium. Hal ini dilakukan guna menekan resiko serta dana yang tersedia dapat disebar tidak hanya pada satu perusahaan sehingga guna pemberian kredit yang besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama ( co financing/ joint financing). Cara pembiayaan bersama ini dapat dilakukan antar bank milik negara, antar bank milik negara dan bank milik pemerintah daerah, serta antara bank milik negara dan bank miik swasta atau bank asing.

6. Jenis Kredit Menurut Jaminannya

a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsecured loan)

Kredit tanpa jaminan merupakan pemberian kredit tanpa jaminan materiil ( agunan fisik ), pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usahanya, melainkan karena unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

b. Kredit dengan jaminan (secured loan)

Kredit model ini diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan atas kemampuan debitur, juga disandarkan pada adanya agunan atau jaminan yang berupa fisik ( collateral ) sebagai jaminan tambahan, misalnya berupa tanah, bangunan, alat- alat produksi dan sebagainya.

7. Jenis Kredit Menurut Sektor yang Dibiayai

      

25

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/Kep/Dir Tahun 1997 tentang Pemberian Usaha Kecil.

26

Zainal Asikin, Pokok- Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 59.


(34)

 

Disamping macam- macam kredit yang telah diuraikan, masih terdapat beberapa macam kredit yang diberikan nasabah dipandang dari sektor yang dibiayai oleh bank sebagai berikut: kredit perdagangan, kredit pemborongan, kredit pertanian, kredit peternakan, kredit perhotelan, kredit percetakan, kredit pengangkutan, kredit perindustrian.27

C. Landasan Pengaturan Kredit Bank

Landasan merupakan dasar tumpuan tempat dimulainya segala sesuatu. Landasan juga merupakan alas patokan bagi masyarakat untuk melakukan penilaian dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu. Munir Fuady mengemukakan landasan- landasan dalam kredit bank sebagai berikut :28

1. Perjanjian diantara para pihak

Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Maka dengan ketentuan pasal itu setiap perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan undang-undang. Demikian pula dalam bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh satu perjanjian yang sering disebut dengan perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.

2. Undang-undang tentang perbankan

Di Indonesia undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1998 mengenai Perbankan.

3. Peraturan pelaksanaan dari undang-undang

Peraturan perundang-undangan seperti ini cukup banyak. Hal ini diakibatkan oleh karena suatu karakter yuridis dari bisnis perbankan yakni bidang bisnis yang syarat pengaturan dan petunjuk pelaksanaan. Diantara peraturan perundangan yang tingkatnya dibawah undang-undang yang mengatur tentang perkreditan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Peraturan Pemerintah

b. Peraturan perundang-undangan oleh Menteri Keuangan c. Peraturan perundang-undangan oleh Bank Indonesia d. Peraturan perundang-undangan lainnya

4. Yurisprudensi

Yurisprudensi merupakan keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur di dalam undang- undang dan dijadikan pedoman

      

27

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 31. 28


(35)

 

oleh hakim lainnya dalam perkara yang sama. Maka dari itu, disamping peraturan perundang-undangan yang telah disepakati sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukum.

5. Kebiasaan perbankan

Dalam Ilmu Hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum. Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktik perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukum. Memang banyak hal yang telah lazim dilaksanakan dalam praktik tetapi belum mendapat pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Hal seperti ini tentu sah-sah saja untuk dilakukan oleh perbankan, asal saja tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya

Perjanjian kredit bank seringkali terkait dengan beberapa peraturan perundang-undangan. Kredit pada hakikatnya merupakan suatu wujud perjanjian sehingga dasar- dasar sahnya perjanjian kredit harus mengacu kepada buku ketiga KUHPerdata tentang Perikatan. Demikian halnya dengan ketentuan mengenai hipotik atau hak tanggungan yang merupakan perjanjian ikutan dalam perjanjian kredit sehingga peraturan- peraturan mengenai hipotik atau hak tanggungan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, HIR tentang eksekusi hipotik, Kitab Undang- Undang Hukum Acara Perdata, serta Undang- Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan juga harus diperhatikan.

Mengingat kewenangan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia juga mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan mengenai perkreditan. Peraturan perundang-undangan Bank Indonesia merupakan peraturan yang harus dipatuhi pula dalam pelaksanaan perkreditan bank. Adapun beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan umum yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk melengkapi ketentuan perkreditan bank diantaranya:29

1. SK Direksi BI No 27/162/KEP/DIR Tahun 1995 mengenai Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB)

SK BI ini mengatur dan menetapkan kewajiban Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB) dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan kreditnya secara konsekuen dan konsisten

      

29

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2007, hlm. 84.


(36)

 

2. PBI No. 7/2/PBI/2005 serta perubahannya dengan PBI No 8/2/PBI/2006 dan PBI No 9/6/PBI/2007 mengenai Penilaian Kualitas Aktiva

Sebagian besar dari ketentuan penilaian kualitas aktiva adalah mengenai hal- hal yang berkaitan dengan pemberian kredit. Pemberian kredit merupakan bagian dari aktiva produktif bank dalam rangka penyediaan dana untuk memperoleh penghasilan. Ketentuan PBI No 7/2/PBI/2005 beserta perubahan-perubahannya dan SEBI tentang petunjuk

pelaksanaannya, sepanjang mengenai hal hal kualitas kredit, penyisihan penghapusan aktiva, dan restrukturisasi kredit.

3. PBI No 7/3/PBI/2005 dan PBI No 8/13/PBI/2006 mengenai BMPK BMPK ialah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Dalam PBI ini diatur pula ketentuan- ketentuan tentang perhitungan BMPK untuk kredit dan bentuk penyediaan dana lainnya, pelampauan BMPK, penyelesaian pelanggaran dan pelampauan BMPK, pengecualian ketentuan BMPK, pelaporan, pengenaan sanksi, dan sebagainya.

D. Dasar- Dasar Pemberian Kredit Bank

Pemberian kredit oleh bank merupakan unsur terbesar dari aktiva bank yang menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan dalam menjalankan fungsi dan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Kenyataannya kredit yang diberikan oleh bank sebagian besar tidak dapat dikembalikan secara utuh oleh pihak debitur sehingga kreditur dalam memberikan kredit harus melakukan analisis pemberian kredit yang memadai agar kredit- kredit yang diberikan oleh bank itu tidak menjadi kredit macet. Tujuan utama analisis kredit adalah untuk menentukan kesanggupan dan kesungguhan seorang peminjam untuk membayar kembali pinjaman sesuai dengan persyaratan dalam perjanjian kredit. Dalam pengertian yang lebih luas, analisis kredit merupakan proses menilai resiko pemberian pinjaman kepada perusahaan atau kepada perorangan.30 Dengan demikian, bank harus menentukan kadar resiko yang akan

      

  30


(37)

 

dipikulnya dalam setiap kasus dan berapa jumlah kredit yang dapat disetujui dengan mempertimbangkan resiko.

Dalam pemberian kredit perbankan, bank wajib memerhatikan hal- hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi:

” Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.”

Serta Pasal 8 ayat 2 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi: ” Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”

Ketentuan dalam Pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang- Undang Perbankan merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada debitur. Oleh karena penyaluran kredit merupakan fungsi utama dari bank sehingga dalam menjalankan fungsinya bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang- Undang Perbankan.31

Penilaian bank terhadap debitur memiliki peranan yang penting untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari. Penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.

      

31


(38)

 

Adapun yang dimaksud dengan Formula 4P ialah:32 1. Personality

Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, dan lain- lain.

2. Purpose

Bank harus mencari data mengenai tujuan pemohon untuk mendapatkan kredit atau apakah penggunaan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan.

3. Prospect

Bank dalam hal ini harus meneliti secara cermat mengenai usaha apa yang akan ditekuni oleh pemohon kredit. Misalnya apakah usaha si pemohon kredit ke depannya memiliki prospek yang bagus yang mana berpengaruh di bidang ekonomi maupun sosial masyarakat di kemudian hari.

4. Payment

Dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas kemampuan dari pemohon untuk melunasi kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.

Mengenai formula 5C dapat diartikan sebagai berikut:33 1. Watak( character )

Watak merupakan sifat dasar yang ada di dalam hati seseorang.34 Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak di antara baik dan jelek. Watak dapat diartikan sebagai kepribadian, moral, dan kejujuran pemohon kredit. Calon debitur harus memiliki watak atau karakter yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan kegiatan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha- usaha yang sejenis.

2. Modal( capital )

Bank terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, tetapi lebih difokuskan kepada cara pendistribusian modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.

3. Kemampuan( capacity )

Yang dimaksudkan dengan capacity adalah kemampuan calon debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan

      

32

Ibid., hlm. 64.

33

Ibid.

34


(39)

 

memberikan keuntungan serta menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dilakukan dengan berbagai pendekatan misalnya pendekatan materiil dengan melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas ( cash flow ) usaha dari beberapa tahun terakhir. Pada umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon debitur, kemampuan, dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

4. Collateral ( jaminan )

Merupakan jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman ( back up ) atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya debitur di kemudian hari dalam hal terjadinya kredit macet. Jaminan ini diharapakan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.

5. Condition of Economy (Kondisi ekonomi )

Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Disamping formula 4P dan 5C yang digunaan sebagai pedoman dalam penilaian terhadap debitur, dalam proses pemberian kredit bank berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu:35

1. Prinsip kepercayaan

Pemberian kredit selalu didasarkan dengan rasa kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukkannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

2. Prinsip kehati-hatian ( prudential principle )

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menjalankan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain ditunjukkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

      

35


(40)

 

Menurut Juli Irmayanto, bank memberikan kredit berdasarkan pedoman yang telah ditentukan bank. Terdapat aspek- aspek yang tertuang dalam penilaian 6A dalam pemberian kredit yakni:36

1. Aspek Yuridis

Bertujuan meneliti ketentuan legalitas dari perusahaan yang akan memperoleh kredit. Yang dianalisis badan usahanya ( termasuk bentuk usaha, nama badan usaha, pemegang saham, anggaran dasar perusahaan,dsb), izin-izin yang harus dimiliki, beserta perjanjian- perjanjian yang ada.

2. Aspek Pasar dan Pemasaran

Digunakan untuk meneliti luas dan bentuk pasar, pangsa pasar, tingkat persaingan usaha, rencana pemasaran suatu proyek yang akan dibiayai bank.

3. Aspek Teknis

Untuk menilai kemampuan mengelola proyek dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan proyek. Yang dianalisis termasuk lokasi pabrik, bangunan, sistem dan alat ransportasi, peralatan kantor, lay-out

bangunan, bahan baku, proses produksi, produksi percoban dan pembuangan sisi proses.

4. Aspek Manajemen

Untuk menilai kemampuan manajemen pengelola proyek pada saat proyek belum beroperasi dan pada saat perusahaan sudah berjalan. Yang dianalisis diantaranya adalah struktur organisai, uraian tugas, sistem dan prosedur, kebutuhan tenaga kerja, dan evaluasi kepribadian pengusaha.

5. Aspek Keuangan

Untuk menilai kemampuan dan kecakapan manajemen pengelola proyek ketika proyek belum, sedang, setelah berjalan. Analisisnya meliputi penilaian data keuangan proyek, penilaian data keuangan perusahaan yang sudah beroperasi.

6. Aspek Sosial-Ekonomi

Menilai sejauh mana nilai tambah (value added) proyek akan dibangun dan dibiayai oleh bank, dari aspek sosial dan makro ekonomi. Aspek- aspek yang dinilai adalah dampaknya terhadap kesempatan kerja, penggunaan bahan baku lokal, pemasukkan devisa, penerimaan pajak, subsidi, pemerataan usaha, dampak eksternal terhadap lingkungan.

      

   36

Juli Irmayanto, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, Universitas Trisakti, 2009, hlm. 78.


(41)

 

Dengan memperhatikan dasar-dasar pemberian kredit yang telah diuraikan, diharapkan analisis kredit yang dilakukan oleh bank dalam pemberian kredit dapat mengurangi resiko kredit.

E. Jaminan Kredit Perbankan

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga bank dituntut kemampuan dan efektivitasnya dalam mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian sehingga bank wajib memerhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, di antaranya:37

1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis;

2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit pada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian; 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan

modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham; atau

4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit)

Dalam memberikan kreditnya bank wajib melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Bank perlu melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank juga dituntut untuk melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadap agunan yang disodorkan oleh debitur sehingga agunan yang diterima dapat memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku.38

      

  37

Muhammad Djumhana, Op.Cit., hlm. 447. 38


(42)

 

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam memberikan kredit atau pebiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

2. Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Ketentuan tersebut menyatakan secara implisit bahwa bank dalam menyalurkan dana untuk kredit harus didasarkan pada adanya suatu jaminan. Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. 39 Adapun yang dimaksud jaminan dalam pemberian kredit yaitu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.40 Sedangkan guna memperoleh keyakinan tersebut maka bank sebelum memberikan kreditnya harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.

      

39

Pasal 1131 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. 40

Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/Kep/Dir Tahun 1991 tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit.


(43)

 

Pada dasarnya fungsi pokok jaminan kredit bagi bank ialah:41

1. Untuk menjaga harta bank dalam bentuk kredit, karena dengan diserahkannya jaminan ke bank maka bank berhak memperoleh pelunasan atas hasil penjualan jaminan apabila nasabah cidera janji.

2. Menjamin agar pembiayaan usaha tersebut berjalan lancar dengan diserahkannya harta pemilik sebagai jaminan bank yang secara moril debitur akan bertanggung jawab terhada proyek usahanya tersebut.

3. Mendorong debitur untuk membayar kembali hutang- hutangnya agar tidak kehilangan harta yang telah dijaminkan tersebut.

Jaminan memunculkan komitmen untuk pengembalian hutang pokok dan bunganya sehingga jaminan harus jelas dan diikat secara yuridis dengan akta bawah tangan maupun akta otentik. Akta bawah tangan merupakan akta yang dibuat atau dipersiapkan oleh para pihak yang bersangkutan secara pribadi dan bukan di hadapan notaris atau pejabat resmi lainnya. Akta otentik merupakan akta yang harus dibuat berdasarkan peraturan perundang - undangan serta ditanda-tangani oleh notaris atau pejabat yang berwenang. Kedua akta tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bukti tetapi kekuatan pembuktian dari akta tersebut berbeda. Akta otentik mempunyai kekuatan yang mengikat serta membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal yang telah tertera dalam akta yang bersangkutan telah datang menghadap kepada pegawai umum dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Akta bawah tangan kekuatan pembuktiannya hanya bergantung pada kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta yang ditandatangani.

Jaminan merupakan suatu perikatan antara kreditur dengan debitur. Debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut

      

  41

 Ruddy Tri Santoso, Op.Cit., hlm. 51.


(44)

 

ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam hal terjadi kemacetan dalam pembayaran utang.

Perjanjian jaminan selalu mengikuti perjanjian yang mendahuluinya yaitu perjanjian utang- piutang yang disebut perjanjian pokok. Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri. Apabila perjanjian pokok telah selesai maka perjanjian jaminannya juga selesai. Tidak mungkin ada orang yang bersedia menjamin suatu utang kalau utang itu sendiri tidak ada. Sifat perjanjian yang demikian disebut accessoir.

Perjanjian jaminan, dalam perjanjian pokoknya harus diatur dengan jelas tentang adanya janji- janji tentang jaminan. Janji- janji ini sebagai sumber terbitnya perjanjian jaminan yang dikehendaki oleh kreditur dan debitur.42

Jaminan yang diserahkan kepada bank terdiri dari banyak jenis, diantaranya:43

1. Jaminan yang bersifat material ( material collateral )

Jaminan yang berbentuk material meliputi beberapa hal, yaitu: a.Jaminan kebendaan, meliputi:

1. Jaminan benda yang tidak bergerak, meliputi: a) Tanah dan Bangunan

b) Surat- surat berharga, seperti sertifikat depositodan tagihan dagang

2. Jaminan benda bergerak, meliputi: a) Mobil dan kendaraan bermotor b) Kapal laut, dan

c) Stock barang

b. Jaminan surat berharga, seperti: 1. Gadai atas saham perusahaan 2. Obligasi

2. Jaminan yang bersifat non-material.

Jaminan non- material yang diberikan kepada bank meliputi beberapa hal, diantaranya:

      

42

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 57. 43


(45)

 

a. Jaminan pribadi ( personal guarantee ), yaitu kemampuan seseorang dalam memberikan jaminan kredit dengan kapasitasnya untuk menutupi kredit tersebut (tunduk pada pasal 1831 BW) sedang penjamin lainnya ditagih setelah hutang tersebutterbayar sebagian oleh penjamin pertama (pasal 1837 BW).

b. Jaminan perusahaan ( corporate guarantee ) yaitu jaminan dari perusahaan yang dianggap bonafide dalam kapasitasnya untuk mengembalikan pinjaman yang diterima dari bank.

c. Aval dengan segala bentuk jaminan, meliputi nama, bonafiditas, reputasi, trademark, dan goodwill.

Jaminan- jaminan yang berbentuk non- matrial merupakan suatu kepercayaan bank terhadap nasabahnya. Untuk itu watak dan karakter nasabah sangat mempengaruhi dalam pemberian persetujuan kredit tersebut.

Sesuai dengan peraturan intern masing- masing bank, umumnya nilai jaminan yang diserahkan debitur kepada bank lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kredit yang diberikan bank kepada debitur. Dapat disimpulkan secara umum fungsi jaminan kredit ialah menjamin pelunasan utang debitur bila debitur wanprestasi atau pailit. Jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali walaupun dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankan.

F. Batasan- Batasan Dalam Pemberian Kredit

Bank dalam menjalankan fungsinya dalam penyaluran dana, penyediaan dana, ataupun kegiatan lainnya wajib menjalankan prinsip kehati-hatian sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan Pasal 11 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dipandang secara meluas, ketentuan tersebut memberikan batasan- batasan tertentu pada bank dalam menjalankan fungsinya.


(46)

 

Batas maksimum pemberian kredit ini merupakan sarana pengawasan penyaluran kredit bank. Batas maksimum pemberian kredit atau yang biasa dikenal dengan BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank, yang diberikan kepada peminjam atau sekelompok peminjam tertentu.44 Kebijakan ini bertujuan agar tidak menimbulkan kesulitan yang berat bagi perbankan dalam memenuhi ketentuan mengingat banyak bank yang memberikan kredit melebihi ketentuan batas maksimum. Pasal 11 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, memuat ketentuan bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat menetapkan peraturan Batas Maksimum Pemberian Kredit/ BMPK ( legal lending limit ). Dari aturan tersebut, maka ketentuan BMPK dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu:45

1. Jenis BMPK 30% (tiga puluh persen)

Bank Indonesia dapat menetapkan BMPK yang lebih rendah dari 30% dari modal bank, tetapi tidak boleh melebihi 30% dari modal bank yang

bersangkutan. BMPK ini ditujukan kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan- perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. Kelompok (group) merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hak kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.

2. Jenis BMPK 10% (sepuluh persen)

Bank Indonesia dapat menetapkan BMPK yang lebih rendah dari 10% modal bank, tetapi tidak boleh melebihi 10% dari modal bank yang bersangkutan. BMPK ini ditujukan kepada:

a. Pemegang saham yang bersangkutan; b. Anggota dewan komisaris;

c. Anggota direksi;

      

44

Djoni S.Gazali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika,2010, hlm. 293.

45


(47)

 

d. Keluarga dari pihak pemegang saham yang bersangkutan, anggota dewan Komisaris dan anggota direksi;

e. Pejabat bank lainnya; dan

f. Perusahaan- perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak- pihak pemegang saham yang bersangkutan, anggota dewan komisaris, anggota direksi, keluarga pemegang saham yang bersangkutan, anggota dewan komisaris dan anggota direksi, dan pejabat bank lainnya.

Ketentuan mengenai BMPK ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006. Dengan diberlakukannya ketentuan tersebut maka Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/ 177/ KEP/ DIR/ tanggal 31 Desember 1998 tentang Batas Maksimum Kredit Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/16/ PBI/ 2000 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/5/PBI/2000 tanggal 21 Februari 2000 tentang Penyediaan Dana oleh Bank yang Dijamin Bank lain dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dalam kerangka penyediaan dana ini maka ada beberapa yang dikecualikan dalam perhitungan BMPK, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, yaitu sebagai berikut:

Ketentuan BMPK dikecualikan untuk:

1. Pembelian surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan / atau Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

2. Bagian penyediaan dana yang dijamin oeh pemerintah Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable);


(48)

 

b. Harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diajukan kaim, termasuk pencairan sebagian;

c. Mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu penyediaan dana; dan

d. Tidak dijamin kembali ( counter guarantee ) oleh bank penyedia dana atau bank yang bukan prime bank.

3. Bagian penyediaan dana dijamin oleh:

a. Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan, setoran jaminan, dan/atau emas;

b. Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan/atau Bank Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan dari pemilik agunan untuk keuntungan bank penerima agunan, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok/ bunga;

2. Bersifat tanpa syarat ( unconditional ) dan tidak apat dibatalkan (

irrevocable );

3. Jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang sama dengan jangka waktu penyediaan dana;

4. Memiliki pengikatan hukum yang kuat ( legally enforceable ) sebagai agunan, bebas dari segala bentuk perikatan lain, bebas dari sengketa, tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, termasuk tujuan penjaminan yang jelas;

5. Untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada huruf a, disimpan atau ditatausahakan pada bank penyedia dana atau pada prime bank.

Selain yang diatur dalam pasal 27 ayat 1, ada beberapa ketentuan lain dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum yang mengatur pengecualian dalam penghitungan BMPK, di antaranya terdapat dalam:46

1. Ketentuan pasal 29

Ketentuan BMPK dikecualikan untuk penempatan sepanjang penempatan tersebut termasuk dalam cakupan yang dijamin dan memenuhi syarat program penjaminan pemerintah serta bank tempat penempatan memenuhi persyaratan program penjaminan pemerintah.

2. Ketentuan pasal 31

      

46

 Muhamad Djumhana, Op.Cit., hlm. 476.  


(49)

 

Penyertaan modal kepada bank lain di Indonesia dikecualikan dari ketentuan BMPK sepanjang bank melakukan konsolidasi dengan bank penerima penyertaan modal ( investee ). Pengecualian tersebut berlaku dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Penyertaan modal yang dilakukan mengakibatkan bank wajib melakukan konsolidasi laporan keuangan dengan investee;

b. Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan bank dan

investee, baik secara individual maupun secara konsolidasi; dan

c. Penyertaan modal memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

3. Ketentuan pasal 32

Pengambilalihan wesel ekspor berjangka dikecualikan dari perhitungan BMPK sepanjang memenuhi persyaratan berikut:

a. Wesel ekspor berjangka diterbitkan atas dasar Letter of Credit (L/C) berjangka (Usance L/C) yang sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) yang berlaku.

b. Telah diaksep oleh prime bank, sepanjang jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Berbentuk standby letter of credit yang diterbitkan sesuai dengan

Uniform Customs and Practice (UCP) atau International Standby Practices (ISP) yang berlaku;

2. Bersifat tanpa syarat ( unconditional ) dan tidak dapat dibatalkan (

irrevocable );

3. Harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diajukan klaim;

4. Mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu penyediaan dana; dan

5. Tidak dijamin kembali ( counter guarantee ) oleh bank penyedia dana atau bank yang bukan prime bank.

4. Ketentuan pasal 34

Bahwa penempatan pada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam batas maksimum pemberian kredit dengan jumlah paling tinggi masing- masing sebesar modal bank.

5. Ketentuan pasal 35

Bahwa bagian penyediaan dana kepada peminjam yang dijamin oleh lembaga pembangunan multilateral dikecualikan dari perhitungan BMPK sepanjang jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Penyediaan dana bertujuan untuk pembiayaan di Indonesia;

b. Penjamin merupakan lembaga pembangunan multilateral yang ditetapkan Bank Indonesia; dan

c. Jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Bersifat tanpa syarat ( unconditional ) dan tidak dapat dibatalkan (

irrevocable );

2. Harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian;


(50)

 

3. Mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu penyediaan dana; dan

4. Tidak dijamin kembali ( counter guarantee ) oleh bank penyedia dana atau bank yang bukan prime bank.


(1)

   

BAB V

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan skripsi ini yakni: 1. Dalam kejadian debitur meninggal dunia, ahi waris mempunyai opsi untuk

melakukan pelunasan terhadap kredit yang ditinggalkan oleh debitur terdahulu atau melanjutkan kredit tersebut. Jika debitur lalai atau beritikad tidak baik dengan tetap membiarkan kredit bermasalah, maka pihak kreditur dapat melakukan penjualan atas barang jaminan sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia atau bank menarik sejumlah hutang dari rekening debitur dalam hal debitur lalai menjalankan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dan kuasa yang diberikan. Dalam hal penyelesaian kredit melalui lembaga hukum, PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi lebih mengutamakan pendekatan secara kekeluargaan dengan menghindari penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Dalam hal ahli waris tidak mampu membayar utang, jaminan kredit yang pada awalnya sudah dibebankan untuk mendapatkan kredit akan dilelang untuk menutupi utang yang ada.

2. PUPN mempunyai peranan penting dalam penyelesaikan kredit atas meninggalnya debitur pada PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi meskipun penyelesaian kredit pihak Bank Panin cabang


(2)

 

pembantu Tebing Tinggi atas meninggalnya debitur melalui lembaga hukum hanya pernah dilakukan dengan lelang eksekusi melalui KPKNL Pematang Siantar. Sebab PUPN yang merupakan panitia interdepartemental memiliki peranan yang penting untuk menetapkan produk hukum dalam pengurusan piutang negara.

3. Upaya perlindungan bagi PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dalam mencegah kredit macet yang disebabkan oleh meninggalnya debitur ialah dengan menerapkan klausula asuransi ( insurance clausul ) dalam perjanjian kreditnya. Klausul ini bertujuan untuk memberikan proteksi kepada Bank atas resiko kegagalan debitur dalam melunasi fasilitas kredit atau pinjaman tunai (cash loan ), seperti dalam kredit modal kerja, kredit perdagangan, dan lain- lain.


(3)

 

B. Saran

1. Bank dalam pemberian kredit hendaknya memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk menghindari kredit macet yang mungkin terjadi apabila mengalokasikan dana yang ada kepada orang yang tidak tepat.

2. Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku sehingga dalam penandatanganan kredit hendaknya pihak bank menjelaskan secara jelas kepada calon debitur mengenai syarat dan klausula apa yang harus dipenuhi

3. Dalam hal pihak debitur meninggal dunia, hendaknya ahli waris segera menyelesaikan kredit yang ditinggalkan sebelum berlarut- larut dan menimbulkan kredit macet.

   


(4)

 

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Asikin, Zainal. 1997. Pokok- Pokok Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.

Darmawi, Herman. 2012. Manajemen Perbankan. Jakarta. Bumi Aksara.

Darus, Mariam. 1978. Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam

Praktek Di Medan. Bandung. Penerbit Alumni.

Dewi, Gemala. 2006. Aspek- Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian

Syariah di Indonesia. Jakarta. Kencana.

Djumhana, Muhamad. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT Citra

Aditya Bakti.

Gazali, S. Djoni, Usman, Rachmadi. 2010. Hukum Perbankan. Jakarta. Sinar Grafika.

Hermansyah. 2006. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta. Kencana. Irmayanto, Juli. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta. Universitas Trisakti.

Jusuf, Jopie. 2003. Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank. Jakarta. PT Elex Media Komputindo.

Kasmir. 2013. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 1999. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung. PT Citra


(5)

 

Muis, Abdul. 2005. Hukum Asuransi dan Bentuk- Bentuk Perasuransian. Medan. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Santoso, Ruddy Tri. 1996. Kredit Usaha Perbankan. Yogyakarta. Andi.

Sastrawidjaja, Man S. 2005. Bunga Rampai Hukum Dagang. Bandung. PT Alumni.

Soekanto, Soerjono. 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press.

Sunggono, Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. PT Grafindo Persada.

Supramono, Gatot. 1995. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta. Djambatan.

Sutarno. 2003. Aspek- Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung. CV Alfabeta

Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta. Sinar Grafika.

Suyatno, Thomas .dkk. 1991. Kelembagaan Perbankan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Tjiptoadinugroho. 1994. Perbankan Masalah Perkreditan. Jakarta. Pradnya Paramita.

Waluyo, Bambang. 2008. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta. Sinar Grafika.

Wijaya, Faried. 1991. Perkreditan, Bank dan Lembaga- Lembaga Keuangan. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

II. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Kitab Undang- Undang Hukum Dagang


(6)

 

Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan Peraturan Bank Indonesia No 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/Kep/Dir Tahun 1991 tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 29/ 192/ Kep/ Dir Tahun 1997 tentang Pedoman Penerimaan Pinjaman Komersial Luar Negeri Bank Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/ 4/ Kep/ Dir Tahun 1997

tentang Pemberian Usaha Kecil

III. Kamus dan Harian

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan III Edisi ketiga, Jakarta, Balai Pustaka, 2005

Harian Analisa tanggal 24 Februari 2014

IV. Website

http://www.referensimakalah.com/2012/03/definisi-dan-sejarah-bank_8485.html.

http://klikakupailit.wordpress.com/2011/05/26/perjanjian-kredit-dan-asuransi-jiwa/

http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-kredit-bank-ii/ http://www.mediaartikel.com/5-manfaat-asuransi-jiwa/

http://wrumaisah.wordpress.com/2011/09/23/hukum/ http://sumut.bps.go.id/?kdbsek=219&pilih=vstasek http://www.panin.co.id/pages/163/bancassurance https://www.djkn.kemenkeu.go.id/page/sejarah


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

2 72 103

Tinjauan Yuridis Kredit Macet pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Kasus pada Bank BNI Cabang Pemuda Medan)

1 129 94

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi

1 100 90

Pelaksanaan Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Graha Helvetia, Medan)

0 48 86

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

1 51 103

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 10

BAB II TINJAUAN TENTANG KREDIT BANK DI INDONESIA DALAM SISTEM HUKUM PERDATA A. Pengertian Kredit Bank - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi

0 0 13

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Macet Atas Kejadian Meninggalnya Debitur (Studi pada PT. Bank Panin,Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi

0 0 10

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 2 10