Budaya Kerja Di Perusahaan Jepang

(1)

1

BUDAYA KERJA DI PERUSAHAAN JEPANG

( NIHON KAISHA DE NO RODOU BUNKA )

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

WYENNY WIDIAWATY S NIM : 122203016

PROGRAM STUDI D III BAHASA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2015


(2)

2

BUDAYA KERJA DI PERUSAHAAN JEPANG

NIHON KAISHA DE NO RODOU BUNKA

KERTAS KARYA

Kertaskaryainidiajukankepadapanitiauiian Program Pendidikan

Non-GelarFakultasIlmuBudayaUniversitas Sumatera Utara Medan, untukmelengkapisalahsatusyaratujian Diploma III dalam Program StudiBahasaJepang.

Dikerjakan OLEH:

NIM : 122203016 WYENNY WIDIAWATY S

Pembimbing, Pembaca,

Drs.H.Yuddi Adrian Muliadi,M.A. Dr.SitiMuharamiMalayu,M.Hum NIP.19600827 199103 1001NIP. 196106282006042 001

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

3

PENGESAHAN

DiterimaOleh:

PanitiaUjian Program Pendidikan Non-GelarSastraBudayaFakultasIlmuBudayaUniversitas Sumatera Utara Medan,

UntukmelengkapisalahsatusyarattugasakhirDiploma III dalam program StudiBahasaJepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program DiplomaSastraBudaya

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP.19511013 1976 03 1 001 Dr.Syahron Lubis.M.A

Panitia Tugas Akhir:

No. Nama Tanda Tangan 1. Zulnaidi,SS,M.Hum ( ) 2. Drs.H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. ( ) 3. Dr.Hj. SitiMuharamiMalayu, SS.,M.Hum. ( )


(4)

4 DisetujuiOleh:

Program Diploma Sastra Dan Budaya FakultasIlmuBudaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D-III Bahasa Jepang Ketua,

NIP. 19670807 2004 01 1 001 Zulnaidi,SS,M.Hum


(5)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa , karena berkat rahmat dan hidayah-NYA , sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul “BUDAYA KERJA DIPERUSAHAAN JEPANG ( NIHON KAISHA DE NO RODOU BUNKA)

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam Kertas Karya ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi dan pembahasan masalah. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam Kertas Karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, SS., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang D3 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. BapakDrs.H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini.


(6)

ii

4. Ibu Dr.Siti Muharami Malayu,M.Humselaku dosen pembaca yang telah memberikan pengarahan, kritik, dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian kertas karya ini.

5. Seluruh staf pengajar pada program studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

6. Dari semuanya, yang teristimewa untuk orang tua, Ayahanda Nelson Simanjuntak dan Ibunda tercinta Rotua Tampubolon, yang telah memberikan semangat, dukungan , doa, serta kasih sayang yang begitu besar kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik juga terima kasih buat keluarga saya yang sudah membantu dan mengsuport saya.

7. TerimakasihbuatabngErbinmartuaAmddanadeksayaArikson yang telahmemberidukungandandoanyakepadasaya.

8. Untukteman-temanTanti,Bella, KakHelen,Margaret,KakButong,KakSiti,Desima yang sudahmenjaditeman/sahabatdalam 3 tahunini,dalamsusahdansenang.

9. Untuksahabat-sahabatangkatan 2012 yang telahmembuatpenulisselalusemangatdalammenjalanihidupinidanterimakasihsudahban yakmembantu.

10.BuattersayangFranskeskaGinting SP

terimakasihatasdoadanmemberisemangatbuatpenulisselamamenyelesaikankertaskarya ini

11.Untukabng Abdul Amdterimamakasihatasmotivasidandoanya .

Penulismenyadarimasihbanyakkekurangandalamkertaskaryaini, sehinggakritikdan saran diharapkanolehpenulis.


(7)

iii

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Kertas Karya ini dapat berguna bagi kita semuanya dikemudian hari.Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga kritik dan saran diharapkan oleh penulis.

Medan, Juli 2015 Penulis,

WYENNY WIDIAWATY S NIM : 122203016


(8)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Metode Penulisan ... 3

BAB IIBUDAYA KERJA SECARA UMUM DIPERUSAHAAN JEPANG

2.1 Pengenalan Filosofi Perusahaan ... 4

2.2 Pegawai sebagai bagian masyarakat ( Shakaijin) ... 5

2.3 Empat Prinsip Kerja Yang Umumnya Diterapkan Di Perusahaan Jepang ... 6

2.4 Aktifitas Mencari Kerja ... 9

BAB III BUDAYA KERJA DI PERUSAHAAN JEPANG

3.1 Pegawai Seumur Hidup (終身雇用 – Shushin Koyo) ... 12

3.2 Perbaikan Terus-menerus (改善 – Kaizen) ... 14

3.3 Budaya 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) ... 18

3.4 Budaya Detail dan Teliti (詳細と徹底 – Shosai to Tekkaku) ... 23

3.5 Senior Junior (先輩後輩 – Senpai Kohai) ... 25

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 27

4.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(9)

27

ABSTRAK

Salah satu penyebab maju mundurnya sebuah perusahaan adalah budaya kerja yang dimiliki setiap orang dalam perusahaan tersebut. Budaya kerja yang baik tentu saja menyebabkan perusahaan cepat berkembang maju dan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Dampak lebih besar dari budaya kerja yang baik adalah majunya perekonomian negara sehingga bisa menjadi negara kuat dan maju. Contoh budaya kerja terbaik yang ada di dunia adalah budaya kerja bangsa jepang .

Karna bangsa jepang memiliki sikap disiplin dan kerja kersa, yang dimiliki setiap pegawai dalam bekerja disebuah perusahaan. Pegawai selalu berusaha memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan. Budaya kerja itu tidak lahir dan terwujud dengan begitu saja. Budaya itu dilatih selama bertahun-tahun, sehingga akhirnya menjadi pedoman dalam pemikiran dan jiwa mereka. Menerapkan prinsip itu kedalam lingkungan perusahaan agar terciptanya kemajuan perusahan tersebut

Orang jepang juga terkenal dengan gila kerja. Dalam pandangan orang jepang, pekerja yang pulang kerja lebih awal dianggap sebagai aib karena mereka dianggap tidak berguna atau kurang berperan dalam perusahaan. Oleh karena itu, banyak terlihat perusahaan-perusahaan atau instansi pemerintahan yang masih ada aktivitas kerja sampai malam hari. Para pekerja jepang tidak keberatan kerja lembur tanpa di gaji tambahan. Hal tersebut didorong oleh rasa tanggung jawab dan semangat kelompok.

Di Jepang setiap pekerja mengetahui tugas dan perannya masing - masing di tempat kerja. Merekatidak bekerja sebagai individu, tetapi dalam satu keluarga besar sehingga tidak ada jurang pemisah yang tercipta diantara mereka. Budaya loyalitas yang tinggi ini menjadikan industri jepang menjadi penguasa industri berteknologi canggih didunia. Karena dengan


(10)

28

loyalnya seseorang bekerja untuk sebuah perusahaan, maka perusahaan pun akan memberikan pendidikan yang baik untuk meningkatkan kemampuan para pekerjanya. Perusahaan menjadi tempat yang bukan hanya untuk bekerja melainkan juga tempat untuk menimba ilmu dan mengembangkan diri. Dengan demikian tercipta sumber daya manusia yang mampu untuk menciptakan teknologi-teknologi canggih. Pekerja Jepang semakin fokus mengabdikan diri pada perusahaan, sehingga terciptalah sistem kaderisasi yang kokoh dan berkesinambungan. Dengan sistem seperti ini, perusahaan tidak akan kehilangan pekerja potensialnya.

Salah satu keistimewaan jepang adalah kemajuan tidak mengubah sedikit pun cara hidup masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari sikap, cara berfikir, bekerja , berpakaian , bahasa dan makanan mereka. Mereka sadar bahwa untuk menjadi negara maju, mereka juga harus bisa menyesuaikan dengan keadaan yang baru, hal ini yang disebut dengan transisi. Transisi berubah menjadi modern. Salah satu kelebihan bangsa jepang adalah mampu menyesuaikan diri dengan segala perubahan tanpa menghilangkan indentitas bangsa itu sendiri. Mereka sanggup menghabiskan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan . Mereka selalu bergerak gesit dan berjalan cepat, waktu yang ada selalu dimanfaatkan tidak ada istilah lamban ataupun bermalas-malasan. Bangsa jepang yang rajin dan pekerja keras rela mengorbankan segala sesuatu demi pekerjaan. Karakter dan budaya bekerja keras membuat keberhasilan jepang dalam bidang ekonomi, industri dan perdagangan.


(11)

29 要旨

ある会社進歩会社は進歩かないかの原因が社員の働き文化である。いい働き文化はもち ろん社会には開発を続け、他の社会と競合できる。もっと効果なのは国家経済も進歩す

る。世の中で一番よい働き文化なのは日本である.

日本人もワーカホリックと言われる。日本人の見方人のでは、会社を早退するのは不用 と思われるので、不面目なことである。それで、ある会社や政府機関が夜までに活動す ることもある。日本の社員は給与をもらわないで残業してもかまわない。それは集団の 熱意や責任感の元にされる。

日本では各社員がそれぞれ役割か仕事をわかる。彼らは個人的に仕事しないが、集団的 にして、ギャップがないようになった。高さの忠義文化なので、日本の産業が世界でハ イテクな産業になった。人はその忠義である会社に働いて、会社も社員が専門の上達す るために、よい訓練をくれる。会社は働いているところだけでなく、知識をもらい、自 分の能力を上達するところになる。このように、ハイテクなことを造る資源が生まれる ようになる。日本社員も会社に集中に検診するから、幹部要員もできる制度になった。 この制度では、よさの社員が外しない。

日本の特徴の一つは進歩が少しでも社会生活を変えない。このようなことは態度 や考え方や仕事を仕方や言語などを見える。日本人は先進国になるために、新状況にな じまないといけない。これは移行性といわれる。現代的なことに移行性するということ である。一つの日本の良さは自分の身元を抜けずに、変遷時代になじめる。仕事を終了 するように時間をかける。早く歩き、ほとんど時間を無駄にすることはない。まじめで、 勤勉な日本社会は仕事のためにすべて捧げる。この性格や激務な仕事の文化は経済や残 業や貿易などで進むようになる。


(12)

1

BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Etos kerja masyarakat Jepang secara etimologi istilah etos berasal dari bahasa yunani yang berarti "tempat hidup " . Mula-mula tempat hidup di maknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu,kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks.Dari kata yang sama muncul pula istilah ethiko yang berarti "teori kehidupan ",yang kemudian menjadi "etika". Dalam bahasa indonesia kita dapat menerjemahkannya sebagai sifat dasar,ataudisposisi watak.Pengertian kerja adalah kegiatan umat manusia yang bersifat bersinambungan yang dilakukan demi mendapatkan imbalan (upah) untuk kelangsungan hidup.

Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa terproduktif di dunia. Mereka juga berhasil membangun negaranya dari sisa-sisa keruntuhan dan kehancuran. Mereka terkenal dengan sikap rajin dan pekerja keras. Jadi, tidak heran jika pekerja Jepang mampu bekerja dalam waktu yang panjang tanpa mengenal lelah, bosan, dan putus asa. Mereka bukan hanya mampu bekerja dalam jangka waktu yang lama, melainkan juga mampu mencurahkan perhatian, jiwa, dan komitmen pada pekerjaan yang dilakukannya. Karakter dan budaya kerja keras merupakan faktor penting keberhasilan bangsa Jepang dalam bidang ekonomi, industri, dan perdagangan. Bangsa Jepang tidak menganggap tempat kerja hanya sekedar tempat mencari makan, tetapi juga menganggapnya sebagai bagian dari keluarga dan kehidupannya. Kesetiaan mereka pada perusahaan melebihi kesetiaannya pada keluarga sendiri. Mereka selalu berusaha memberikan kinerja terbaik pada perusahaan, pabrik, atau tempat mereka bekerja. Budaya kerja seperti itu


(13)

2

tidak lahir dan terwujud dengan begitu saja. Budaya itu dipupuk dan dilatih selama berabad-abad, sehingga akhirnya mengakar dalam pemikiran dan jiwa mereka.

Di Jepang, setiap pekerja mengetahui tugas dan perannya di tempat kerja. Mereka tidak bekerja sebagai individu, tetapi dalam satu pasukan, sehingga tidak ada jurang yang tercipta di antara mereka. Mereka tidak bersaing, tetapi bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Di Jepang, semua pekerja tidak memandang pangkat dan berada pada kedudukan yang sama. Jabatan tinggi atau rendah tidak penting dalam etika dan pengelolaan kerja bangsa Jepang. Di tempat kerja, meja pegawai dan atasan diletakkan dalam suatu ruang terbuka tanpa pemisah. Tidak ada dinding pemisah.

Jepang adalah salah satu dari beberapa negara yang berhasil mencapai kesuksesan di segala lini kehidupan dengan berlandaskan pada keapikan budaya dan kebiasaan masyarakat.Kemajuan industri dan teknologi yang dicapai juga Jepang saat ini tidak lain merupakan hasil transformasi dari sebuah budaya umum masyarakat dalam kehidupan sehari-hari ke sebuah aturan ,norma,maupun etika budaya kerja yang diterapkan secara ketat dan disiplin tinggi. Dari uraian di atas penulis merasa ingin lebih mengetahui mengenai budaya kerja di jepang sehingga membuat penulis tertarik membahas kertas karya ini dengan judul " Budaya kerja di perusahaan jepang ".


(14)

3 1.1 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui bagaimana budaya kerja yang di terapkan dalam suatu perusahaan. 2. Mengetahui mengenal prinsip kerja di perusahaan Jepang.

3. Bagaimana hubungan kerja sama antara senpai dan kohai di dalam perusahaan.

1.3 Batasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis membahas mengenai , bagaimana budaya kerja yang diterapkan diperusahaan Jepang dan prinsip - prinsip kerja yang dilakukan di dalam suatu perusahaan.

1.4 Metode Penelitian

Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakan,yaitu metode mengumpulkan data dan informasi dengan membacabuku, serta menggunakan internet.Selanjutnya data dibahas dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan ke dalam kertas karya ini.


(15)

4

BAB

II

FILOSOFI DAN PRINSIP KERJA DIPERUSAHAAN JEPANG

2.1 Pengenalan Filosofi Perusahaan

Salah satu ciri khas budaya perusahaan Jepang adalah adanya filosofi perusahaan yang jelas,yaitu suatu konsep yang memiliki perusahaan untuk memandu dan mengilhami para karyawan. Filosofi perusahaan ini berisikan tata nilai atau tujuan yang " menggerakan hati nurani manusia " yang mengikat tujuan individual dan organisasi menjadi satu. Filosofi perusahaan merupakan sarana mempersatukan aktivitas-aktivitas para karyawan melalui pengertian bersama akan tujuan dan tata nilai. Filosofi perusahaan yang baik harus mencakup tujuan atau sasaran organisasi,prosedur pengoperasian organisasi dan kendala- kendala yang diletakkan pada organisasi oleh lingkungan sosial dan ekonomis.

Filosofi perusahaan pada awalnya lahir dari nilai dan anggapan -anggapan yang dibuat oleh pendiri perusahaan. Lambat laun dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi perusahaan serta cara pemecahannya filosofi perusahaan akan semakin nyata dan mendekati idealis melalu keputusan - keputusan yang diambil oleh seluruh karyawan perusahaan sehingga menjadi filosofi moral perusahaan.

Suatu pernyataan filosofi yang disebarluaskan kepada seluruh karyawan merupakan suatu mekanisme untuk menjaga kelangsungan kegiatan diperusahan denga baik. Setiap pegawai akan memahami filosofi ini dalam hubungannya dengan hak karyawan dan partasipasinya dalam pengambilan keputusan. Adanya sosialisasi filosofi yang dipatuhi semua personel membuat semua orang berbicara dalam bahasa yang sama. Dengan makin terikatnya setiap karyawan


(16)

5

dengan filofosi perusahaan,maka filosofi tersebut akan benar-benar dihayati dan dilaksanakan dengan sebaik- baiknya,tidak hanya sekedar formalitas saja.

2.2 Pegawai sebagai bagian masyarakat ( Shakaijin)

Istilah shakaijinberasal dari kata shakai yang berarti sosial masyarakat dan jin yang berarti orang,sehingga secara harfiah shakaijin dapat diartikan sebagai orang yang bersosial masyarakat. Istilah ini telah menjadi sesuatu yang dihormati dan dijunjung tinggi dalam tatanan sosial masyarakat Jepang,sehingga jika seseorang berkunjung ke Jepang untuk belajar atau bekerja,dia pasti akan sangat sering mendengar istilah ini. Hal ini dikarenakan seseorang yang telah menjadi shakaijin identik dengan seseorang yang sudah mencapai tingkat kemampuan untuk memahami dan menjalankan segala macam bentuk kewajiban dan norma yang berlaku di dalam masyarakat .

Dengan kata lain, seorang pegawai baik itu yang bekerja di perusahaan,pemerintahan atau institusi pendidikan ,merupakan penggerak utama kehidupan bermasyarakat.Dengan mendedikasikan diri untuk bekerja dengan baik ,maka seorang pegawai secara tidak langsung telah menopang berdirinya sebuah bangsa dan negara. Peninggian derajat seorang shakaijin telah memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat Jepang,salah satunya adalah munculnya kesadaran yang tinggi dalam diri seseorang ketika dia,bekerja semangat bekerja tumbuh dengan etos kerja yang tinggi untuk memberikan yang terbaik kepada keluarga dan masyarakat .

2.3 Empat Prinsip Kerja Yang Umumnya Diterapkan Di Perusahaan Jepang

Di dalam perusahaan ada aturan- aturan atau kode etik bekerja yang harus dipatuhi semua pegawai demi terciptanya suasana kerja yang baik.Prinsip kerja tersebut adalah kodo yongensoku.Secara harfiah kodo berarti aktivitas,yon berarti empat ,dan gensoku artinya aturan


(17)

6

atau prinsip ,sehingga kodo yon gensoku bisa diterjemahkan sebagai empat prinsip.Masyarakat Jepang justru berhasil mengubahnya menjadi sebuah metode yang mampu membuat lingkungan kerja menjadi lingkungan positif dan kondusif sehingga produktivitas para pekerja bisa meningkat.Empat prinsip kerja yang diterapkan di perusahaan jepang

( Pratama,2013: 9) yaitu :

1. Bersuara keras (okina koe de )

Orang Jepang percaya bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan suara yang keras dan tegas akan memberikan manfaat yang baik dalam bekerja.Misalnya,dapat menambah semangat bekerja,mencegah rasa kantuk,bahkan dapat juga menambah kepercayaan diri.Jadi dengan bersuara keras sebenarnya tidak hanya sedang mengirimkan pesan yang ingin disampaikan,tapi kita juga menularkan aura semangat kepada lawan bicara kita.Selain itu,hal ini akan menambah kepercayaan diri. Suara yang keras dan tegas akan terdengar lebih meyakinkan dan benar.

Bersuara keras tentu tidak sampai harus berteriak dan memekik kencang.Volume suara harus tetap disesuaikan dengan situasi dan kondisi,karena jika terlalu keras justru bisa tidak terdengar atau mungkin akan ada yang marah karena terganggu.Jadi,sebaiknya jika sedang berada di dalam pabrik yang bising berbicara dengan volume kencang menjadi sebuah keharusan.Tapi jika sedang berada di dalam kantor atau ruangan,bersuaralah dengan volume yang cukup tapi tegas.

2. Bergerak Sigap (Kibikibi kodo)

Bergerak sigap dapat diartikan sebagai bekerja dengan cepat,tangkas,dan penuh semangat.Meskipun seseorang sedang tidak dalam mood atau kondisi yang baik , dia harus tetap bisa berpura-pura bergerak sigap jika masih dalam jam kerja. Dengan demikian diharapkan


(18)

7

tercipta suasana kerja yang senantiasa aktif progresif.Penerapan prinsip ini di Jepang umumnya dilakukan oleh semua jenis pekerja baik itu pegawai di kantor,di toko swalayan,di restoran,atau di tempat hiburan sekalipun karena pada dasarnya prinsip ini tidak hanya dilakukan terhadap atasan saja tapi utamanya adalah terhadap konsumen/pelanggan.Oleh karena itu,akan sangat sering dijumpai pegawai-pegawai orang Jepang yang bergerak sigap dalam keseharian pekerjaannya.Semua bergegas dan sigap dalam bekerja untuk membuat para pelanggan termasuk atasan senang dan puas karena merasa dilayani dengan kemampuan terbaik.Kecepatan bekerja harusnya dapat ditingkatkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sudah sering dilakukan dengan cara melatih diri secara perlahan dan bertahap agar kesigapan dan kecepatan bekerja yang optimal bisa tercapai.

3. Memberi salam lebih dulu ( Jibun karaaisatsu )

Salam yang dimulai dari diri sendiri atau selalu lebih dulu dari orang lain merupakan kunci dari prinsip kerja yang ketiga ini. Dengan cara ini, orang yang tadinya tidak dikenal sekalipun secara perlahan akan semakin dekat karena keduanya saling berbalas salam setiap hari.Suasana yang sangat hangat dan akrab ini jika direalisasikan secara bersama-sama, maka secara alamiah akan tercipta komunitas impian,yaitu komunitas yang sangat kondusif dan positif.Kemudian penerapan prinsip ini harus digabungkan dengan prinsip kerja yang pertama, yaitu bersuara keras,sehingga orang yang ingin kita sapa dapat mendengar dengan jelas salam yang kita berikan dan merasakan bahwa salam yang diberikan benar-benar tulus dan bukan dibuat-buat karena merasa kewajiban.

Sikap ketika memberikan salam juga diatur mengikuti budaya umum orang Jepang.Orang Jepang tidak memberi salam dengan cara berjabat tangan,melainkan dengan cara membungkukkan badan. Cara membungkukkan badan ada banyak jenisnya tergantung siapa


(19)

8

yang ingin disapa. Semakin tua dan semakin tinggi status seseorang,maka semakin lama dan semakin membungkuk salam yang diberikan.Pada kehidupan sehari-hari, menyapa dengan membungkuk 15 derajat merupakan cara yang paling umum.Pada situasi yang lebih santai,menyapa dengan menganggukkan kepala saja sudah dianggap cukup. Namun, pada situasi formal seperti ketika bertemu konsumen atau ketika ingin mengungkapkan rasa terima kasih dan hormat,badan harus membungkuk antara 45 sampai 60 derajat. Orang yang disapa pun harus menyambutnya dengan membalas membungkukkan badan atau minimal menganggukkan kepala jika statusnya lebih tinggi dan umurnya lebih tua daripada orang yang memberikan salam.Seseorang akan dianggap tidak mengerti norma atau sopan santun jika tidak membalas bungkukkan badan dari seseorang, walaupun orang tersebut tidak dikenalnya.

4. Melakukan segala sesuatu dengan ceria (Akarui egao )

Prinsip kerja yang terakhir adalah akaruiegao yang memiliki makna bekerjalah dengan senyuman yang cerah dan ceria. Prinsip kerja penutup ini adalah yang menghiasi tiga prinsip sebelumnya,sebagai contoh, ketika seseorang sedang memberikan salam,maka selain dilakukan dengan suara keras dan jelas serta dimulai dari diri sendiri,senyuman yang ceria juga harus diberikan kepada lawan bicara kita atau ketika atasan memanggil,maka datanglah dengan wajah yang ceria dan tersenyum.

Demikianlah empat prinsip kerja yang berlaku di perusahaan-perusahaan Jepang.Prinsip yang semula hanya,sebuah teori moral semata,namun ternyata berhasil diubah oleh masyarakat Jepang menjadi sebuah prosedur standar kerja yang mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas kerja dan di saat yang sama mampu membantu mengurangi beban tekanan kerja.


(20)

9

Oleh karena itu,sangat diperlukan kerja tim yang kompak dan arahan pimpinan yang tegas, sehingga para pegawai tidak malas untuk menerapkan empat prinsip kerja ini.Perlu juga diberikan pengingat berulang-ulang hingga empat prinsip kerja ini benar-benar mendarah daging menjadi kebiasaan para pegawai.

2.4 Aktifitas Mencari Kerja

Aktifitas mencari kerja di jepang ( shusyokukatsudo) sangatlah unik karena mencari kerja dengan dua cara yaitu mencari kerja dua tahun sebelum lulus universitas dan tanpa rekomendasi dari sekolah. Dibawah ini akan di jelaskan satu persatu cara mencari kerja .

2.4.1 Mencari kerja dua tahun sebelum lulus universitas

Aktifitas mencari kerja di Jepang, sangat unik karena proses pencarian kerja justru dimulai dua tahun sebelum lulus universitas dan bahkan ada sistem perekrutan dengan rekomendasi dari sekolah.Sistem perekrutan yang mengutamakan riwayat pendidikan dari pada nilai IPK seperti inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa proses mencari kerja sebelum lulus menjadi mungkin di Jepang.

Proses pencarian kerja di Jepang ini tampak rapi sekali seperti proses pendaftaran masuk sekolah/universitas. Betapa proses persiapan dilakukan dari bulan april hingga bulan desember, sedangkan proses nyata pendaftaran kerja hingga ujian hanyalah empat bulan, dari bulan januari hingga bulan april.Pada bulan januari,pihak fakultas akan membuat suatu kegiatan bagi mahasiswa yang isinya berupa penjelasan mengenai perusahaan apa saja yang bisa didaftarkan dengan sistem rekomendasi sekolah dan perusahaan apa saja yang tidak bisa didaftar dengan sistem rekomendasi sekolah. Di samping itu, fakultas pun menunjukan salah satu dosen yang


(21)

10

bertugas mengkoordinasikan masalah yang terkait komunikasi antara perusahaan dan mahasiswa yang memerlukan diskusi atau konsultasi seputar hal mencari pekerjaan.Setelah melalui proses pendaftaran dan melalui serangkaian tes serta wawancara yang diselenggarakan perusahaan,seseorang pencari kerja akan diberitahu perihal penerimaan kerja dibulan meijika lulus, dia akan mendapatkan surat naitei atau surat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan akan direkrut oleh suatu perusahaan mulai tahun depan setelah lulus dari universitas.

2.4.2 Aplikasi kerja dengan dan tanpa rekomendasi sekolah/universitas

Sistem perekrutan, yaitu dimana mahasiswa membawa nama pribadi kemudian mendaftrakan dirinya ke banyak perusahaan yang ingin merekrutnya, mahasiswa tersebut bisa memilih untuk bekerja di perusahaan yang dia suka.Sistem perekrutan seperti ini di Jepang dikenal dengan nama perekrutan tanpa rekomendasi sekolah atau perekrutan bebas.

Namun, lebih daripada itu, lembaga pendidikan di Jepang juga mengemban tanggung jawab sebagai pengarah masa depan anak didiknya dan sebagai pencetak generasi-generasi penggerak ekonomi negara yang diperlihatkan dengan betapa serius lembaga pendidikan mempersiapkan dan memberikan fasilitas kepada anak didiknya untuk mencari pekerjaan.jadi,bukan hanya sistem perekrutan yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pendidikan dan pekerjaan,tapi juga peran aktif pendidik dan penyedia lapangan kerja untuk memikirkan masa depan generasi penerus pun menjadi kunci keharmonisan dunia pendidikan dan dunia kerja.


(22)

11

BAB III

BUDAYA KERJA DI PERUSAHAAN JEPANG

3.1 Pegawai Seumur Hidup (終身雇用– Shushin Koyo)

Sistem pegawai seumur hidup ini cukup unik dan rasanya tidak ada negara lain yang memberlakukan sistem serupa. Pegawai akan bekerja keras meskipun mereka tahu bahwa suatu saat mereka akan menerima gaji yang lebih tinggi dan naik ke posisi yang lebih tinggi jika usianya sudah memenuhi syarat.Ini dikarenakan adanya sistem senioritas yang menjamin kesejahteraan pegawai berdasarkan usia dan lama masa pekerjaan di perusahaan tersebut.Perusahaan juga akan berusaha untuk menjamin kestabilan karir pegawainya dengan adanya aturan tidak tertulis yang menyatakan bahwa selama seorang pegawai tidakmemiliki masalah yang ekstrem seperti kriminal,maka dia akan aman dari pemecetan walaupun kinerjanya menurun.Pegawai akan terus dipekerjakan hingga akhirnya pensiun pada usia 60 tahun sesuai hukum tenaga kerja Jepang.Sistem ini memang sangat menarik dan selama sistem ini berjalan dengan baik maka pihak pegawai dan perusahaan sama-sama diuntungkan.Perusahaan tidak perlu khawatir kehilangan sumber daya manusia dan pegawai bisa tenang bekerja karena tidak ada kekhawatiran akan pemecatan selama mereka menjalankan tugasnya.

Seiring perkembangan zaman kondisi perekonomian Jepang sehingga sulit untuk mempertahankan pegawai lama dan di saat yang bersamaan menerima pegawai baru secara buta,banyak perusahaan Jepang kini mulai mengambil langkah-langkah perbaikan.Langkah yang relatif paling mudah untuk dilakukan adalah mengurangi penerimaan pegawai baru,sedangkan untuk mengurangi jumlah pegawai lama dibutuhkan perencanaan yang matang.Jika pelaksanaannya tidak terencana dengan baik,malah hal ini akan berbalik menyebabkan turunnya


(23)

12

semangat pegawai dan akhrinya kehilangan pekerja yang benar-benar berkemampuan tinggi dan sangat dibutuhkan perusahaan.Strateginya adalah dengan diberikannya tawaran kepada pegawai yang cukup berumur( sekitar 40-50 tahun ) untuk pensiun dini beserta imbalan yang bervariasi. Hal ini umumnya disukai pihak perusahaan karena penyelesaianya bersifat damai dan lebih murah dibandingkan dengan pemecatan karena hukum tenaga kerja mengharuskan kompensasi yang lebih besar untuk PHK yang bermula dari inisiatif perusahaan.

Biasanya negosiasi untuk pemberhentian dilakukan secara bertahap dan bervariasi tergantung keadaan masing-masing departemen. Satu "trik" yang sering menjadi pembicaraan adalah dengan memaksa para pegawai tua untuk mengundurkan diri.Mereka yang berada manajemen kelas menengah diturunkan pangakatnya menjadi pegawai biasa,kemudian diberi tugas untuk mencari pengalaman kerja baru di departemen lain yang mana hal ini tidak disukai kebanyakan pegawai tua.Para pegawai yang bersangkutan akan segera menangkap arti dibalik semua itu dan akhirnya akan berusaha untuk mencari pekerjaan di tempat lain.

Walaupun hal di atas memang sudah merupakan budaya Jepang yang mengakar, yaitu mendahulukan penyelesaian tanpa konfrontasi,tapi dengan mereka yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru ? Trik lainnya adalah dengan memberikan kepada mereka tugas rutin yang tidak berarti dan hanya menghabiskan waktunya sehari-hari di dalam kantor. Inilah yang menyebabkan timbulnya orang -orang yang sudah tidak lagi memiliki peranan penting di dalam perusahaan,tapi tidak bisa langsung dipecat begitu saja.Orang -orang semacam ini disebut Madogiwa orang yang tergolong madogiwa ini tidak hanya muncul akhir-akhir ini saja, tetapi fenomena ini sudah ada sejak dahulu. Hanya saja jumlahnya kian bertambah dengan kondisi ekonomi Jepang yang semakin melemah akhir-akhir ini. Salah satu solusi lain yang


(24)

13

diharapkan bisa mengurangi jumlah madogiwa ini adalah peningkatan jumlah pekerja kontrak untuk jangka waktu tertentu saja.

Sangat sulit memang untuk menemukan keseimabangan yang pas untuk masalah kesejahteraan pegawai dan kelangsungan perusahaan ini.Jika perusahaan sedang menghadapi masalah keuangan,memang sudah selayaknya diadakan pemotongan jumlah pegawai. Tetapi pengurangan pegawai juga akan berdampak pada penurunan semangat kerja secara keseluruhan. Oleh karena, itu keseimbang yang mempertimbangkan efek positif dan negatifnya harus benar- benar dipikirkan dengan cermat.

3.2 Perbaikan Terus-menerus (改善– Kaizen)

Menurut (Subarkah, 2013 : 73 ). Kata Kaizen berasal dari dua kata ,yaitu kai yang berarti berkesinambungan dan zen yang berarti perbaikan. Maka secara harfiah, kaizenbermakna perbaikan secara terus - menerus.Di dalam sebuah perusahaan,perubahan besar akan sulit untuk dilakukan secara sekaligus. Namun akan jauh berbeda jika perubahan itu dibiasakan dalam skala kecil,yang dilakukan secara terus- menerus. Cara tersebut disebut sebagai budaya kaizen. Budaya inilah yang memberikan poin penting terhadap keberhasilan sebuah industri,terutama bidang manufaktur di Jepang. Perusahaan yang membiasakan pegawainya dengan budaya kaizenakan memunculkan suasana pekerjaan yang dinamis karena orang di dalamnya terbiasa untuk bekerja efektif. Mereka senantiasa menghilangkan sesuatu yang tidak diperlukan dan menggantinya dengan ide-ide cemerlang yang mendukung kemajuan perusahaan.

Kaizen dilakukan secara terus-menerus. Kata ini akan sangat sering anda jumpai dalam perusahaan-perusahaan. Jepang karena bagi orang Jepangkaizen ini merupakan satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pekerjaan mereka. Kaizen bukanlah sebuah plus a atau tugas tambahan


(25)

14

dari sebuah pekerjaan dan bukan juga hal yang bisa dikerjakan jika ada keluangan waktu. Namun

kaizen adalah bagian dari pekerjaan itu sendiri. Dengan kata lain,pekerjaan adalah tugas + kaizen

yang menjadi satu kesatuan. Kegiatan yang dinamakan kaizen ini sangat luas wilayah jangkauannya. Skala dan isi kegiatannya pun sangat bermacam-macam. Ada kaizen yang dilakukan oleh seorang staf tentang pekerjaan kesehariannya, ada pula kaizen yang berupa perubahan sistem yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau lebih sering dikenal dengan sebutan reformasi manajemen.

Dilihat dari tujuannya,ada kaizen yang mengupayakan kepuasan konsumen, ada pula yang dilakukan demi memotong biaya produksi dan sebagainya. Namun, skala dan isinya bermacam- macam pola pikir untuk menjalankan kaizen ini adalah sama.Untuk melakukan kaizen tidak diperlukan kegiatan atau event khusus,tapi hendaknya dibiasakan pada kegiatan pekerjaan sehari-hari. Ada tiga poin yang bisa dijadikan pedoman untuk melakukan kaizen,yaitu :

1.Menghidupkan 5S dan menghilangkan 3M

5S adalah budaya masyarakat Jepang yang sudah diajarkan sejak masa anak- anak dan di pakai juga pada industri-industri untuk meningkatkan profit,efisiensi,pelayanan dan keamanan. Budaya 5S terdiri dari Seiri(Ringkas),Seiton(Rapi),Seiso (Resik), Seiketsu (Rawat),dan

Shitsuke(Rajin). Sedangkan,3M adalah Muda (Pemborosan ),Muri (Beban berlebihan) dan Mura

(Tidak teratur atau tidak merata). Bagaimana cara menghilangkan 3M ini ? Muri dapat dihindari dengan menambah tenaga pekerja,memperbaiki proses,cara maupun peralatan kerja. Cara untuk menghilangkan Muda antara lain adalah dengan menemukan bagian yang membutuhkan waktu lama,banyak orang dan menghasilkan banyak sisa bahan terbuang. Kemudian mempersingkat bagian yang tidak berguna atau sebagian dijalankan secara otomatis.


(26)

15 2. Visualisasi ( Mieruka )

Salah satu cara yang paling efektif untuk menggali,informasi mengenai jenis 3M yang ada di lingkungan kerja adalah dengan Mieruka atau visualisasi. Informasi atau data yang didapatkan dari lapangan dipajangkan di dinding sebagai poster atau lainnya agar orang yang melihatnya bisa tersadar dengan sendirinya dengan masalah yang ada dan berusaha untuk ikut memperbaikinya. Ada tiga efek yang di harapkan dari visualisasi ini,yaitu :

• Mendorong penemuan masalah dan penyelesaian lebih cepat

• Dengan membuka masalah yang ada,semua orang bisa terdorong untuk melakukan lebih banyak kaizen yang mulai dari diri masing-masing.

• Mendorong semua pihak untuk berusaha mencegah terulangnya masalahnya yang ada .

3. Standardisasi ( Heijunka )

Dari prose visualisai yang dilakukan,perusahaan akan menemukan suatu cara untuk mengurangi 3M. Pengurangan 3M ini adalah bagian dari kaizen. Kaizen ini perlu dirumuskan menjadi sebuah standar agar cara yang dilakukan bisa berkelanjutan. Oleh karena itu, yang paling penting dalam standardisasi adalah " lakukan dengan cara yang sama setiap saat ".

Untuk mengetahui kondisi,standar mutu hasil kerja harus diterapkan terlebih dahulu. Setelah itu proses kerja bisa dibagi menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana sehingga metode rasional untuk melakukannya bisa diteliti. Setelah itu,cara yang sesuai,mudahdan efektif bisa diterapkan.

Selain itu,melalui standardisasi seseorang bisa mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk suatu proses hingga selesai,berapa jumlah pekerja yang diperlukan dan mesin


(27)

16

atau bahan apa yang diperlukan. Standar ini nantinya dipakai sebagai dasar manual kerja untuk dijadikan pedoman yang harus dikaji secara periodik dan diperbaharui manakala diperlukan.

Cara membudayakan kaizen

Untuk mengawali kebiasaan budaya kaizen dilingkungan kerja kepada para pegawai mungkin tidak mudah. Seseorang tidak bisa hanya dengan menyuruh " mari kita lakukan perbaikan,mari kita budayakan kaizen " , maka kaizen akan membudaya. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan membuat hari kaizen. Misalnya tanggal 20 setiap bulannya, pegawai wajib mengumpulkan sebuah kertas kaizen mengenai apa yang telah dilakukannya sehubungan dengan pekerjaannya. Ide kaizen yang bisa ditulis hingga mencantumkan besar profil yang bisa diterima sangatlah bagus,namun ide yang sederhana pun layak diterima sehingga pegawai tidak sungkan untuk memulai dari hal-hal yang mudah.

Kemudian sehari sebelumnya dalam apel pagi ketua tim,supervisor, atau manajer mengingatkan seluruh pegawai menganai deadline pengumpulan kertas kaizen tersebut,sehingga tidak ada lagi alasan lupa. Bagi yang mengumpulkan tentu saja harus dinilai berdasarkan misalanya besarnya pengaruh pada efektifitas kerja dan diberi penghargaan berupa tunjangan misalnya sebesar Rp 10.000 sampai Rp 100.000. Jadi,dengan mengumpulkan saja sudah pasti dapat Rp10.000, maka sedikit banyak bisa mendorong pegawai berlomba-lomba untuk menghasilkan kaizen yang baik. Mari dimulai dengan hal-hal kecil seperti menghilangkan

Muri,Muda,Mura (3M) di sekitar lingkungan kerja,catat apa yang bisa dilakukan untuk mengubahnya. Ikuti dengan proses Mieruka (visualisasi),kemudian standarkan dengan proses

Heijunka (standardisasi). Kaizen kecil yang dilakukan sedikit demi sedikit ini akan terasa lebih ringan dan tidak membutuhkan banyak biaya. Jika ini bisa dilakukan dengan rutin dan menjadi kebiasaan,kaizen yang besar tidak akan menjadi beban yang begitu berat.


(28)

17

3.3 Budaya 5S ( Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)

Tak bisa dipungkiri bahwa semua perusahaan berusaha untuk meningkatkan efektifitas kerja sehingga mendatangkan profil yang selanjutnya bisa diputar kembali untuk menghasilkan produk baru,namun tak jarang terhambat oleh kurangnya modal.Di Jepang terdapat beberapa resep ampuh untuk meningkatkan efisiensi kerja tanpa modal yang tinggi. Salah satu resep tersebut adalah budaya 5S,yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Konsep 5S ini diusung pertama kali oleh insinyur Jepang bernama Shingo Shigeo (JapanManagement Association ) saat memberikan training untuk pegawai Toyota di tahun 1954 yang ditunjukan untuk meningkatkan efektifitas dan keamanan produksi, namun istilah ini telah menjadi kosakata yang dipakai secara luas sejak tahun 1980- an dan menjadi budaya yang diterapkan masyarakat Jepang selama bertahun-tahun dan ditanamkan pula kepada anak- anak.

Secara gamblang 5S atau dalam bahasa indonesia bisa disingkat 5R :

• Seiri 整 理 (Ringkas)yang berarti memisahkan antara barang yang diperlukan dan yang tidak,lalu membuang barang- barang yang tidak diperlukan.

• Seiton整頓 (Rapi), yang berarti menempatkan barang pada tempat yang telah ditentukan sehingga siapapun mudah untuk mengeluarkan dan menggunakannya lagi.

• Seiso 清掃 (Resik ), yang berarti selalu menjaga kebersihan dan kerapian tempat kerja sehingga bersih dari debu, sampahdan kotoran.

• Seiketsu 清潔 (Rawat) yang berarti selalu melakukan 3S sebelumnya ( seiri,seiton,seisi) secara kontinu sehingga menjadi sebuah kebiasaan dan kebersihan tempat kerja selalu terjaga.


(29)

18

• Shitsukeしつけ( Rajin ),yang berarti membiasakan diri untuk menaati aturan dan prosedur kerja yang telah ditentukan .

5S mempunyai peran yang sangat positif di berbagai tahap manufaktur,mulai dari kegiatan riset dan pengembangan (R&D),produksi,sampai pemasaran. Sebenarnya 5S bagi orang Jepang sendiri pun hanyalah menerapkan sesuatu yang lumrah / wajar di lapangan. Akan tetapi, 5S memberikan image tentang moral pegawai di suatu perusahaan dan juga memperlihatkan bagaimana kinerja manejerial dari perusahaan tersebut, sehingga meskipun isi dari budaya 5S adalah sesuatu yang biasa dan lumrah,tapi jika tidak dijalankan,image perusahaan akan hancur. Efek budaya 5S untuk perusahaan dapat dijabarkan sebagai berikut.5S mengurangi pekerjaan yang tidak perlu sehingga efektifitas kerja meningkat,mengurangi jumlah produk cacat dalam proses quality control,memberikan jaminan keamana (safety first),dan menjaga kelancaran distribusi barang. Selain itu 5S dapat meningkatkan motivasi para pegawai,meningkatkan hasil pemasaran melalui servis yang memuaskan, dan memberikan kesan perusahaan yang bersih dan rapi. Dengan kata lain,secara keseluruhan 5S dapat mendatangkan profil untuk perusahaan. Dibawah ini adalah langkah- langkah yang bisa diterapkan untuk mewujudkan 5S yang biasa diterapkan dalam satu periode :

1. Langkah pertama : Seiri ( Ringkas )

Pada prinsipnya seiri berarti menyiapkan barang yang diperlukan untuk waktu tertentu dalam jumlah yang cukup. Sering kali terdapat barang- barang di lingkungan kerja yang sebenarnya tidak berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan saat ini. Oleh karena itu, diperlukan tata cara membedakan barang yang perlu dan tidak perlu. Misalnya membuang perlengkapan yang sudah usang dan jarang dipakai.


(30)

19

2. Langkah kedua : Seito ( Rapi )

Salah satu cara yang efektif untuk memudahkan pegawai mengeluarkan barang atau perlengkapan yang diperlukan adalah dengan menentukan tempat penyimpanan dan menandainya dengan label. Membedakan tahap seiri dan seiton merupakan hal yang penting. Jika budaya seiri belum tercapai dengan baik maka budaya seitonakan susah terwujud. Untuk itu dibutuhkan pelatihan yang berulang hingga seiri menjadi kebiasaan,baru memasuki tahap seiton. Ketika pegawai mulai membiasakan diri dengan seiri dan seiton, maka secara otomatis masing-masing pegawai akan semakin berusaha meningkatkan kecepatan kerja masing-masing - masing-masing

3. Langkah ketiga : Seiso (Resik )

Seiso merupakan penyempurna dari tahap seiri dan seiton,yaitu resik atau bersih. Untuk memudahkan pencapaian budaya seiso diperlukan aturan kebersihan serta penjelasan mengenai keadaan yang ingin dicapai misalnya menempelkan poster yang berisi target keadaan seiri dan

seiton seperti apa yang ingin dicapai. Tahap seiso bisa dimulai dengan menjaga kebersihan harian,memilah sampah, serta pembuangan sampah secara berkala.lingkungan kerja yang bersih akan menunjang pemeliharaan kesehatan serta meningkatkan motivasi kerja pegawai.

4. Langkah keempat : Seiketsu ( Rawat )

Seiketsu berarti menjaga keberlanjutan budaya 3S sebelumnya. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan aturan dan pengecekan secara berkala. Aturan tersebut harus dibuat sejelas mungkin sehingga mudah dalam pelaksanaan dan pengecekan untuk meningkatkan derajat


(31)

20

pencapaian. Misalnya aturan untuk stok alat tulis kantor,jika stok telah mencapai batas minimum maka pegawai yang terakhir mengkonsumsi alat tulis tersebut wajib membeli stok baru.

Pengecekan dapat dilakukan misalnya dengan piket patroli keringkasan,kerapian,keresikan yang melibatkan perwakilan dari tiap divisi. Petugas piket berkumpul pada waktu dan tempat yang ditentukan kemudian bersama-sama mengelilingi lingkungan kerja. Tiap petugas menilai dan mencatat kekurangan yang ada di lapangan. Dengan demikian divisi yang sudah maju dengan budaya ringkas,rapi,dan resiknya dapat menjadi referensi untuk divisi yang lain.

5. Langkah kelima : Shitsuke (Rajin)

Untuk menilai apakah 5S sebelumnya telah menjadi sebuah budaya,diperlukan sebuah sistem atau prosedur ringkas yang bisa dipelajari dan diterapkan seluruh pegawai. Langkah ini disebut shitsuke dan penerapannya membutuhkan peran aktif dari para pemegang kebijakan seperti manajer divisi,dan lain-lain. Hal ini dapat dilakukan dengan penyusunan program pelatihan 5S untuk pegawai serta target yang ingin dicapai untuk tiap tahapan 5S.

Mudahnya jika diambil contoh dalam merapikan dokumen, makaseiri adalah membuang semua dokumen yang sudah tidak dipakai dalam tiga tahun atau dokumen yang selalu menganggur di atas meja. Seiton adalah membagi dokumen ke dalam beberapa kelompok,misalnya dokumen seminggu yang lalu,dua minggu yang lalu,satu bulan yang lalu,enam bulan yang lalu, satu tahun yang lalu,dan seterusnya,serta memberi label. Seisi adalah menjaga agar lingkungan kerja tetap bersih dan bebas dari debu dan kotoran. Seiketsu adalah pegawasan terhadap 3S sebelumnya yang sudah dijalankan agar dapat dilakukan secara kontinu dan bukan yang hanya sesekali saja. Shitsuke adalah pembuatan sebuah prosedur standar yang isinya dokumen harus diurutkan dari A hingga Z atau lainnya.


(32)

21

Langkah- langkah di atas adalah sedikit panduan tentang cara mewujudkan 5S di perusahaan. Namun, keberhasilannya sangat ditentukan oleh peran aktif para pegawai. Peran serta ini dapat ditingkatkan dengan penyadaran bahwa bekerja di perusahaan adalah pekerjaan kolektif,bukan pribadi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari penerapan budaya 5S ini yaitu penerapan budaya 5S akan mendidik pegawai untuk bekerja rapi dan terstrukur dan secara tidak langsung akan melahirkan masyarakat yang suka hal kerapian dan kebersihan.

3.4 Budaya Detail dan Teliti (詳細と徹底 – Shosai to Tekkaku)

Orang Jepang dalam berbagai hal,mulai dari masalah waktu sampai dengan tata cara melaksanakan sesuatu karena mereka sangat menghargai ketelitian dan hal- hal yang mendetail. Sebelum membahas lebih jauh tentang budaya ketelitian di Jepang,akan ada di jelaskan dulu sedikit tentang satu konsep penting yang berhubungan erat dengan budaya ini,yaitu 方 ( kata ).

Kata artinya adalah bentuk atau aturan dan tata cara. Aturan inilah yang mengikat masyarakat, sehingga sesuatu harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Akibat dari aturan kata ini,melakukan sesuatu sesuai dengan tata cara seperti telah menjadi nilai yang sangat terintegrasi dalam masyarakat Jepang. Melakukan sesuatu dengan tata cara yang benar berarti menunjukkan bahwa seseorang telah selaras dengan aturan kata, dan ini akan memberikan rasa ketenangan dalam hati masyarakat Jepang. Nilai yang tertanam inilah yang akhirnya membuat orang Jepang sangat menaruh perhatian tentang apakah sesuatu sudah benar atau sesuatu sudah berjalan sesuai dengan tata cara. Hal inilah yang mendorong timbulnya penghargaan terhadap harmoni,kesempurnaan,dan budaya ketelitian.

Dalam tulisan ini akan diberikan,salah satu contoh budaya ketelitian orang Jepang dalam dunia kerja, yaitu :


(33)

22

• Tukar kartu nama

Berbisnis dengan perusahaan Jepang biasanya diawali dengan melakukan tukar kartu nama. Kartu nama merupakan hal yang sangat penting di dalam budaya bisnis Jepang karena kartu nama dianggap setara dengan " wajah " dari pemberi kartu nama. Ketelitian orang Jepang sendiri bisa dilihat dari kartu namanya. Untuk orang - orang yang bekerja di perusahaan yang sama,mereka biasanya memiliki kartu nama dengan desain dan layout yang sejenis.

Budaya ketelitian orang Jepang untuk kartu nama tidak hanya dalam format kartu nama saja. Ketika melakukan tukar kartu nama dengan rekan bisnis pun ada tata cara dan etika yang harus diikuti. Pertama, kartu nama disiapkan dengan satu tangan memegang ujung satu sisi kartu nama dan satu tangan lainnya memegang ujung lain sisi kartu nama tersebut. Pada saat ini, kartu nama tidak boleh diserahkan terbalik. Maksudnya, ketika kartu nama diserahkan posisi huruf-hurufnya harus menghadap ke penerima kartu nama,jadi si penerima kartu nama bisa dengan segera memastikan nama dan posisi/jabatan mereka diperusahaan itu. Di saat yang bersamaan dengan penyerahan kartu nama ini,nama,divisi,dan posisi harus disebutkan secara lisan. Setelah proses ini selesai,maka disusul dengan pemberian kartu nama dari rekan bisnis mereka dengan cara yang sama bersamaan. Dalam hal ini,kartu nama akan diserahkan dengan tangan kanan dan kartu nama dari rekan bisnis akan diterima dengan tangan kiri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah posisi kartu nama yang diberikan harus lebih rendah daripada kartu nama yang diterima. Hal ini menunjukkan rasa penghormatan terhadap konsumen/klien.

Dari pemaparan di atas tentang budaya teliti masyarakat Jepang. Lihat dan belajarlah dari kehidupan masyarakat Jepang yang sedari kecil sudah dibiaskan melatih diri untuk bersabar dan menahan diri dari sesuatu yang diluar aturan serta bekerja keras untuk bisa melakukan sesuatu sesuai dengan aturan.


(34)

23 3.5 Senior Junior (先輩後輩– Senpai Kohai)

Sistem senioritas di dalam lingkungan kerja jauh lebih kental dibandingkan ketika di universitas begitu masuk perusahaan langsung dipasangkan dengan senpai dengan tujuan supaya bisa cepat beradaptasi dengan keseharian di kantor dan juga agar memiliki pembimbing yang bisa diminta pendapat dan berdiskusi tentang semua kesulitan yang dihadapi oleh pegawai baru.

Dalam budaya perusahaan Jepang,hubungan senpai kohai didasarkan pada lamanya masa kerja di perusahaan tersebut.Karyawan yang masuk terlebih dahulu merupakan senpai yang berperan sebagai penasihat untuk membimbing kohai dalam melakukan tugas- tugas perusahaan. Selain memberikan masukan dan bantuan berupa saran dan pengalaman,atasan dan juga rekan kerja senior di kantor diharapkan juga untuk bertanggung jawab atas segala kegagalan dan keterlambatan bawahannya. Ada kebiasaan di Jepang bawah jika seorang bawahan membuat kesalahan maka atasannya juga akan diminta tanggung jawab .

Pada banyak kasus malah atasan itu yang akan meminta maaf ke pihak - pihak yang dirugikan, membantu memikirkan jalan keluar dan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.Dalam segi Kepangkatan bagi senpai dan kohai aturan dengan jelas. Tidak selalu karyawan yang paling terampil dan pekerja keras segera dipromosikan. Sistem senioritas diJepang kurang menyukai konsep mempromosikan orang yang secara profesional unggul. Hal itu disebabkan adanya kekhawatiran bahwa ia akan lebih memikirkan diri sendiri daripada rekan kerjanya. Orang yang akan dipromosikan adalah karyawan yang paling bisa bergaul dengan setiap orang, pandai dalam memelihara harmoni,luwes dan mampu memperhatikan keadaan semua anggota.


(35)

24

Budaya vertikal dan paternalistis di Jepang tidak menyebabkan terjadinya kekakuan dan immobilitas social dalam struktur masyarakat dan perusahaan, tetapi justru menimbulkan hubungan pribadi antara atasan dan bawahan secara timbal balik . Dampak budaya vertikal dalam perusahaan adalah karyawan akan bekerja dengan tekun sesuai tugasnya,sekalipun tanpa pengawasan langsung dari atasan.


(36)

25

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bangsa Jepang dikenal kenal sebagai bangsa paling produktif di dunia. Mereka di kenal dan sikap rajin dan pekerja keras. Menerapkan prinsip -prinsip budaya kerja di dalam lingkungan pekerjaan mereka. Jadi,tidak heran jika pekerja Jepang mampu bekerja dalam waktu panjang tanpa mengenal lelah,bosan,putus asa dan mendedikasikan dirinya untuk setia kepada perusahaan menjadi pegawai seumur hidup. Mereka buka hanya mampu bekerja dalam jangka waktu lama, melainkan juga mampu mencurahkan perhatian,jiwa dan komitmen pada pekerjaan yang dilakukanya. Karakter dan budaya kerja keras merupakan faktor penting keberhasilan bangsa Jepang dalam bidang ekonomi,industri dan perdagangan.

4.2 Saran

Sebagai negara yang maju berkembang, bangsa jepang juga harus menyetarakan antara pekerjaan dan keluarga. Karena masyarakat Jepang lebih memetingkan pekerjaan dan hanya menghabiskan waktu untuk bekerja tanpa membagi waktu buat keluarga. Keluarga juga mempunyai peran penting dalam kehidupan setiap manusia karena keluarga adalah salah satu motivasi terbesar dalam membangun semangat dalam bekerja. Masyarakat Jepang harus membagi waktu antaa pekerjaan dan keluarga agar terciptanya keharmonisa di dalam keluarga.


(37)

26

DAFTAR PUSTAKA

Pratama,Abdi.2013. Bekerja Ala Jepang .Jakarta; Pena Nusantara.

Susanto,Agus .2013. Membangun Mental Kaya Ala Jepang . Surabaya ; Pena Semesta

Subarkah,Iman.2013.Ilham-ilam Dasyat Dari Kesuksesan Bangsa Jepang. Jogjakarta ; Flash Books.

http://muhamadqbl.blogspot.com/2009/05/budaya-kerja-bangsa-Jepang.html?m=1 http://m.kompasiana.com/post/read/567728/1/5-s-ala-kerja-Jepang.html


(1)

21

Langkah- langkah di atas adalah sedikit panduan tentang cara mewujudkan 5S di perusahaan. Namun, keberhasilannya sangat ditentukan oleh peran aktif para pegawai. Peran serta ini dapat ditingkatkan dengan penyadaran bahwa bekerja di perusahaan adalah pekerjaan kolektif,bukan pribadi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari penerapan budaya 5S ini yaitu penerapan budaya 5S akan mendidik pegawai untuk bekerja rapi dan terstrukur dan secara tidak langsung akan melahirkan masyarakat yang suka hal kerapian dan kebersihan.

3.4 Budaya Detail dan Teliti (詳細と徹底 – Shosai to Tekkaku)

Orang Jepang dalam berbagai hal,mulai dari masalah waktu sampai dengan tata cara melaksanakan sesuatu karena mereka sangat menghargai ketelitian dan hal- hal yang mendetail. Sebelum membahas lebih jauh tentang budaya ketelitian di Jepang,akan ada di jelaskan dulu sedikit tentang satu konsep penting yang berhubungan erat dengan budaya ini,yaitu 方 ( kata ).

Kata artinya adalah bentuk atau aturan dan tata cara. Aturan inilah yang mengikat masyarakat, sehingga sesuatu harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Akibat dari aturan kata ini,melakukan sesuatu sesuai dengan tata cara seperti telah menjadi nilai yang sangat terintegrasi dalam masyarakat Jepang. Melakukan sesuatu dengan tata cara yang benar berarti menunjukkan bahwa seseorang telah selaras dengan aturan kata, dan ini akan memberikan rasa ketenangan dalam hati masyarakat Jepang. Nilai yang tertanam inilah yang akhirnya membuat orang Jepang sangat menaruh perhatian tentang apakah sesuatu sudah benar atau sesuatu sudah berjalan sesuai dengan tata cara. Hal inilah yang mendorong timbulnya penghargaan terhadap harmoni,kesempurnaan,dan budaya ketelitian.

Dalam tulisan ini akan diberikan,salah satu contoh budaya ketelitian orang Jepang dalam dunia kerja, yaitu :


(2)

22 • Tukar kartu nama

Berbisnis dengan perusahaan Jepang biasanya diawali dengan melakukan tukar kartu nama. Kartu nama merupakan hal yang sangat penting di dalam budaya bisnis Jepang karena kartu nama dianggap setara dengan " wajah " dari pemberi kartu nama. Ketelitian orang Jepang sendiri bisa dilihat dari kartu namanya. Untuk orang - orang yang bekerja di perusahaan yang sama,mereka biasanya memiliki kartu nama dengan desain dan layout yang sejenis.

Budaya ketelitian orang Jepang untuk kartu nama tidak hanya dalam format kartu nama saja. Ketika melakukan tukar kartu nama dengan rekan bisnis pun ada tata cara dan etika yang harus diikuti. Pertama, kartu nama disiapkan dengan satu tangan memegang ujung satu sisi kartu nama dan satu tangan lainnya memegang ujung lain sisi kartu nama tersebut. Pada saat ini, kartu nama tidak boleh diserahkan terbalik. Maksudnya, ketika kartu nama diserahkan posisi huruf-hurufnya harus menghadap ke penerima kartu nama,jadi si penerima kartu nama bisa dengan segera memastikan nama dan posisi/jabatan mereka diperusahaan itu. Di saat yang bersamaan dengan penyerahan kartu nama ini,nama,divisi,dan posisi harus disebutkan secara lisan. Setelah proses ini selesai,maka disusul dengan pemberian kartu nama dari rekan bisnis mereka dengan cara yang sama bersamaan. Dalam hal ini,kartu nama akan diserahkan dengan tangan kanan dan kartu nama dari rekan bisnis akan diterima dengan tangan kiri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah posisi kartu nama yang diberikan harus lebih rendah daripada kartu nama yang diterima. Hal ini menunjukkan rasa penghormatan terhadap konsumen/klien.

Dari pemaparan di atas tentang budaya teliti masyarakat Jepang. Lihat dan belajarlah dari kehidupan masyarakat Jepang yang sedari kecil sudah dibiaskan melatih diri untuk bersabar dan menahan diri dari sesuatu yang diluar aturan serta bekerja keras untuk bisa melakukan sesuatu sesuai dengan aturan.


(3)

23 3.5 Senior Junior (先輩後輩– Senpai Kohai)

Sistem senioritas di dalam lingkungan kerja jauh lebih kental dibandingkan ketika di universitas begitu masuk perusahaan langsung dipasangkan dengan senpai dengan tujuan supaya bisa cepat beradaptasi dengan keseharian di kantor dan juga agar memiliki pembimbing yang bisa diminta pendapat dan berdiskusi tentang semua kesulitan yang dihadapi oleh pegawai baru.

Dalam budaya perusahaan Jepang,hubungan senpai kohai didasarkan pada lamanya masa kerja di perusahaan tersebut.Karyawan yang masuk terlebih dahulu merupakan senpai yang berperan sebagai penasihat untuk membimbing kohai dalam melakukan tugas- tugas perusahaan. Selain memberikan masukan dan bantuan berupa saran dan pengalaman,atasan dan juga rekan kerja senior di kantor diharapkan juga untuk bertanggung jawab atas segala kegagalan dan keterlambatan bawahannya. Ada kebiasaan di Jepang bawah jika seorang bawahan membuat kesalahan maka atasannya juga akan diminta tanggung jawab .

Pada banyak kasus malah atasan itu yang akan meminta maaf ke pihak - pihak yang dirugikan, membantu memikirkan jalan keluar dan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.Dalam segi Kepangkatan bagi senpai dan kohai aturan dengan jelas. Tidak selalu karyawan yang paling terampil dan pekerja keras segera dipromosikan. Sistem senioritas diJepang kurang menyukai konsep mempromosikan orang yang secara profesional unggul. Hal itu disebabkan adanya kekhawatiran bahwa ia akan lebih memikirkan diri sendiri daripada rekan kerjanya. Orang yang akan dipromosikan adalah karyawan yang paling bisa bergaul dengan setiap orang, pandai dalam memelihara harmoni,luwes dan mampu memperhatikan keadaan semua anggota.


(4)

24

Budaya vertikal dan paternalistis di Jepang tidak menyebabkan terjadinya kekakuan dan immobilitas social dalam struktur masyarakat dan perusahaan, tetapi justru menimbulkan hubungan pribadi antara atasan dan bawahan secara timbal balik . Dampak budaya vertikal dalam perusahaan adalah karyawan akan bekerja dengan tekun sesuai tugasnya,sekalipun tanpa pengawasan langsung dari atasan.


(5)

25

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bangsa Jepang dikenal kenal sebagai bangsa paling produktif di dunia. Mereka di kenal dan sikap rajin dan pekerja keras. Menerapkan prinsip -prinsip budaya kerja di dalam lingkungan pekerjaan mereka. Jadi,tidak heran jika pekerja Jepang mampu bekerja dalam waktu panjang tanpa mengenal lelah,bosan,putus asa dan mendedikasikan dirinya untuk setia kepada perusahaan menjadi pegawai seumur hidup. Mereka buka hanya mampu bekerja dalam jangka waktu lama, melainkan juga mampu mencurahkan perhatian,jiwa dan komitmen pada pekerjaan yang dilakukanya. Karakter dan budaya kerja keras merupakan faktor penting keberhasilan bangsa Jepang dalam bidang ekonomi,industri dan perdagangan.

4.2 Saran

Sebagai negara yang maju berkembang, bangsa jepang juga harus menyetarakan antara pekerjaan dan keluarga. Karena masyarakat Jepang lebih memetingkan pekerjaan dan hanya menghabiskan waktu untuk bekerja tanpa membagi waktu buat keluarga. Keluarga juga mempunyai peran penting dalam kehidupan setiap manusia karena keluarga adalah salah satu motivasi terbesar dalam membangun semangat dalam bekerja. Masyarakat Jepang harus membagi waktu antaa pekerjaan dan keluarga agar terciptanya keharmonisa di dalam keluarga.


(6)

26

DAFTAR PUSTAKA

Pratama,Abdi.2013. Bekerja Ala Jepang .Jakarta; Pena Nusantara.

Susanto,Agus .2013. Membangun Mental Kaya Ala Jepang . Surabaya ; Pena Semesta

Subarkah,Iman.2013.Ilham-ilam Dasyat Dari Kesuksesan Bangsa Jepang. Jogjakarta ; Flash Books.

http://muhamadqbl.blogspot.com/2009/05/budaya-kerja-bangsa-Jepang.html?m=1 http://m.kompasiana.com/post/read/567728/1/5-s-ala-kerja-Jepang.html