11
BAB III BUDAYA KERJA DI PERUSAHAAN JEPANG
3.1 Pegawai Seumur Hidup 終身雇用 – Shushin Koyo
Sistem pegawai seumur hidup ini cukup unik dan rasanya tidak ada negara lain yang memberlakukan sistem serupa. Pegawai akan bekerja keras meskipun mereka tahu bahwa suatu
saat mereka akan menerima gaji yang lebih tinggi dan naik ke posisi yang lebih tinggi jika usianya sudah memenuhi syarat.Ini dikarenakan adanya sistem senioritas yang menjamin
kesejahteraan pegawai berdasarkan usia dan lama masa pekerjaan di perusahaan tersebut.Perusahaan juga akan berusaha untuk menjamin kestabilan karir pegawainya dengan
adanya aturan tidak tertulis yang menyatakan bahwa selama seorang pegawai tidakmemiliki masalah yang ekstrem seperti kriminal,maka dia akan aman dari pemecetan walaupun kinerjanya
menurun.Pegawai akan terus dipekerjakan hingga akhirnya pensiun pada usia 60 tahun sesuai hukum tenaga kerja Jepang.Sistem ini memang sangat menarik dan selama sistem ini berjalan
dengan baik maka pihak pegawai dan perusahaan sama-sama diuntungkan.Perusahaan tidak perlu khawatir kehilangan sumber daya manusia dan pegawai bisa tenang bekerja karena tidak
ada kekhawatiran akan pemecatan selama mereka menjalankan tugasnya. Seiring perkembangan zaman kondisi perekonomian Jepang sehingga sulit untuk
mempertahankan pegawai lama dan di saat yang bersamaan menerima pegawai baru secara buta,banyak perusahaan Jepang kini mulai mengambil langkah-langkah perbaikan.Langkah yang
relatif paling mudah untuk dilakukan adalah mengurangi penerimaan pegawai baru,sedangkan untuk mengurangi jumlah pegawai lama dibutuhkan perencanaan yang matang.Jika
pelaksanaannya tidak terencana dengan baik,malah hal ini akan berbalik menyebabkan turunnya
12
semangat pegawai dan akhrinya kehilangan pekerja yang benar-benar berkemampuan tinggi dan sangat dibutuhkan perusahaan.Strateginya adalah dengan diberikannya tawaran kepada pegawai
yang cukup berumur sekitar 40-50 tahun untuk pensiun dini beserta imbalan yang bervariasi. Hal ini umumnya disukai pihak perusahaan karena penyelesaianya bersifat damai dan lebih
murah dibandingkan dengan pemecatan karena hukum tenaga kerja mengharuskan kompensasi yang lebih besar untuk PHK yang bermula dari inisiatif perusahaan.
Biasanya negosiasi untuk pemberhentian dilakukan secara bertahap dan bervariasi tergantung keadaan masing-masing departemen. Satu trik yang sering menjadi pembicaraan
adalah dengan memaksa para pegawai tua untuk mengundurkan diri.Mereka yang berada manajemen kelas menengah diturunkan pangakatnya menjadi pegawai biasa,kemudian diberi
tugas untuk mencari pengalaman kerja baru di departemen lain yang mana hal ini tidak disukai kebanyakan pegawai tua.Para pegawai yang bersangkutan akan segera menangkap arti dibalik
semua itu dan akhirnya akan berusaha untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Walaupun hal di atas memang sudah merupakan budaya Jepang yang mengakar, yaitu
mendahulukan penyelesaian tanpa konfrontasi,tapi dengan mereka yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru ? Trik lainnya adalah dengan memberikan kepada mereka
tugas rutin yang tidak berarti dan hanya menghabiskan waktunya sehari-hari di dalam kantor. Inilah yang menyebabkan timbulnya orang -orang yang sudah tidak lagi memiliki peranan
penting di dalam perusahaan,tapi tidak bisa langsung dipecat begitu saja.Orang -orang semacam ini disebut Madogiwa orang yang tergolong madogiwa ini tidak hanya muncul akhir-akhir ini
saja, tetapi fenomena ini sudah ada sejak dahulu. Hanya saja jumlahnya kian bertambah dengan kondisi ekonomi Jepang yang semakin melemah akhir-akhir ini. Salah satu solusi lain yang
13
diharapkan bisa mengurangi jumlah madogiwa ini adalah peningkatan jumlah pekerja kontrak untuk jangka waktu tertentu saja.
Sangat sulit memang untuk menemukan keseimabangan yang pas untuk masalah kesejahteraan pegawai dan kelangsungan perusahaan ini.Jika perusahaan sedang menghadapi
masalah keuangan,memang sudah selayaknya diadakan pemotongan jumlah pegawai. Tetapi pengurangan pegawai juga akan berdampak pada penurunan semangat kerja secara keseluruhan.
Oleh karena, itu keseimbang yang mempertimbangkan efek positif dan negatifnya harus benar- benar dipikirkan dengan cermat.
3.2 Perbaikan Terus-menerus 改善 – Kaizen