Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL Asas-asas dalam Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

29 citizen, and workers and to engange in the hard work that learning requires Shears Hers. 2000, p.4 Maksud dari pernyataan tersebut adalah pendekatan CTL menekankan pada penggunaan konsep dan keterampilan proses dan konteks dengan siswa dari latar belakang yang beragam. Pendekatan ini memotivasi siswa untuk menghubungkan antara pengetahuan dan mengaplikasikaannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, dan pekerja yang terlibat bekerja keras dalam pembelajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan CTL siswa terlibat secara penuh dalam pembelajaran. Selama mengikuti proses pembelajaran tersebut, siswa dapat menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata di masyarakat. Pada akhirnya, diharapkan siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.9.3 Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL

Tiap pendekatan memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang menjadi fokus dan mendapat tekanan dalam pembelajaran. Menurut Sa’ud 2009: 163 terdapat lima karakteristik penting dalam pendekatan CTL. Kelima karakteristik CTL meliputi: 1 Pembelajaran merupakan pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Pengetahuan yang dipelajari memiliki keterkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. 30 2 Pembelajaran merupakan proses pemerolehan pengetahuan baru yang diperoleh dengan cara deduktif, yaitu pembelajaran diperoleh dengan cara mempelajari secara keseluruhan kemudian ke detailnya. 3 Pemahaman pengetahuan, yaitu pengetahuan yang diperoleh bukan dihafal tetapi dipahami. 4 Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam kehidupan siswa sehari-hari. 5 Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan, sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan strategi tersebut.

2.1.9.4 Asas-asas dalam Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

CTL 2.1.9.4.1 Konstruktivisme Constructivisme Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean Piaget dalam Sa’ud 2009: 168 menyatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk, bukan hanya dari obyek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai obyek yang menangkap setiap obyek yang diamatinya. Menurut pandangan konstruktivisme dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan konflik kognitif. Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa melalui hasil interaksinya dengan lingkungan. 31 2.1.9.4.2 Inkuiri Inquiry Metode inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses hasil berpikir secara sistematis. Fakta diperoleh bukan dari hasil mengingat akan tetapi dari hasil menemukan sendiri. Secara umum tahap-tahap dalam metode pembelajaran inkuiri, yaitu : 1 merumuskan masalah, 2 mengajukan hipotesis, 3 mengumpulkan data, 4 menguji hipotesis, 5 membuat kesimpulan. 2.1.9.4.3 Bertanya Questioning Dalam pembelajaran CTL guru tidak hanya menyampaikan informasi namun juga memancing siswa untuk bertanya, sehingga dapat menemukan sendiri. Dengan demikian keinginan siswa selalu berkembang. Kegiatan bertanya sangat berguna untuk : 1 menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, 2 membangkitkan motivasi belajar siswa, 3 merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu, 4 memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, 5 membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri Sa’ud 2009: 170. 2.1.9.4.4 Masyarakat Belajar Learning Comunity Menurut Vygotsky dalam Sa’ud 2009: 39 pengetahuan dan pengalaman anak sering terbentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Jadi metode masyarakat belajar dapat diterapkan melalui metode belajar kelompok dan sumber-sumber lain dari luar yang dianggap tahu akan fokus pembelajaran. Siswa dibagi dalam 32 beberapa kelompok yang heterogen baik dalam segi kemampuan berpikir, minat maupun bakatnya. 2.1.9.4.5 Refleksi Reflection Refleksi adalah proses pengandapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa yang telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman baik yang bernilai positif atau negatif Mulyono, dkk 2011:40. Pada akhir pembelajaran kontekstual siswa diberi kesempatan untuk merenungkan hasil pembelajarannnya, sehingga dapat memperoleh sendiri hasil belajarnya. Setelah itu siswa dapat memperbarui dan menambah pengetahuan yang dimilikinya. 2.1.9.4.6 Penilaian Nyata Authentic Assesment Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa, sehingga dapat diketahui apakah siswa telah mengikuti proses pembelajaran dengan baik ataukah belum. Penilaian yang autentik dilaksanakan terintegrasi dengan proses pembelajaran yang meliputi seluruh aspek penilaian, sehingga penekanan bukan pada proses tetapi pada hasil pembelajaran. Contoh penilaian nyata diantaranya, yaitu pekerjaan rumah, kuis, karya siswa, hasil tes tertulis dan karya tulis. 2.1.9.4.7 Pemodelan Modelling Pada penelitian ini peneliti menggunakan salah satu asas pada pendekatan kontekstual yaitu metode modelling. Metode modelling adalah cara yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu 33 sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Metode modelling dipilih karena dipandang dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran. Siswa tidak hanya memiliki gambaran abstrak akan suatu ilmu pengetahuan namun juga dapat mempraktekannya secara langsung. Pada pembelajaran modelling guru dituntut lebih inovatif dan benar-benar menguasai materi pembelajaran. Lingkungan belajar dibentuk menjadi lingkungan yang kondusif, sehingga suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Pembelajaran yang inovatif dan lingkungan yang kondusif membuat guru dan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pada pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Salah satu siswa dapat ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model juga dapat didatangkan dari luar yang memiliki keahlian dibidangnya Trianto 2007: 112. Bandura Trianto 2011: 78 ada empat fase pembelajaran pada metode modelling : 1 Fase Atensi Fase pertama dalam pembelajaran modelling adalah memberikan perhatian pada suatu model yang menarik, populer atau yang dikagumi. Guru dapat bertindak sebagai model bagi siswa dengan menyajikan materi secara jelas, menarik dan memberikan penekanan pada materi yang penting atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan. 34 2 Fase Retensi Pada fase retensi terjadi penyimpanan informasi atau kegiatan yang telah dicontohkan. Arti penting dari fase retensi yaitu bahwa si pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamat, apabila tidak dismpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat menyediakan waktu pelatihan yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan secara bergilir untuk memastikan retensi jangka panjang. 3 Fase Reproduksi Pada fase reproduksi siswa mengulang suatu proses kegiatan yang telah diamati sebelumnya. Guru hendaknya memberikan umpan balik terhadap perilaku siswa. 4 Fase Motivasi Pada fase motivasi siswa akan termotivasi untuk meniru model guru. Memberikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi siswa. Aplikasi dalam pembelajaran modelling dapat berupa pujian atau pemberian nilai. Kelebihan metode modelling yaitu sangat memudahkan siswa untuk menyerap materi pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan dirancang melalui pengamatan melibatkan proses modelling dan imitation karena sesuai dengan karakteristik perkembangan emosi, adaptasi sosial dan mental anak SD. Pada proses pembelajaran siswa diberi kebebasan untuk berkreasi namun tetap sesuai dengan model yang diperagakan. Pemberian motivasi berupa nilai, pujian, atau 35 hadiah akan memunculkan motivasi tersendiri bagi siswa. Siswa yang belum memperoleh penguatan akan termotivasi ingin mendapatkan penguatan seperti yang diperoleh temannya. Penguatan yang diterima akan mengakibatkan aktivitas siswa meningkat. Kekurangan metode modelling yaitu membutuhkan penguasaan materi maupun kompetensi yang akan ditirukan, jadi memerlukan latihan sebelum disampaikan kepada siswa. Tanpa adanya penguasaan materi atau kompetensi tersebut pembelajaran tidak akan bermakna.

2.2 Kajian Empiris

Beberapa penelitian tentang penerapan metode modelling sudah dilakukan diantaranya Martini mahasiswa Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang pada mata pelajaran matematika tahun 2009 dengan skripsi yang berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran CTL dengan Modelling dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI pada Matematika Geometri dan Pengukuran di SDN Togogan 02 Srengat Blitar”. Hasil tes siswa pada tindakan siklus 1 menunjukkan persentase jumlah siswa yang mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65 adalah 60 dengan nilai rata-rata secara klasikal mencapai 73 dalam rentang 0-100. Sedangkan hasil tes siswa yang diperoleh pada tindakan 2 menunjukkan bahwa persentase jumlah siswa yang mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65 adalah 90 dengan nilai rata-rata secara klasikal 83 dalam rentang 0-100. Hasil observasi dari pengamat pada siklus 1

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN TEKNIK MODELLING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI MEMBUAT KERAJINAN DARI KERTAS SISWA KELAS IV SD NEGERI RANDUGUNTING 5 KOTA TEGAL

6 58 297

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MEMBUAT KARYA KERAJINAN DAN BENDA KONSTRUKSI MELALUI TEKNIK MODELLING KELAS IV DI SD NEGERI GANTUNGAN 01 KECAMATAN JATINEGARA KABUPATEN TEGAL

0 4 196

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN MEMBUAT ANYAMAN KERTAS PADA SISWA KELAS IV DENGAN METODE DEMONSTRASI DI SD NEGERI 01 GAMBUHAN PEMALANG

0 11 128

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV Penerapan Metode Outdoor Study Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas IV SD Negeri 01 Taji Tahun Ajaran 2014/2015.

0 3 17

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN GET REAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN GET REAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PENGKOK IV KEDAWUNG TAHUN AJARAN

0 1 16

PENERAPAN METODE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 JIWAN Penerapan Metode Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Jiwan Karangnongko Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 15

PENERAPAN METODE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 JIWAN Penerapan Metode Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Jiwan Karangnongko Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.

0 3 12

PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI SISWA KELAS IV SD NEGERI DIWAK

0 0 10

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN SISWA KELAS IV SEMESTER 2 SDN 2 MAYONG LOR

0 0 22

Penerapan Metode Guide Inquiry untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sukowiyono Tulungagung

0 0 10