Seleksi dan Perbanyakan Benih M2 pada Lingkungan Optimum dan

Tabel 11. Analisis korelasi antar karakter agronomi pertumbuhan dan komponen hasil tanaman gandum Dewata, Selayar dan Alibey generasi M2 di Kebun Percobaan Pacet, Tahun 2012. TP BGA MSK PNN PTM PM TT JA JM JBM BBP TP BGA 0.453 MSK 0.276 tn 0.824 PNN 0.301 tn 0.871 0.970 PTM 0.022 tn -0.65 -0.544 -0.588 PM -0.465 -0.85 -0.552 -0.65 0.681 TT 0.018 tn -0.46 -0.195 tn -0.243 tn 0.871 0.627 JA -0.652 -0.233 tn -0.161 tn -0.182 tn -0.357 tn 0.185 tn -0.413 JM -0.313 tn 0.004 tn 0.017 tn 0.071 tn -0.008 tn 0.184 tn 0.005 tn 0.279 tn JBM 0.330 tn -0.299 tn -0.376 tn -0.454 0.230 tn 0.175 tn 0.081 tn -0.297 tn -0.483 BBP 0.221 tn -0.312 tn -0.371 tn -0.428 0.248 tn 0.264 tn 0.175 tn -0.253 tn -0.263 tn 0.797 Keterangan: TP=Persentase hidup, BGA=Umur berbunga, MSK=Umur masak, PNN=Umur panen, PTM=Panjang tangkai malai, PM=Panjang malai, TT=Tinggi tanaman, JA=Jumlah anakan, JM=Jumlah malai, JBM=Jumlah biji per malai, BBP=Bobot biji pengamatan, dan =Berkorelasi nyata pada taraf kepercayaan 95 dan 99. 54 SIMPULAN Perlakuan perendaman EMS pada genotipe Dewata, Selayar dan Alibey mempengaruhi keragaan karakter agronomi pada tanaman gandum generasi pertama M1 dibandingkan pada tanaman kontrol. Perendaman EMS 0.1 dengan waktu 60 menit pada genotipe Selayar, Alibey dan EMS 0.3 dengan waktu perendaman 30 menit meningkatkan nilai jumlah malai, kecuali pada Selayar mempunyai nilai yang sama yaitu tiga. Karakter yang mempunyai korelasi nyata berpotensi untuk digunakan sebagai karakter seleksi. Karakter-karakter seleksi yang diperoleh dari hasil analisis korelasi M1 adalah jumlah total biji, jumlah malai dan panjang malai. Karakter-karakter tersebut akan digunakan sebagai karakter seleksi untuk tanaman gandum generasi M2. Hasil nilai heritabilitas pada generasi M2 pada sembilan karakter dapat dijadikan sebagai karakter seleksi karena mempunyai kriteria yang tinggi 50. Karakter-karakter tersebut selanjutnya digunakan sebagai karakter seleksi untuk tanaman gandum generasi M2. Hal yang sama dilakukan pada generasi M2 menggunakan analisis korelasi untuk karakter seleksi yaitu pada panjang malai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah biji per malai dan bobot biji per malai. KARAKTERISASI AGRONOMI, ANATOMI DAN FISIOLOGI MUTAN GANDUM Triticum aestivum L. GENERASI M3 YANG DITANAM DI DATARAN RENDAH ± 250 m dpl. Abstrak Informasi karakterisasi mutan gandum diperlukan untuk mengetahui sifat unggul mutan dalam program pemuliaan untuk peningkatan produksi di dataran rendah tropis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kriteria seleksi untuk mendapatkan mutan unggul berasal dari tanaman gandum varietas Dewata, Selayar dan Alibey adaptif di dataran rendah. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan SEAMEO-BIOTROP Bogor ± 250 m.dpl dari bulan April 2013 sampai Juli 2014. Materi yang digunakan terdiri atas 144 genotipe mutan turunan M3 hasil perlakuan EMS. Percobaan menggunakan Augmented Design, menggunakan 6 petak. Luas per petak 7 x 1.8 m dengan jarak tanam 20 x 25 cm, setiap malai per genotipe ditanam 1 baris. Analisis augmented design karakter agronomi pertumbuhan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh awal 15 mutan, persentase tumbuh panen 13 mutan, panjang tangkai malai 17 mutan, panjang malai 14 mutan, dan tinggi tanaman 16 mutan. Pengaruh tidak nyata terdapat pada karakter waktu berbunga, waktu masak dan panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe mutan yang adaptif mempunyai kerapatan stomata rendah, kecuali pada genotipe 2Dw-2-17-3 mempunyai kerapatan sama dengan tanaman kontrol. Karakter fisiologi berbeda nyata pada jumlah prolin antara tanaman kontrol Dewata, Selayar, Alibey yaitu 79.29 μggBB, 201.53 μggBB, 4.15 μggBB dengan genotipe mutan teringgi Dewata 511.10 μggBB. Hal yang sama diperoleh pada hasil analisis gula totalglukosa antara tanaman kontrol Dewata, Selayar, Alibey yaitu 14.32 mggBB, 5.87 mggBB, 13.32 mggBB dibandingkan mutan tertinggi yaitu:Alibey 29.97 dan Dewata 29.06 mggBB. Mutan Dewata, Selayar dan Alibey dapat diseleksi berdasarkan karakter jumlah biji per malai dan bobot biji per pengamatan karena karakter tersebut menghasilkan lebih banyak mutan dibandingkan karakter lainnya. Analisis korelasi antar karakter pertumbuhan dan komponen hasil gandum mutan menunjukkan bobot biji per genotipe berkorelasi positif terhadap persentase tumbuh panen, waktu masak, waktu panen, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, jumlah biji per malai, bobot biji 100 bulir, bobot biji pengamatan, tetapi tidak berkorelasi positif terhadap waktu berbunga dan panjang tangkai malai. Diharapkan beberapa mutan yang dihasilkan dapat beradaptasi pada dataran rendah tropis, sehingga menambah keragaman plasma nutfah gandum di Indonesia terutama di dataran rendah. Kata Kunci : Karakterisasi, mutan gandum, dataran rendah tropis. Abstract Information of the characterisation of wheat mutan is requisite for determining superior the breeding programmes to that plays a role in high yield in tropical lowland. The objective of this research was to obtain data variability morphology, anatomy and physiology that could be used as selection criteria and obtain an adaptive mutant wheat Dewata, Selayar and Alibey in area of tropical lowland. This research was conducted in the field trial of SEAMEO-BIOTROP in Bogor with approximately 250 m above sea level, in the period of April 2013 – Juli 2014. The material consists of 144 genotypes studied mutant derivative M3 results from EMS treatment. Data were analyzed using a variety of methods of Augmented Design. Total plot there are 6 pieces. Area per plot 7 m x 1.8 m with a spacing of 20 cm x 25 cm, each panicle per genotype planted one row. Analysis of agronomic characters showed significant effect on the percentage of early growth 15 mutant, a growing percentage of the harvest 13 mutant, stem length panicle 17 mutant, panicle length 14 mutant, and plant height 16 mutant. There is no significant effect on the character flowering time, day to mature and harvest. These results indicate that the adaptive mutant usually have a low density of stomata, except in genotype 2Dw-2-17-3 have the same density with control plants. Character physiology showed significant differences in the amount of proline which controls varieties of the Dewata, Selayar, Alibey namely 79.29 μg g BW, 201.53 µg g BW, 4.15 µgg BW with the highest Dewata mutant genotype 511.10 µg g BW. So also with the results of the analysis of total sugar glucose is no difference between the control varieties Dewata, Selayar, Alibey was 14.32 mg g BW, 5.87 mg gBW, 13.32 mg g BW compared to the highest mutant: Alibey 29.97 and 29.06 Dewata mg g BW. Mutants of the Dewata, Selayar and Alibey can be selected based on the character of the number of seeds per panicle and grain weight per observation because both characters are producing more mutants than the other characters. Correlation analysis between the character growth and grain yield components, seed weight per mutant genotype showed a positive correlation with the percentage growing harvest, day to mature, time of harvest, panicle length, plant height, number of tillers, number of panicles, number of grains per panicle, seed weight of 100 grains, grain weight of observation, but not positively correlated to the time of flowering and stem length panicle. It is expected that some of the mutants generated are adaptable to tropical lowlands, so that the diversity of wheat germplasm in Indonesia, especially in the lowlands is increased. Keywords : Characterisation, mutant wheat , tropical lowland. PENDAHULUAN Gandum merupakan tanaman subtropik, akan tetapi dapat diupayakan untuk dibudidaya di daerah tropik di Indonesia. Tanaman gandum diintroduksikan ke Indonesia sekitar tahun 1784, ditanam pada areal terbatas di pegunungan di Jawa dan Timor. Namun karena iklim di Indonesia tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman gandum dan upaya untuk mengembangkan budidaya gandum tidak menjadi prioritas, maka pertanaman gandum belum berkembang Wiyono 1980; Sastrosumarjo 1987. Varietas gandum yang telah dilepas di Indonesia berasal dari introduksi dan belum ada genotipe yang diseleksi secara khusus untuk kesesuaian agroklimat di Indonesia. Hasil uji coba adaptasi multilokasi di berbagai daerah, menunjukkan bahwa tanaman gandum dapat tumbuh dan berproduksi tinggi tetapi hanya terbatas pada dataran tinggi di atas 1000 m. dpl di Indonesia Farid 2006; Dahlan et al. 2003. Konsusmsi gandum di Indonesia akhir-akhir ini meningkat pesat sehingga impor gandum pada tahun 2012 mencapai 7.4 juta ton Aptindo 2012. Perkembangan industri mie instan, roti dan kue kaleng serta tingginya konsumsi tepung terigu di Indonesia terutama untuk daerah perkotaan mendorong impor gandum semakin tinggi. Oleh karena itu perlu diidentifikasi genotipe yang beradaptasi baik di daerah tropik dataran rendah yang berasal dari berbagai sumber genetik gandum di dunia. Salah satu cara untuk memproleh genetipe gandum yang adaptif terhadap wilayah tropik adalah dengan teknik mutasi menggunakan mutagen baik fisik maupun kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah ionisasi sinar alpha, beta, dan gamma, sedangkan mutagen kimia yang biasa digunakan adalah kolkisin, dan EMS Van Harten 1988. Penggunaan EMS untuk meningkatkan terjadinya mutasi telah dilakukan, diantaranya untuk menghasilkan genotipe gandum yang cepat berbunga dan cepat masak bijinya, serta memperoleh tanaman gandum M3 yang memiliki produktivitas tinggi Sakin et al. 2002; Vismanathan dan Reddy 1996. Teknik induksi mutasi dinilai sesuai untuk mendapatkan keragaman genetik tanaman yang ketersedian sumber daya genetiknya miskin. Di Indonesia, gandum termasuk tanaman yang memiliki sumber keragaman genetik sangat rendah, sehingga untuk mendapatkan karakter baru unggul dengan teknik hibridisasi menjadi sulit dilakukan Micke dan Donini 1993. Tidak tersedianya varietas unggul mengakibatkan gandum kalah bersaing dengan komoditas yang sering ditanam di dataran tinggi seperti sayuran dan tanaman hortikultura lainnya yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Teknik mutasi yang dilanjutkan dengan seleksi ketahanan terhadap suhu tinggi secara in vitro telah dilakukan pada tanaman kentang dan bawang putih dan telah berhasil diperoleh mutan toleran suhu tinggi Das et al. 2000. Tanaman hasil regenerasi dari induksi mutasi dan seleksi in vitro diharapkan bersifat toleran terhadap suhu tinggi dan dapat beradaptasi pada dataran rendah. Mutasi gen yang terjadi ke arah sifat positif dan terwariskan ke generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya Soeranto 2003. Dari hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa tanaman gandum varietas Nias dan Timor dapat menghasilkan 2 tonha sedangkan varietas Dewata dan Selayar dapat menghasilkan lebih dari 2 tonha di dataran tinggi 1000 m dpl di Indonesia Balitsereal 2009; Dahlan et al. 2003. Varietas yang telah dilepas di Indonesia hanya sesuai untuk ditanam di dataran tinggi, belum dikembangkan varietas yang cocok untuk dataran rendah. Lahan yang tersedia di dataran tinggi luasannya sangat terbatas dan telah digunakan untuk budidaya tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Apabila tersedia varietas gandum yang adaptif di dataran rendah, ada peluang untuk menanam gandum dalam rotasi padi- padi-gandum di lahan sawah dataran rendah. Masih tersedia lahan sawah yang diberakan selama 4 bulan dari Juli sampai Oktober yang kemungkinan dapat digunakan untuk tanaman gandum. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa hasil gandum di Lembang 1100 m dpl mencapai 3.34 tonha, varietas Nias di Malino dapat menghasilkan 5.37 tonha pada 2001, tetapi pada 2002 produksi tertinggi hanya 2.05 tonha karena perbedaan kesuburan tanah Dahlan et al. 2003. Penanaman gandum di lingkungan tropis pada ketinggian 1000 m dpl berhasil dengan baik seperti di daerah Tosari, Banjarnegara, Salatiga, Malino, Sinjai dan Padang. Namun areal pengembangan gandum di daerah tersebut sangat sempit, karena tanaman gandum hanya digunakan sebagai tanaman sela dari tanaman hortikultura yang lebih ekonomis. Untuk itu diperlukan program penelitian jangka panjang untuk pengembangan gandum di Indonesia. Program ini merupakan riset bersama untuk mendapatkan varietas unggul gandum di dataran rendah. Fokus penelitian ini adalah pada pemuliaan untuk menghasilkan varietas gandum tropis yang beradaptasi pada dataran rendah. Pemuliaan tanaman pada lingkungan yang bercekam sangat memerlukan tanaman unggul yang dapat beradaptasi pada kondisi cekaman tersebut. Pengembangan gandum pada lingkungan dataran rendah dapat dicapai melalui tingkat adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik, dan perbaikan potensi hasil. Faktor ini saling berkaitan untuk mendapatkan tanaman unggul yang dapat menghasilkan produksi tinggi. Menurut Soepandi 2006 perbaikan tanaman dapat dicapai bila sudah diketahui morfologi dan fisiologi tanaman dari karakter yang mendukungnya seperti fotosintesis, pertumbuhan dan produksi tanaman. Siagian 2008 mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang menjalankan pengujian untuk varietas gandum adaptif di daerah tropis dataran rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi, anatomi, fisiologi dan mengidentifikasi kriteria seleksi untuk mendapatkan mutan unggul berasal dari tanaman gandum generasi M3 yang adaptif di dataran rendah. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology SEAMEO-BIOTROP, Tajur, Bogor pada elevasi ± 250 m dpl mulai bulan April 2013 sampai Juli 2014. Kisaran suhu di Biotrop antara 27 – 35 °C. Materi yang diteliti terdiri atas 144 genotipe mutan generasi M3 hasil dari perlakuan EMS dan tiga tanaman kontrol sebagai pembanding yaitu Dewata, Selayar, dan Alibey. Percobaan ini menggunakan Augmented Design, dengan enam petak dan jarak tiap petak selebar 50 cm. Luas per petak 7 x 1.8 m dengan jarak tanam 20 x 25 cm. Tiap malai per genotipe ditanam dalam satu baris. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa ciri-ciri morfologi, anatomi dan fisiologi yang dilakukan beberapa tahap yaitu: 1 Pengamatan karakter agronomi generasi gandum M3 morfologi, 2 Karakterisasi luas daun bendera, kehijauan daun, ketebalan daun, kerapatan stomata dan viabilitas polen anatomi, 3 Pengamatan analisis prolin dan gula total fisiologi.

1. Pengamatan Karakter Agronomi Generasi Gandum M3 di

Dataran Rendah. Penelitian ini dilakukan untuk menguji genotipe M3 di dataran rendah. Benih M3 terpilih hasil seleksi M2 terdapat 144 genotipe mutan dan 3 tanaman kontrol sebagai pembanding Dewata, Selayar, Alibey, ditanam per malai tiap genotipe dalam satu baris. Tiap petak ditanam 24 genotipe mutan dan 3 kontrol, sehingga tiap petak terdapat 27 baris Gambar 28. Tiap delapan genotipe mutan yang ditanam selanjutnya ditanam satu baris kontrol, hingga 24 genotipe mutan habis ditanam sehingga kontrol yang digunakan ada 3 baris. Tanah diolah terlebih dahulu dengan penambahan kompos 250 kgha dan arang sekam 125 kgha. Tanaman dipupuk dengan 200 kgha Urea, 150 kgha SP36, dan KCl 100 kgha pada umur 14 hari setelah tanam hst dan pemupukan kedua dengan Urea 150 kgha pada umur 30 hst. Sebelum ditanam benih diberi insektisida Sevin dan pada saat tanam, lubang tanam diberi Carbofuran. Penyiangan terhadap gulma dilakukan dua kali yaitu pada pemupukan ke dua dan pada fase pertumbuhan generatif. Gambar 28. Denah penanaman gandum generasi M3 di SEAMEO-BIOTROP Pada tanaman M3 diidentifikasi barisan-barisan unggul, kemudian diseleksi beberapa tanaman yang paling baik dari masing-masing varietas dalam tiap baris untuk dilakukan uji keragaan agronomi, anatomi dan fisiologi. Pengamatan tanaman M3 dilakukan terhadap karakter agronomi yaitu, persentase hidup awal , persentase hidup panen , umur berbunga hari, umur masak hari, umur panen hari, panjang tangkai malai cm, panjang malai cm, tinggi tanaman cm, jumlah anakan, jumlah malai, jumlah biji per malai, bobot biji per malai g, bobot biji 100 butir g, bobot biji per genotipe g, luas daun cm, dan kehijauan daun.

2. Karakterisasi Luas Daun Bendera, Kehijauan Daun, Ketebalan

Daun, Kerapatan Stomata dan Viabilitas polen Anatomi. Luas Daun bendera dan Kehijauan Daun Luas daun diukur pada saat daun bendera telah membuka dengan sempurna dan telah mengeluarkan malai, kisaran umur 2.5 bulan. Alat yang digunakan untuk mengukur luas daun adalah leaf area meter. Kehijauan daun dapat diukur menggunakan SPAD-502 chlorophyl meter. Chlorophyl meter digunakan untuk mengukur persentase intensitas kehijauan daun, pada saat tanaman memasuki fase generatif dan daun bendera telah Petak 1 27 baris Petak 3 27 baris Petak 5 27 baris Petak 6 27 baris Petak 4 27 baris Petak 2 27 baris berkembang penuh. Angka yang terbaca dalam klorofil meter menunjukkan jumlah klorofil total. Semakin tinggi angka yang terbaca dalam klorofil meter menunjukkan semakin banyak presentase klorofil dalam daun. Kerapatan Stomata dan ketebalan daun anatomi Kerapatan stomata diamati dari jumlah stomata per satuan luas daun. Sampel diambil dari bagian tengah daun bendera menggunakan selulosa asetat cat kuku bening pada bagian bawah daun untuk mencetak pola sebaran stomata pada permukaan daun Capellades et al. 1990, kemudian direkatkan menggunakan selotip untuk pelepasan lapisan epidermis. Selanjutnya lapisan epidermis diamati menggunakan mikroskop untuk pengamatan sifat stomata yaitu kerapatan stomata jumlah stomatamm 2 , panjang dan lebar stomata. Umur tanaman sekitar 2,5 bulan dan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 7-10 WIB. Penghitungan kerapatan stomata dengan rumus : Ǿok = Ǿol x pl pk Diameter bidang pandang 10 x 40 = 5 x 10 -1 mm = 0.5 mm, dimana : Ǿ ok = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran kuat Ǿ ol = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran lemah pl = perbesaran lensa obyektif lemah pk = perbesaran lensa obyektif kuat Luas bidang pandang = ¼ πd 2 = ¼ 3.14 0.5 2 = 0.19625 mm 2 Jumlah stomata Kerapatan stomata ∑ stomata mm 2 = -------------------- Luas bidang pandang Ketebalan daun diukur dengan menggunakan metode mikro teknik. Viabilitas Polen Viabilitas polen menggunakan metode Chakrabarti et al. 2011 dengan modifikasi. Malai pada umur kurang lebih 2.5 bulan, yang memiliki benang sarinya belum keluar dari spikelet diambil, kemudian 1 buah benang sari dikeluarkan. Polen dikeluarkan dari benang sari dengan cara dipencet perlahan diatas kaca objek. Setelah polennya keluar, kemudian ditambahkan Orcein asetat 1 sampai menutupi polen. Selanjutnya dihitung persentase viabilitas polen dengan indikator jumlah warna polen lebih pekat viabel dibagi dengan seluruh jumlah polen yang diamati dibawah mikroskop.

3. Pengamatan Analisis Prolin dan Gula Total Fisiologi.

Analisis Prolin dan Gula Total Fisiologi Analisis prolin dilakukan menggunakan metode Bates et al. 1973. Bahan tanaman yang dipergunakan adalah daun bendera yang telah berkembang maksimal pada tanaman mutan dan kontrol pada umur kurang lebih 2.5 bulan. Daun ditimbang 0.5 g, digerus dan dihomogenisasi dengan 9 ml asam sulfosalisilat 3 . Volume supernatan ditera dengan asam sulfosalisilat hingga 10 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit, supernatan yang diperoleh dipisahkan dari larutan. Sebanyak 2 ml supernatan ditambah dengan 2 ml larutan asam ninhidrin dan asam asetat glacial dalam tabung reaksi dan dipanaskan pada suhu 100 C selama 60 menit. Selanjutnya larutan reaksi ini diinkubasi dalam es batu selama 5 menit. Hasil reaksi diekstraksi dengan 4 ml toluen kemudian diaduk selama 15-20 detik sehingga terbentuk klomoform. Kromoform yang mengandung toluen dipisahkan dari fase cairnya pada suhu ruangan. Kromoform yang terbentuk diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Toluen digunakan sebagai larutan blanko standar. Kadar prolin ditentukan berdasarkan kurva standar, dan menghitung konsentrasi prolin dengan rumus: [µg prolineml × ml toluene 115.5 µgµmole][g sample5] = µmoles prolineg berat segar daun. Kadar prolin dinyatakan sebagai µgg bobot daun segar. Analisis gula total menggunakan metode Smogy Nelson 1982. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun bendera yang telah berkembang maksimal dari tanaman mutan dan kontrol. Daun ditimbang 2.0 – 2.5 g, dioven pada suhu 40-45 C selama 2 hari, ditimbang bobot keringnya dan digiling sampai halus. Daun halus ditimbang 200 mg dan dimasukkan dalam Erlenmeyer, ditambahkan 20 ml etanol absolut 80 , dipanaskan selama 20 menit dalam water bath dengan suhu 60-70 C, disentrifugasi dan didiamkan hingga terbentuk endapan residu. Cairan diambil dan ditempatkan dalam cawang datar. Ekstrak ditambah 20 ml etanol, dan dipanaskan pada suhu 60-70 C dalam water bath, disentrifugasi dan didiamkan hingga terbentuk residu cairan dan diambil untuk disatukan dengan cairan sebelumnya prosedur ini diulangi tiga kali. Cairan absolut dalam cawang datar diuapkan dalam water bath hingga tersisa 1-2 ml. Sisa cairan disaring dengan kertas saring dalam labu ukur 100 ml + ±50 ml akuades + 5 ml BaOH 2 5 + 5 ml ZnSO 4 5 , sehingga terjadi endapan protein. Larutan ditera dengan akuades 100 ml, dikocok lalu disaring menggunakan kertas saring. Hasil saringan ini merupakan gula reduksi. Analisis gula total dilakukan dengan prosedur: 5ml larutan ekstrak dalam tabung reaksi + 5 ml H 2 SO 4 1,4 N dipanaskan 10 menit dalam water bath, lalu didinginkan. Larutan dinetralkan dengan NaOH 1 N, sehingga terbentuk warna merah jambu. Larutan ditera hingga 20 ml dan dikocok ekstrak II. Proses reduksipewarnaan: 2 ml contoh etanol II dalam tabung reaksi 25 ml + 2 ml pereaksi Cu, dipanaskan selama 10 menit dalam water bath. Disiapkan deret standar 5, 10, 15, 20, 25 ppm, lalu didinginkan dan ditambahkan dengan 2 ml pereaksi Nelson, kocok hingga CO 2 hilang dan warna berubah menjadi bening. Larutan tersebut ditera 20-25 ml, lalu dikocok dan didiamkan selama 30 menit. Larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer panjang gelombang 500 nm lalu dibandingkan dengan deret ukur yang telah dibuat sebelumnya. Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan rancangan pembesaran Augmented Design dan analisis korelasi antar karakter. Menurut Petersen 1994, pada Augmented Design sebelum data dianalisis perlu dilakukan penyesuaian untuk perbedaan setiap baris. Penyesuaian ini didasarkan pada nilai rata-rata genotipe mutan putatif dalam baris tertentu dan nilai rata-rata genotipe kontrol seluruh percobaan. Untuk mengestimasi standar error digunakan Kuadrat Tengah HarapanMSEMiddle Square Error. Nilai Kuadrat Tengah Harapan didapat dari penghitungan analisis ragam. Selanjutnya standar error digunakan untuk mengestimasi nilai LSI Least Significant Increase . Nilai LSI digunakan untuk membandingkan antara varietas kontrol dengan populasi M3. Model a nalisis ragam Augmented Design disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Model analisis ragam Augmented Design Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Ulanganchekkontrol Genotipe Galat r-1 c-1 r-1c-1 SSR SSC SSE SSR r-1 SSC c-1 MSE Keterangan : r = ulangan, c= genotipe, SSR = Jumlah kuadrat tengah ulangan, SSC = Jumlah kuadrat tengah genotipe, SSE=Kuadrat tengah galat dan MSE=Kuadrat tengah harapan HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian di lokasi BIOTROP Bogor ±250 m dpl memiliki rata- rata curah hujan 359.88 mm, hari hujan sebanyak ±15 hari, suhu 26.88 °C, kelembaban udara 84.2 , lama penyinaran matahari 59.8 dan intensitas radiasi matahari sebesar 290.6 CalCm 2 Lampiran 4. Hal ini menunjukkan bahwa suhu lebih tinggi dari 25 °C, merupakan ambang batas suhu threshold bagi tanaman gandum. Threshold adalah satu suhu satu derajat di atas nilai batas tersebut yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berfungsi Sopandie 2013. Kenaikan suhu 1 °C, menyebabkan gandum mengalami penghambatan pertumbuhan. Penghambatan pertumbuhan tanaman gandum adalah suhu udara, artinya setiap penurunan elevasi menyebabkan terjadi kenaikan suhu udara. Kenaikan suhu dapat mengakibatkan cekaman selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum Handoko 2007. Menurut Wiyono 1980; Van Ginkel dan Villareal 1996, gandum memerlukan suhu bagi pertumbuhannya sekitar 15 – 25 °C dan tidak dapat tumbuh pada daerah hangat dan suhu tinggi. Curah hujan tinggi pada bulan Mei sebanyak 654 mm bulan basah mengakibatkan pertumbuhan tanaman gandum lebih cepat karena tersedianya air cukup untuk pertumbuhan. Kadar air yang cukup dapat mengoptimalkan laju fotosintesis sehingga proses pertumbuhan optimal. Sebanyak 21 dari 144 genotipe Lampiran 6 dan 7 yang diuji dipilih secara acak berdasarkan persentase pertumbuhan awal gandum, memberikan hasil hampir sama dengan persentase pertumbuhan waktu panen Tabel 13. Genotipe yang terpilih adalah 16 Dewata, 2 Selayar dan 3 Alibey, yaitu: Dw-1-13-2, Dw-1- 15-1, Dw-1-22-3, Dw-2-13-2, Dw-1-21-2, Dw-1-27-2, Dw-2-13-3, Dw-2-17-3, Dw-6-17-1, Dw-7-1-1, Dw-7-10-1, Dw-2-4-1, Dw-4-8-1, Dw-4-12-1, Dw-6-18-1, Dw-6-21-1, Sl-2-14-2, Sl-3-2-2, Ab-2-14-1, Ab-3-3-2, dan Ab-3-16-1. Tabel 13. Karakter agronomi pertumbuhan pada gandum mutan Dewata, Selayar dan Alibey yang di tanam di Kebun Percobaan SEAMEO-BIOTROP, Bogor, Tahun 2013 ± 250 m dpl. Genotipe TA TP BGA MSK PNN PTM PM TT Dewata K 40.82 27.50 69.10 84.78 89.52 9.29 7.47 54.40 Dw-1-13-2

69.45 39.29

49.76 67.68 75.40

15.62 7.72

57.41 Dw-1-15-1 37.93 29.07 44.06 63.68 74.70

13.32 7.72

55.81 Dw-1-22-3

62.63 39.74

44.06 69.68 77.40

17.12 7.52

61.31 Dw-2-13-2

72.23 49.84

48.06 67.68 74.40

13.12 8.32

65.61 2Dw-1-21-2 47.12

25.06 32.07 55.10 61.80

15.17 8.28

60.44 2Dw-1-27-2 75.69

33.00 35.77 57.10 61.80

12.87 8.68

62.64 2Dw-2-13-3 54.26

31.58 31.77 54.10 58.80

16.17 7.98

59.14 2Dw-2-17-3 62.12

47.29 32.77 57.40 61.80 1.67

7.98 61.44

2Dw-6-17-1 49.56 27.30 55.96 74.43 83.08

12.96 7.93

59.11 2Dw-7-1-1

85.27 52.19

55.96 73.13 80.78

13.76 9.03

72.61 2Dw-7-10-1 74.56

24.95 52.54 76.23 85.37 12.23 7.21 62.37 3Dw-2-4-1

72.12 49.95

50.84 77.23 87.37

15.73 8.21

72.67 3Dw-4-8-1

76.31 54.12

50.84 77.23 86.37

16.63 8.81

77.07 3Dw-4-12-1 41.67

25.35 46.87 68.90 74.60

14.30 6.99

57.20 3Dw-6-18-1 59.86

34.44 46.87 68.90 75.60

13.70 7.59

62.20 3Dw-6-21-1 48.22

34.62 46.87 68.90 75.60 11.20 6.59 57.90 Selayar K 72.82 53.80 79.90 107.07 116.02 6.55 10.63 73.55 Sl-2-14-2 42.89 46.29 61.61 87.32 94.84 3.02 6.75 46.37 Sl-3-2-2 50.38 59.18 61.61 87.32 93.84 1.82 6.75 41.37 Alibey K 50.15 53.00 79.40 102.06 109.78 5.26 9.86 66.51 Ab-2-14-1 37.89 21.29 54.61 82.32 89.14 5.52 7.15 51.37 Ab-3-3-2 48.89 49.29 54.61 77.32 86.84 6.52 7.95 55.07 Ab-3-16-1 26.22 30.46 54.61 77.32 87.54 3.82 8.25 52.77 Keterangan: = Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, TA=Persentase hidup awal, TP=Persentase hidup panen, BGA=Umur berbunga, MSK=Umur masak, PNN=Umur panen, PTM=Panjang tangkai malai, PM=Panjang malai, TT=Tinggi tanaman. Pada Tabel 13 nomor terakhir pada setiap genotipe menyatakan nomor malai yang di panen malai yang sering dipanen adalah malai dengan nomor malai ke-1 yaitu sebanyak 11 genotipe yaitu Dw-1-15-1, Dw-6-17-1, Dw-7-1-1, Dw-7- 10-1, Dw-2-4-1, Dw-4-8-1, Dw-4-12-1, Dw-6-18-1, Dw-6-21-1, Ab-2-14-1, dan Ab-3-16-1. Malai ke-2 sebanyak 7 genotipe Dw-1-13-2, Dw-2-13-2, Dw-1-21-2, Dw-1-27-2, Sl-2-14-2, Sl-3-2-2, dan Ab-3-3-2. Malai ke-3 sebanyak 3 genotipe yaitu Dw-1-22-3, Dw-2-13-3, dan Dw-2-17-3. Hal ini menunjukkan bahwa tidak harus malai pertama yang mempunyai potensi untuk di panen, tetapi bisa malai kedua dan ketiga, selebihnya nomor malai ke empat dan seterusnya tidak berpotensi untuk dipanen metode seleksi pedigree. Potensi untuk layak panen adalah genotipe yang mempunyai karakter panjang tangkai malai dan panjang malai lebih tinggi dari kontrol serta mempunyai biji yang bernas. Hasil analisis ragam augmented karakter agronomi pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol dengan mutan pada karakter persentase tumbuh awal 15 mutan, persentase tumbuh panen 13 mutan, panjang tangkai malai 17 mutan, panjang malai 14 mutan, dan tinggi tanaman 16 mutan. Sementara karakter yang tidak berpengaruh nyata terdapat pada karakter waktu berbunga, waktu masak dan panen Tabel 13. Pengaruh nyata mengindikasikan adanya perbedaan antara tanaman kontrol dan mutan. Penelitian ini sejalan dengan hasil laporan Setyowati et al . 2009, yang menyatakan bahwa pada 65 aksesi plasma nutfah gandum terdapat tiga karakter yang berpengaruh nyata pada tanaman gandum yaitu jumlah anakan, jumlah malai dan panjang tangkai malai. Hasil analisis ragam augmented karakter agronomi komponen hasil, menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap karakter jumlah malai 1 mutan, jumlah biji per malai 2 mutan, bobot biji pengamatan 8 mutan, bobot biji 100 butir 4 mutan, bobot biji per genotipe 12 mutan, luas daun 4 mutan dan kehijauan daun 3 mutan Tabel 14. Umur berbunga mempunyai nilai lebih rendah jika dibandingkan dengan semua tanaman kontrol Dewata, Selayar maupun Alibey. Penelitian di beberapa daerah lainnya di Indonesia membuktikan bahwa gandum dataran rendah tropis dapat berbunga lebih cepat yaitu 35 – 51 HST dibandingkan dengan gandum dataran tinggi Aqil et al. 2011. Tanaman-tanaman yang sensitif terhadap perubahan suhu seperti gandum, penurunan hasil panennya sangat tajam jika tanaman tersebut ditanam pada ketinggian lebih rendah dengan suhu yang lebih tinggi dan akan mempengaruhi penurunan nyata pada penurunan jumlah bunga dan penurunan jumlah biji per tanaman Korte et al.1983; Handoko 2007. Korelasi yang dinyatakan dalam analisis korelasi adalah mengukur derajat keeratan hubungan lebih dari dua karakter. Analisis korelasi antar karakter pertumbuhan dan komponen hasil gandum mutan menunjukkan bobot biji per genotipe berkorelasi positif terhadap persentase tumbuh panen, waktu masak, waktu panen, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, jumlah biji per malai, bobot biji 100 bulir, bobot biji pengamatan, tetapi tidak berkorelasi positif terhadap waktu berbunga dan panjang tangkai malai Tabel 15. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan nilai pada karakter-karakter tersebut maka mempengaruhi peningkatan pada bobot biji per genotipe. Bobot biji per genotipe ini selanjutnya digunakan sebagai seleksi untuk generasi M4. Analisis korelasi antar karakter komponen hasil gandum mutan Dewata, Selayar dan Alibey dapat dilihat pada Tabel 15. Jumlah anakan berkorelasi positif terhadap jumlah malai, jumlah biji per malai, bobot biji pengamatan, bobot biji 100 bulir, bobot biji per genotipe dan kehijauan daun, kecuali pada karakter luas daun berkorelasi negatif. Hal ini menyatakan semakin tinggi karakter-karakter tersebut maka meningkatkan jumlah anakan. Jumlah anakan pada Dewata tertinggi terdapat pada genotipe 2Dw-1-27-2, sedangkan pada Selayar terdapat pada genotipe Sl-3-2-2 dan Alibey terdapat pada genotipe Ab-3-16-1. Tabel 14. Karakter agronomi komponen hasil pada gandum mutan Dewata, Selayar dan Alibey yang di tanam di SEAMEO-BIOTROP, Bogor ± 250 m dpl. Genotipe JA JM JBM BBP BB100 BBG LD KD Dewata K 8.40 3.37 30.41 0.68 3.73 8.37 24.92 47.82 Dw-1-13-2 2.23 2.99 12.47 0.41 3.08 2.631 21.32 41.68 Dw-1-15-1 1.56 2.33 18.8 0.52 2.78 4.461 19.03 36.75 Dw-1-22-3 1.56 2.66 15.13 0.66

4.07 11.62

21.26 44.95 Dw-2-13-2 2.56 2.99 16.8 0.69

3.88 19.77

17.86 42.18 2Dw-1-21-2 3.59 1.23 25.5 0.77 3.44 3.184 21.63 42.85 2Dw-1-27-2 5.26 3.23 23.83 0.61 3.01 10.59 21.55 38.62 2Dw-2-13-3 3.92 1.57 21.16 0.51 2.88 9.524 19.90 43.15 2Dw-2-17-3 4.92 2.9 28.83 0.72 2.9 7.384 18.40 37.35 2Dw-6-17-1 3.21 2.3

32.36 0.81

2.44 4.737 32.97 47.52 2Dw-7-1-1 4.21 3.3 22.03 0.69 3.19 12.15 22.07 50.48 2Dw-7-10-1 2.26 1.67 19.72 0.71 3.6 3.327 26.21 47.13 3Dw-2-4-1 3.60 3.67 23.06 0.69 2.79 10.42 20.96 48.46 3Dw-4-8-1 1.93 1.78

32.06 1.09

3.32

19.95 26.67

58.66 3Dw-4-12-1 0.92 1.45 13.72 0.63 4.27 8.40 22.56 44.77 3Dw-6-18-1 3.25 3.11 21.38 0.64 2.93 9.70 21.52 44.57 3Dw-6-21-1 0.08 0.78 15.72

0.69 4.10

14.43 23.4 40.24 Selayar K 10.74 5.65 44.2 0.98 4.20 13.85 27.39 61.15 Sl-2-14-2 3.79 1.7 10.91 0.54 3.74 8.108 30.68 42.38 Sl-3-2-2 5.12 2.33 23.25 0.69 2.35 14.94 22.15 45.55 Alibey K 11.86 6.08 44.31 0.93 3.79 11.76 27.55 56.22 Ab-2-14-1 4.45 1.7 29.25 0.87 2.42 12.4 11.8 45.82 Ab-3-3-2 4.12 2.37 23.58 0.75 2.55 17.22 14.63 45.65 Ab-3-16-1 6.45 5.03 22.25 0.83 3.05 15.27 16.62 43.58 Keterangan: = Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, JA=Jumlah anakan, JM=Jumlah malai, JBM= Jumlah biji per malai, BBP=Bobot biji pengamatan, BB100=Bobot biji 100 bulir, BBG=Bobot biji per genotipe, LD=Luas daun, KD=Kehijauan daun .