pertumbuhan kalus tergantung kepada tingkat sensitivitas suatu sel terhadap perlakuan EMS yang diberikan. Sensitivitas dapat ditentukan melalui respon kalus
gandum yang dapat bertahan hidup yang diinduksi EMS pada LC
20
-LC
50
. Semakin lama perendaman dan tinggi konsentrasinya maka semakin sedikit kalus
dapat bertahan hidup Gambar 12 dan 13.
Gambar 12. Pertumbuhan kalus setelah perlakuan EMS pada varietas Dewata, A. EMS 0.1; waktu 0’, B. EMS 0.1; waktu 30’, C. EMS 0.1; waktu 60’, D. EMS
0.1; waktu 120’, E. EMS 0.1; waktu 180’, F. EMS 0.3; waktu 0’, G. EMS 0.3; waktu 30’, H. EMS 0.3; waktu 60’, I. EMS 0.3; waktu 120’,
J. EMS 0.3; waktu 180’, K. EMS 0.5; waktu 0’, L. EMS 0.5; waktu 30’, M
. EMS 0.5; waktu 60’, N. EMS 0.5; waktu 120’, O. EMS 0.5; waktu 180’.
Penentuan Letal konsentrasi LC
20
dan LC
50
merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan perlakuan induksi EMS untuk memperoleh
varian mutan pada suatu tanaman. Tingkat reduksi pertumbuhan kalus varietas Dewata sebesar 20 LC
20
didapat pada konsentrasi 0.3 dengan waktu perendaman sekitar 30 menit 33.16 menit. Tingkat reduksi pertumbuhan kalus
varietas Selayar sebesar 20 LC
20
didapat pada konsentrasi 0.1 dengan waktu perendaman sekitar 60 menit 64.84 menit Tabel 2.
H G
F D
C E
A B
N M
L K
J I
O
Hasil pengamatan pertumbuhan kalus varietas Dewata dan Selayar menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS maka waktu perendaman
yang diperlukan semakin kecil Tabel 2. Varietas Dewata dengan konsentrasi terendah 0.1 membutuhkan waktu 76.19 menit, konsentrasi tertinggi 0.5
membutuhkan waktu 4.17 menit. Sedangkan Selayar konsentrasi 0.1 membutuhkan waktu 64.84 menit, konsentrasi tinggi sebesar 0.5 membutuhkan
waktu perendaman singkat yaitu 4.19 menit Tabel 2.
Gambar 12. Pertumbuhan kalus setelah perlakuan EMS pada varietas Selayar, A. EMS 0.1; waktu 0’, B. EMS 0.1; waktu 30’, C. EMS 0.1; waktu 60’, D. EMS
0.1; waktu 120’, E. EMS 0.1; waktu 180’, F. EMS 0.3; waktu 0’, G. EMS 0.3; waktu 30’, H. EMS 0.3; waktu 60’, I. EMS 0.3; waktu 120’,
J. EMS 0.3; waktu 180’, K. EMS 0.5; waktu 0’, L. EMS 0.5; waktu 30’, M. EMS 0.5; waktu 60’, N. EMS 0.5; waktu 120’, O. EMS 0.5; waktu
180’.
Persentase pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh konsentrasi EMS dan waktu perendaman. Semakin tinggi konsentrasi EMS dan semakin lama waktu
perendaman maka semakin menurun persentase pertumbuhan kalus Tabel 2. Kalus yang mengalami pertumbuhan berwarna sama seperti awal perendaman
yaitu putih kekuningan, sedangkan kalus yang mengalami terhambat pertumbuhannya sehingga mengakibatkan kematian akan berwarna coklat
kehitaman. Kalus tanpa perlakuan EMS tidak mengalami perubahan warna, yaitu tetap putih kekuningan. Kalus dengan perlakuan EMS 0.5 dan waktu
perendaman 180 menit mengalami kematian dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalus yang diberi perlakuan konsentrasi EMS lebih rendah
dan waktu perendaman yang pendek. Kalus dengan perlakuan EMS 0.1 dan
F I
L K
M N
O H
G J
E A
B C
D
waktu perendaman 30 menit mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya pada varietas Dewata dan Selayar Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis probit LC
20
-LC
50
pada varietas Selayar dan Dewata
Genotipe Selayar
Dewata Konsentrasi
0.1 0.3
0.5 0.1
0.3 0.5
Peluang
Perkiraan waktu menit Perkiraan Waktu menit
LC
50
131.98 111.55
33.68 124.58
96.96 37.58
LC
45
121.96 97.47
29.28 117.33
87.43 32.67
LC
40
111.77 83.16
24.80 110.02
77.75 27.68
LC
35
101.24 68.38
20.18 102.43
67.75 22.53
LC
30
90.15 52.79
15.31 94.43
57.20 17.10
LC
25
78.18 35.98
10.05 85.80
45.83 11.24
LC
20
64.84
17.25 4.19
76.19
33.16
4.71
Konsentrasi EMS 0.1 dengan waktu perendaman 30, 60, 120 dan 180 menit, menyebabkan persentase pertumbuhan kalus berturut-turut berkisar antara
86.4-91.2, 69.6-83.2, 40.8-44.8, dan 24.8-36.8; pada konsentrasi 0.3 berturut-turut adalah 70.4-81.6, 43.2-48, 32-47.2, dan 23.2-33.6;
sedangkan pada konsentrasi EMS 0.5 dengan waktu perendaman yang sama pertumbuhan kalus berkisar antara 0
– 39.2 Gambar 14. Peningkatan konsentrasi dosis biasanya menghambat pertumbuhan sel-sel
pada kalus akibat rusaknya ikatan atom pada molekul, yang mengakibatkan molekul melepas elektron dan berubah muatan menjadi ion yang menghambat
pertumbuhan sel Van Harten 1998. Kerusakan sel meristem pada kalus yang sangat sensitif sehingga terjadi penghambatan pertumbuhan sel. Kalus yang
mengalami kerusakan menurunkan kemampuan regenerasi serta mematikan sel sehingga tidak mampu beregenerasi Sarker dan Biswas 2002. Peningkatan
konsentrasi EMS dan waktu perendaman biasanya menghambat pertumbuhan sel- sel dan pada akhirnya mengakibatkan kematian sel.
Menurut penelitian Sarker dan Biswas 2002; Dhanavel et al. 2008, aplikasi EMS dapat mempengaruhi terjadinya penghambatan pada pembelahan
sel. Penghambatan pada sel secara berturut-turut mengakibatkan terjadinya kematian sel tanaman yang disebabkan karena mutagen kimia secara langsung,
yaitu melalui perendaman yang bersifat toksik sehingga mengakibatkan sel tidak mampu berpoliferasi membentuk tunas. Perlakuan EMS yang bersifat sebagai
agen pengkelat dapat menyebabkan terjadinya mutasi titik, sehingga mereduksi sifat fertilitas, penghambatan kemampuan jaringan membentuk tunas dan pada
akhirnya hasil mengalami kematian Greene et al. 2003. Hasil penelitian ini sama seperti yang diperoleh Priyono dan susilo 2002, bahwa peningkatan
konsentrasi EMS menghambat pertumbuhan eksplan kerk lily. Begitu juga dengan pertumbuhan tunas iles-iles semakin rendah dengan meningkatnya konsentrasi
EMS Poerba et al. 2009.
Gambar 14. Persentase pertumbuhan kalus gandum Dewata A dan Selayar B pada konsentrasi EMS 0,1; 0,3 dan 0,5 dengan waktu perendaman 0; 30; 60; 120
dan 180 menit.
Hasil pengamatan pertumbuhan kalus varietas Dewata dan Selayar menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS maka waktu yang
diperlukan semakin singkat Tabel 2. Varietas Dewata dengan konsentrasi EMS terendah 0.1 membutuhkan waktu 76.19 menit, konsentrasi tertinggi 0.5
membutuhkan waktu 4.17 menit. Sedangkan Selayar konsentrasi 0.1 membutuhkan waktu 64.84 menit, konsentrasi tingginya 0.5 membutuhkan
waktu yang singkat yaitu 4.19 menit Tabel 2. Kalus yang mengalami kerusakan menurunkan kemampuan regenerasi serta mematikan sel sehingga tidak mampu
beregenerasi Sarker dan Biswas 2002.
Kedua genotipe uji yaitu Dewata dan Selayar memperlihatkan respon yang berbeda terhadap perlakuan konsentrasi EMS dan waktu perendaman. Pada
penelitian ini genotipe Dewata mempunyai konsentrasi EMS optimal 0.3 dengan waktu perendaman 30 menit, sedangkan pada genotipe Selayar
konsentrasi EMS optimal lebih rendah yaitu 0.1 dengan waktu perendaman lebih lama yaitu 60 menit Tabel 2. Menurut Talebi et al. 2012 konsentrasi
EMS yang dibutuhkan untuk menimbulkan keragaman untuk setiap tanaman berbeda-beda tergantung dari genotipe dan jenis eksplan yang digunakan misalnya
pada padi biji kultivar MR219 konsentrasi EMS untuk LC
25
dan LC
50
adalah 0.25 dan 0.50, sedangkan pada tanaman gandum biji varietas B936 konsentrasi
EMS adalah 0.7 Ndou et al. 2013. Menurut Ahloowalia 2001 penggunaan sinar x, gamma, neutron, dan
mutagen kimia dapat digunakan untuk menginduksi variasi pada eksplan. Mutasi induksi telah digunakan untuk meningkatkan benih beberapa tanaman serealia
seperti tanaman gandum, padi, barley, kacang-kacangan dan kapas. Sehingga kemungkinan besar mutagen kimia EMS ini dapat menghasilkan variasi genetik
pada tanaman gandum genotipe Dewata dan Selayar. Secara umum pertumbuhan kalus menurun secara linier dengan meningkatnya konsentrasi EMS, sehingga
A B
pada konsentrasi tertentu EMS dapat memberi penghambatan pertumbuhan kalus gandum. Selain itu, dilaporkan bahwa EMS mengakibatkan pertumbuhan kultur in
vitro secara linier menurun seiring dengan semakin tingginya konsentrasi EMS
Sakin 2002; Fang dan Traore 2011; Talebi et al. 2012; Ndou et al. 2013. Hasil analisis probability menunjukkan bahwa reduksi pertumbuhan kalus
gandum varietas Dewata sebesar 20-50 LC
20
-LC
50
berada pada kisaran 0,3 dengan waktu 33.18 - 96.96 menit. Sedangkan pada varietas Selayar reduksi
pertumbuhannya berada pada kisaran 0.1 dengan waktu 64.84 – 131.98 menit
Tabel 2. Pada kisaran LC tersebut dapat mengakibatkan keragaman mutan tinggi karena terjadi mutasi pada kalus gandum yang diuji. Kisaran waktu yang
diperlukan dalam LC yang diperoleh dari penelitian ini sangat rendah dibandingkan dengan penelitian Sakin 2002; Sakin dan Yildirim 2004, yang
menghasilkan variabilitas genetik gandum tinggi dan mendapatkan varietas unggul yaitu kisaran antara 0.1 dan 0.3 dengan waktu perendaman 8 jam pada biji
gandum varietas Gediz-75. Kisaran konsentrasi yang dihasilkan pada varietas Dewata adalah 0.3 dengan waktu perendaman 30 menit, dan varietas Selayar
kisarannya adalah 0.1 dengan waktu 60 menit, dimana konsentrasi dan waktu tersebut merupakan kisaran yang tepat untuk menghasilkan keragaman mutan
Tabel 2.
LC
20 -
LC
50
berbeda pada setiap genotipe tanaman tergantung pada tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan bagian tanaman yang diberi
perlakuan EMS. Umumnya, konsentrasi EMS yang tinggi terutama pada konsentrasi 0,5 mempunyai pengaruh negatif pada penampilan morfologi kalus
yang berubah menjadi berwarna coklat atau kehitaman Gambar 12 dan 13. Perlakuan EMS dilakukan pada kisaran konsentrasi kematian 50 dengan
pertimbangan bahwa kerusakan fisiologis berimbang dengan perubahan genetik yang diperoleh pada tanaman tersebut. Selain untuk menentukan kadar sensitivitas
terhadap mutagen fisik maupun kimia, kisaran konsentrasi LC
50
juga dapat digunakan untuk menghitung perkiraan konsentrasi dan waktu optimal untuk
menginduksi mutasi Abdullah et al. 2009.
3. Seleksi Kalus pada Suhu 27 - 35°C secara In Vitro.
Keragaman genetik yang ditimbulkan oleh induksi mutasi dengan EMS bersifat acak dan beragam, sehingga diperlukan seleksi in vitro guna mendapatkan
mutan yang diinginkan. Kalus varietas Dewata dan Selayar yang diseleksi pada suhu 35 °C mengalami penghambatan proliferasi, dan kematian sel, sehingga
kalus yang diseleksi berwarna coklat kehitaman dan tidak dapat bertahan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penghambatan pertumbuhan kalus, dan
penghambatannya semakin besar dengan meningkatnya suhu seleksi sampai 35 °C. Kalus yang diseleksi pada suhu 27 °C mempunyai persentase pertumbuhan
kalus yang tertinggi yaitu 84 dan 72 Gambar 15. Kalus yang tahan terhadap suhu seleksi dapat tumbuh dan menghasilkan bakal tunas apabila ditumbuhkan
pada media regenerasi.
Gambar 15. A Persentase kalus Dewata yang hidup pada suhu 27 - 35°C. B Persentase kalus Selayar yang hidup pada suhu 27 - 35°C.
Svabova dan Lebeda 2005 menyatakan bahwa metode memanfaatkan agen seleksi yang efektif secara in vitro dapat membantu meningkatkan
karakteristik tanaman yang diinginkan, dalam hal ini suhu sehingga diperkirakan mendapatkan tanaman toleran suhu tinggi. Tanaman toleran suhu tinggi adalah
tanaman yang mampu mempertahankan integritas membran tanaman pada kondisi stress panas. Varietas Dewata toleran terhadap suhu 27 °C dan semakin tinggi
suhunya maka semakin berkurang toleran adaptasi tanaman tersebut. Berkurangnya toleransi kalus tersebut akibat adanya cekaman yang ditimbulkan
oleh suhu tinggi.
Sung et al. 2003 menyimpulkan bahwa besarnya cekaman yang ditimbulkan oleh suhu berbeda-beda tergantung dari intensitas derajat suhu, lama
periode cekaman dan laju perubahan suhu. Berurut-turut nilai persentase pertumbuhan kalus Dewata pada suhu 27, 29, 31, 33 dan 35 °C yaitu 84; 76; 44
dan 0, sedangkan Selayar 72; 60; 32; 24 dan 0 Gambar 15. Semakin tinggi suhu seleksi maka semakin sedikit kalus yang bertahan hidup, bahkan pada suhu
teringgi yaitu 35° C, tidak terdapat kalus yang hidup Gambar 16.
Menurut Wiyono 1980; Van Ginkel dan Villareal 1996, gandum memerlukan suhu bagi pertumbuhannya sekitar 15
– 25 °C dan tidak dapat tumbuh pada daerah hangat dan suhu tinggi. Kenaikan 1°C saja menyebabkan
gandum mengalami penghambatan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian Chalupa 1987 yang mengatakan bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan kalus tanaman picea abies yang memiliki suhu optimum 25°C, sehingga suhu di bawah dan di atas suhu optimum menghambat pertumbuhan
kalus.
Kalus varietas Selayar menunjukkan persentase hidup tertinggi pada suhu 27°C yaitu sebesar 72 dan pada Dewata sebesar 84 Gambar 15. Suhu
semakin tinggi menyebabkan pertumbuhan kalus semakin sedikit bahkan pada suhu tertinggi yaitu suhu 35°C tidak ada pertumbuhan kalus atau mengalami
kematian. Hal ini menunjukkan bahwa suhu 35°C memberikan penghambatan
A B